• Tidak ada hasil yang ditemukan

Punk Taring Babi terhadap komunitas, anggota, dan masyarakat. Pembahasan selanjutnya yaitu tentang bentuk pemberdayaan dan strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Komunitas Punk Taring Babi. Selain itu akan dibahas juga tentang peran Komunitas Punk Taring Babi terhadap anggota dan masyarakat.

BAB V PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dalam penulisan skripsi, kritik dan saran yang diperlukan.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Strategi

1. Pengertian Strategi

Kata “Strategi” berasal dari bahasa Yunani “Strategos” (Stratos = militer, dan ag= memimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang

dikerjakan oleh para jendral perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang.1 Sedangkan definisi strategi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.2

Menurut Sondang Siagian, strategi adalah cara terbaik untuk mempergunakan dana, daya tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntunan perubahan lingkungan.3 Menurut Chandler, Strategi adalah penuntun dasar penyelesaian jangka panjang.4 Sementara Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck menyatakan bahwa strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan

1

Agustinus Sri Wahyudi. Manajemen Strategik Pengantar proses berpikir strategik, (Binarupa Aksara, 1996), h. 19.

2

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses dari

http://kamusbahasaindonesia.org/strategi pada Selasa, 03 Januari 2016.

3

Sondang P. Siagian, Analisis serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1986), h. 17.

4

Supriyono, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, (Yogyakarta: BPFC, 1985), hal. 9.

utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.5

Dalam pengertian tentang strategi, terdapat perbedaan antara Strategi dan Taktik. Perbedaan yang paling mudah antara strategi dan taktik yaitu, saat kita memutuskan apa yang seharusnya kita kerjakan, kita memutuskan sebuah Startegi. Sedangkan jika kita memutuskan

bagaimana untuk mengerjakan sesuatu, itulah yang disebut Taktik.

Dengan kata lain, menurut Drucker, Strategi adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing the right things) dan taktik adalah mengerjaakaan sesuatu dengan benar (doing the thing right).6

Selanjutnya menurut Karl von Clausewitz, strategi merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan suatu perang. Sedangkan taktik adalah seni menggunakan tentara dalam sebuah pertempuran.7 Dalam kehidupan sehari-hari, strategi sering diartikan sebagai langkah-langkah atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu tujuan atau penerima manfaat yang dikehendaki, oleh karena itu, pengertian strategi sering rancu dengan: metoda, teknik, atau taktik.8

Berbagai pengertian diatas tentang strategi sudah banyak dikemukakan oleh para tokoh dan pakar di bidangnya, dimana dijelaskan

5

Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan, Edisi ke-3 (Jakarta: Erlangga, 1988), h. 13.

6

Agustinus Sri Wahyudi. Manajemen Strategik Pengantar Proses Berpikir Strategik, h. 16.

7

Ibid., h. 16.

8

Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta 2013), h. 167.

pula perbedaan pengertian strategi dan taktik yang terkadang menjadi rancu dalam pengertiannya. Mengingat adanya berbagai pengertian tentang strategi, maka dalam hal ini diperlukan pandangan tentang strategi yang sesuai dengan pembahasan dalam penelitian ini.

Diantaranya yaitu pengertian tentang strategi yang dikemukakan oleh Onong Uchjana, dimana strategi pada hakekatnya merupakan sebuah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.9 Sesuai dengan pengertian tersebut, terdapat pula pemahaman tentang strategi yang dikemukakan oleh Steinner dan Minner. Dalam pengertiannya, strategi adalah penempatan misi, penetapan sasaran organisasi, dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal dalam perumusan kebijaksanaan tertentu untuk mencapai sasaran dan implementasinya secara tepat, sehingga sasaran dan tujuan utama organisasi akan tercapai.10

Sebuah strategi tidak dapat berdiri sendiri, terdapat beberapa dimensi dan faktor dalam strategi untuk menentukan apa yang seharusnya dikerjakan serta dapat mengurangi ketidakpastian dan kegagalan dalam perumusan sebuah rencana. Karena strategi merupakan sebuah perencanaan dan implementasi untuk mencapai sasaran dan tujuan secara tepat.

9

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), hal. 32

10

George Steinner dan John Minner, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 20.

2. Dimensi Strategi

Berdasarkan pengertian diatas, dapat dijelaskan bahwa strategi memiliki beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui agar mengurangi dampak ketidakpastian dan kegagalan dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi yang telah dibuat serta agar upaya dalam mencapai tujuan dapat berjalan sesuai dengan rencana atau strategi, dimensi tersebut antara lain :

a. Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak

Pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk implikasi berbagai tantangan dan tuntutan lingkungan internal dan eksternal, pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang yang holistik dan menyeluruh.11 Selain itu hanya manajemen puncak yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana, dan sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah diputuskan.

b. Dimensi Lingkungan Internal dan Eksternal

Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi yang sedang dihadapi berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan rencana strategi yang berjangka panjang.12 Dalam kondisi tersebut, manajemen

11

Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 18.

12

puncak perlu melakukan analisis yang obyektif agar dapat menentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang dimiliki.

c. Dimensi Konsekuensi Isu Strategi

Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada penempatan organisasi sebagai suatu sistem. Setiap keputusan strategi yang dilakukan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur organisasi, baik arti sumber daya maupun arti satuan-satuan kerja tersebut dikenal, seperti departemen, divisi, biro, seksi, dan sebagainya.13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi

Terdapat beberapa faktor yang mendukung dalam merumuskan strategi agar suatu organisasi tetap eksis, tangguh menghadapi perubahan, dan mampu meningkatkan efektivitas dan produktivitas. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Tipe dan Struktur Organisasi

Tipe dan struktur organisasi yang dipilih untuk digunakan harus berhubungan dengan kepribadian organisasi tersebut, sebab setiap organisasi pasti memiliki kepribadian yang khas. Dengan demikian, dalam struktur organisasi harus terdapat beberapa unsur,

13

antara lain spesialisai kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pengambilan keputusan kerja dan ukuran kerja.14 b. Gaya Manajerial

Dalam teori kepemimpinan dikenal berbagai tipologi kepemimpinan, antara lain adalah tipe otokratik, parternalistik, laisezfaire, demokratik, dan kharismatik.15 Namun demikian, tidak ada satu tipe yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada semua jenis dan kondisi organisasi.

c. Kompleksitas Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal organisasi selalu bergerak dinamis. Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara pengelolaan organisasi dan termasuk dalam merumuskan dan menetapkan strategi.16 Karena tidak ada organisasi yang membebaskan diri dari dampak lingkungan eksternal, maka dinamika tersebut harus dikenali, dianalisis, diperhitungkan demi mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

d. Hakekat Masalah yang dihadapi

Strategi merupakan keputusan yang diambil oleh manajemen puncak, oleh karena itu manajemen harus benar-benar mengenali masalah-masalah yang dihadapi, menganalisis dan mempehitungkan

14

M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjaja Kusuma, Pengantar Manajemen Syariah, (Jakarta: Khairul Bayaan, 2002), h. 131.

15

Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, hal. 32.

16

M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjaja Kusuma, Pengantar Manajemen Syariah, hal. 35.

masalah-masalah yang akan dihadapi dalam upaya pencapaian tujuan serta sasaran organisasi tentunya dengan strategi yang telah diputuskan.

B. PEMBERDAYAAN

1. Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata „power’ (kekuasaan atau keberdayaan).17

Dalam definisinnya, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowernment) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat. Karena itu, pemberdayaan dapat disamakan dengan perolehan kekuatan dan akses terhadap sumberdaya untuk mencari nafkah.18

Istilah pemberdayaan, juga dapat diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh individu, kelompok, dan masyarakat luas agar mereka memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan dan mengontrol lingkungannya agar dapat memenuhi keinginan-keinginan, termasuk aksesibilitasnya terhadap sumberdaya yang terkait dengan pekerjaannya, aktifitas sosialnya, dll.

Karena itu, World Bank (2001) mengartikan pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada

17

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, (Bandung, Rafika Aditama, 2005). h. 57.

18

Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik, h. 26.

kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara (voice) atau menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya, serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metoda, produk, tindakan, dll) yang terbaik bagi pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat merupakan proses meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat.19

Selain itu, pemaknaan pemberdayaan dapat dimaknai sebagai sebuah proses dan tujuan. Pemberdayaan sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Pemberdayaan sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.20

Disamping pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan, terdapat pula kelompok yang melihat suatu pemberdayaan dari sisi keberadaannya sebagai suatu program ataupun sebagai suatu proses.

19

Ibid., h. 26.

20

Pemberdayaan sebagai suatu program, di mana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Pemberdayaan sebagai suatu proses, pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on-going process).21

Shardlow melihat bahwa berbagai pengertian mengenai Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.22

Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek (1961) yang dikenal di bidang pendidikan Ilmu

Kesejahteraan Sosial dengan nama „Self-Determination’. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.23

21

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam pembangunan kesejahteraan sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002), h. 171-172.

22

Ibid., h. 162.

23

2. Tahapan-Tahapan dalam Proses Pemberdayaan

Hogan menggambarkan proses pemberdayaan yang

berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima (5) tahapan utama, yaitu:

a. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan (recall depowering/empowering experienes);

b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan (discuss reasons for depowerment/empowerment);

c. Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (identify one problem or project);

d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify useful power bases); dan

e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya (develop and implement action plans).24

Selanjutnya, dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:

Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif,

24

selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya.

Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam

proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.25

3. Tujuan Pemberdayaan

Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil).26

Meskipun demikian, target dan tujuan pemberdayaan itu sendiri dapat berbeda sesuai dengan bidang pembangunan yang digarap. Tujuan pemberdayaan bidang ekonomi belum tentu sama dengan tujuan pemberdayaan di bidang pendidikan ataupun di bidang sosial.27

Dalam kaitan dengan konsep pemberdayaan, banyak ahli membahas tentang ini. Salah satunya adalah Payne, yang mengemukan

25

Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato. Pemberdayaan Masyarakat, h. 32.

26

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 60.

27

bahwa suatu pemberdayaan (empowernment), pada intinya, ditujukan guna:

“to help clients gain power of decision and action over their own

lives by reduing the effect of social or personal blokcs to exerising existing power, by increasing capacity and sel-confidence to use

power and by transferning power from the enironment to clients.”

(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menetukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya).28 Maka tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan sebagai berikut:

a. Perbaikan pendidikan (better education), dalam arti bahwa pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih baik. Dan yang lebih penting adalah perbaikan pendidikan yang mampu menumbuhkan semangat belajar seumur hidup;

b. Perbaikan aksesibiltas (better accessibility), diharapkan adanya perbaikan aksesibilitas yang menunjang;

c. Perbaikan tindakan (better action), dengan perbaikan pendidikan dan aksesibilitas diharapkan akan terjadi tindakan-tindakan yang semakin lebih baik;

d. Perbaikan kelembagaan (better institution), memperbaiki kelembagaan termasuk pengembangan jejaring kemitraan-usaha;

28

e. Perbaikan usaha (better busines), diharapkan akan memperbaiki usaha yang dilakukan;

f. Perbaikan pendapatan (better income), dengan adanya perbaikan usaha diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperoleh; g. Perbaikan lingkungan (better environment), perbaikan pendapatan

dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial);

h. Perbaikan kehidupan (better living), tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik diharapkan mampu memperbaiki kehidupan;

i. Perbaikan masyarakat (better community), kehidupan yang lebih, yang didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula.29

4. Strategi Pemberdayaan

Strategi dalam memberdayakan masyarakat bisa dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan asumsi bahwa community worker sangat dominan dalam menentukan upaya pemberdayaan masyarakat.

b. Pendekatan Non Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pemeran utama dalam pendekatan ini adalah

29

masyarakat itu sendiri, community worker hanya bersifat menggali dan mengembangkan potensi masyarakat.30

Mengacu kepada Korten, Sumaryadi mengemukakan adanya lima generasi strategi pemberdayaan, yaitu:

Pertama: generasi yang mengutamakan relief and welfare, yaitu strategi yang lebih mengutamakan pada kekurangan dan kebutuhan setiap individu dan masyarakat.

Kedua: startegi community development atau small sale reliant local development, yang lebih mengutamakan pada kesehatan, penerapan teknologi tepat-guna, dan pembangunan infrastruktur.

Ketiga: generasi sustainable system development, yang lebih mengharapkan terjadinya perubahan pada tingkat regional dan nasional.

Keempat: merupakan generasi untuk mengembangkan gerakan masyarakat (people movement), melalui pengorganisasian masyarakat, identifikasi masalah, dan kebutuhan lokal, serta mobilisasi sumberdaya lokal yang ada dan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan.

Kelima: generasi pemberdayaan masyarakat (empowering people) yang memperhatikan arti penting perkembangan, teknologi, persaingan, dan kerjasama, generasi ini memperjuangkan ruang gerak yang lebih terbuka

30

terhadap kemampuan dan keberanian massyarakat, dan pengakuan pemerintah terhadap inisiatif lokal.31

Dalam pengembangan masyarakat, istilah intervensi yang sering digunakan adalah intervensi makro atau intervensi komunitas. Intervensi komunitas (makro) merupakan bentuk intervensi langsung yang dirancang dalam rangka melakukan perubahan secara terencana pada tingkat organisasi dan komunitas.32

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.

a. Aras Mikro, pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach).

b. Aras Mezzo, pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi.

31

Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat, h. 170.

32

c. Aras Makro, pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.33

C. Komunitas

1. Pengertian Komunitas

Menurut Larry Lyon, komunitas adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kepentingan bersama, saling berinteraksi satu dengan lainnya.34 Definisi lain tentang komunitas adalah sejumlah keluarga dan individu-individu yang menempati sebuah wilayah yang saling berdekatan, ditandai oleh aspek-aspek kehidupan bersama seperti kesamaan dalam cara produksi, kebiasaan atau tradisi dan bentuk bahasa.35

Pengertian tentang komunitas dapat pula mengacu pada Komunitas Fungsional, yaitu komunitas yang disatukan oleh bidang pekerjaan mereka dan bukan sekedar pada lokalitasnya saja. Misalnya, komunitas yang

33

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 66.

34

Esrom Aritonang, dkk., Pendampingan Komunitas Pedesaan, (Jakarta: Sekretariat Bina Desa, 2001), h. 11.

35

disatukan pada suatu organisasi profesi, seperti komunitas pekerja sosial, komunitas dokter, komunitas pengacara, komunitas perawat dan komunitas psikolog.

Ataupun komunitas fungsional berdasarkan pekerjaannya, misalnya komunitas anak jalanan, komunitas pemulung, komunitas pedagang asongan, komunitas pengamen, dan juga komunitas pengemis.36

Sedangkan Ferdinand Tonnies menjelaskan dalam bukunya “Gemeinschaft und Gesellschaft-Community and Society” bahwa,

secara tipikal “gemeinschaft” mengacu kepada tata hubungan manusia sebagai keluarga besar di pedesaan, sedangkan “geselleschaft” mengacu

kepada tatanan masyarakat yang lebih kapitalistis. Gemeinschaft atau komunitas didasarkan atas “kehendak alami” seperti sentimen, tradisi, dan

ikatan umum sebagai kekuatan yang mengatur.37

2. Ciri-ciri Komunitas

Suatu komunitas dapat terbentuk berdasarkan ikatan geografis, mata pencaharian, tingkat usia, jenis kelamin atau berdasarkan tingkat-tingkat kepentingan. Selain itu, terbentuknya komunitas ditentukan oleh adanya ikatan-ikatan yang menciptakan kesatuan keluarga dan individu-individu dalam satu wadah. Ikatan-ikatan tersebut antara lain: ikatan

36

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, (Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001), h. 37.

37

wilayah, ikatan sosial-ekonomi, ikatan kelas sosial, ikatan usia, ikatan jenis kelamin dan ikatan kepentingan.38

Jim Ife dan Frank Tesoriero memaknai komunitas sebagai suatu bentuk organisasi sosial dengan lima ciri terkait berikut ini.

a. Skala Manusia

Suatu komunitas melibatkan interaksi-interaksi pada suatu skala yang mudah dikendalikan dan digunakan oleh individu-individu. Jadi, skalanya terbatas pada orang-orang yang saling mengenal atau dapat dengan mudah untuk saling berkenalan apabila diperlukan, dan di mana interaksi-interaksi sedemikian rupa sehingga mudah di akses oleh semua orang

b. Identitas dan kepemilikan

Bagi kebanyakan orang, kata komunitas akan memasukkan sebentuk perasaan „memiliki’, atau perasaan diterima dan dihargai

dalam lingkup kelompok tersebut. Hal ini menyebabkan penggunaan istilah anggota komunitas; konsep keanggotaan memiliki arti memiliki, penerimaan oleh yang lain dan kesetiaan kepada tujuan-tujuan kelompok.

Termasuk ke dalam suatu komunitas memberikan rasa identitas kepada seseorang. Komunitas tersebut dapat menjadi bagian dari

38

konsep-diri sesorang, dan merupakan sebuah aspek penting dari bagaimana seseorang memandang tempatnya di dunia.

c. Kewajiban-kewajiban

Keanggotaan dari sebuah organisasi membawa baik hak maupun tanggung jawab, dan sebuah komunitas juga menuntut kewajiban tertentu dari para anggotanya. Oleh karena itu, menjadi seorang anggota dari sebuah komunitas seharusnya tidak menjadi pengalaman yang murni pasif, tetapi seharusnya juga melibatkan sesuatu partisipasi aktif.

d. Gemeinschaft

Struktur-struktur dan hubungan-hubungan Gemeinschaft terkandung dalam konsep komunitas, sebagai lawan dari struktur dan hubungan Gesellschaft dari masyarakat massa (mass society). Jadi, sebuah komunitas akan memungkinkan orang berinteraksi dengan sesamanya dalam keragaman peran yang lebih besar, yang peran-peran tersebut kurang dibeda-bedakan dan bukan berdasarkan kontrak, dan yang akan mendorong interaksi-interaksi dengan yang lain

sebagai „seluruh warga’ ketimbang sebagai peran atau kategori yang

terbatas dan tetap. Hal ini tidak hanya penting dalam pengertian pengembangan-diri, kontak antar manusia dan pertumbuhan pribadi –

ia juga memungkinkan individu-individu untuk menyumbangkan berbagai bakat dan kemampuan untuk keuntungan yang lain dan komunitas tersebut sebagai suatu keseluruhan.

e. Kebudayaan

Sebuah komunitas memungkinkan pemberian nilai, produksi dan ekspresi dari suatu kebudayaan lokal atau berbasis-masyarakat, yang akan mempunyai ciri-ciri unik yang berkaitan dengan komunitas yang bersangkutan, yang akan memungkinkan orang untuk menjadi produsen aktif dari kultur tersebut ketimbang konsumen yang pasif, dan yang akan, kemudian, mendorong baik keanekaragaman diantara komunitas maupun partisipasi yang berbasis-lebar.39

D. Punk

1. Pengertian Punk

Punk adalah perilaku yang lahir dari sifat melawan, tidak puas hati, marah, dan benci terhadap sesuatu yang tidak pada tempatnya (sosial,

Dokumen terkait