• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. FORMULASI DAN OPTIMASI FORMULA.

4. Analisis sidik ragam respon dan penentuan formula optimum

Respon yang telah diinput kemudian dianalisis sidik ragamnya untuk mengetahui faktor yang paling nyata mempengaruhi proses optimasi. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6 hingga 11. Sebelum dilakukannya analisis sidik ragam DX7 membuat persamaan model polinomial dengan ordo yang sesuai dengan hasil yang didapatkan dari setiap respon. Jenis persamaan polinomial yang mungkin adalah linier, kuadratik, kubik, dan spesial kubik. Proses untuk menentukan persamaan yang paling sesuai untuk masing-masing respon ada 3 cara yaitu berdasarkan Sequential model sum of squares (type I), lack of fit test, dan model summary statistics.

Proses pemilihan model dengan cara pertama yaitu berdasarkan Sequential model sum of squares (type I) dengan membandingkan nilai “prob>f”. Model persamaan yang dianggap paling sesuai adalah model polinomial dengan ordo tertinggi dengan nilai “prob>f” dibawah 0.05 (Anonimc, 2005)

Proses pemilihan model dengan cara yang kedua adalah dengan lack of fit test dengan nilai model yangsesuai adalah model dengan nilai “prob>f”>0.1. Pemilihan model dengan cara terakhir Sequential model sum of squares (type I),adalah dengan mengacu pada nilai ”adjusted R-square” dan “Predicted R- square” tertinggi (Anonimc, 2005)

Berdasarkan ketiga proses tersebut, DX7 akan memberikan saran model matematika yang paling sesuai untuk setiap respon. Kemudian masing-masing model tersebut dianalisis sidik ragam (ANOVA). Analisis sidik ragam ini akan digunakan dalam penentuan optimasi formula.

Faktor yang diujikan adalah warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Masing masing respon ini juga menghasilkan persamaan model matematikanya yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Persamaan model matematika respon yang diukur

Respon Model Matematika

Warna Y= 4.7338676* A + 4.9672034 * B - 0.3313955 * A * B -1.9499944 * A * B * (A-B) Aroma Y= 4.4006524 * A + 4.6929601 * B - 0.3381643 * A * B Rasa Y= 4.6677695 * A + 5.2344337 * B + 0.6106225 * A * B + 0.8249944 * A * B * (A-B) Tekstur Y = 4.3997585* A+ 5.1664251 * B - 0.6608696* A * B - 0.975* A * B *(A-B) Overall Y= 4.696597713 * A+5.165828482* B - 0.400966184* A * B Harga Y= 37500.00 *A + 45000*B

*A=Isolat protein kedelai; B = Sweet whey

Model yang dihasilkan ini dianalisis sidik ragamnya (ANOVA) untuk menentukan faktor yang berpengaruh pada optimasi. Hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis sidik ragam (ANOVA) model tiap respon Respon Jumlah

kuadrat

Db Kuadrat tengah F hitung Nilai P Prob>f Keterangan Warna 0.3316073 3 0.1105358 849.44714 < 0.0001 significant Aroma 0.2070463 2 0.1035231 23.792495 < 0.0001 significant Rasa 0.720348 3 0.240116009 439.08822 < 0.0001 significant Tekstur 1.4992657 3 0.4997552 18965.711 < 0.0001 significant Overall 0.5078663 2 0.2539331 135.40637 < 0.0001 significant Harga 7617187 1 7617187 63660000 < 0.0001 significant

Dari hasil pengujian didapatkan semua respon berpengaruh nyata pada optimasi formula. Hal ini berarti perubahan nilai pada setiap respon akan mempengaruhi nilai optimasi yang akan dihasilkan. Kurva model dari setiap respon ini dapat dilihat dalam Lampiran 14.

Optimasi dengan DX7 dilakukan berdasarkan kriteria yang diinginkan. Penentuan parameter yang diinginkan sebagai acuan optimasi dapat diatur pengguna sesuai pertimbangan yang diinginkan, baik dari komponen penyusunnya maupun dari respon yang ingin dicapai. Kriteria yang dapat dipilih bisa berupa target (titik yang hendak dicapai), in range (dalam kisaran tertentu), maximize (maksimum atau batas atas limit), minimize (minimum atau batas bawah limit). Selain pengaturan jumlah atau komposisi ini DX7 juga memperhitungkan

skala kepentingan suatu respon terhadap optimasi yang diinginkan. Tingkat kepentingan ini dikenal dengan skala prioritas atau importance. Skala kepentingan setiap respon dapat dipilih dari yang terendah hingga tertinggi (dari +, ++, +++, ++++, dan +++++). Semakin tinggi skala kepentingan respon maka semakin berpengaruh respon tersebut terhadap proses optimasi dan pemenuhan kriteria yang diharapkan dari formula yang akan dihasilkan (Anonimc, 2005).

Optimasi yang dilakukan dalam penelititan ini dilakukan dengan menetapkan parameter warna, aroma, rasa, tekstur, overall dan harga sebagai parameter penting. Karena secara ANOVA keenam faktor ini signifikan. Berdasarkan ANOVA untuk data baku dengan software statistik SPSS, data yang signifikan hanya dari parameter tekstur. Perbedaan hasil ini mungkin karena data yang diolah dengan SPSS adalah data baku dari setiap respon, sedangkan hasil ANOVA dari software DX7 merupakan rataan untuk setiap respon. Oleh karena itu faktor tekstur diatur memiliki skala kepentingan +++++. Sedangkan parameter lainnya diatur dengan skala kepentingan +++. Variabel berupa isolat protein kedelai dan sweet whey diset in range, karena jumlah rasio yang diharapkan berada dalam rentang nilai yang telah ditetapkan sebelumnya yakni 75-100% untuk isolat protein kedelai dan 0-25% untuk sweet whey.

Formula terpilih adalah formula yang memiliki nilai desirability yang tertinggi. Desirability merupakan suatu gambaran seberapa memenuhinya formula yang dihasilkan dengan parameter yang telah diatur. Kurva optimasi yang dihasilkan software DX7 ini dapat dilihat sebagai dalam Gambar 7. Dari kurva optimasi yang dihasilkan tanpa memperhitungkan faktor harga terlihat bahwa subtitusi isolat protein kedelai dengan sweet whey akan memperbaiki perfomance minuman. Karena kurva yang terbentuk cenderung dengan gradien negatif maka titik maksimum kurva tidak dapat ditentukan. Namun karena variabel yang ditetapkan berupa isolat protein kedelai maksimum boleh disubtitusi dengan sweet whey sebanyak maksimum 25% maka formula yang dianggap optimum adalah formulasi pada titik kombinasi maksimum yakni 75% isolat protein kedelai dengan 25 % sweet whey. Dari pengukuran desirability formula yang dihasilkan memiliki nilai 1.000 dengan nilai maksimum 1. Hal ini terlihat formula yang

dihasilkan sangat memenuhi parameter organoleptik dan variabel yang telah ditetapkan sebelumnya.

Gambar 7 Kurva optimasi formula terpilih tanpa parameter harga

Saat faktor harga dipertimbangkan dalam proses optimasi didapatkan persamaan kurva optimasi yang dapat dilihat dalam Gambar 8. Titik optimum dalam kurva ini adalah pada rasio isolat protein kedelai dengan sweet whey 77.28: 22.72. Pada titik ini nilai desirability adalah 0.702 dan harga yang dicapai adalah Rp 39.203,80. Nilai desirability yang dicapai dengan memperhitungkan faktor harga ini lebih rendah, namun didapatkan harga yang paling sesuai. Dianggap paling sesuai karena tidak mengorbankan mutu dan juga harga yang paling optimum.

Walaupun kurva yang dihasilkan berbeda, namun kurva yang akan digunakan sebagai penentuan titik optimum adalah kurva yang mempertimbangkan seluruh faktor termasuk parameter harga sebagai kurva optimasi yang ideal. Kurva ini memiliki bentuk yang lebih baik karena memiliki puncak dan lebih mudah ditentukan titik maksimumnya.

Gambar 8 Kurva optimasi formula terpilih

Setelah didapatkannya titik optimum ini kemudian dilanjutkan dengan produksi formula terpilih yakni dengan membuat campuran antara isolat protein kedelai dengan sweet whey dengan rasio 77.28: 22.72 sebanyak 5 kg. Kemudian berdasarkan formula larutan standar dibuat formula produk terpilih yang dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8 Formula terpilih

Komponen Jumlah (g) Persentase (%)

Isolat protein kedelai 3864 29.34

Sweet whey 1139 8.65 Gula tepung 7666 58.22 Garam 444.15 3.37 TiO2 25 0.19 CMC 30 0.23 Total 13168.15 100

Formula yang dianalisis adalah formula yang belum dicampur dengan komponen larutan standar yaitu campuran isolat protein kedelai dengan sweet whey saja. Hasil analisisnya dapat dilihat pada analisis mutu produk terpilih.