III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4 Teknik Analisis Data
3.4.1 Analisis Sentra Perkebunan Lada
Analisis sentra perkebunan lada dalam penelitian ini didasari oleh keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah. Metode yang digunakan yaitu Location Quotient (LQ) untuk menganalisis keunggulan komparatif dan Shift Share Analysis (SSA) untuk menganalisis keunggulan kompetitif wilayah. Teknik analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) diuraikan berikut ini.
3.4.1.1 Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis LQ digunakan untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas dan menunjukkan peranan sektor dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi suatu wilayah. Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (luas panen atau luas tanam), produksi atau produktivitas (Hendayana, 2003). Menurut Rustiadi et al. (2011), analisis LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa aktifitas tersebut dalam wilayah secara agregat. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total wilayah dengan rumus sebagai berikut.
LQ =XX /X.
. /X..
Keterangan :
LQ = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i
X = derajat aktivitas ke –j pada wilayah ke-i
X. = derajat aktivitas total pada wilayah ke-i
X. = derajat aktifitas ke-j pada total wilayah
i = wilayah/kecamatan yang diteliti j = aktivitas ekonomi yang dilakukan
Jika nilai LQ > 1, komoditas tanaman perkebunan ke-i memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan) Jika nilai LQ < 1, komoditas tanaman perkebunan ke-i tidak memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan) Dalam penelitian ini, analisis Location Quotient (LQ) dilakukan dengan mengambil dasar perbandingan yaitu luas areal tanam perkebunan. Luas areal perkebunan lada dari masing-masing kecamatan dibandingkan dengan luas areal perkebunan di kecamatan yang bersangkutan. Kemudian hasil perbandingan tersebut dibandingkan dengan hasil luas areal perkebunan lada di Kabupaten Belitung dengan total luas areal perkebunan di Kabupaten Belitung.
3.4.1.2 Shift Share Analysis (SSA)
Menurut Rustiadi et al. (2011), Shift Share Analysis (SSA) dilakukan untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil Shift Share Analysis juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Rumus untuk menghitung Shift Share Analysis sebagai berikut :
Keterangan : a = komponen share
b = komponen proportional shift c = komponen differential shift
X.. = Nilai total aktivitas dalam total wilayah
X.i = Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah Xij = Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah t1 = titik tahun akhir
Pelaksanaan Shift Share Analysis (SSA) pada penelitian ini menggunakan data dasar dari luas areal tanam perkebunan lada baik di masing-masing kecamatan maupun total luas areal perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Disamping itu digunakan juga data total luas areal perkebunan di Kabupaten Belitung.
Dengan melakukan pengolahan data melalui Shift Share Analysis (SSA), diharapkan akan diketahui nilai komponen share, proportional shift dan differential shift dari masing-masing komoditas perkebunan di tiap kecamatan. Wilayah/kecamatan dimana nilai differential shift komoditas ladanya menunjukkan angka positif, maka perkebunan lada di kecamatan tersebut memiliki keunggulan kompetitif untuk pengembangan perkebunan lada ke depan. 3.4.2 Analisis Wilayah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Perkebunan
Lada
Analisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung dalam penelitian ini dilakukan dengan memadukan peta kesesuaian lahan aktual dengan peta penggunaan lahan (land use) eksisting. Peta kesesuaian lahan aktual lada dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada analisis kesesuaian lahan menurut FAO dalam "Framework of Land Evaluation" (FAO,1976). Sistem FAO dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Analisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan lada dilakukan dengan pengolahan data sekunder menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG). Data sekunder yang digunakan dalam analisis ini terdiri dari beberapa peta tematik antara lain peta satuan lahan (land unit) Kabupaten Belitung, peta penggunaan lahan (land use) eksisting tahun 2009 dan peta administrasi Kabupaten Belitung. Disamping itu dalam analisis wilayah yang berpotensi ini juga digunakan kriteria persyaratan kesesuaian lahan untuk perkebunan lada yang dikeluarkan oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) .
Analisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan lada diawali dengan melakukan analisis dan membuat peta kesesuaian lahan aktual lada. Peta
kesesuaian lahan aktual lada dibuat dengan memadukan peta satuan lahan (land unit) dengan persyaratan kualitas lahan untuk tanaman lada yang dikeluarkan oleh BBSDLP sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada tiap satuan lahan di Kabupaten Belitung.
Kelas yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) dalam ordo S (sesuai) dan satu kelas yang dipakai dalam ordo N (tidak sesuai). Peta kesesuaian lahan perkebunan lada pada penelitian ini berupa kelas dan sub kelas. Menurut Sitorus (2004) dan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), sistem FAO menjabarkan kelas kesesuaian lahan sebagai berikut :
Kelas S1 : Sangat sesuai (Highly suitable).
Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan. Kelas S2 : Cukup sesuai (Moderately suitable)
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.
Kelas S3 : Sesuai marginal (Marginally suitable)
Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.
Kelas N : Tidak sesuai (Not suitable)
Lahan ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan. Dengan demikian lahan ini tidak dijadikan arahan pengembangan lada.
Untuk mengetahui wilayah yang berpotensi bagi pengembangan perkebunan lada, maka peta kesesuaian lahan aktual lada dari tiap satuan lahan di Kabupaten Belitung tersebut dioverlay dengan peta penggunaan lahan (land use existing) tahun 2009. Hasil perpaduan peta kesesuaian lahan dengan peta penggunaan lahan menghasilkan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan lada, meskipun belum tentu menjadi arahan pengembangan perkebunan lada. Wilayah yang berpotensi ini selanjutnya perlu dipadukan dengan peta Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Belitung tahun 2005-2015 untuk mengetahui apakah wilayah tersebut menjadi lokasi arahan atau bukan bagi pengembangan perkebunan lada. Penentuan lokasi arahan akan dibahas pada sub metode selanjutnya pada penelitian ini.