• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Gadai dalam Islam tidak semata mata mencari keuntungan dan laba, sebagaimana dikemukan oleh Sayid Sabiq

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2. Teori Bekerjanya Hukum

Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan teori bekerjanya hukum, yaitu kapan hukum itu dianggap bekerja secara efektif didalam masyarakat, menurut teori Siedmen didalam Amiruddin dan Zaenal Asikin untuk menyatakan teorinya

Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seseorang pemegang peran (Role ocupant) itu diharapkan bertindak.

5. Bagaimana seorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatun respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-fungsi peraturan yang ditujukan kepada mereka sanksi-sanksinya, aktifitas dari lembaga pelaksana serta keseluruhan komplek kekuatan politik, sosial dan lain-lainya mengeani dirinya

148 Azilla Abdurrozaq, Malasia Praktik of ar Rahnu Skena Trend. http. 2-2-2010.

cviii

6. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan-peraturan hukum merupakan fungsi peraturan yang ditujukan kepada mereka sanksi-sanksinya, keseluruhan komplek kekuatan politik, sosial, dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik, yang datang dari pemegang peran.

7. Bagaimana peran pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, politik, idiologis, dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.”150

3. Teori Hukum Islam:

Didalam Hukum Islam ada beberapa teopri tentang berlakunya hukum, diantaranya adalah Maslahah Mursalah

(ﺔﻠﺳﺮﻤﻟا ﺔﺤﻠﺼﻤﻟا ) ialah penetapan hukum berdasarkan kepentingan umum terhadap suatu persoalan yang tidak ada ketetapan hukumnya dalam syara, baik secara umum maupun secara khusus. Maksudnya adalah untuk menghilangkan kemadlorotan bagi manusia dan mewujudkan manfaat, al Qur’an dan al Hadits adalah untuk rohmatan lil alamin (ﻦﯿﻤﻟﺎﻌﻠﻟ ﺔﻤﺣر) menciptakan kedamaian di dunia.

Dari teori tersebut diatas apabila dikaitkan dengan praktek yang terjadi di lapangan penelitian akan diketahui tentang aktivitas dan efektifitas di Pegadaian Syaraih apakah sudah sesuai dengan ketentuan syariah atau belum, keberhasilan dalam pelaksanaan akan ada peran penting diantaranya adalah :

a. Faktor Hukum.

Didalam Hukum Ekonomi, Islam memberi batasan yang sangat fleksibel sekali, sebagaimana tersebut didalam surat al Baqoroh 277 yang berbunyi :

150 Amiruddin dan Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Cet. Empat, Jakarta, 2008. hlm. 47.

cix

Artinya : “Janganlah kamu makan harta dinatara kamu dengan cara yang batal, kecuali dengan cara jual beli suka sama suka”

Sistim transaksi hanya dibatasi dengan dilarang dengan cara yang batal (cara memperoleh harta dengan jalan yang tidak halal), transaksi dengan suka sama suka diantara kamu (ﻢﻜﻨﻣ ضاﺮﺗ ﻦﻋ), ini adalah memberikan kebebasan yang amat luas dalam segala bentuk transaksi. Karena Hukum ini bersumber dari perjanjian yang dibuat bersama, maka apa yang ditulis didalam surat perjanjian tersebut bentuknya mengikat kedua belah pihak, dan masing=masing akan melaksanakan isi akad tersebut, akad itu harus tidak bertentangan dengan konsep-konsep dasar yang dituangkan didalam al Qur’an.

Larangan didalam al Quran dan al Hadits hanya berbentuk tekanan pada moral yaitu jual beli boleh sedangkan riba itu haram dan bentuk sanksinya adalah akhirat, bukan sanksi pidana didunia, sehingga pelanggaran riba ini sudah menjadi terbiasa didalam masyarakat baik yang mengetahui hukum atau yang tidak mengetahui hukum, hal ini disebabkan karena belum adanya Undang-Undang Ekonomi Syariah yang dengan tegas memberikan sanksi pidana terhadap pelanggaran

riba, praktek riba ini sudah berjalan dalam kurun waktu yang sangat panjang dan mendapat legitimasi dari Pemerintah yang dikenal dengan lembaga keuangan konvensional baik yang berbentuk Bank atau non Bank, sehingga sangat sulit untuk menghilangkan praktek riba dalam sistim ekonomi. Dari uraian diatas maka harus kembali pada tatanan yang tertuang didalam al Qur’an dan al Hadits yang telah ditafsirkan oleh para Imam Mazhab .

Menurut pendapat Chambles dan Siedman, bahwa setiap peraturan hukum memberi tahu tentang bagaimana pemegang peran bertindak, sedangkan peraturan hukum adalah merupakan alat bagi pihak-pihak yang terkait,151

Didalam sistim gadai adalah Rahin dan Murtahin, Murtahin sebagai

cx

pemegang peran sangat menentukan dapat atau tidaknya menghilangkan

riba b. Penegak Hukum.

Didalam sistim ekonomi Syariah di Indonesia yang menjadi acuan landasan operasionalnya adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional. Pada lembaga keuangan Syariah baik yang Bank maupun Non Bank, Fatwa dalam hal ini tidak mengikat artinya tetap tidak mempunyai kekuatan memaksa boleh di ikuti boleh tidak. diharapkan ada Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi transaksi dari pemegang peran. Dewan Pengawas Syariah bisa juga sebagai Penegak Hukum agar benar-benar tidak riba, akan tetapi hal ini juga banyak kendala yaitu Dewan Pengawas Syariah harus berkantor menjadi satu dan harus ada fasilitas dan lain lain.

Pemegang peran sebagai pelaksana harus tunduk pada peraturan dari pusat. Sementara disisi lain belum ada payung Hukum tersendiri yang melindungi Pegadaian Syariah. Oleh karena itu siapakah penegak Hukum dan apa sanksi pelanggaran riba, hal ini masih sulit untuk menerapkan transaksi yang benar-benar Islamy yang bebas dari segala bentuk riba.

c. Faktor Budaya.

Faktor Budaya tidak kalah penting didalam menegakkan prinsip Syariah, apa yang sudah berjalan adalah Budaya konvensional yang penuh dengan riba karena memang belum ada transaksi yang benar-benar Islamy, dan banyak orang Islam sendiri yang bertransaksi dengan

riba dengan alasan terpaksa atau darurat, oleh sebab itu karena sudah terbiasa melakukan riba sehingga ajakan moral yang tertuang didalam al Qur’an dan al Hadits sudah tidak menakutkan lagi. Praktek-praktek riba

mestinya harus segera dihilangkan dengan kekuatan Pembuat Undang-Undang dan pemegang peran, jikalau sudah ada aturan yang jelas dengan payung Hukum Positif yang melindungi Gadai Syariah maka

cxi sudah tidak ada tempat untuk riba. d. Faktor Masyarakat.

Masyarakat sebagai subyek riba penuh tantangan, karena tidak ada pilihan lain kecuali berhubungan dengan riba, terutama masyarakat komsumtif dari golongan bawah, pegadaianlah satu-satunya lembaga yang mengatasi masalah tanpa masalah, proses cepat cara mudah dan sederhana, hampir tidak pernah terpikir dosa atau tidak, halal atau haram karena memang harus menempuh jalan itu.

Pegadaian adalah lembaga keuangan Non Bank yang berbasis masyarakat dan mempunyai nilai sosial yang amat tinggi, dilihat dari cara dan batas minimal pinjaman, serta penerimaan barang gadai apa saja bisa digadaikan, oleh karena itu sangat tepat bila lembaga tersebut menerapkan prinsip syariah yang bebas dari bentuk riba, karena Pegadaian sangat didukung oleh nasyarakat terbukti dari jumlah nasabah yang datang dan bertransaksi di Pegadaian. Kekuatan sosial serta dukungan dari masyarakat terutama para ulama untuk ikut serta mengantisipasi gejala-gejala yang terjadi didalam sistim ekonomi Syariah.

Dari teori-teroi tersebut Penulis akan menerapkan dalam pembahasan akad Ijarah di Pengadaian Syariah sebagai berikut :