• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 DATA DAN ANALISIS ALAMAT IP

3.5. Analisis Sistem

3.5 Analisis Sistem

3.5.1 Analisis Alamat IPv4

Analisis yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah terdapat pada alamat global dan subnetting masing-masing alamat protokol. Dalam hal ini analisis dilakukan berdasarkan pengalokasian atau pemberian alamat IP (internet protocol) kepada penyedia layanan IP internet sehingga dapat melihat perbandingan dalam rute aggregasi masing-masing protokol IP.

Alamat IP global merupakan alamat internet protokol (IP) yang membangun struktur jaringan internet sehingga dapat saling berkomunikasi. Alamat IP global ini bersifat unik, artinya dalam sistem pengalamatan IP untuk jaringan internet tidak boleh sama dengan alamat IP yang tehubung ke internet. Setiap interface harus memiliki satu alamat IP yang tidak dimiliki oleh interface lainnya yang tergabung dalam jaringan internet. Saat ini IP yang dipergunakan

untuk menjalin hubungan atau berkomunikasi antara perangkat-perangkat jaringan adalah internet protokol versi 4 (IPv4). Pengimplementasian IPv4 awalnya dipergunakan khusus untuk mengkoneksikan perangkat jaringan yang ada dengan tidak mempertimbangkan kondisi jaringan kedepan.

IPv4 pada saat itu masih bersifat sistem classfull untuk alokasi alamat-alamat IP. Ini menghadirkan permasalahan ketika akan membangun suatu sistem jaringan besar yang memiliki beberapa atau banyak sistem jaringan kecil. Kemungkinan terbaik yang dilakukan yaitu dengan melakukan pembagian dalam sistem kelas, misalnya kelas A, kelas B, kelas C dan lain-lain. Dengan memperhatikan kapasitas alamat IP yang dapat diberikan oleh IPv4, maka akan menyulitkan apabila masing-masing kelas dibagi-bagi untuk mengalokasikan alamat IP tersebut. Beberapa isu/permasalahan yang ditemukan dalam sistem classfull IPv4 diantaranya:

1. Kurang fleksibel dalam penangan alamat internal

Apabila terdapat suatu organisasi besar yang akan memberikan pemakaian blok alamat IP dalam jumlah besar tidak memperhitungkan dengan baik struktur alamat jaringan internal mereka, ini akan menyulitkan pengelompokan suatu jaringan internal kecil.

2. Ketidakefisiensian pemakaian ruang alamat

Sebagian besar pemakaian blok alamat IPv4 yaitu pada kelas A, B, dan C sehingga terdapat pembatasan pemakaian blok alamat dan blok alamat IP ditentukan berdasarkan kelas IPv4

3. Proliferasi entri dalam table routing

Seperti pertumbuhan internet saat ini, begitu banyak tambahan (entry) dibutuhkan untuk menangani routing datagram IP ini menyebabkan performansi router bermasalah. Usaha untuk mengurangi ketidakefisiensian pemakaian alokasi ruang alamat terus-menerus ini bahkan akan menambah beban tabel routing.

3.5.1.a Pengalamatan Tidak Fleksibel

Isu #1 untuk kenyataannya dalam sistem classfull, organisasi/perusahaan besar bisa menugaskan pengalamatan blok alamat IP agak besar (class B) atau blok alamat yang lebih besar lagi seperti (class C) semua blok alamat tersebut dianggap oleh router internet sebagai satu jaringan dengan satu ID jaringan. Sekarang coba bayangkan sedang menjalankan perusahaan menengah hingga besar dengan jumlah komputer klien sekitar 5000 dan blok alamat yang diberikan adalah kelas B untuk jaringan perusahaan itu. Apakah perusahaan tersebut yang memiliki 5000 PC client benar-benar terhubung ke sebuah jaringan tunggal? Perusahaan tersebut pastinya tidak mengharapkan demikian keadaannya. Namun perusahaan dipaksakan untuk mencoba menyesuaikan semua itu menjadi sebuah jaringan IP tunggal dalam sistem classfull. Tidak ada cara membuat hirarki jaringan internal pada perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal inilah ketidakfleksibelan pengalamatan IPv4 muncul karena awalnya menganut sistem classfull alamat IP.

3.5.1.b Rendahnya Granularitas

Isu #2 dan #3 erat kaitannya dengan isu #1 diman antara kedua isu tersebut memberikan fakta bahwa glanularitas dalam sistem classfull terlalu sederhana untuk diimplementasikan dalam jaringan internet global. Maksutnya terlalu sedikit pilihan untuk menentukan ukuran jaringan yang tersedia. Pada prinsip tiga ukuran blok alamat IP tampaknya baik untuk dialokasikan (seperti class A, class B, class C), namun kesenjangan antara ukuran sangat besar tidak semua sesuai manakala didistribusikan untuk organisasi-organisasi didunia yang terhubung kejaringan internet. Coba pertimbangkan blok alamat IP antara kelas C dan kelas B, jumlah alamat IP dari 254 host melompat hingga lebih dari 65.000 host. Terdapat banyak organisasi yang membutuh alamat IP 254, akan tetapi banyak juga perusahaan butuh alamat IP kurang dari 65.000 alamat. Dan bagaimana

dengan class A? berapa banyak perusahaan yang membutuhkan sebanyak 16 juta alamat IP? kemungkinan tidak ada perusahaan yang benar-benar membutuhkan alokasi alamat IP sebanyak itu (class A).

Pertimbangkan lagi dengan suatu perusahaan yang memiliki 5000 PC, jaringan class apa yang digunakan perusahaan tersebut? Seperti gambar dibawah ini tidak ada blok alamat IP yang sesuai untuk kebutuhan komputer perusahaan apabila menggunakan sistem “classfull”. Kemungkinan perusahaan tersebut akan meminta pengalokasian class B ditetapkan dalam jaringan perusahaan. Namun, dengan memberikan alamat IP class B pada perusahaan yang memiliki 5000 komputer berarti terdapat lebih dari 90% alamat IP akan terbuang (terjadi pemborosan). Ketika internet awalnya masih menghubungkan beberapa perusahaan dan organisasi mungkin tidak menjadi masalah, tetapi melihat pertumbuhan internet yang sangat luas dan kompleks seperti saat ini maka sistem “classfull” menjadi masalah serius dalam pengembangan jaringan internet kedepannya.

3.5.1.c Subnetting dan Supernetting Sebagai Mekanisme Tambahan

Dalam penanganan sistem jaringan yang terdiri dari gabungan blok-blok jaringan besar dan kecil diperlukan mekanisme agar pengalokasian blok alamat IP dapat ditugaskan kepada tiap-tiap blok dalam sistem jaringan besar. Subnetting diperoleh dengan menetapkan yang menjadi bagian network-id dan host-id pada subnetmask IP. subnetmask terdiri dari 32 bit yang direpresentasikan kedalam bilang biner antara 1 dan 0. Bilangan 1 diindikasikan sebagai alamat network-id sedangkan bilangan 0 sebagai host-id.

Subnetting dan supernetting adalah mekanisme yang digunakan untuk menangani isu/permasalahan #1, dan #2 yang dijelaskan diatas. Mekanisme ini digunakan ketika suatu organisasi yang memiliki penugasan satu blok alamat IP dijadikan menjadi beberapa blok alamat kecil yang tidak dalam jaringan tunggal. Subnetting dan supernetting akan membagi-bagi blok alamat IP (misal kelas C) menjadi beberapa bagian alamat kecil berdasarkan subnet mask alamat IP tersebut. Dengan ini ketidakfleksibelan alokasi alamat IP dapat ditangani. Subnetting dan supernetting dapat membentuk sistem jaringan besar lebih terstruktur karena dibagi menjadi beberapa jaringan baru. Ini mempermudah dalam penanganan suatu jaringan yang terdiri dari sedikit alamat IP dibandingkan 254 alamat IP kelas C.

Mekanisme subnetting maupun supernetting pada dasarnya diimplementasikan untuk pembagian suatu blok besar alamat IP dalam jaringan tunggal menjadi beberapa blok alamat IP yang berbeda jaringan. Manfaat yang didapatkan melalui mekanisme subnetting dan supernetting antara lain:

Meminimalkan pemakaian alamat IP yang tidak berguna (pemborosan alamat IP)

2. Handal dalam Penanganan (Reliability)

Membagi blok-blok alamat IP menjadi beberapa bagian yang lebih kecil sehingga mempermudah pada saat penanganan alamat IP atau jaringan tersebut.

3. Skalabilitas (Scalability)

Kemungkinan implementasi untuk membuat jaringan besar (seperti WAN, AS, dan Internet) sangat mendukung.

Akan tetapi, untuk isu #3 subnetting dan supernetting dalam IPv4 merupakan opsi tambaha ini akan terdapat dalam informasi tabel routing menjadi bertambah. Akibatnya proses dan kinerja yang dilakukan router menjadi bertambah pula sehingga performa router menurun. Apabila terdapat banyak rute alamat IP suatu jaringan yang disimpan dalam tabel routing, pastinya akan memberikan beban lebih untuk melakukan proses routing.

Subnetting terhadap blok alamat 130.100.0.0/16, memberikan pengelompokan yang lebih kecil terhadap suatu blok alamat diatas. Dengan melalukan subnetting akan diperoleh blok alamat IP baru yaitu 130.100.1.0/24 hingga 130.100.255.0/24. Superneting dapat digunakan untuk membagi-bagi blok alamat IP menjadi lebih kecil (minimal). Seperti blok alamat IP 130.100.1.0/24 dapat dibagi-bagi menjadi 130.100.1.0/30, 130.100.1.4/30, 130.100.1.8/30 dan banyak lagi blok-blok alamat IP baru dapat terbentuk. Hal ini ditunjukkan pada gambar dibawah:

130.100.0.0/16

130.100.1.0/24 130.100.2.0/24

230.100.1.0/30 .. 230.100.1.3/30 230.100.2.0/30 .. 230.100.2.3/30

Gambar 3.8 : Hirarki Mekanisme Subnetting IPv4

3.5.2 Analisis Alamat IPv6

3.5.2a Struktur Hirarki Pengalamatan IPv6

IPv6 merupakan internet protokol yang dibuat untuk menggantikan IPv4. Format alamat IP pada IPv6 memiliki struktur berbeda dari alamat IPv4. Dalam format alamat IPv6 memiliki sistem pengalamatan IP yang bersifat hirarki, ini akan memberikan tingkat skalabilitas, fleksibel, dan handal/reliable dalam penanganan alamat-alamat IP. struktur alamat Global unicast IPv6. Ini berdasarkan alamat global unicast IPv6 berisikan pembagian struktur alamat yang bersifat rute global. Alamat global ini tampak melalui format prefix IPv6 dengan notasi 001 untuk nilai awal alamat IPv6.

Alamat global unicast IPv6 memiliki format alamat yang dapat diroutingkan secara global. Artinya setiap node alamat IP yang terhubung ke jaringan internet akan mendapatkan minimal satu alamat global IPv6. Melalui penetapan TLA ID, Sub-TLA ID dan SLA ID akan mampu merefeksikan struktur hirarki alamat jaringan tanpa melalui metode subnetting maupun supernetting seperti pada pengalamatan IPv4 seperti gambar 3.8. Alamat global IPv6 ini nantinya akan terhubung ke penyedia lanyanan internet (misal ISP, RIR, NAP dsb) sehingga dapat berkomunikasi dengan alamat-alamat IPv6 lainnya. Penyedia lanyanan internet bertindak sebagai gerbang masuk dan keluar alamat IP. Artinya,

ISP tersebut berperan dalam penanganan infrastruktur system routing dengan membagikan alokasi alamat IPv6 yang diperoleh dari otoritas penyedia lanyanan internet transit dan exchange (seperti APNIC, ARIN, RIPE NCC, dll).

Gambar 3.9 : Hirarki Mekanisme Alamat Global IPv6

3.5.2.b Prefix IP (Format Prefix) Alamat Global IPv6

Representasi alamat prefix IPv6 sama halnya dengan alamat prefix IPv4 yang mempergunakan mekanisme CIDR (classless interdomain routing). Satu alamat prefix IPv6 direpresentasikan dengan notasi:

ipv6-address/prefix-length

Dimana:

ipv6-address : adalah sebuah alamat IPv6

prefix-length : merupakan nilai desimal menentukan berapa banyak bit alamat terdiri dari prefix.

TLA ID Subs-TLA TLA ID Subs-TLA Subs-TLA SLA ID Subs-TLA

SLA ID SLA ID SLA ID SLA ID SLA ID SLA ID SLA ID

Format prefix untuk alamat global IPv6 terdiri dari empat bagian yang masing-masing bagian telah ditentukan nilai bitnya sehingga lebih mempermudah dalam membuat struktur jaringan yang hirarkis.

Gambar 3.10 : Alamat Prefix Global IPv6

Keterangan:

• ketiga bit paling awal ditetapkan dengan nilai 001. Prefix alamat saat ini dipergunakan dalam implementasi IPv6 adalah 2000::/3. Global routing prefix mengindikasikan prefix global routing untuk menentukan site suatu organisasi. Kombinasi antara 3 bit awal dengan 45 bit pada global routing prefix membentuk 48 bit prefix site yang mana ditugaskan kepada suatu site organisasi. Setelah prefix tersebut dirugaskan, router pada internet IPv6 akan melanjutkan prefix 48 bit kepada router organisasi ini.

• Subnet ID dipergunakan oleh suatu organisai dalam membentuk subnet-subnet baru dalam hal ini jaringan-jaringan baru dalam organisasi yang bersangkutan. Field untuk subnet ID memiliki panjang 16 bit. Melalui 16 bit subnet ID dapat membentuk sebanyak 216

• Interface ID merupakan alamat interface IPv6 dengan panjang 64 bit. Artinya setiap satu subnet dalam subnet ID dapat membuat alamat IPv6 sebanyak 2

sama dengan 65,536 subnet.

64

Gambar 3.11 : Topologi Alamat IPv6

Topologi publik merupakan kumpulan ISP (internet service provider) besar dan kecil yang menyediakan lanyanan internet. Topologi site yakni kumpulan subnet-subnet pada satu lingkungan organisasi. Sedangkan interface ID adalah identitas interface pada suatu subnet yang berada dalam lingkungan organisasi. Pengelompokan/scope ini dapat mempermudah suatu organisasi untuk memetakan sistem routing agar lebih fleksibel.

Dokumen terkait