SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Muhammad Ni’am
NIM: 1111054100051
PRODI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Muhammad Ni’am
Strategi Pemberdayaan Komunitas Punk
Istilah punk atau komunitas punk di Indonesia menunjuk pada sekumpulan individu penghuni jalanan yang berdandan ala punk (pakaian lusuh, sepatu booth, badan bertatto, tindikan dan lain-lain). Hal tersebut menimbulkan stigma masyarakat melekat terhadap punk, bahwa punk atau komunitas punk adalah sekumpulan individu yang perusuh, pemabuk, dan meresahkan masyarakat. Komunitas punk atau punk secara umum memang terkesan eksklusif dan menutup diri dari masyarakat umum, sehingga stigma masyarakat terhadap punk dan komunitasnya semakin kuat.
Komunitas Punk Taring Babi merupakan salah satu komunitas punk yang bermarkas di daerah Jakarta Selatan, dimana komunitas ini menunjukkan eksistensi dan aktifitas mereka yang berlabel punk. Dengan kemandirian, menghargai kebebasan dan kedaulatan individu, komunitas ini melakukan aktifitas produktif dengan bermain musik dan berkarya seni. Dengan sistem kolektif, mereka mampu memberdayakan komunitas dan anggotanya, sehingga komunitas ini mampu berbaur dan diterima oleh masyarakat.
Dalam penelitian ini ingin menganalisis bagaimana proses pemberdayaan yang dilakukan di Komunitas Punk Taring Babi, serta bagaimana strategi dalam memberdayakan komunitas dan anggota. Melalui peran yang dimainkan oleh para pendiri dan juga komunitas, bagaimana Komunitas Punk Taring Babi mampu memberdayakan komunitas dan anggota serta mampu berbaur dan diterima oleh masyarakat.
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, terlihat bahwa Komunitas Punk Taring Babi telah melakukan pemberdayaan terhadap anggota, komunitas, dan masyarakat dalam bentuk berkarya seni yang produktif. Strategi pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Direktif dan Non-Direktif.
ii
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, atas berkat rahmat dan hidayahNya penulis akhirnya dapat menyelesaikan
penyusunan hasil penelitian ini menjadi sebuah skripsi yang berjudul “Strategi
Pemberdayaan Komunitas Punk Taring Babi”. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Setelah lebih kurang 11 semester menimba ilmu di Prodi Kesejahteraan
Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan segala keterbatasan yang ada,
penulis sangat menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini tidak akan pernah
dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan, bantuan, bimbingan, arahan, dan
motivasi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati, dengan
penuh keikhlasan penulis haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Abdus Salam dan Tasliyatun, yang telah
menyelipkan nama anak-anaknya dalam setiap do’a yang telah dipanjatkan kepada-Nya. Berkat do’a dan ridlonya, penulis mampu menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini.
2. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, serta segenap jajaran Dekanat Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si, selaku Ketua dan Hj. Nunung
iii
kepada pak Ismet Firdaus, M.Si, dan pak Ahmad Zaky, M.Si,
terimakasih atas pembelajaran diri yang telah penulis terima selama
menjadi mahasiswa Kesejahteraan Sosial.
4. Kepada dosen pembimbing saya Ibu Nurkhayati Nurbus, M.Si yang
secara ikhlas dan sabar senantiasa memberikan pemahaman, petunjuk
dan arahan baik dalam proses penyusunan skripsi ini, maupun dalam
memberikan pemahaman diri kepada penulis. Dan semoga Allah
memberikan kesehatan dan limpahan rizki kepada beliau.
5. Kepada Komunitas Taring Babi, Khususnya kepada Bang Mike, Bang
Bob, Bang Kenu, Bang Uge, dan Bang Umam yang sudah bersedia
membantu penulis selama proses penelitian. Serta seluruh keluarga
besar Komunitas Taring Babi yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
6. Kepada HMI Cabang Ciputat, terkhusus keluarga besar HMI
KOMFAKDA. Terimakasih telah menjadi wadah penggemblengan
bagi penulis, dan semoga apa yang sudah penulis pelajari dan dalami
akan menjadi ilmu yang bermanfaat dan bekal di hari tua, sebagai
kader pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam akan penulis
tanamkan dan tularkan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Kepada HMJ Kesejahteraan Sosial dan keluarga besar mahasiswa
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa
iv
8. Tanpa mengurangi rasa hormat dan bangga, kepada para senior dan
kawan-kawan mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah mengenal Muhammad Ni’am. Terimakasih yang sebesar
-besarnya atas segala bantuan baik secara langsung maupun tidak
langsung, dan dukungannya selama penulis berada di Ciputat. Penulis
yakin dan percaya bahwa tanpa bantuan dan dukungan selama ini,
maka proses ini tidak akan sampai disini.
Ciputat, 17 Januari 2017
Penyusun,
Muhammad Ni’am
v
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI .v
DAFTAR TABEL viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6
D. Metodologi Penelitian 7
E. Tinjauan Pustaka 12
F. Pedoman Penulisan 15
G. Sistematika Penulisan . 15
BAB II KAJIAN TEORI A. Strategi 17
1. Pengertian Strategi 17
vi
1. Pengertian Pemberdayaan 23
2. Tahapan-tahapaan dalam Proses Pemberdayaan 26
3. Tujuan Pemberdayaan 27
4. Strategi Pemberdayaan 29
C. Komunitas 32
1. Pengertian Komunitas 32
2. Ciri-ciri Komunitas 33
D. Punk 36
1. Pengertian Punk 36
2. Sejarah Punk 37
3. Jenis-jenis Punk 39
BAB III KOMUNITAS PUNK TARING BABI A. Sejarah Komunitas Punk Taring Babi 43
1. Latar Belakang 43
2. Perjalanan Komunitas Punk Taring Babi 48
B. Kepengurusan Komunitas Punk Taring Babi 53
C. Aktifitas Komunitas Punk Taring Babi 55
vii
3. Strategi Pemberdayaan 82
B. Peran Komunitas Punk Taring Babi 97
1. Peran Pendiri 97
2. Peran Komunitas Punk Taring Babi terhadap Anggota...98
3. Komunitas Punk Taring Babi dan Masyarakat 100
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 104
B. Saran 106
DAFTAR PUSTAKA 108
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi masyarakat Indonesia istilah punk merupakan sebuah istilah yang
sudah tidak asing lagi, atau bahkan sudah melekat dalam kehidupan sosial
masyarakat Indonesia. Akan tetapi keberadaan punk atau komunitas punk di
Indonesia tersebut dihadapkan pada stigma masyarakat tentang punk sebagai
anak jalanan atau sampah masyarakat saja. Stigma mengacu pada sebuah
tanda akan malu yang dapat mendorong penghindaran atau reaksi negatif
orang lain. Merasa diberikan stigma dapat mengurangi harga diri individu dan
meningkatkan reaksi negatif orang lain.1
Gaya hidup mereka yang cenderung kepada kebebasan individu
seringkali dikaitkan dengan perilaku-perilaku dan tindakan kekerasan, rusuh,
bikin onar, mabuk-mabukan, seks bebas dan bertindak sesuai dengan
keinginannya sendiri. Ditambah lagi dengan kejadian yang seringkali terjadi
dalam masyarakat, yaitu adanya orang-orang yang berdandan ala punk yang
melakukan berbagai tindakan kriminal seperti, pencurian dan pemalakan. Hal
tersebut mengakibatkan pandangan masyarakat akan punk adalah sekumpulan
pemuda berandalan yang mengganggu masyarakat dan ketertiban umum.
Berbagai macam pemaknaan negatif sering kali dilabelkan kepada para
punker2. Di sisi lain, persepsi tentang menjadi punk itu sendiri juga
disalahpahami oleh sebagian generasi muda yang mengaku-ngaku sebagai
1
Laura A. King, Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 294
2
punker. Dengan berpakaian ala punk, bersepatu boot, ditindik, ditato, mereka
sudah punker, dan sebagian pemuda mengartikan punk sebagai hidup bebas
tanpa aturan. Pemahaman yang salah dan setengah-setengah itu
mengakibatkan banyak dari mereka melakukan tindakan yang meresahkan
masyarakat.3
Bagi sebagian masyarakat yang masih awam tentang punk
menganggap bahwa punk hanyalah sekumpulan pemuda dengan dandanan
yang aneh dan berperilaku negatif. Dengan tampilan luar mereka yang
nyeleneh tersebut, bagi sebagian masyarakat mereka dianggap menyimpang,
perusuh yang mengganggu, dan dianggap sebagai gangguan bagi ketentraman
dan ketertiban umum, kriminal dan berbahaya.
Dalam pengertiannya, punk merupakan perilaku yang lahir dari sifat
benci, melawan, tidak puas hati, dan tidak suka pada sesuatu yang tidak pada
tempatnya (sosial, ekonomi, politik, dan budaya), terutama terhadap tindakan
yang menindas. Para punker mewujudkan rasa itu kedalam musik dan
pakaian mereka dan kemudian menyampaikan kritikan.4 Akan tetapi masih
banyak masyarakat menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh punk dalam
kehidupannya tidak mencerminkan bentuk kritik, malahan cenderung negatif.
Hal tersebut yang membentuk stigma masyarakat tentang punk.
Keberadaan punk di Indonesia tidak hadir karena gejolak yang terjadi
di Inggris dan Amerika. Punk merupakan sebuah gerakan subkultur di Inggris
dan Amerika yang muncul dari kantong-kantong kehidupan perkotaan
(urban), muncul dari masyarakat industrial. Masuknya punk di Indonesia
3
Widya G, PUNK: Ideologi Yang Disalahpahami, (Yogyakarta: Garasi House of Book, 2010), h. 11-12.
4
berkat pemberitaan media mainstream, kultur punk yang dikenal pertama kali
dalam bentuk musik dan fasion.5 Pada masa awal, punk digandrungi oleh
kelas menengah-atas kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta atau
Bandung, sebagai bentuk sikap atau gaya hidup anak muda perkotaan. Hingga
saat ini perkembangan punk sudah masuk ke berbagai lapisan masyarakat
hingga ke pelosok pedesaan di Indonesia.
Ideologi kuat yang mendasari gerak punk adalah anarkisme, dimana
dalam kehidupan sehari-hari anarkis dimaknai tanpa aturan-aturan yang
mengekang baik dari masyarakat atau pemerintah. Karena mereka bisa
menciptakan sendiri aturan hidup sesuai dengan keinginan sendiri. Keadaan
seperti ini lazim disebut do it yourself (DIY / lakukan sendiri). Dalam
kehidupan sehari-hari punk atau komunitas punk senantiasa mengaplikasikan
konsep DIY dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Misalnya yang terjadi dalam Komunitas Punk Taring Babi atau
Marjinal, budaya DIY di tangan Taring Babi menjadi ekonomi kreatif dengan
memproduksi hingga pendistribusian barang hasil produksi. Konsep DIY
tersebut juga membuat Komunitas Punk Taring Babi menjadi independen dan
mengembangkan sikap Berdikari (berdiri di kaki sendiri).
Komunitas Punk Taring Babi yang bermarkas di Jalan Moh. Kaffi II,
Gang Setiabudi No. 39 Srengseng Sawah, Jagakarsa-Jakarta Selatan tersebut
merupakan sebuah komunitas yang independen, dan juga dikenal sebagai
Marjinal. Mereka menganggap bahwa punk bukan sekedar pernyataan
fashion, punk adalah cara hidup tentang menjadi independen dan menentang
5
ketidakadilan.6 Markas Komunitas Punk Taring Babi tersebut juga dijadikan
sebagai distro, tempat mereka menjual kaos, lencana, pin, dan album yang
telah mereka buat, serta sebuah studio cetak.
Dalam istilah pemberdayaan masyarakat, budaya DIY yang dijalankan
oleh Komunitas Punk Taring Babi tersebut merupakan suatu bentuk upaya
pemberdayaan. Komunitas tersebut menjalankan peran untuk
mengembangkan anggota, komunitas atau masyarakat yang berada diluar
komunitas agar mempunyai daya guna untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik. Sesuai dengan pandangan Shardlow mengenai pemberdayaan, dimana
dia menganggap bahwa pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana
individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan
keinginan mereka.7
Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan tentang sebuah perubahan ke arah yang lebih baik, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Ra’d: 11,
ا رِيغي َ َّٱ َنإ ۗ َّٱ ر أ ن هن ظفحي هف خ ن هي ي نيب نِ ٞتٰبِقع هل ا ْا رِيغي ٰىَتح قب
د نِ ل ا ۚهل َدر َف اءٓ س قب َّٱ دارأ ٓا إ ۗ سفنأب لا ن هن
١١
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu
6
Dokumen Komunitas Taring Babi, “Sejarah Komunitas Taring Babi”, Diakses dari
https://id-id.facebook.com/notes/komunitas-taring-babi/sejarah-komunitas-taring-babi/164902803582529. Pada Selasa 18 Agustus 2015.
7
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak
ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia.” (QS. Al-Ra’d: 11)
Sesuai dengan makna dalam surah di atas, bahwa tidak ada suatu
perubahan sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Hal tersebut sesuai dengan konsep pemberdayaan, dimana pemberian
daya untuk perubahan kearah yang lebih baik senantiasa dimulai dan
dilakukan oleh diri sendiri.
Melihat latar belakang diatas, dan stigma yang muncul terhadap punk
maupun komunitas punk. Khususnya dinamika yang terjadi dalam Komunitas
Punk Taring Babi. Atas dasar tersebut penulis tertarik untuk membahas
Strategi Pemberdayaan yang dijalankan oleh Komunitas Punk Taring Babi
dalam memberdayakan anggota dan komunitasnya. Sehingga keberadaan
Komunitas Punk Taring Babi mampu membentuk anggota dan komunitas
lebih berdikari serta diterima dan mampu memberikan kontribusi terhadap
masyarakat sekitar dan masyarakat secara umum.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas dan guna mempermudah dalam
proses penulisan skripsi ini, maka penulis perlu membatasi kajian pada
Strategi Pemberdayaan Komunitas Punk Taring Babi. Dimana akan dikaji
Babi kepada anggota dan komunitas. Dalam penelitian kali ini akan dikaji
pula bagaimana peran dari para pendiri Komunitas Punk Taring Babi
terhadap anggota, komunitas, dan masyarakat luas.
Agar skripsi ini lebih terarah, maka penulis akan memberikan
pembatasan dan perumusan masalah yang akan dibahas. Masalah akan
dibatasi pada kajian tentang strategi yang dilakukan oleh Komunitas Punk
Taring Babi dalam pemberdayaan terhadap anggota dan komunitasnya.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas dan untuk mempermudah
pemahaman, maka diperlukan perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana strategi pemberdayaan Komunitas Punk Taring Babi?
b. Bagaimana peran Pendiri, Komunitas Punk Taring Babi terhadap
anggota komunitas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan dan pembatasan masalah dalam
penulisan skripsi ini, maka terdapat pula beberapa tujuan dalam penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui strategi pemberdayaan
yang dilakukan oleh Komunitas Punk Taring Babi, pemberdayaan
terhadap anggota dan komunitas, serta mengetahui peran komunitas Punk
2. Manfaat Penelitian
Penelitian dalam bentuk skripsi ini tidak hanya bertujuan untuk
mendapatkan gelar sarjana pada universitas. Akan tetapi diharapkan
penulisan skripsi ini mempunyai manfaat dan nilai guna baik secara
akademis ataupun secara praktis.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna
baik bagi pengajar maupun pelajar di lembaga pendidikan sebagai bentuk
pengembangan sebuah teori dan juga menambah khazanah keilmuan
pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Khususnya pembahasan tentang
pemberdayaan komunitas.
Secara praktis, diharapkan penulisan skripsi ini mampu
memberikan gambaran dan juga tuntunan bagi aktivis maupun praktisi
yang bergerak dalam bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial pada
level komunitas. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi koreksi atas
stigma pembaca atau masyarakat luas tentang punk, serta memberikan
tambahan informasi aktifitas komunitas punk.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan di Komunitas Punk Taring
Babi, yang bermarkas di gang Setia Budi, Srengseng Sawah, Jakarta
Selatan. Dalam penelitian ini diharapkan untuk mengetahui dan
yang dilakukan oleh Komunitas Punk Taring Babi, serta bagaimana bentuk
pemberdayaan terhadap komunitas dan anggota.
Dalam hal ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif, dimana
dalam pengertianya, penelitian kualitatif merupakan sebuah metode
penelitian yng digunakan dalam mengungkapkan permasalahan dalam
kehidupan kerja organisasi pemerintah, swasta, kemasyarakatan
kepemudaan, perempuan, olahraga, seni dan budaya, sehingga dapat
dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi kesejahteraan
bersama.8
Sedangkan menurut Bogdad dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J.
Moleong, bahwasanya metodologi kualitatif sebagai prosedur sebuah
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.9
2. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat
sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual
sebagaimana adanya saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian
deskripti, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang
8
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013) h. 80-81.
9
menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap
peristiwa tersebut.10
Berdasarkan pemaknaan diatas, maka dalam penelitian ini penulis
berusaha untuk menggambarkan dan menganalis terkait dengan strategi
pemberdayaan pada level komunitas yang dijalankan oleh Komunitas
Punk Taring Babi terhadap anggota komunitas.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini sedikitnya terdapat dua jenis sumber data
yang dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. Sumber data tersebut
dibagi menjadi data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui proses penelitian langsung terhadap
sasaran penelitian yang dilakukan dilapangan. Data yang diperoleh berasal
dari pendiri Komunitas Punk Taring Babi, anggota, dan masyarakat sekitar
komunitas.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari
catatan-catatan atau dokumen dan data yang terkait dengan penelitian. Diantaranya
yaitu buku referensi, dokumentasi terkait Komunitas Punk Taring Babi
dari berbagai pihak, dan bahan bacaan pendukung.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam menemukan data-data yang absah secara objektif, maka
dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik pengumpulan data yang
10
dapat dilakukan dengan Observasi (pengamatan), Interview (wawancara),
Dokumentasi, dan Triangulasi atau gabungan.11
a. Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta
pencatatan secara sistematis. Istilah observasi diarahkan pada
kegiatan memerhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang
muncul, dan mempertimbangkan antaraspek dalam fenomena
tersebut.12
b. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Dalam
penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi
partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan
observasi, peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang
yang ada di dalamnya.13
c. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari metode observasi dan wawanara dalam penelitian kualitatif.14
11
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2010) h. 62-63.
12
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h. 143.
13
Sugiyono, Memahami Peneelitian Kualitatif, h. 72.
14
5. Tehnik Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini, sebjek penelian dalam skripsi ini adalah
orang-orang yaang terlibat dalam pemberdayaan yaang dilakukan di
Komunitas Punk Taring Babi. Diantaranya yaitu, pendiri dan anggota
Komunitas Punk Taring Babi. Sedangkan objek penelitian ini adalah
Strategi Pemberdayaan yang terdapat di Komunitas Punk Taring Babi.
Teknik pemilihan subjek penelitian dalam penelitian ini
menggunakan tehnik purposive sampling (bertujuan).Dimana dalam tehnik
tersebut pemilihan subjek penelitian dengan memilih orang-orang yang
mengetahui dan atau memiliki pengetahuan tentang objek penelitian.
Maka dari itu terdapat beberapa pembagian subjek penelitian
sesuai dengan kapasitas pengetahuan yang ingin diteliti. Berikut ini adalah
tabel informan dan objek yang terpilih dalam pengumpulan data
penelitian, diantara yaitu:
Tabel 1.
Rancangan Informan
No. Informan Informasi yang dicari Jumlah
1. Stakeholder
Komunitas
Mengetahui Latar Belakang dan
Gambaran Komunitas, Strategi dan
Bentuk Pemberdayaan, serta peran dari
Stakeholder.
2 Orang
Komunitas pemberdayaan, bidang keterampilan,
serta menggali keterlibatan anggota
dalam pemberdayaan.
3. Stakeholder
warga sekitar
Mengetahui pandangan warga sekitar
terhadap Komunitas Punk Taring Babi,
mengetahui program atau kegiatan yang
dilakukan Taring Babi dengan warga.
1 Orang
6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Komunitas Punk Taring Babi, jln. Moh.
Kaffi II, Gang Setiabudi No. 39, Rt/Rw 08/11, Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Waktu penelitian dalam
penelitian ini dimulai bulan September hingga Desember 2016.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis melanjutkan pembahasan dalam tulisan ini, terdapat
beberapa karya tulis yang membahas tentang strategi pemberdayaan dan juga
tentang komunitas Punk Taring Babi. Diantaranya yaitu:
1. Skripsi dengan judul “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui
Program Pemberdayaan Masyarakaat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan
Semper Barat Jakarta Utara” yang ditulis oleh Erniyati, NIM :
104054002083, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas
2011. Dalam pembahasannya, penulis memaparkan tentang strategi
aras mezzo yang dilakukan oleh PPMK melalui pelatihan komputer
dan dana bergulir. Lebih spesifiknya, strategi pelaksanaan program
PPMK di kelurahan Semper barat, yaitu; pelatihan komputer kepada
warga sekitar (28 orang), dan pemberian dana bantuan langsung
kepada masyarakat melalui tribina (bina fisik, sosial, dan ekonomi).
2. Skripsi dengan judul “Strategi Panti Asuhan Baiturrahman dalam
Pemberdayaan Anak Asuh di Yayasan Masjid Jami’ Bintaro Jaya”
ditulis oleh Iin Nurhayati, NIM: 10605400039, Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam (PMI), Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi-UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010. Skripsi ini membahas tentang
strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh panti asuhan dalam
pemberdayaan anak asuh melalui pelayanan dan pengembangan bidang
pendidikan, keagamaan, fisik, dan bantuan sosial. Dalam penelitiannya
tersebut difokuskan pada program kemandirian anak asuh, melalui
pembinaan fisik, mental, kemandirian maupun keterampilan terhadap
anak asuh.
3. Skripsi dengan judul “Strategi Perlindungan dan Pemberdayaan Anak
Terlantar Melalui Program Rumah Belajar Anak Lembaga
Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Di Kampung Muka Ancol
Pademangan Jakarta Utara” oleh Amy Habibulhadi, NIM:
1110054100016, Prodi Kesejahteraan Sosial. Dalam penelitiannya
untuk di bina dan di didik dengan ilmu pengetahuan sekolah secara
non formal dan keterampilan life skill.
4. Skripsi dengan judul “ Persepsi Komunitas Punk Taring Babi Terhadap
Pendidikan ” yang ditulis oleh Cessna Oki Triputra, NIM :
109015000112, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014. Pada pembahasan tulisan
tersebut lebih dikhususkan pada persepsi komunitas Punk Taring Babi
terhadap pendidikan.
5. Buku yang ditulis oleh Widya G, dengan judul PUNK: Ideologi Yang
Disalah pahami. Dalam buku ini dibahas tentang punk atau komunitas
punk dalam sejarah perjalanannya serta identitas punk itu sendiri.
Buku atau karya tulis yang mengkaji tentang punk atau komunitas
punk di Indonesia memang belum banyak, dan masih jarang untuk bisa di
konsumsi secara umum. Dari literatur yang pernah penulis baca tentang
punk memang belum ada karya ilmiah yang membahas dan mengupas
tuntas tentang bentuk pemberdayaan yang dilakukan oleh komunitas punk
di Indonesia.
Pembahasan tentang punk di Indonesia memang banyak
dipublikaskan lewat media-media sosial, dan masih jarang yang
dipublikasikan melalui buku agar bisa dikonsumsi oleh masyarakat umum.
Sehingga dalam penulisan skripsi yang mengangkat tema tentang strategi
pemberdayaan yang dilakukan oleh komunitas punk, khususnya pada
Komunitas Punk Taring Babi ini merupakan kompilasi dari berbagai
F. Pedoman Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang tergabung dalam Pedoman
Akademik Program Strata 1 tahun 2011/2012. Diterbitkan oleh Biro
Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2011.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, maka penulisan
skripsi akan dibagi menjadi beberapa bab yang didalamnya terdapat sub-bab.
Agar lebih sistematis dan terarah, akan dibagi sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, terdiri atas latar belakang masalah yang
menjadi dasar dalam penulsan skripsi ini. Selanjutnya terdapat pembatasan
dan perumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka, pedoman penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI, dimana didalamnya membahas tentang
pengertian strategi, dimensi strategi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
strategi. Selanjutnya tentang pengertian pemberdayaan, tujuan pemberdayaan
serta strategi dalam pemberdayaan. Dan yang terahir yaitu pembahasan
tentang komunitas serta pengertian, sejarah dan jenis punk.
BAB III PROFIL KOMUNITAS PUNK TARING BABI, terdiri dari
sejarah Komunitas Punk Taring Babi, bentuk kepengurusan, dan aktifitas yang
BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN LAPANGAN, dalam
bab ini akan diuraikan tentang pemberdayaan yang dilakukan oleh Komunitas
Punk Taring Babi terhadap komunitas, anggota, dan masyarakat. Pembahasan
selanjutnya yaitu tentang bentuk pemberdayaan dan strategi pemberdayaan
yang dilakukan oleh Komunitas Punk Taring Babi. Selain itu akan dibahas
juga tentang peran Komunitas Punk Taring Babi terhadap anggota dan
masyarakat.
BAB V PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dalam penulisan skripsi,
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Strategi
1. Pengertian Strategi
Kata “Strategi” berasal dari bahasa Yunani “Strategos” (Stratos =
militer, dan ag= memimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang
dikerjakan oleh para jendral perang dalam membuat rencana untuk
memenangkan perang.1 Sedangkan definisi strategi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus.2
Menurut Sondang Siagian, strategi adalah cara terbaik untuk
mempergunakan dana, daya tenaga yang tersedia sesuai dengan tuntunan
perubahan lingkungan.3 Menurut Chandler, Strategi adalah penuntun dasar
penyelesaian jangka panjang.4 Sementara Lawrence R. Jauch dan William
F. Glueck menyatakan bahwa strategi adalah rencana yang disatukan,
menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan
dengan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan
1
Agustinus Sri Wahyudi. Manajemen Strategik Pengantar proses berpikir strategik, (Binarupa Aksara, 1996), h. 19.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses dari
http://kamusbahasaindonesia.org/strategi pada Selasa, 03 Januari 2016.
3
Sondang P. Siagian, Analisis serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1986), h. 17.
4
utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh
perusahaan.5
Dalam pengertian tentang strategi, terdapat perbedaan antara
Strategi dan Taktik. Perbedaan yang paling mudah antara strategi dan
taktik yaitu, saat kita memutuskan apa yang seharusnya kita kerjakan, kita
memutuskan sebuah Startegi. Sedangkan jika kita memutuskan
bagaimana untuk mengerjakan sesuatu, itulah yang disebut Taktik.
Dengan kata lain, menurut Drucker, Strategi adalah mengerjakan sesuatu
yang benar (doing the right things) dan taktik adalah mengerjaakaan
sesuatu dengan benar (doing the thing right).6
Selanjutnya menurut Karl von Clausewitz, strategi merupakan
suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan suatu perang.
Sedangkan taktik adalah seni menggunakan tentara dalam sebuah
pertempuran.7 Dalam kehidupan sehari-hari, strategi sering diartikan
sebagai langkah-langkah atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi
tercapainya suatu tujuan atau penerima manfaat yang dikehendaki, oleh
karena itu, pengertian strategi sering rancu dengan: metoda, teknik, atau
taktik.8
Berbagai pengertian diatas tentang strategi sudah banyak
dikemukakan oleh para tokoh dan pakar di bidangnya, dimana dijelaskan
5
Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck, Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan, Edisi ke-3 (Jakarta: Erlangga, 1988), h. 13.
6
Agustinus Sri Wahyudi. Manajemen Strategik Pengantar Proses Berpikir Strategik, h. 16.
7
Ibid., h. 16.
8
pula perbedaan pengertian strategi dan taktik yang terkadang menjadi
rancu dalam pengertiannya. Mengingat adanya berbagai pengertian
tentang strategi, maka dalam hal ini diperlukan pandangan tentang strategi
yang sesuai dengan pembahasan dalam penelitian ini.
Diantaranya yaitu pengertian tentang strategi yang dikemukakan
oleh Onong Uchjana, dimana strategi pada hakekatnya merupakan sebuah
perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.9 Sesuai dengan
pengertian tersebut, terdapat pula pemahaman tentang strategi yang
dikemukakan oleh Steinner dan Minner. Dalam pengertiannya, strategi
adalah penempatan misi, penetapan sasaran organisasi, dengan mengingat
kekuatan eksternal dan internal dalam perumusan kebijaksanaan tertentu
untuk mencapai sasaran dan implementasinya secara tepat, sehingga
sasaran dan tujuan utama organisasi akan tercapai.10
Sebuah strategi tidak dapat berdiri sendiri, terdapat beberapa
dimensi dan faktor dalam strategi untuk menentukan apa yang seharusnya
dikerjakan serta dapat mengurangi ketidakpastian dan kegagalan dalam
perumusan sebuah rencana. Karena strategi merupakan sebuah
perencanaan dan implementasi untuk mencapai sasaran dan tujuan secara
tepat.
9
Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), hal. 32
10
2. Dimensi Strategi
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dijelaskan bahwa strategi
memiliki beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui agar
mengurangi dampak ketidakpastian dan kegagalan dalam merumuskan dan
mengimplementasikan strategi yang telah dibuat serta agar upaya dalam
mencapai tujuan dapat berjalan sesuai dengan rencana atau strategi,
dimensi tersebut antara lain :
a. Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak
Pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk
implikasi berbagai tantangan dan tuntutan lingkungan internal dan
eksternal, pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang
yang holistik dan menyeluruh.11 Selain itu hanya manajemen puncak
yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana, dan
sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah
diputuskan.
b. Dimensi Lingkungan Internal dan Eksternal
Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi
yang sedang dihadapi berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan rencana
strategi yang berjangka panjang.12 Dalam kondisi tersebut, manajemen
11
Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 18.
12
puncak perlu melakukan analisis yang obyektif agar dapat menentukan
kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang dimiliki.
c. Dimensi Konsekuensi Isu Strategi
Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada
penempatan organisasi sebagai suatu sistem. Setiap keputusan strategi
yang dilakukan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur
organisasi, baik arti sumber daya maupun arti satuan-satuan kerja
tersebut dikenal, seperti departemen, divisi, biro, seksi, dan
sebagainya.13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi
Terdapat beberapa faktor yang mendukung dalam merumuskan
strategi agar suatu organisasi tetap eksis, tangguh menghadapi perubahan,
dan mampu meningkatkan efektivitas dan produktivitas. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. Tipe dan Struktur Organisasi
Tipe dan struktur organisasi yang dipilih untuk digunakan
harus berhubungan dengan kepribadian organisasi tersebut, sebab
setiap organisasi pasti memiliki kepribadian yang khas. Dengan
demikian, dalam struktur organisasi harus terdapat beberapa unsur,
13
antara lain spesialisai kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau
desentralisasi dalam pengambilan keputusan kerja dan ukuran kerja.14
b. Gaya Manajerial
Dalam teori kepemimpinan dikenal berbagai tipologi
kepemimpinan, antara lain adalah tipe otokratik, parternalistik,
laisezfaire, demokratik, dan kharismatik.15 Namun demikian, tidak ada
satu tipe yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada
semua jenis dan kondisi organisasi.
c. Kompleksitas Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal organisasi selalu bergerak dinamis.
Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara pengelolaan
organisasi dan termasuk dalam merumuskan dan menetapkan
strategi.16 Karena tidak ada organisasi yang membebaskan diri dari
dampak lingkungan eksternal, maka dinamika tersebut harus dikenali,
dianalisis, diperhitungkan demi mencapai tujuan dan sasaran
organisasi.
d. Hakekat Masalah yang dihadapi
Strategi merupakan keputusan yang diambil oleh manajemen
puncak, oleh karena itu manajemen harus benar-benar mengenali
masalah-masalah yang dihadapi, menganalisis dan mempehitungkan
14
M. Ismail Yusanto dan M. Karebet Widjaja Kusuma, Pengantar Manajemen Syariah, (Jakarta: Khairul Bayaan, 2002), h. 131.
15
Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, hal. 32.
16
masalah-masalah yang akan dihadapi dalam upaya pencapaian tujuan
serta sasaran organisasi tentunya dengan strategi yang telah
diputuskan.
B. PEMBERDAYAAN
1. Pengertian Pemberdayaan
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata „power’ (kekuasaan atau keberdayaan).17
Dalam definisinnya, pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk
memberikan daya (empowernment) atau penguatan (strengthening) kepada
masyarakat. Karena itu, pemberdayaan dapat disamakan dengan perolehan
kekuatan dan akses terhadap sumberdaya untuk mencari nafkah.18
Istilah pemberdayaan, juga dapat diartikan sebagai upaya
memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh individu, kelompok, dan
masyarakat luas agar mereka memiliki kemampuan untuk melakukan
pilihan dan mengontrol lingkungannya agar dapat memenuhi
keinginan-keinginan, termasuk aksesibilitasnya terhadap sumberdaya yang terkait
dengan pekerjaannya, aktifitas sosialnya, dll.
Karena itu, World Bank (2001) mengartikan pemberdayaan
sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada
17
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, (Bandung, Rafika Aditama, 2005). h. 57.
18
kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara (voice)
atau menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya, serta
kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep,
metoda, produk, tindakan, dll) yang terbaik bagi pribadi, keluarga, dan
masyarakatnya. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat merupakan
proses meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat.19
Selain itu, pemaknaan pemberdayaan dapat dimaknai sebagai
sebuah proses dan tujuan. Pemberdayaan sebagai proses, pemberdayaan
adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.
Pemberdayaan sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk
pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial;
yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik
yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan
diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya.20
Disamping pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan,
terdapat pula kelompok yang melihat suatu pemberdayaan dari sisi
keberadaannya sebagai suatu program ataupun sebagai suatu proses.
19
Ibid., h. 26.
20
Pemberdayaan sebagai suatu program, di mana pemberdayaan dilihat
dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya
sudah ditentukan jangka waktunya. Pemberdayaan sebagai suatu proses,
pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
hidup seseorang (on-going process).21
Shardlow melihat bahwa berbagai pengertian mengenai
Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok
ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan
mereka.22
Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa
pemberdayaan sebagai suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan
gagasan Biestek (1961) yang dikenal di bidang pendidikan Ilmu
Kesejahteraan Sosial dengan nama „Self-Determination’. Prinsip ini pada
intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia
lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia
hadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam
membentuk hari depannya.23
21
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam pembangunan kesejahteraan sosial, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2002), h. 171-172.
22
Ibid., h. 162.
23
2. Tahapan-Tahapan dalam Proses Pemberdayaan
Hogan menggambarkan proses pemberdayaan yang
berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima (5) tahapan
utama, yaitu:
a. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak
memberdayakan (recall depowering/empowering experienes);
b. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan (discuss reasons
for depowerment/empowerment);
c. Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (identify one problem
or project);
d. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna (identify useful power
bases); dan
e. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya
(develop and implement action plans).24
Selanjutnya, dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat
dilihat dari tiga sisi, yaitu:
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi
yang dapat dikembangkan.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif,
24
selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi
langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan
(input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities)
yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah
lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat.
Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat
mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.25
3. Tujuan Pemberdayaan
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan
masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan,
baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun
karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak
adil).26
Meskipun demikian, target dan tujuan pemberdayaan itu sendiri
dapat berbeda sesuai dengan bidang pembangunan yang digarap. Tujuan
pemberdayaan bidang ekonomi belum tentu sama dengan tujuan
pemberdayaan di bidang pendidikan ataupun di bidang sosial.27
Dalam kaitan dengan konsep pemberdayaan, banyak ahli
membahas tentang ini. Salah satunya adalah Payne, yang mengemukan
25
Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato. Pemberdayaan Masyarakat, h. 32.
26
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 60.
27
bahwa suatu pemberdayaan (empowernment), pada intinya, ditujukan
guna:
“to help clients gain power of decision and action over their own
lives by reduing the effect of social or personal blokcs to exerising existing power, by increasing capacity and sel-confidence to use
power and by transferning power from the enironment to clients.”
(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menetukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya).28
Maka tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan
sebagai berikut:
a. Perbaikan pendidikan (better education), dalam arti bahwa
pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang
lebih baik. Dan yang lebih penting adalah perbaikan pendidikan yang
mampu menumbuhkan semangat belajar seumur hidup;
b. Perbaikan aksesibiltas (better accessibility), diharapkan adanya
perbaikan aksesibilitas yang menunjang;
c. Perbaikan tindakan (better action), dengan perbaikan pendidikan dan
aksesibilitas diharapkan akan terjadi tindakan-tindakan yang semakin
lebih baik;
d. Perbaikan kelembagaan (better institution), memperbaiki kelembagaan
termasuk pengembangan jejaring kemitraan-usaha;
28
e. Perbaikan usaha (better busines), diharapkan akan memperbaiki usaha
yang dilakukan;
f. Perbaikan pendapatan (better income), dengan adanya perbaikan usaha
diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperoleh;
g. Perbaikan lingkungan (better environment), perbaikan pendapatan
dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial);
h. Perbaikan kehidupan (better living), tingkat pendapatan dan keadaan
lingkungan yang membaik diharapkan mampu memperbaiki
kehidupan;
i. Perbaikan masyarakat (better community), kehidupan yang lebih, yang
didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik,
diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik
pula.29
4. Strategi Pemberdayaan
Strategi dalam memberdayakan masyarakat bisa dilakukan dengan
dua pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan asumsi
bahwa community worker sangat dominan dalam menentukan upaya
pemberdayaan masyarakat.
b. Pendekatan Non Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan bahwa
masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang
baik untuk mereka. Pemeran utama dalam pendekatan ini adalah
29
masyarakat itu sendiri, community worker hanya bersifat menggali dan
mengembangkan potensi masyarakat.30
Mengacu kepada Korten, Sumaryadi mengemukakan adanya lima
generasi strategi pemberdayaan, yaitu:
Pertama: generasi yang mengutamakan relief and welfare, yaitu strategi
yang lebih mengutamakan pada kekurangan dan kebutuhan setiap individu
dan masyarakat.
Kedua: startegi community development atau small sale reliant local
development, yang lebih mengutamakan pada kesehatan, penerapan
teknologi tepat-guna, dan pembangunan infrastruktur.
Ketiga: generasi sustainable system development, yang lebih
mengharapkan terjadinya perubahan pada tingkat regional dan nasional.
Keempat: merupakan generasi untuk mengembangkan gerakan masyarakat
(people movement), melalui pengorganisasian masyarakat, identifikasi
masalah, dan kebutuhan lokal, serta mobilisasi sumberdaya lokal yang ada
dan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan.
Kelima: generasi pemberdayaan masyarakat (empowering people) yang
memperhatikan arti penting perkembangan, teknologi, persaingan, dan
kerjasama, generasi ini memperjuangkan ruang gerak yang lebih terbuka
30
terhadap kemampuan dan keberanian massyarakat, dan pengakuan
pemerintah terhadap inisiatif lokal.31
Dalam pengembangan masyarakat, istilah intervensi yang sering
digunakan adalah intervensi makro atau intervensi komunitas. Intervensi
komunitas (makro) merupakan bentuk intervensi langsung yang dirancang
dalam rangka melakukan perubahan secara terencana pada tingkat
organisasi dan komunitas.32
Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan
melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro,
mezzo, dan makro.
a. Aras Mikro, pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention.
Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut
sebagai Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered
approach).
b. Aras Mezzo, pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi.
31
Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat, h. 170.
32
c. Aras Makro, pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar
(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada
sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan
sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat,
manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki
kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk
memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.33
C. Komunitas
1. Pengertian Komunitas
Menurut Larry Lyon, komunitas adalah kelompok orang yang
bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kepentingan
bersama, saling berinteraksi satu dengan lainnya.34 Definisi lain tentang
komunitas adalah sejumlah keluarga dan individu-individu yang
menempati sebuah wilayah yang saling berdekatan, ditandai oleh
aspek-aspek kehidupan bersama seperti kesamaan dalam cara produksi,
kebiasaan atau tradisi dan bentuk bahasa.35
Pengertian tentang komunitas dapat pula mengacu pada Komunitas
Fungsional, yaitu komunitas yang disatukan oleh bidang pekerjaan mereka
dan bukan sekedar pada lokalitasnya saja. Misalnya, komunitas yang
33
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 66.
34
Esrom Aritonang, dkk., Pendampingan Komunitas Pedesaan, (Jakarta: Sekretariat Bina Desa, 2001), h. 11.
35
disatukan pada suatu organisasi profesi, seperti komunitas pekerja sosial,
komunitas dokter, komunitas pengacara, komunitas perawat dan
komunitas psikolog.
Ataupun komunitas fungsional berdasarkan pekerjaannya,
misalnya komunitas anak jalanan, komunitas pemulung, komunitas
pedagang asongan, komunitas pengamen, dan juga komunitas pengemis.36
Sedangkan Ferdinand Tonnies menjelaskan dalam bukunya
“Gemeinschaft und Gesellschaft-Community and Society” bahwa,
secara tipikal “gemeinschaft” mengacu kepada tata hubungan manusia
sebagai keluarga besar di pedesaan, sedangkan “geselleschaft” mengacu
kepada tatanan masyarakat yang lebih kapitalistis. Gemeinschaft atau
komunitas didasarkan atas “kehendak alami” seperti sentimen, tradisi, dan
ikatan umum sebagai kekuatan yang mengatur.37
2. Ciri-ciri Komunitas
Suatu komunitas dapat terbentuk berdasarkan ikatan geografis,
mata pencaharian, tingkat usia, jenis kelamin atau berdasarkan
tingkat-tingkat kepentingan. Selain itu, terbentuknya komunitas ditentukan oleh
adanya ikatan-ikatan yang menciptakan kesatuan keluarga dan
individu-individu dalam satu wadah. Ikatan-ikatan tersebut antara lain: ikatan
36
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, (Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001), h. 37.
37
wilayah, ikatan sosial-ekonomi, ikatan kelas sosial, ikatan usia, ikatan
jenis kelamin dan ikatan kepentingan.38
Jim Ife dan Frank Tesoriero memaknai komunitas sebagai suatu
bentuk organisasi sosial dengan lima ciri terkait berikut ini.
a. Skala Manusia
Suatu komunitas melibatkan interaksi-interaksi pada suatu
skala yang mudah dikendalikan dan digunakan oleh individu-individu.
Jadi, skalanya terbatas pada orang-orang yang saling mengenal atau
dapat dengan mudah untuk saling berkenalan apabila diperlukan, dan
di mana interaksi-interaksi sedemikian rupa sehingga mudah di akses
oleh semua orang
b. Identitas dan kepemilikan
Bagi kebanyakan orang, kata komunitas akan memasukkan
sebentuk perasaan „memiliki’, atau perasaan diterima dan dihargai
dalam lingkup kelompok tersebut. Hal ini menyebabkan penggunaan
istilah anggota komunitas; konsep keanggotaan memiliki arti
memiliki, penerimaan oleh yang lain dan kesetiaan kepada
tujuan-tujuan kelompok.
Termasuk ke dalam suatu komunitas memberikan rasa identitas
kepada seseorang. Komunitas tersebut dapat menjadi bagian dari
38
konsep-diri sesorang, dan merupakan sebuah aspek penting dari
bagaimana seseorang memandang tempatnya di dunia.
c. Kewajiban-kewajiban
Keanggotaan dari sebuah organisasi membawa baik hak
maupun tanggung jawab, dan sebuah komunitas juga menuntut
kewajiban tertentu dari para anggotanya. Oleh karena itu, menjadi
seorang anggota dari sebuah komunitas seharusnya tidak menjadi
pengalaman yang murni pasif, tetapi seharusnya juga melibatkan
sesuatu partisipasi aktif.
d. Gemeinschaft
Struktur-struktur dan hubungan-hubungan Gemeinschaft
terkandung dalam konsep komunitas, sebagai lawan dari struktur dan
hubungan Gesellschaft dari masyarakat massa (mass society). Jadi,
sebuah komunitas akan memungkinkan orang berinteraksi dengan
sesamanya dalam keragaman peran yang lebih besar, yang
peran-peran tersebut kurang dibeda-bedakan dan bukan berdasarkan kontrak,
dan yang akan mendorong interaksi-interaksi dengan yang lain
sebagai „seluruh warga’ ketimbang sebagai peran atau kategori yang
terbatas dan tetap. Hal ini tidak hanya penting dalam pengertian
pengembangan-diri, kontak antar manusia dan pertumbuhan pribadi –
ia juga memungkinkan individu-individu untuk menyumbangkan
berbagai bakat dan kemampuan untuk keuntungan yang lain dan
e. Kebudayaan
Sebuah komunitas memungkinkan pemberian nilai, produksi
dan ekspresi dari suatu kebudayaan lokal atau berbasis-masyarakat,
yang akan mempunyai ciri-ciri unik yang berkaitan dengan komunitas
yang bersangkutan, yang akan memungkinkan orang untuk menjadi
produsen aktif dari kultur tersebut ketimbang konsumen yang pasif,
dan yang akan, kemudian, mendorong baik keanekaragaman diantara
komunitas maupun partisipasi yang berbasis-lebar.39
D. Punk
1. Pengertian Punk
Punk adalah perilaku yang lahir dari sifat melawan, tidak puas hati,
marah, dan benci terhadap sesuatu yang tidak pada tempatnya (sosial,
ekonomi, dan budaya) terutama pada tindakan yang menindas. Punk itu
menyampaikan kritikan, mereka hidup bebas dan tetap bertanggung jawab
pada setiap pemikiran dan tindakannya. Oleh sebab itu, mereka
menciptakan perlawanan yang hebat dengan realisasi musik, gaya hidup,
komunitas, dan kebudayaan sendiri.40
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Punk diartikan sebagai
pemuda yang ikut gerakan menentang masyarakat yang mapan, dengan
39
Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014), h. 191-194.
40
menyatakannya lewat musik, gaya berpakaian, dan gaya rambut yang
khas.41
Pemaknaan tentang Punk juga dipaparkan oleh Mike Marjinal
(salah satu pendiri komunitas Taring Babi) sebagai berikut,
“punk itu identik dengan suatu kebebasan, yang mana di dalamnya
memiliki pesan-pesan yang bicara akan perubahan untuk sebuah keadilan bersama serta memberikan suatu motivasi mengenai bagaimana orang memahami hidup dan lingkungannya sehingga mampu menjadi dirinya sendiri (be your self).42
Bob Oi (salah satu pendiri komunitas Taring Babi), juga
mengungkapkan tentang punk bahwa:
“kita semua sama disini, semua manusia sama, bagaimana kita bisa saling memahami, bisa saling mengerti, bisa saling support, respect, menjaga semua, nah itu, itu punk”43
2. Sejarah Punk
Sejarah punk berawal dari generasi di Amerika dan Inggris yang
berkembang menjadi bervariasi diberbagai belahan dunia secara positif
dan negatif. Kata “Punk” pertama kali muncul dalam esai tahun 1970
Kamus Besar Bahasa Indonesia online, diakses dari http://kbbi.web.id/punk, pada selasa, 17 Januari 2017.
42
Wawancara Pribadi dengan Mike Marjinal, di Sanggar Komunitas Taring Babi, Jakarta, pada Selasa, 15 November 2016.
43
Transkip wawancara dengan Bob Oi, Dokumen “Observasi Komunitas Taring Babi @
musik punk bagai tangisan pedih menuju jurang omong kosong. Jika
dalam puisi, maka puisi itu dimuntahkan tanpa plot.44
Ketika Punk muncul di Inggris, negara itu sedang mengalami krisis
ekonomi sehingga banyak masalah yang timbul seperti pengangguran yang
parah dan peningkatan kekerasan di jalanan. Oleh sebab itu, generasi muda
di Inggris khususnya yang berasal dari kalangan kelas pekerja, menjadikan
Punk sebagai wadah yang mewakili suara mereka. Punk menjadi sebuah
terobosan dalam hal kebebasan berbicara bagi kaum muda kelas bawah
yang jarang memiliki suara, baik secara budaya maupun politik.45
Punk di Indonesia tidak hadir karena gejolak yang terjadi
sebagaimana di Amerika atau Inggris. Masuknya punk di Indonesia berkat
pemberitaan media mainstream. Kultur punk dikenal pertama kali dalam
bentuk musik dan fashion. Permasalahan nyata disekitar punk ataupun
anggapan keliru tentang punk yang kemudian timbul dalam masyarakat
bukanlah hal yang mengherankan. Hanya saja adopsi mentah secara
mencolok mengakibatkan punk dicap negatif.
Punk yang menciptakan suatu perubahan, gaya hidup, komunitas,
dan budaya sendiri juga berlaku di Indonesia bahkan cukup marak. Taring
Babi adalah salah satu contoh dari komunitas punk yang suka
bersosialisasi. Mereka jauh dari kesan punk yang menyeramkan. Meski
bergaya punk, mereka suka melakukan kegiatan yang melibatkan
44
Widya G, Punk: Ideologi yang Disalahpahami, h. 12-13.
45
masyarakat sekitar, semisal menyablon, melukis, cukil kayu, membuat
souvenir, atau belajar membuat tatto.46
3. Jenis-jenis Punk
a. Anarcho Punk
Anarcho Punk termasuk salah satu komunitas yang keras dan
idealis dengan ideologi yang mereka anut. Mereka menganut
anti-otoritarian dan anti-kapitalis. Dapat dikatakan mereka menutup diri
dengan orang lain dan kekerasan menjadi bagian kehidupan mereka.
Disisi lain, banyak dari anarcho punk adalah pendukung isu-isu
hewan, kesetaraan ras, anti-homofobia, feminisme,
environmentalisme, otonomi pekerja, gerakan anti-perang, dan
gerakan anti-globalisasi. Anarcho punk juga mengkritik lemahnya
gerakan punk itu sendiri dan budaya pemuda yang lebih luas secara
umum.47
b. Crust Punk
Crusties merupakan istilah untuk anggota sub-kultur yang
sekarang lebih dikenal dengan istilah crust punk yang merujuk pada
punk jalanan atau penghuni liar. Anggota crust punk terkenal
berpenampilan kusut dan kritikannya yang pedas. Mereka juga suka
melakukan protes di jalanan, mengemis, penghuni liar, melompat naik
ke kereta, penghibur jalanan dan tuna wisma muda. Banyak crusties
46
Ibid., h. 117-119.
47
yang bergaya hidup bermigrasi mengambil pekerjaan sementara atau
musiman seperti panen tanaman. Pekerjaan yang tidak tetap tersebut
sering membuat mereka tampak bagai pengangguran.48
c. Glam Punk
Para anggota dari komunitas ini merupakan para seniman yang
pengalaman sehari-harinya dituangkan sendiri dalam berbagai macam
karya. Mereka menjuhi perselisihan dengan sesama komunitas
maupun orang lain. Band glam punk yang berpengaruh adalah New
York Dolls dengan penampilannya yang androgini49.50
d. Nazi Punk
Nazi punk merupakan minoritas terkecil di sub-kultur punk.
Anggotanya berpaham ideologi nasionalis kulit putih yang erat
kaitannya dengan skinhead kulit putih. Dalam bermusik, seperti
halnya sifat nazi, mereka menggunakan lirik yang mengungkapkan
kebencian terhadap kelompok-kelompok minoritas seperti
orang-orang Yahudi, kulit hitam, multi-ras, dan homoseksual.51
e. Oi
Androgini adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pembagian peran yang sama dalam karakter maskulin dan feminin pada saat yang bersamaan.
50
Widya G, Punk: Ideologi yang Disalahpahami, h. 56.
51
Ibid., h. 57.
52
kaum elit atau orang yang bekerja sepanjang hari sebagai budak gaji
atau orang yang selalu merasa berbeda dapat dikaitkan dengan Oi.53
f. Queercore
Queercore adalah budaya dan gerakan sosial yang dimulai pada
pertengahan 1980-an sebagai sebuah cabang dari punk. Anggotanya
terdiri dari orang-orang yang pada umumnya “sakit”, yaitu para
lesbian, homoseksual, biseksual, dan para transeksual. Queercore
mengekspresikan dirinya dalam gaya do it yourself melalui majalah
penggemar, musik, menulis, seni, dan film.54
g. Riot Grrrl
Riot grrrl merupakan gerakan punk feminis bawah tanah yang
dimulai awwal tahun 1990-an. Riot band grrrl sering mengangkat
isu-isu seperti pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, seksualitas,
dan pemberdayaan perempuan.55
h. Scum Punk
Scum punk menamakan anggotanya sebagai straight edge
scene. Mereka sangat peduli dengan kenyamanan, kebersihan,
kebaikan moral, kesehatan, menhahargai diri sendiri juga orang lain.
Mereka berusaha tidak mengkonsumsi zat-zat yang dapat merusak diri
sendiri. Scum punk mencoba menggabungkan antara kehidupan keras
53
Widya G, Punk: Ideologi yang Disalahpahami, h. 57.
54
Ibid., h. 58.
55
dengan musik punk yang sama kerasnya. Di sisi lain, terdapat
pro-kontra dalam scum punk karena mereka memiliki filosofi hidup life
hard die young. Hidup mereka untuk hari ini, tidak terlalu memikirkan
masa depan.56
i. Skate Punk
Skate punk dimulai pada pertengahan 1980-an di California.
Ketika itu, bermain skateboard semakin populer dan dianggap sebagai
suatu bentuk perlawanan. Adanya tumpang tindih yang signifikan
antara suara skate punk dan bentuk lain dari punk, membuat banyak
band dari skate punk juga termasuk ke dalam genre seperti pop punk,
melodic hardcore, hardcore punk, dan trashcore.57
j. Ska Punk
Ska punk merupakan gabungan antara punk dengan musik asal
Jamaika yang biasa disebut reggae. Mereka juga memiliki jenis tarian
tersendiri yang biasa mereka sebut dengan skanking atau pogo.58
56
Ibid., h. 59.
57
Ibid., h. 60.
58