DAFTAR LAMPIRAN
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Metode Penelitian
3.3.4 Analisis SIG
Dijitasi dan pembuatan topologi merupakan hal yang perlu dilakukan dalam penyusunan suatu basis data. Hasil dari dijitasi tersebut adalah suatu
layer atau coverage yang menghasilkan basis data spasial. Data-data yang akan dijadikan layer adalah : 1) peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI). 2) peta
bathymetri. 3) peta kontur kecepatan arus. 4) peta substrat dasar perairan. 5) peta kecerahan perairan. 6) peta jenis life form dan 7) peta jenis ikan karang.
Matriks kesesuaian diperlukan untuk melakukan analisis keruangan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Analisis spasial/keruangan dibagi atas dua tahap, yaitu : 1) penyusunan matriks kesesuaian lahan. 2) kegiatan overlay
berbasis raster.
Penyusunan matriks kesesuaian merupakan dasar untuk analisis
keruangan. Matriks kesesuaian yang digunakan adalah matriks kesesuaian yang mengandung kriteria-kriteria untuk menentukan kesesuaian lahan untuk
pariwisata. Matriks kesesuaian dan analisis keruangan tersebut yang akan menentukan sesuai atau tidak sesuainya suatu wilayah. Matriks ini diperoleh melalui studi pustaka sehingga dapat diketahui parameter-parameter yang diperlukan untuk berbagai kegiatan wisata, dalam hal ini kegiatan wisata bahari, seperti wisata snorkeling dan wisata diving. Parameter - parameter yang ada pada matriks kesesuaian tersebut tidaklah mutlak melainkan dapat dimodifikasi sesuai potensi dan kondisi biofisik wilayah setempat.
Teknik tumpang susun (overlay) merupakan kemampuan analisis keruangan yang dapat dilakukan secara efektif dalam SIG. Hasil dari analisis keruangan adalah berupa peta kesesuaian wilayah perairan untuk wisata bahari. Teknik overlay yang digunakan pada penelitian ini adalah cell based modeling. Maeden dan Chi (1996) dalam Sengaji (2008), metode cell based modeling
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya analisis overlay, pembuatan jarak dan pengkelasan parameter lebih mudah dilakukan secara cepat dan teratur pada data raster, struktur data raster lebih sederhana sehingga memudahkan dalam pemodelan dan analisis, kompatibel dengan data satelit serta memiliki variabilitas
spasial yang tinggi dalam merepresentasikan suatu kondisi di alam. ESRI (2002), kelemahan dari metode ini diantaranya adalah semakin detail resolusi spasial yang digunakan maka akan semakin besar space memori komputer yang akan digunakan dan juga mempengaruhi kecepatan dalam pemrosesan.
Setiap parameter, baik yang berasal dari data spasial maupun data non spasial memiliki kontribusi yang berbeda terhadap tingkat kesesuaian wisata
snorkeling dan diving. Oleh karena itu dalam penentuan bobot dan skor untuk setiap parameter disesuaikan dengan besarnya pengaruh parameter tersebut terhadap nilai kesesuaian. Nilai kesesuaian pada setiap lokasi dihitung berdasarkan : =
=
n i i i jB xS
N
1 ... (5) dimana : Nj = total nilai bobot di lokasi-ji
B = bobot pada setiap parameter-i i
S = skor pada setiap parameter-i
Matriks kesesuaian wisata bahari pada jenis wisata snorkeling terdiri dari 6 parameter yang ditampilkan pada Tabel 2, sedangkan matriks kesesuaian wisata bahari pada jenis wisata diving ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Sistem penilaian kelayakan fisik wisata bahari pada jenis wisata snorkeling
Parameter Bobot Bobot (%) S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor
Kecerahan
perairan (%) 5 20,84 100 4 80-<100 3 20-<50% 2 <20 1
Tutupan komunitas
karang (%) 5 20,84 >75 4 >50-75 3 25-50 2 <25 1
Jenis life form 4 16,66 >12 4 <7–12 3 4-7 2 <4 1
Jenis ikan karang 4 16,66 >50 4 30–50 3 10-<30 2 <10 1
Kecepatan arus (cm/dtk) 3 12,50 0-15 4 >15-30 3 >30-50 2 >50 1 Kedalaman terumbu karang (m) 3 1-3 4 >3–6 3 >6–10 2 >10 1 12,50 <1 TOTAL (bobotxskor) 24 100 4 3 2 1 Sumber : Yulianda (2007)
100 4
Tabel 3. Sistem penilaian kelayakan fisik wisata bahari pada jenis wisata diving
Parameter Bobot Bobot
(%) S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor
Kecerahan perairan
(%) 5 20,84 >80 4 50–80 3 20-<50 2 <20 1
Tutupan komunitas
karang (%) 5 20,84 >75 4 >50-75 3 25-50 2 <25 1
Jenis life form 4 16,66 > 12 4 <7–12 3 4-7 2 <4 1
Jenis ikan karang 4 16,66 >100 4 50–100 3 20-<50 2 <20 1
Kecepatan arus (cm/dtk) 3 12,50 0-15 4 >15–30 3 >30-50 2 >50 1 Kedalaman terumbu karang (m) 3 6-15 4 >15-20 3 >20–30 2 >30 1 12,50 3-< 6 <3 TOTAL (bobotxskor) 24 3 2 1 Sumber : Yulianda (2007)
Teknik analisis overlay yang digunakan adalah dengan menggunakan langkah operasi kallkulasi data raster (raster calculation) dengan tools raster calculator pada menu spatial analyst pada perangkat lunak Arc GIS 9.2. Secara matematis, proses overlay penentuan kesesuaian wilayah potensial wisata
snorkeling dan diving menggunakan persamaan sebagai berikut :
[([kecerahan] x 20,84) + ([tutupan terumbu karang] x 20,84) + ([jumlah jenis life form] x 16,66) + ([jumlah jenis ikan karang] x 16,66) + ([kecepatan arus] x 12,50) + ([kedalaman perairan] x 12,50)] x 1% ... (6)
Proses ini mengkalkulasikan jumlah sel dari tiap-tiap kategori pada masing-masing parameter yang diperlukan, dimana dilakukan pengkalian masing-masing parameter dengan bobot masing-masing yang telah ditentukan. Proses raster calculation menghasilkan nilai total bobot pada lokasi tertentu, kemudian nilai bobot tersebut dikelompokan berdasarkan selang kelas kesesuaian. Nilai bobot maksimum (Nmaks) yang diperoleh sebesar 4 dan nilai minimum (Nmin) sebesar 1. Selang kelas diperlukan untuk membagi kelas kedalam jumlah kelompok/kategori yang telah ditentukan. Pembagian selang kelas tersebut menggunakanpersamaan berikut :
kelas Jumlah N N kelas Jumlah S B S B kelas Selang j j n i n i i i i i min max 1 1 max ( ) ) ( − = − = = = ... (7)
dimana : Bi = bobot pada setiap parameter-i i
S = skor pada setiap parameter-i max
j
N = total nilai bobot maksimum di lokasi-j min
j
N = total nilai bobot minimum di lokasi-j
Berdasarkan perhitungan selang kelas sebagaimana telah dirumuskan dalam persamaan (7), klasifikasi kesesuaian fisik wisata bahari pada jenis wisata
snorkeling dan selam (diving) dibagi kedalam empat kategori, meliputi :
S1 = sangat sesuai, dengan selang 3,25 < S1 4
S2 = cukup sesuai, dengan selang 2,5 < S2 3,25
S3 = sesuai bersyarat, dengan selang 1,75 < S3 2,5
N = tidak sesuai, dengan selang 0 < N 1,75
Penjelasan dari masing-masing kelas kesesuaian diuraikan sebagai berikut :
1) Kelas S1 : sangat sesuai (highly suitable)
Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikan masukan/tingkatan perlakuan yang diberikan.
2) Kelas S2 : sesuai (moderately suitable)
Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.
3) Kelas S3 : sesuai bersyarat (marginally suitable)
Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk
mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas akan lebih meningkatkan masukan/tingkatan perlakuan yang diperlukan.
4) Kelas N : tidak sesuai (not suitable)
Daerah ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.
Gambar 9. Diagram alir penelitian 3 0 Peta tematik substrat dasar perairan dangkal Peta bathymetri DISHIDROS Koreksi geometrik - Digitasi - Editing - Labeling Interpolasi 2D Peta LPI Koreksi geometrik - Digitasi - Editing - Labeling Pengumpulan data Kecerahan perairan Tutupan komunitas karang Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus Kedalaman terumbu
karang
Basis data (spasial & atribut)
Pemodelan spasial berbasis sel
Zona potensial wisata
snorkeling dan diving
Peta tematik
kecerahan perairan
31