• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Analisis SWOT

Penulis menggunakan model analisis SWOT (strenghts, weakness, oppurtunities, threats) untuk menilai seberapa besar kekuatan dan kelemahan umat berpartisipasi dalam mengemban tugas pelayanan kasih di Stasi Ngrendeng. Selanjutnya dengan menggunakan model analisis ini juga, penulis bermaksud mengukur peluang dan hambatan yang bisa mendorong dan menghambat keaktifan umat dalam melaksanakan tugas pastoral stasi.

1. Kekuatan

Penulis menemukan dua kekuatan internal yang sangat berpengaruh terhadap partisipasi umat di Stasi Ngrendeng, diantaranya:

1) Dukungan dan kepercayaan dari pihak Gereja kepada umat untuk mengurusi semua tugas pelayanan pastoral stasi. Sebelum Konsili Vatikan II, kita tahu bahwa semua tugas pelayanan Gereja menjadi tanggung jawab kelompok klerus (kaum terthabis). Umat hanya berperan sebagai partisipan pasif dalam setiap perayaan-perayaan liturgi dan menjadi obyek pelayanan sakramen. Namun pasca KV II muncul kesadaran baru untuk melibatkan kaum awam (umat biasa) dalam beberapa tugas pelayanan. Sejak saat itu umat mulai diberi

tanggung jawab lebih untuk mengurusi berbagai tugas pelayanan pastoral, misalnya: pemazmur, lektor, pro-diakon, pemimpin ibadat sabda, dan sebagainya. Saat observasi dan wawancara, penulis benar-benar menemukan bahwa umat di Stasi Ngrendeng setidaknya mendapat kepercayaan dari pihak Gereja (dalam hal ini Paroki Ngawi) untuk mengurusi sendiri kehidupan iman mereka.

2) Semangat kepedulian antar-sesama umat di Ngrendeng sangat kuat. Bahkan oleh beberapa responden - spirit ini dinilai sudah mereka miliki jauh sebelum ajaran Gereja masuk. Menurut mereka kebiasaan saling membantu dan peduli satu terhadap yang lain sudah menjadi hal yang biasa. Dalam situasi apa saja, mereka pasti akan saling membantu. Meski spirit ini kini sedang dirongrong budaya individualistik namun oleh sebagian besar umat di Ngrendeng (berdasarkan hasil observasi) masih cukup optimis menilai bahwa kebiasaan tersebut akan tetap bertahan.

2. Kelemahan

Penulis menemukan tiga kelemahan internal yang dinilai sangat memengaruhi partisipasi umat dalam tugas pelayanan kasih, diantaranya:

1) Sikap individualistik (egosentrisme) umat yang semakin bertumbuh subur. Persoalan keaktifan semakin menjadi runyam ketika kebanyakan umat mulai berprinsip egosentris dan menilai waktu sebagai hal yang berharga dalam hidupnya. Semua waktu mesti dipakai secara optimal untuk

kesejahteraan dirinya. Membuang waktu untuk suatu urusan yang bersifat umum dinilai ceroboh bahkan serakah karena tidak ekonomis. Sehingga akhir-akhir ini sulit menemukan seorang awam yang betul-betul mau berkorban demi kepentingan sesama umat lain. Dengan demikian jelas kalau Gereja mengalami kesulitan serius di bagian kerasulan awam. Meski struktur organisasi masih eksis sampai dengan saat ini, namun aplikasi praktisnya di lapangan selalu saja menuai persoalan.

2) Minat orang muda terhadap hal-hal rohani mulai memudar. Ketertarikan mereka dinilai lebih terfokus pada hal-hal yang duniawi, yang sifatnya memikat dan menyenangkan. Sehingga ketika harus berurusan dengan hal-hal rohani seperti doa, misa, puasa (mati raga), dan sebagainya, mereka merasa bosan karena sifatnya abstrak.

3) Pendekatan romo yang kurang mengumat. Sejauh pengamatan mereka, umat akan aktif dengan sendirinya jika pola pendekatan yang dipakai oleh romo atau pengurus stasi sungguh menyentuh realitas hidup mereka. Namun sebaliknya jika pola pendekatan yang diterapkan tidak memberi kesan positif maka sudah hampir pasti kaum awam akan menjauh dari Gereja, dan akan merasa biasa-biasa saja dengan urusan imannya. Selain itu, khotbah romo yang tidak menarik dan liturgi yang monoton juga menjadi alasan melemahnya semangat umat untuk terlibat dalam urusan pastoral Gereja.

3. Peluang

Penulis menemukan dua peluang eksternal yang sangat memengaruhi partisipasi umat dalam tugas pelayanan kasih, diantaranya:

1) Pemanfaatan media informasi dan teknologi secara online. Meski, di satu sisi pengaruh globalisasi di satu sisi sangat berpengaruh negatif terhadap orang muda, namun sebenarnya di lain sisi bisa menjadi peluang yang bisa membantu orang muda lebih giat dekat dengan Gereja. Jika orang muda mulai membangun jejaring dalam berbagai minat dengan aneka milist, facebook, twitter, blog, website, tentu saja alat ini akan berguna pula bagi pengembangan jejaring muda Katolik penggerak pastoral pelayanan. Yang saya maksud bukanlah media kontak-kontak romantisme belaka, namun terlebih bagaimana memakai media internet untuk menambah pengetahuan iman Katolik bagi OMK. Beberapa website Katolik yang dikelola dengan baik oleh umat bisa ditautkan dengan website OMK dalam rangka membina iman orang muda.

2) Setia pada ajaran iman Katolik. Penulis menemukan bahwa meski partisipasi umat sedikit mengalami penurunan namun tidak berdampak langsung pada iman mereka pada Kristus. Benar bahwa pada beberapa tahun terakhir kebanyakan umat hampir tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani di stasi namun kalau ditanya soal agama/keyakinan, mereka akan secara tegas mengatakan bahwa mereka adalah orang Katolik. Di tengah isu intoleransi yang semakin menguat di daerah Jawa, umat Katolik (termasuk mereka yang sering kurang aktif) merasa diri terancam dan karena itu merasa perlu untuk

membela identitas mereka. Dalam banyak kasus, justru orang-orang yang “dinilai kurang aktif” malah lebih getol membela ajaran iman Katolik. Penulis melihat ini sebagai sebuah peluang positif yang terus dipertahankan sembari membangkitkan kembali kesadaran untuk terlibat aktif dalam berbagai aktivitas pastoral stasi.

4. Hambatan

Penulis setidaknya menemukan dua hambatan yang dinilai sangat memengaruhi partisipasi umat dalam tugas pelayanan kasih:

1) Teknologi informasi tanpa batas. Zaman berubah oleh karena arus informasi dan teknologi, pola pikir manusia pun ternyata turut berubah di dalamnya. Ini logika perubahan. Dulu ketika orang belum mengenal radio, televisi, surat kabar, telepon genggam, dan bahkan internet, satu-satunya sumber informasi bersumber dari Gereja. Romo lantas dikenal sebagai sumber informan yang cerdas karena tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan realitas hidup manusia. Rasa ingin tahu umat akan misteri dan realitas hidupnya, menuntut mereka untuk selalu mendekatkan diri pada Gereja. Romo dan Gereja semacam menjadi daya tarik tersendiri bagi umat yang haus akan pengetahuan dan kebijaksanaan hidup. Kondisi ini pun dimanfaatkan secara baik oleh romo untuk manawarkan tugas-tugas pastoral kepada mereka. Umumnya umat menerima tawaran tersebut dengan senang hati.

Segalanya perlahan berubah ketika media informasi dan komunikasi menjadi menu makanan setiap hari. Orang menjadi gampang mengakses informasi dan segala pengetahuan dari berbagai media cetak dan elektronik. Dengan demikian pengetahuan dan kebenaran tidak hanya menjadi milik romo atau para petugas Gereja semata. Semua orang bisa memiliki pengetahuan yang benar tanpa melalui bantuan romo dan intervensi dari Gereja. Rahasia iman dan misteri kehidupan umat bisa dipecahkan sendirian dengan hanya membaca buku, atau mengakses internet tanpa harus mendengar penjelasan dari romo dalam khotbah-khotbah maupun katekese iman.

2) Kehadiran motivator yang menyaingi para pengkhotbah. Berbagai kerutinan yang dilakukan oleh orang saat ini telah membuat mereka jenuh dan membutuhkan penyegaran. Tawaran-tawaran acara motivasional dalam berbagai variasi acara seperti outbound, rekreasi, peningkatan kualitas hidup, pencapaian diri yang maksimal dan berbagai bentuk kemasan acara dibuat untuk memberikan alternatif maupun solusi kepada banyak orang saat ini supaya dapat optimis menghadapi hidup ini dengan segala masalah dan tantangannya. Jika dicermati dengan sungguh-sungguh berbagai acara motivasional yang dilakukan, maka kita dapat menjumpai filosofi dan konsep-konsep yang tidak Alkitabiah di dalamnya karena menawarkan solusi cepat dengan berbagai impian melalui kemampuan dalam diri manusia dengan meditasi, yoga, hipnotis, kekuatan pikiran bawa sadar, telepati, menggunakan kekuatan otak dan lain-lain.

Motivator-motivator banyak bermunculan saat ini dari berbagai latar belakang di luar gereja, menawarkan berbagai solusi atas masalah rumah tangga, pekerjaan, jodoh, nasib dan peruntungan manusia, sehingga warga gereja juga berinteraksi dengan mereka dan ada yang kemudian percaya dan mengikuti berbagai pandangan dan jalan keluar yang ditawarkan tanpa memahami adanya hal-hal yang tidak Kristiani dalam metode-metode yang mereka terima. Keinginan untuk menemukan solusi cepat atas masalah telah membawa beberapa umat yang kurang pemahaman imannya terjebak dalam hal yang tidak benar.

Dokumen terkait