• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

B. METODE PENELITIAN

2. Formulasi dan Optimasi Formula.

Proses penentuan formulasi dan optimasi formula ini meliputi beberapa tahap yaitu: a. perancangan komposisi formula dan penentuan respon yang akan diuji; b. pembuatan formula yang telah diberikan dan pengukuran respon masing- masing respon setiap formula; c. input data respon yang telah diukur pada lembar kerja DX7; dan d. analisis signifikansi (ANOVA) dan model matematika yang berlaku untuk setiap respon serta penentuan formula optimum sesuai tujuan yang diinginkan.

a. Perancangan komposisi formula dan penentuan respon yang akan diuji

Persamaan yang dipilih dalam persamaan model rancangan percobaan dengan software DX7 ini adalah D-optimal scheffe (Cornell, 1984). D-optimal merupakan

persamaan untuk menentukan kombinasi optimum suatu campuran tanpa dengan mengabaikan jumlah zat lain. Karena dianggap yang berpengaruh hanya bahan yang dipilih sebagai variabel. Pada tahap ini dilakukan penentuan variabel yang digunakan dalam formulasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Input data awal pada software Design Expert 7.1

Variabel yang dipilih adalah isolat protein kedelai dan sweet whey. Isolat protein kedelai dinotasikan sebagai huruf A, dan sweet whey sebagai huruf B. Kisaran subtitusi maksimum isolat protein kedelai dengan sweet whey ditetapkan antara 0-25% dari total campuran. Pemilihan ini dilakukan agar menjaga kadar protein masih tetap tinggi agar dapat menggunakan klaim klaim tinggi protein yang disyaratkan yakni jumlah minimum protein tiap sajian adalah 10 g (20% AKG).

Setelah diinput, software ini memberi lembar kerja yang harus diisi dengan data yang didapatkan dari uji hedonik kandidat formula terpilih yang didapatkan berupa 5 titik formulasi dengan pengulangan yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Titik kombinasi isolat protein kedelai dan sweet whey

Isolat Protein Kedelai (%) Sweet whey (%) Ulangan

100 0 4

91.67 83.33 3

87.5 12.5 1

83.33 16.67 3

Respon yang akan digunakan untuk penentuan titik optimum adalah parameter organoleptik yaitu dari segi warna, rasa, aroma, tekstur dan overall. Kemudian dari pengujian masing-masing respon ini dilakukan analisis ANOVA untuk menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam mengoptimumkan formulasi nantinya.

b. Pembuatan formula yang telah diberikan dan pengukuran respon masing- masing respon setiap formula

Pembuatan formula dilakukan dengan menghitung jumlah formula yang dibutuhkan untuk pengujian. Jumlah panelis yang digunakan adalah 30 orang dan jumlah setiap sajian kurang lebih 20 ml dengan jumlah pengulangan 15 kali. Jumlah larutan standar yang dibutuhkan adalah 9 liter. Kemudian masing masing rasio kombinasi isolat protein kedelai dan sweet whey disiapkan dalam 5 wadah yang berbeda dan dibuat sesuai jumlah ulangan setiap titik yang kombinasi.

Uji yang dilakukan adalah uji hedonik rating dengan panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Panelis ini diminta menuliskan penilaian mereka terhadap atribut organoleptik setiap sampel yang disajikan dalam kuesioner yang dapat dilihat pada Lampiran 12. Skor penilaian yang digunakan yaitu pada kisaran 1 sampai 7. Skor 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka (Soekarto, 1985). Setelah pengujian selesai data dikumpulkan dan disimpan dalam format excel dan diolah untuk mencari ratan setiap respon.

c. Input data respon yang telah diukur pada lembar kerja DX7

Nilai rataan setiap respon terukur dari kuesioner, ditabulasikan dalam format excel dan dilakukan pengelompokan dan perhitungan nilai rataan setiap respon. Nilai rataan ini diinput kedalam worksheet DX7 dan kemudian dilanjutkan dengan analisis model persamaan matematika setiap respon yang nantinya akan dilanjutkan dengan optimasi setiap respon.

d. Analisis sidik ragam respon dan penentuan formula optimum

Setelah data rataan respon organoleptik diinput dalam worksheet DX7. Dilanjutkan dengan analisis sidik ragam masing-masing respon. Hal ini dilakukan untuk menentukan faktor yang berbeda nyata dan memiliki pengaruh dalam

mengoptimumkan formula yang akan dibuat. Analisis sidik ragam juga menghasilkan model matematika untuk setiap respon yang diukur. Model ini dapat digunakan untuk memperkirakan respon yang akan didapatkan untuk setiap titik kombinasi yang dilakukan selama dalam kisaran yang telah ditetapkan.

Pengoptimasian formula dilakukan dengan menentukan skala kepentingan setiap respon yang dihasilkan berdasarkan perbedaan nyata atau tidak dan pertimbangan penting atau tidaknya parameter yang diukur dalam formula yang dihasilkan.

Formula optimum yang dihasilkan kemudian diproduksi dan kemudian dilanjutkan dengan analisis mutu secara fisiko kimia, dan biologis.

C. METODE ANALISIS 1. Analisis Fisik

Analisis fisik dilakukan terhadap produk akhir minuman berprotein tinggi terpilih yang mencakup penampakan secara visual (derajat keputihan) dan properti palatibilitas yakni viskositas.

a. Analisis Derajat Putih dengan Whitenessmeter

Analisis derajat keputihan sangat penting dilakukan untuk sampel tepung- tepungan. Pengukuran derajat keputihan ini penting dilakukan karena sering digunakan sebagai standar penentu utama tepung-tepungan (Hutching, 1999). Prinsip kerja pengukuran derajat keputihan ini adalah pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel yang diukur oleh dioda fotoelektrik. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan akan semakin banyak dan nilainya semakin besar. Kalibrasi alat menggunakan putih yang diperoleh dari asap pembakaran pita Mg.

Analisis derajat putih dilakukan dengan menggunakan whitenessmeter. Pengukuran derajat putih ini penting dilakukan pada sampel tepung-tepungan karena dapat digunakan sebagai standar mutu. Pengukuran derajat putih ini berprinsip refleksi cahaya dari permukaan sampel yang kemudian diukur dan dibandingkan dengan standar.

Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sejumlah sampel dalam wadah sampel hingga penuh, kemudian diratakan hingga tidak ada ruang kosong.

Kemudian wadah sampel yang telah berisi sampel tersbut dimasukkan kedalam slot sensor dan nilai yang tertera pada layar whitessmeter adalah nilai derajat putih sampel. Sebelumnya alat dikalibrasi dengan plat putih MgO dengan nilai derajat putih adalah 100%.

b. Pengukuran Viskositas (flow ability).

Viskositas merupakan salah satu parameter penting dalam sifat reologi pangan. Viskositas dapat mempengaruhi sensasi dalam mulut saat makanan dikonsumsi. Dalam bahan pangan yang berupa cairan viskositas sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk (Winarno, 1995).

Rasio rehidrasi adalah rasio air yang digunakan untuk menyeduh minuman hingga diperoleh konsistensi yang sesuai dengan minuman sejenis komersial yang telah ada dipasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan takaran saji untuk memperoleh kelarutan optimum dan meningkatkan efisiensi minuman. Kurang jelasnya aturan penyajian dapat mengakibatkan tidak tercapainya kondisi yang sesuai dengan penerimaan konsumen yang dapat berakibat tingginya keluhan konsumen yang akan mengurangi nilai jual produk.

Pengukuran rasio rehidrasi dilakukan dengan membandingkan jumlah air yang diperlukan untuk mencapai viskositas yang sama dengan susu komersial yang telah ada di pasaran. Pengukuran dilakukan dengan viskometer Brookfield. Probe yang digunakan adalah probe no.1 yang berbentuk silinder dengan diameter 35mm.

2. Analisis Kimia

Analisis kimia ini dilakukan terhadap formulasi optimum. Analisis kimia meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, aw dan pH. Penentuan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference.

a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Kadar air yang terdapat pada suatu produk mempengaruhi kerusakan terhadap mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat produk pangan menjadi lebih awet. Pengukuran kadar air ini dilakukan dengan metode dasar gravimetri tak

langsung (Harjadi, 1993) karena yang ditimbang adalah berat sampel setelah mengalami pemanasan pada suhu dan waktu tertentu. Pengukuran kadar air dengan metode ini berprinsip mengukur kehilangan berat setelah dipanaskan pada suhu air tidak mungkin berada dalam fase cairnya. Dalam hal ini suhu yang digunakan adalah 1050C. selisih berat dianggap jumlah air yang menguap. Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang lebih 5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.0003 g). Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus:

% –

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Sebagian besar bahan makanan yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur mineral. Kadar abu merupakan gambaran kasar mengenai jumlah mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Abu merupakan bentuk oksida mineral yang terdapat dalam sampel. Kadar abu diukur dengan mengabukan sampel pada suhu tinggi sehingga zat-zat organik akan terurai dan hanya meninggalkan mineral yang terdapat dalam sampel. Cawan porselin dibakar dalam tanur selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin, berat cawan kosong ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 3-5 g dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya cawan yang berisi sampel dipijarkan di atas pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. Pengabuan dilakukan di dalam tanur listrik pada suhu 400oC – 550oC selama 4 - 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Cawan yang berisi sampel tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan sebagai berikut:

c. Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar protein dengan Metode Kjeldahl merupakan metode pendekatan kadar protein berdasarkan kandungan nitrogen dalam sampel. Sampel didestruksi dengan asam dan katalis, dan seluruh nitrogen dalam sampel diubah menjadi garam ammonium. Jumlah nitrogen dalam ammonium ditentukan kemudian dengan metode distilasi yang kemudian dilanjutkan dengan titrasi. Sampel sebanyak ± 0,2 g (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01N/0,02N) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 50 mg HgO, 2ml H2SO4 pekat, dan batu didih. Sampel kemudian didekstruksi selama 1-1.5 jam hingga jernih dan didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 2 ml air yang dimasukkan secara perlahan ke dalam labu dan didinginkan kembali. Cairan hasil dekstruksi (cairan X) dimasukkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan air. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) diletakkan di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung selang kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Cairan X ditambahkan 10ml NaOH-Na2S2O3 dan destilasi dilakukan hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50ml. Larutan dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu. Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko.

% ,

% %

d. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak merupakan sumber zat tenaga yang kedua setelah karbohidrat. Lemak ada yang berbentuk cair dan ada pula yang berbentuk padat (Muchtadi, 1997). Pengukuran kadar lemak Metode Soklet bekerja berdasarkan ekstraksi semua lemak dalam sampel dengan pelarut organik. Pelarut organik yang digunakan adalah heksan. Menurut Sudarmadji, et. al (1999), heksan

adalah pelarut lipida non-polar yang paling banyak digunakan karena harganya paling murah, tidak telalu beresiko ledakan dan lebih selektif terhadap lipid non polar.

Prinsip pengukuran kadar lemak dengan metode ini relatif sama dengan metode pengukuran kadar air yakni memanfaatkan gravimetri langsung. Sampel diekstrak dengan pelarut organik sehingga seluruh lipid akan terekstrak kemudian diukur jumlahnya. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 g, dibungkus dengan kertas saring kemudian ditutup kapas bebas lemak, lalu dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Lalu dimasukkan pelarut heksana ke dalam alat dan sampel.

Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

% %

Keterangan : a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g)

c = berat sampel awal (g)

e. Kadar Karbohidrat (by difference)

Karbohidrat merupakan zat makanan yang pertama kali dikenal secara kimiawi. Karbohidrat terdiri dari tiga unsur yaitu karbon, oksigen, dan hidrogen. Berdasarkan susunan kimianya, karbohidrat terbagi atas beberapa kelompok, yaitu monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan polisakarida.

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Sebanyak 60- 80% dari kalori yang diperoleh tubuh berasal dari kabohidrat. Hal ini terutama berlaku bagi bangsa-bangsa di Asia Tenggara (Muchtadi, 1997). Menurut Winarno (1995), karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain.

Kadar karbohidrat dilakukan dengan Metode by Difference. Metode ini mengasumsikan selain zat makro (lemak, protein, air dan mineral) merupakan karbohidrat. Oleh karena itu perhitungan kadar karbohidrat didapatkan dari pengurangan berat sampel dengan kadar air, abu, lemak dan protein. Metode ini merupakan Metode by Difference dengan perhitungan sebagai berikut:

% % . . . .

Keterangan: k.A = kadar air k.B = kadar abu k. C = kadar lemak k. D = kadar protein

f. pH (AOAC, 1995)

Power hidrogen atau pH merupakan suatu gambaran mengenai keseimbangan jumlah ion H+ dengan ion OH- yang terdapat dalam suatu senyawa. Pengukuran pH suatu bahan pangan dilakukan untuk mengetahui kadar keasaman ataupun kadar kebasaan pangan tersebut. Pengukuran pH juga sering dijadikan parameter untuk melihat daya awet suatu produk pangan, terutama produk yang diolah dengan asam karena nilai pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis mikroba. Dalam makanan atau minuman, pH sangat berpengaruh terhadap mikroorganime yang tumbuh. Tapi hal ini karena minuman ini berbentuk bubuk kering pertumbuhan mikroorganisme dapat ditekan dengan aw-nya yang rendah. pH hanya berpengaruh pada rasa minuman saat diseduh.

Biasanya pH dikaitkan dengan istilah asam atau basanya suatu zat. Pengukuran pH dilakukan dengan memanfaatkan alat pH meter yang dapat mendeteksi keseimbangan ion hidrogen dan ion hidroksi yang ditampilkan secara digital dalm bentuk data – log [H+]. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 7. Sebanyak 5 g contoh dihaluskan, ditambahkan sedikit air dan diaduk sampai merata. Kemudian elektroda ditempatkan dalam sampel sehingga dapat terbaca nilai pH yang diukur. Elektroda diangkat dan dibilas dengan akuades.

g. Aktivitas air (aw)

Aktifitas air merupakan salah satu parameter penting bagi masa simpan bahan pangan. Aktifitas air biasanya disingkat dengan aw yang merupakan perbandingan tekanan uap air dengan tekanan udara total pada titik equilibrium isotermis (Belitz et. al, 1999). Pada titik kesetimbangan ini tidak terjadi perpindahan air dari maupun kedalam bahan. Aktifitas air sangat berpengaruh terhadap masa simpan dan keawetan produk.

Aktifitas air dalam penelitian ini diukur menggunakan alat aw -meter Shibaura WA-360. Sebelum digunakan untuk mengukur sampel, alat ini dikalibrasi terlebih dahulu dengan NaCl jenuh. Sampel diletakkan dalam cawan sensor. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sensor aw - meter. Tekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete.

3. Analisis Biologi

Analisis nilai biologis yang akan dilakukan meliputi daya cerna protein dan jumlah total isoflavon dalam bahan yang akan digunakan dalam penetapan klaim minuman ini. Detail analisis yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisis Daya Cerna Protein Metode In Vitro (Muchtadi, 1993).

Metode ini merupakan metode analisis daya cerna protein dengan menggunakan multienzim (campuran pepsin, khimotripsisn dan peptidase) yang digunakan oleh Anderson et. al (1969). Hasil dapat didentifikasi dengan besarnya protein yang tidak tercena dengan analisis Kjeldahl biasa.

Sampel sebanyak 250mg dimasukkan kedalam erlenmeyer 50ml kemudian ditambahkan HCl 0,1 N yang mengandung 1,5mg enzim pepsin, dikocok dengan kecepatan rendah pada suhu 370C selama 3 jam dengan shaker. Kemudian larutan dinetralkan dengan Natrium hidroksida 0.5 N dan ditambahkan 4mg enzim pankreatin didalam 7,5ml larutan buffer fosfat 0,2 M dengan pH 8,0 yang mengandung natrium azida 0,005 M. larutan ini kemudian dikocok pada kecepatan rendah, pada suhu 37°C selama 24 jam dengan shaker kemudian sentrifuse pada 2500rpm selama 5 menit. Endapan

yang diperoleh dari penyaringan supernatan dan total endapan dengan kertas saring Whatman 41, dikeringkan dalam oven 105°C selama 2 jam, lalu ditimbang. Kemudian dianalisis total protein dengan Metode Kjeldahl.

%

%

b. Total Fenol dan Aktifitas Antioksidan

Penentuan total fenol dilakukan menurut metode Shetty et. al (1995) dalam Septiana (2002). Sebanyak 50 mg sampel dimasukkan kedalam tabung apendorf yang berisi 2.5 ml etanol 95% kemudian disentifus pada 13000 G selama 10 menit. Lalu, 1 ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 1ml etanol dan 5 ml air bebas ion. Pereaksi folin ciocalteau (50%, 0.5 menit) ditambahkan ke dalam masing-masing sampel. Setelah 5 menit ditambahkan 1ml larutan Na2CO3 5%, divorteks dan dibiarkan dalam ruang gelap selama 60 menit. Kemudian dihomogenisasi kembali dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm. Larutan untuk kurva standar dilakukan menggunakan asam galat.

Penentuan aktifitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan DPPH. Sebanyak 2 ml buffer asetat ditambah 3.75 ml methanol dan 200 µl DPPH. Kemudian campuran divorteks dan ditambahkan 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan. Larutan ini kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 20 menit. Setelah diinkubasi larutan ini diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Aktifitas antioksidan sampel dapat dibandingkan dengan antioksidan standar seperti vitamin C dan dinyatakan dalam AEAC (ascorbic acid equivalen antioksidant capacity).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMILIHAN BAHAN BAKU TERBAIK

Pemilihan bahan baku terbaik dilakukan untuk memberikan gambaran selera konsumen terhadap bahan minuman yang akan diformulasi. Oleh karena itu dipilih produk yang memang sudah dikenal luas. Langkah pertama dilakukan dalam penentuan bahan baku terbaik ini adalah penetapan larutan standar minuman. Kemudian baru dilanjutkan dengan pemilihan isolat protein kedelai yang terbaik. Hal-hal yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut:

1. Larutan standar

Penentuan larutan standar yang dilakukan menggunakan produk yang umum dikenal dipasaran. Dalam penelitian ini digunakan susu cair “Ultra Coklat”. Karena yang ditentukan hanya tingkat kemanisan dan rasa gurih yang akan digunakan pada produk terpilih nantinya, perkiraan jumlah gula dan garam berdasarkan pengamatan langsung pada label informasi gizi produk hanya bersifat gambaran kasar. Verifikasi yang dilakukan berdasarkan uji beda atau tidak diketahui tingkat kemanisan dan gurih yang paling sesuai dengan produk benchmark adalah 69 g dan 4 g tiap 750 ml larutan standar (Lampiran 5).

Tabel 5 Formula larutan standar

Komponen Kadar (dalam 1 liter)

Gula 92 g

Garam 5.33 g

Putih Opaque 0.3 g

Penstabil CMC 0.36 g

Larutan yang digunakan sesuai dengan keadaan saat akan digunakan untuk penyeduhan yakni dijaga agar tetap hangat yakni suhu 750C, dan ditambahkan dengan pewarna putih opaque, Titanium Oksida dan penstabil berupa CMC. Berat pemutih opaque dan penstabil CMC yang ditambahkan sebanyak 0.5% dan 0.6% dari total kombinasi isolat protein kedelai dan sweet whey. Kelarutan isolat protein kedelai dalam air paling baik pada jumlah 60 g setiap 1 liter air. Angka ini didapatkan dari jumlah isolat protein kedelai yang ditambahkan dalam air hingga dapat larut sempurna dengan diaduk secara manual. Komponen minor yang

berdasarkan persentase rasio berat terhadap total kombinasi isolat protein kedelai dan sweet whey ditentukan dari nilai ini. Rasio larutan standar yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.

Setelah didapatkan formula larutan standar, kemudian larutan ini diproduksi untuk penentuan isolat protein kedelai terbaik. Larutan standar yang dibuat sebanyak tiga liter dengan perkiraan setiap sampel isolat protein kedelai membutuhkan satu liter larutan standar untuk menyeduhnya.

2. Isolat protein kedelai terbaik

Larutan standar yang dihasilkan dari langkah diatas kemudian dibagi menjadi 3 bagian yaitu satu liter untuk masing-masing sampel yang digunakan. Kemudian setiap sampel isolat protein kedelai ditimbang masing- masing seberat 60 g yang merupakan jumlah ideal isolat protein kedelai yang digunakan sebagai minuman. Pencampuran dilakukan dengan pengadukan secara mekanis hingga seluruh isolat protein kedelai larut sempurna.

Gambar 6 Bahan baku isolat protein kedelai yang digunakan

Setelah larutan uji telah selesai dibuat, Sebelum diujikan dilakukan coding pada sampel yakni A adalah sampel Soypro 900ES, B adalah Profarm 974, dan C adalah Arcon SJ (Gambar 6). Hal ini dilakukan untuk menjaga agar memudahkan pengenalan tanpa memberikan identitas yang dapat dikenali panelis selain atribut

organoleptiknya. Saat pengujian dijaga agar sampel disajikan tetap dalam keadaan hangat dan segar. Panelis kemudian diminta menuliskan respon mereka dalam kuesioner yang diberikan. Kuesioner ini dapat dilihat dalam Lampiran 12.

Hasil respon panelis kemudian ditabulasikan dan hasil uji organoleptik ini kemudian diujikan dengan Friedman T-test. dan didapatkan isolat protein kedelai yang digunakan berbeda nyata (Lampiran 5). Taraf nyata yang digunakan adalah 95% dengan α = 0.05.Karena nilai signifikansi asimtotik (0.047) < dari α = 0.05 dari uji Friedman, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nyata di antara ketiga bahan baku pada taraf nyata 95%. kemudian analisis dilanjutkan dengan LSDrank untuk menentukan hubungan perbedaan antar sampel.

Berdasarkan hasil perhitungan LSDrankA < dari LSDrankB (1 < 12.4), maka tidak ada perbedaan nyata antara A dan B. Tetapi A dan B berbeda nyata dengan C karena LSDrankA dan LSDrankB > dari LSDrankC (13;14 > dari 12.4). Hal ini berarti sampel A memiliki skor organoleptik tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan sampel B. Sampel C mendapatkan skor rangking terendah dan berbeda nyata dengan kedua sampel lainnya. Oleh karena itu, sampel C tidak akan digunakan dalam formulasi ini. Walaupun sampel A tidak berbeda nyata dengan B (profarm 974), tapi harga Profarm 974 relatif mahal, hampir 1.5 kali harga Soypro 900ES. Oleh karena itu, bahan baku yang digunakan dalam formulasi selanjutnya adalah SoyPro 900ES yang memperoleh nilai tertinggi dan dianggap yang terbaik dengan harga relatif murah.

B. FORMULASI DAN OPTIMASI FORMULA.