• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Gadai dalam Islam tidak semata mata mencari keuntungan dan laba, sebagaimana dikemukan oleh Sayid Sabiq

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

8. Analisis Sistim Lelang

ﻲﻔﻨﺣ ﺐھﺬﻣ

( , Mazhab Hambali (ﻲﻠﺒﻨﺣ ﺐھﺬﻣ), serta mazhab Maliki

sebenamya ada titik yang mengarahkan menuju kesamaan, pendapat

Mazahib tersebut terletak pada pemanfaatan barang gadaian pada dasamya tidak diperbolehkan oleh syara', namun apabila pemanfaatan barang telah terdapat kesepakatan dari kedua belah pihak (Rahin dan Murtahin), maka pemanfaatan barang gadaian tersebut diperbolehkan.

8. Analisis Sistim Lelang

Dalam perjanjian pinjam meminjam, dalam perum pegadaian mengharuskan adanya barang jaminan dari pihak yang memberikan gadai (debitur) dengan tujuan apabila si debitur mengalami kerugian (dalam hal yang menggadaikan itu meminjam uang untuk modal usaha dan sebagainya), pihak pegadaian tidak bisa menanggung resiko dikarenakan tidak ada barang jaminan. Barang jaminan tersebut dimaksudkan untuk meyakinkan pada pemegang gadai bahwa pemberi gadai akan memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya.

Walaupun barang jaminan berada dalam kekuasaan pemegang gadai, namun ia tidak berhak untuk menggunakan barang yang digadaikan itu. Barang tersebut diberikan kepadanya tidak untuk menarik kenikmatan dari padanya, tetapi hanya sebagai tanggungan. Bila pemberi gadai tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi uang pinjamannya, maka pemegang gadai akan melakukan penjualan barang jaminan itu untuk membayar hutangnya. Hal demikian merupakan resiko, karena tidak memenuhi kewajibannya. Di dalam pelaksanaan gadai dalam perspektif Islam tidak dibolehkan untuk mensyaratkan seperti si penggadai mensyaratkan bahwa dia

cxxvii

akan membayar hutangnya itu nanti pada saat sudali datang waktunya, namun kalau tidak, maka barang itu jadi milikmu (si penerima gadai). Syarat ini adalah merusak akad, dan tidak sah, sesuai hadis yang artinya: Tetapi bagi

Ulama Hanbaliyah dan sebagian Ulama Hanafiyah, serta mereka mengatakan "tidak rusak gadainya. dengan persyaratan ini. Karena kadang-kadang si pemberi gadai menyetujui syarat ini.165

Mengenai batas-batas bagi berakhimya sebuah perjanjian gadai apabila terjadi salah satu dari hal-hal sebagai berikut:

1. Apabila barang jaminan itu telah diserahkan kepada yang empunya (Rahin), baik dengan jalan menghibahkan barang itu kepadanya. ataupun dengan cara memmjamkan barang tersebut kepadanya.

2. Apabila hutang tersebut sudah dibayar oleh si penggadai. Apabila itu telah dibatalkan lebih dahulu oleh pihak penerima gadai dengan mengembalikan barang jaminan kepada si pemberi gadai pada awal akad. 3. Apabila barang jaminan itu sudah dijual oleh si penerima gadai untuk

menutupi hutangnya karena si penggadai wanpretasi.

4. Apabila sebelum serah terima barang jaminan itu, salah seorang di antara pihak penggadai atau penerima gadai menemui ajalnya (mennggal).

5. Apabila barang jaminan itu mengalami kemsakan / dan atau musnah Suatu perjanjian gadai yang sudah berketetapan sudah pasti tidak terlepas dari suatu akad atau ikatan perjanjian. Dan. suatu ikatan beserta ketetapan itu akan terwujud dengan cara ijab dan qabul (ungkapan kehendak dan serah terima).

Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh. menjual atau menghibahkan barang gadai. Sedangkan bagi penerima gadai dibolehkan untuk menjual barang tersebut dengan syarat pada saat jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi hutangnya atau kewajibannya.

Jika terdapat perayaratan, menjual barang gadai pada saat jatuh tempo, maka hal ini dibolehkan dengan ketentuan:

cxxviii

1. Murthain harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahm (mencari tahu penyebab belum melunasinya utang).

2. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran.

3. Kalau murtahin benar-benar butuh uang dan rahm belum melunasi hutangnya, maka murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada murtahin lain dengan seijin rahin.

4. Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual barang gadai dan kelebihan utangnya dikembalikan kepada rahin.166

Pelaksanaan lelang harus dipilih waktu yang baik agar tidak meogurangi hak nasabah, karena setelali nasabah tidak melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo dan tidak melakukan perpanjangan, amka barang jaminaimya akan dilelang dan hasil pelelangan barang yang digadaikan akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah yang terdiri dari: pokok pinjaman, bunga serta biaya lelang. Sedangkan peielangannya adalah sebagai berikut:

1. Waktunya diumumkan tiga hari sebelum pelaksanaan lelang. 2. Lelang dipimpin oleh kantor cabang (kepala cabang).

3. Dibacakan tata tertib malalui berita acara sebelum pelaksanaan lelang. 4. Pengambilan keputusan lelang adalah bagi mereka yang menawar paling

tinggi.

Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 disebutkan: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh sesorang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak, yaug diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecuahan biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.167

Berdasarkan pasal tersebut dapat dikemukakan bahwa anggota masyarakat yang pada umumnya berpenghasilan rendah dapat memperoleh pinjaman dari pegadaian dengan jaminan barang bergerak. Apabila jangka waktu perjanjian berakhir dan pengambil kredit ridak dapat melunasi pinjaman pokok ditambah bunganya atau menebus barangnya, maka pihak pegadaian berhak untuk

166 Ahmad Ahzar Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, hlm. 58 167 Martono, SU, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, hlm. 170.

cxxix

menjual barang agunan secara lelang. Hasil lelang barang aguanan tersebut kemudian digunakan untuk melunasi pijaman ditambah bunga dan biaya lelang. Sisanya dikembalikan kepada nasabah yang meminjam atau pemilik barang yang telah dilelang tersebut.

darai uraian tersebut diatas bahwa sistim lelang barang gadai adalah sudah disepakati oleh para pihak pada waktu akad sebnagaimana tertulis dalam Surat Bukti Rahn, sedangkan prosedurnya adalah tidak bertentangan dengan prinsip Syariah, hanya saja didalam Kitab Fikih ditentukn apabila Rahin ikut lelang maka dia berhak sebagai pelelang pertama terhadap barangnya sendiri, yang disewbut dengan hak istimewa (زﺎﯿﺘﻣﻻا ﻖﺣ).