• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis SWOT

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 28-33)

Penyusunan strategi pada matriks SWOT dilakukan sesuai dengan hasil yang diperoleh dari matriks IE, dimana posisi kegiatan usahatani tanaman pangan di wilayah Bogor terletak pada sel V, yaitu posisi stabil. Pencocokan faktor strategi internal dan eksternal dalam keadaan saat ini, lingkup strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan. Namun untuk pengembangan program ke depan dapat dilakukan dengan penetrasi pasar dan pengembangan produk pertanian tanaman pangan.

Berdasarkan hasil evaluasi matriks I-E, disusunlah matriks SWOT yang menghasilkan empat tipe strategi yang dapat dilakukan, yaitu strategi S-O, W-O, S-T, dan W-T. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Skor Total EFE= 2,395

I II III

IV V VI

VII VIII IX

Kuat

Tinggi

Rataan

Rataan

Rendah

Lemah 1,0

4,0 3,0 2,0

1,0 2,0 3,0 Skor Total

EFE= 2,285

Tabel 8. Matriks SWOT

a. Penguatan Pengembangan agribisnis (S1, S2, S3, S4, S5, O1, O2, O3,O4, O5,) Strategi pengembangan agribisnis pertanian tanaman pangan merupakan alternatif strategi strengths-opportunities (S-O). Jumlah penduduk wilayah Bogor yang mencapai lebih dari 5 juta jiwa ditambah lagi banyaknya jumlah penduduk Indonesia merupakan peluang pangsa pasar produk-produk pertanian. Banyaknya jumlah penduduk di sektor pertanian dan didukung oleh sumberdaya alam wilayah Bogor berupa tanah yang subur dan banyaknya persediaan air merupakan modal penting untuk menciptakan peningkatan produksi pertanian. Namun peningkatan

produksi pertanian akan sia-sia apabila tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan petani.

Penguatan pengembangan agribisnis tanaman pangan merupakan kebutuhan kebijakan distribusi produksi yang diarahkan untuk mencapai pelaksanaan pemasaran yang optimal. Pemerintah harus berorientasi pasar dan meningkatkan level investasi pada infrastruktur perdesaan, riset dan penyuluhan pertanian, pendidikan dan kesehatan (Rosengrant dan Hazell, 2001).

b. Mendorong investasi di sub sektor agribisnis tanaman pangan (S1, S2, S3, S4, S5, O1, O3,O4, O5,)

Strategi yang masih tergolong dalam kategori strategi strengths-opportunities (S-O) adalah mendorong investasi di bidang tanaman pangan.

Dukungan investasi diperoleh dengan memanfaatkan peluang kerjasama dengan berbagai pihak melalui kekuatan dukungan pemerintah berupa kebijakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Kerjasama dengan berbagai pihak luar tentang kelebihan berinvestasi di bidang tanaman pangan di Bogor akan berpengaruh terhadap seluruh aktivitas agribisnis di wilayah Bogor.

Pengembangan agribisnis di wilayah Bogor perlu mengantisipasi hal ini terutama jika bergerak kepada pengembangan value added product.

Kondisi perekomian saat ini memberikan peluang yang besar terhadap investasi ke sektor pertanian. Dampak krisis finansial global merupakan momentum tepat menarik investasi ke sektor pertanian. Mengingat permintaan pasar dunia terhadap komoditas-komoditas subsektor tanaman pangan seperti jagung, padi dan kedelai terus meningkat, sehingga banyak pihak asing yang tertarik untuk berinvestasi, kondisi ini perlu digalakkan. Namun, seringkali peluang-peluang tersebut terkendala oleh ketidakjelasan hukum dan peraturan yang mendukung investasi serta ketidakjelasan regulasi-regulasi terutama yang menyangkut status lahan.

c. Meningkatkan konsistensi pemerintah dalam kebijakan pertanian (S1, S3, S4, T1, T2, T3, T4, T5)

Strategi meningkatkan konsistensi pemerintah dalam kebijakan pertanian merupakan perpaduan antara strategi strengths-threats (S-T). Kebijakan pemerintah merupakan faktor yang sangat berperan dalam pengembangan agribisnis. Berbagai bentuk upaya pengembangan agribisnis akan mengalami kendala dan hambatan tanpa adanya dukungan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah di sektor pertanian sudah banyak dikeluarkan, namun di sisi lain muncul berbagai permasalahan, bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dirasa kurang konsisten penerapannya dan kurang efektif. Sebagai indikator adalah bahwa kebijakan pemerintah ternyata belum dinikmati oleh petani.

Sosialisasi mengenai kebijakan pemerintah dirasa masih sangat kurang (Suyatno, 2008).

d. Pembinaan terpadu dan pengembangan kemitraan (W1,W2, W3,W4,W5, W6, O1, O2, O3,O4, O5)

Strategi pembinaan terpadu dan pengembangan kemitraan yang dilatarbelakangi oleh lemahnya tingkat pendidikan dan keterampilan petani, diikuti oleh lemahnya akses terhadap permodalan, penguasaan informasi dan teknologi serta kurangnya manajemen kerja. Strategi ini merupakan jenis strategi weaknesses-opportunities (W-O) yaitu strategi untuk memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi ini muncul karena adanya peluang besarnya pangsa pasar untuk produk pertanian, baik mentah maupun olahan. Selain itu terbukanya peluang kerjasama dengan berbagai pihak terutama swasta, serta pemanfaatan kredit lewat lembaga keuangan seperti bank, yang dengan memanfaatkan hasil riset dan teknologi dari perguruan tinggi mendorong petani melakukan kegiatan agroindustri untuk memberikan nilai tambah pada produk pertaniannya. Dari sisi internal pertanian di Bogor memiliki kelemahan utama yaitu pendidikan, keterampilan dan permodalan. Jika tidak ada usaha untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikan serta keterampilan petani dan usaha peningkatan jumlah modal petani, maka pertanian di Bogor akan sulit berkembang. Oleh sebab itu perlunya pola pembinaan terpadu setiap subsistem

agribisnis, yaitu pola pembinaan yang mensinergikan subsistem penyedia sarana produksi, usahatani atau kegiatan on farm (produksi primer), pengolahan (produksi sekunder), jasa dan pengolahan (produksi tersier), serta pasar atau konsumen, baik dalam dan luar negeri. Keberhasilan dari pembinaan terpadu terhadap pelaku dari sistem agribisnis sangatlah ditentukan oleh adanya koordinasi dan komunikasi antar subsistem dan berfungsinya pembinaan.

Pengembangan kelembagaan kemitraan usaha yang saling menguntungkan serta menerapkan manajemen yang handal perlu dilakukan untuk mengurangi resiko pertanian terutama resiko pasar dan resiko keuangan. Adapun komoditas pertanian tanaman pangan dapat dijadikan sebagai sumber akselerasi untuk menumbuhkan subsektor agribisnis karena sifat permintaan yang elastis terhadap pendapatan. Untuk memenuhi permintaan pasar dan preferensi konsumen, permasalahan, efisiensi, produktivitas dan kualitas harus mendapat perhatian.

Salah satu solusinya adalah dengan membangun kelembagaan kemitraan usaha (Febriyansyah, 2009).

e. Intensifikasi dan diversifikasi tanaman pangan (W1,W2,W3,W4,W5, W6, T1,T2,T3, T4, T5)

Dengan kelemahan berupa kurangnya permodalan untuk melakukan usahatani yang diikuti berkurangnya luas lahan produktif tanaman pangan akibat konversi lahan serta kurangnya infrastruktur, ditambah rendahnya nilai jual produk yang menyebabkan banyak petani tanaman pangan yang beralih komoditas usahatani dari tanaman pangan ke non tanaman pangan maka diperlukan suatu strategi untuk memperkecil kelemahan tersebut. Strategi tersebut juga harus mampu semaksimal mungkin menghindari ancaman-ancaman yang ada berupa resiko produksi, monopoli distribusi produk oleh pengusaha, fluktuasi harga produk pertanian, adanya produk impor, dan liberalisasi perdagangan/pasar bebas.

Strategi ini termasuk kategori weaknesses-threats (W-T). Strategi yang cocok untuk menghadapi kondisi seperti ini adalah strategi intensifikasi dan diversifikasi tanaman pangan yang dikuatkan dengan program diversifikasi pangan.

Intensifikasi bertujuan meningkatkan produksi tanaman pangan dalam rangka menunjang pelestarian swasembada beras disamping bahan pangan

lainnya.khususnya produksi komoditas prioritas nasional yang meliputi komoditi padi, jagung dan kedelai disamping juga komoditas prioritas daerah: ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, sayur-sayuran serta buah-buahan.

Diversifikasi tanaman pangan dapat dikatakan berhasil bila masyarakat dapat mengkonsumsi makanan non beras seperti jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan komoditi lainnya dalam upaya pelestarian swasembada pangan.

Kebijaksanaan ini ditempuh untuk memenuhi kebutuhan akan bahan makanan juga bertujuan untuk meningkatan pendapatan petani serta memperkecil resiko bagi petani jika terjadi kegagalan panen atau terjadi pemerosotan harga pada salah satu komoditi.

f. Melindungi hak pelaku agribisnis melalui legislasi dan regulasi (W2,W3,W4, T1,T2,T3, T4, T5)

Strategi yang masih tergolong dalam kategori strategi weaknesses-threats (W-T) adalah melindungi hak pelaku agribisnis melalui legislasi dan regulasi.

Banyaknya kelemahan petani menjadikan ancaman-ancaman dari luar akan mudah melumpuhkan pembangunan pertanian di Indonesia. Kelemahan-kelemahan petani tersebut juga menyebabkan pengendalian resiko pertanian menjadi tidak maksimal. Oleh sebab itu, dalam hal ini pemerintah dituntut bertanggung jawab melalui peran konkrit untuk melindungi hak kepemilikan pelaku agribisnis (kecil – menengah – besar) melalui legislasi dan regulasi termasuk menjamin hak-hak dalam kontrak agribisnis antar pelaku (tanah, pekerja, pemasaran, supervisi pembiayaan) (Jurnal Ekonomi Rakyat, 2007).

Melindungi hak-hak pelaku agribisnis terutama petani tidak hanya dalam hal status kepemilikan lahan, namun juga kemudahan dalam akses permodalan, perlindungan produksi tanaman lewat asuransi hingga kebijakan dalam harga produk pertanian untuk menguatkan kesejahteraan rumah tangga petani.

F. Alternatif Strategi

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 28-33)

Dokumen terkait