• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran kooperatif t (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran kooperatif t (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TEAMS-GAMES-TOURNAMENTS (TGT) TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA

KONSEP SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

Leonard

Kiki Dwi Kusumaningsih

Universitas Indraprasta PGRI Email: leonard@unindra.net

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (TGT) terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada konsep Sistem Pencernaan Manusia. Penelitian ini bersifat eksperimen kuasi yang dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sukakarya. Kelas eksperimen dan kelas kontrol dipilih secara acak. Kelas eksperimen menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Data penelitian diperoleh melalui; prates dan pascates pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, observasi pada kelas eksperimen. Hasil dari pengolahan data menunjukan bahwa rata-rata kemampuan awal siswa kelas kontrol lebih tinggi dari pada kelas eksperimen, rata-rata kemampuan akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sama, rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Rata-rata peningkatan (N-Gain) prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen sebesar 43% berada pada kriteria sedang, sedangkan pada kelas kontrol adalah 29% berada pada kriteria rendah. Hasil observasi menunjukan kegiatan kooperatif yang dominan adalah kegiatan berada dalam tugas yaitu sebesar 98%. Dari hasil penelitian, hipotesis terbukti bahwa peningkatan prestasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Kata Kunci : Kooperatif, TGT, Hasil Belajar Biologi, N-Gain

PENDAHULUAN

Salah satu komponen yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan adalah proses belajar mengajar, karena proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang berkaitan secara langsung dengan proses dan produk di lapangan. Proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan interaksi yang dinamis antara siswa dengan guru dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keberhasilan proses pembelajaran selain ditentukan oleh cara mengajar guru dan cara belajar siswa juga ditentukan faktor lain seperti kurikulum, sarana dan prasarana, media serta situasi dan kondisi lingkungan belajar.

Pendidikan biologi merupakan salah satu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tujuan pendidikan ilmu pengetahuan alam pada hakikatnya adalah perolehan pengetahuan IPA

oleh siswa baik sebagai produk maupun sebagai proses. Dalam kenyataannya di lapangan, pengajaran IPA lebih ditekankan pada produk dari pada proses (Amien, 1987:125). Selain itu pembelajaran biologi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dewasa ini dipandang sebagai pengajaran yang kurang menyentuh kehidupan sehari-hari dan hanya terbatas di sekolah saja.

Melalui kegiatan pembelajaran, sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berpikir. Untuk mendukung hal tersebut maka melalui pembelajaran biologi guru hendaknya dapat mengkondisikan dan memotivasi siswa untuk belajar berpikir dan bukan untuk mengajarkan berpikir (Costa dalam Satriani, 2003), sebab suatu masalah umunya tidak dapat dipecahkan tanpa berfikir.

(2)

adalah dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu penyampaian materi dari guru kepada siswa berpusat pada guru (Teacher Centered Learning). Biologi merupakan salah satu mata pelajaran yang dimasukkan kedalam Ujian Akhir Nasional (UAN) yang juga dapat menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa. Di SMP 1 Sukakarya hasil belajar biologi dinilai masih rendah, apalagi dihubungkan dengan nilai kelulusan SMP untuk mata pelajaran yang diUANkan yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 4,25.

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan mengembangkan strategi pembelajaran kooperatif. Uzer Usman (2008:21) berpendapat bahwa dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya ada lima variabel yang menentukan keberhasilan belajar siswa, yaitu melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi siswa, memperhatikan kemampuan siswa dan menggunakan alat peraga yang tepat. Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat.

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Selain keunggulan yang dikemukakan tersebut model pembelajaran ini juga memiliki kelemahan yaitu, penggunaan waktu yang relatif lama dan biaya yang besar, jika kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator kurang memadai atau sarana tidak cukup tersedia maka pembelajaran kooperatif tipe TGT sulit dilaksanakan. Kelemahan dalam hal dana, dapat diatasi guru dengan membentuk tim pengajar, sehingga menciptakan siswa yang berkualitas

atau hasil belajar memuaskan, sedangkan kelemahan dalam hal waktu, sebenarnya bisa teratasi apabila seorang pengajar sudah menyusun dan merencanakan bahan ajar jauh lebih awal sebelum mengajar.

PERUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar biologi pada Materi Konsep Sistem Pencernaan Manusia. Mengingat rumusan masalah di atas masih sangat luas, maka diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.

Bagaimana gambaran aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran?

2.

Bagaimana gambaran aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung?

3.

Bagaimana prosedur yang tepat untuk meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)?

4.

Bagaimana penguasaan materi oleh siswa pada konsep konsep pencernaan manusia?

TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Belajar

Sebagai landasan penguraian apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi belajar dari para ahli, dibawah ini:

Oemar Hamalik (1990:21) menyatakan, belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Belajar adalah ciri khas manusia dan yang membedakannya dengan makhluk hidup yang lain. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja, baik di sekolah, di kelas, di jalanan dalam waktu yang tak dapat ditentukan sebelumnya. Selain itu belajar senantiasa di landasi oleh itikad dan tujuan tertentu (Rafik Hariri 2008 : 12).

(3)

“belajar sebagai proses usaha atau berlatih agar mendapat suatu kepandaian”. Dalam implementasinya belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar.

Berdasarakan pendapat pada ahli, penulis menyimpulkan bahwa adalah kegiatan yang berhubungan dengan perubahan tingkah laku manusia, yang diakibatkan oleh pengalaman. Hal tersebut diperoleh dari pengetahuan, perilaku, dan keterampilan, melalui jalan latihan yang senantiasa di landasi oleh itikad dan tujuan tertentu.

2. Pengertian Mengajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:17) mengajar adalah memberi pelajaran; melatih. Nasution (2004:4) mengemukakan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.

Sedangkan W H. Burton dalam Ferdy Triyana D. Y. (2008: 13) menyatakan bahwa mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Lebih lanjut Gagne & Briggs dalam Agus Andriana (2005: 11) menjelaskan bahwa yang penting dalam mengajar bukanlah upaya guru untuk menyampaikan bahan, melainkan mengupayakan agar siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Ini berarti bahwa upaya guru hanya merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa untuk belajar. Hal ini sesuai dengan paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Suparno,1997 :65) dalam Agus Andriana.

Mengajar pada penelitian ini diartikan sebagai suatu upaya berupa pemberian rangsangan, bimbingan, pengarahan dan dorongan yang dilakukan oleh guru agar siswa aktif mencari, menemukan dan memaknai pengetahuannya sendiri. Peranan guru berubah, bukan saja sebagai penyampai informasi (informator), melainkan juga bertindak sebagai fasilitator dan motivator bagi terjadinya proses belajar mengajar.

3. Proses Belajar Mengajar

Usman dan Setiawati dalam Agus Andriana (2005 :12) mengemukakan, bahwa proses belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi yang edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pada proses belajar mengajar ini terjadi komunikasi dua arah dalam mempelajari suatu materi pelajaran, pertama adalah mengajar yang dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan kedua adalah belajar yang dilakukan oleh siswa atau peserta didik.

Proses belajar mengajar yang dilaksanakan bukan terpusat pada guru (teacher centered) tetapi berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran dalam kegiatan ekspolarsi bahwa guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (Buku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP). Proses belajar mengajar yang berfokus pada siswa juga dijelaskan pada paham konstuktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus dimaknai sendiri oleh masing-masing orang, pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan pemelajaran akan berlangsung dengan baik jika guru mempunyai dua kompetensi utama yang dijelaskan Dunkin dan Biddle dalam Agus Andriana (2005:13) yaitu : (1) penguasaan materi pelajaran, (2) penguasaan metode pemelajaran. Artinya bahwa apabila proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan ingin berjalan dengan baik, selain guru harus menguasai meteri pelajaran, guru juga harus menguasai metode pemelajaran yang sesuai dengan kebutuhan materi pelajaran.

(4)

4. Pembelajaran Konvensional

Model mengajar menempati fungsi yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan, karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh siswa dan guru. Oleh karena itu penyusunan hendaknya berdasarkan analisa tugas yang mengacu pada tujuan kurikulum dan berdasarkan perilaku awal siswa.

Model konvensional atau yang sering dikenal dengan metode ceramah merupakan model atau metode mengajar yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin dianggap oleh guru sebagai metode mengajar yang paling mudah dilaksanakan. Kalau bahan pelajaran dikuasai dan sudah ditentukan urutan penyampaiannya, guru tinggal menyajikannya di depan kelas. Murid-murid memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa isinya dan membuat catatan. Metode ceramah atau kuliah (lecture) merupakan suatu cara belajar-mengajar dimana bahan disajikan oleh guru secara monolog (sologuy) sehingga pembicaraan lebih bersifat satu arah (one way communication).

Abin Syamsudin M (1986: 162) mengungkapkan :

Metode ceramah dalam kuliah merupakan suatu cara belajar mengajar dimana bahan disajikan oleh guru secara monolog sehingga pembicaraan lebih bersifat satu arah. Adapun aktifitas siswa hanya terbatas kepada memperhatikan, mendengarkan, mencamkan, mencatat, dan kalau perlu diberi kesempatan menjawab dan atau mengemukakan pertanyaan.

5. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran ini yang membedakan dengan pembagian kelompok yang asal-asalan.Pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif (Anita Lie, 2002:28-29).

Sependapat dengan Lie, Sunal dan Hans dalam Ferdy Triyana D. Y. (2008: 21) menyatakan bahwa model pembelajaran

kooperatif adalah suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk mendorong siswa agar bekerja sama selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya Cooperative Learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari tiap anggota kelompok itu sendiri.

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan siswa untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan siswa lain dalam suasana gotong royong yang harmonis dan kondusif Suasana positif yang timbul dari metode pembelajaran kooperatif dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk menyukai pelajaran dan sekolah serta guru. Dalam kegiatan yang menyenangkan ini, siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan berfikir (Anita Lie, 2002:90). Johnson & Johnson dalam Anita Lie (2002:7) mengatakan bahwa ada banyak data yang menunjukkan suasana pembelajaran kooperatif menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa.

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memandang keberhasilan individu berorientasikan dalam keberhasilan kelompok. Dalam hal ini, maka peserta diklat berusaha keras membantu dan mendorong pada teman-temannya untuk bersama-sama berhasil dalam belajar.

Melalui pembelajaran kooperatif peserta diklat bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab atas pembelajaran yang dilakukan. Menekankan pada tujuan dan keberhasilan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mempelajari apa yang diajarkan.

b. Teams Games Tournaments (TGT) Sebagai

Salah Satu Bentuk Pengembangan

Pembelajaran Kooperatif

(5)

tahun 1990. pada metode ini siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan 4-6 orang yang merupakan campuran menurut tingkat akademik, kinerja, jenis kelamin dan suku. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari beberapa tahap, dan pada awal kegiatan, siswa terlebih dahulu mendapat pemberitahuan bahwa pada akhir kegiatan pembelajaran akan diadakan turnamen antar kelompok berupa kegiatan tanya jawab seputar materi. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut slavin dan De Vries, antara lain:

1). Persiapan Pembelajaran

Untuk tipe TGT penyusunan materi pelajaran dibuat sedemikian rupa dengan maksud agar dapat disajikan dalam presentasi kelas, belajar kelompok, dan turnamen akademik. Bentuk persiapan tersebut dapat dikemas dalam satu perangkat pembelajaran yang terdiri rencana pembelajaran, bahan ajar, lembar kerja, persiapan turnamen akademik dan tes hasil belajar yang akan diujikan setelah selesai pembelajaran.

2). Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran TGT mempunyai beberapa komponen untuk mendukung pelaksanaan yaitu: presentasi kelas, kelompok belajar, turnemen, penghargaan (Rahadi, 2002:16) berikut ini dipaparkan mengenai masing-masing komponen.

a). Presentasi Kelas

Pada kegiatan ini guru memperkenalkan materi pelajaran yang akan dibahas, yaitu dengan cara pengajaran langsung, diskusi atau dapat dengan metode lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam presentasi kelas ini berbeda dengan presentasi biasa, karena presentasi kelas pada pembelajaran kooperatif tipe TGT yang disampaikan hanya menyangkut pokok-pokok materi dan penjelasan tentang teknik pembelajaran yang akan digunakan.

b). Kelompok

Sebuah kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT dibentuk dengan beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa, terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan akadimik berbeda dan mempertimbangkan kriteria heterogen (jenis kelamin, kemampuan akademik, suku, latar belakang sosial). Pada penelitian ini pengelompokan siswa mempertimbangkan jenis kelamin dan kemampuan akademik

berdasarkan nilai ujian prates sebelumnya. Cara menentukan anggota kelompok diantaranya adalah sebagai berikut:

(a). Menentukan peringkat siswa. (b). Menentukan jumlah kelompok.

3). Pelaksanaan Belajar Kelompok

Perangkat pembelajaran yang diperlukan yaitu bahan ajar, kegiatan utama pada tahap ini adalah siswa mempelajari bahan ajar sesuai dengan materi yang sedang dipelajari dan mengerjakan lembar kerja secara kelompok. Perlu ditekankan pada siswa bahwa ada aturan dasar dari belajar kelompok agar tercapai dengan baik, yaitu:

a. Siswa mengatur bangku dan duduk sesuai kelompok.

b. Siswa diberikan waktu untuk memilih nama kelompok

c. Siswa diharuskan bekerja secara kelompok.

d. Siswa menghentikan belajarnya jika semua anggota kelompok telah memahami materi yang sedang dipelajari, atau telah menjawab semua soal yang ditugaskan atau waktu yang telah disediakan untuk mempelajari materi yang ditugaskan telah habis.

e. Ketika semua siswa sedang belajar bersama kelompok sebaiknya guru berkeliling dalam kelas memperhatikan cara kerja mereka dan memberikan bimbingan belajar jika memang diperlukan.

4). Turnamen Akademik

(6)

KELOMPOK A A-1 A-2 A-3 A-4 ting rt-rt. rt-rt ren

Meja Meja Meja Meja Turnamen Turnamen Turnamen Turnamen 1 2 3 4

B-1 B-2 B-3 B-4 C-1 C-2 C-3 C-4 ting rt-rt. rt-rt ren ting rt-rt. rt-rt ren KELOMPOK B KELOMPOK C

Gambar 1. Penempatan siswa dalam meja turnamen (Slavin, 2008:168)

Pada awal periode permainan, umumkanlah penempatan meja turnamen dan mintalah mereka memindahkan meja-meja bersama atau menyusun meja sebagai meja turnamen. Acaklah nomor-nomornya supaya para siswa tidak bisa tahu mana meja “atas” dan yang “bawah”. Mintalah salah satu siswa yang akan dipilih untuk membagikan satu lembar permainan, atau lembar jawaban, satu kotak kartu nomor, dan satu lembar skor permainan pada tiap meja. Lalu mulailah permainan tersebut.

Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Dia lalu membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu, termasuk pilihan jawabannya jika soalnya adalah pilihan ganda. Misalnya seorang siswa yang mengambil kartu nomor 21 membaca dan menjawab soal nomor 21. Pembaca yang tidak yakin akan jawabannya diperbolehkan menebak tanpa dikenai sanksi. Jika konten dari permainan tersebut melibatkan permasalahan, semua siswa (bukan hanya si pembaca) harus mengerjakan

(7)

Gambar 2. Aturan Permainan (Slavin, 2008:173)

5). Perhitungan Skor Perkembangan Individu

Setelah turnamen selesai selanjutnya dilakukan perhitungan skor, sambil guru melakukan pengaturan kembali posisi siswa

untuk turnamen berikutnya. Skor masing-masing dihitung berdasarkan skor yang diperoleh masing-masing anggota kelompok di meja turnamennya masing-masing.

Tabel 1. Pedoman skor turnamen akademik untuk empat orang pemain

Player No

ties

Tie for top

Tie for midle

Tie for low

3 way tie for top

3 way tie for low

4 way tie

Tie for low and hight

Top 60 50 60 60 50 60 30 50

High midle 40 50 40 40 50 30 30 50

Low midle 30 30 40 30 50 30 30 30

Low 20 20 20 30 20 30 30 30

(Slavin, 2008)

6). Pergeseran

Dengan ketentuan meja turnamen pertama adalah meja tempat berkompetisi siswa dengan kemampuan awal tertinggi dalam kelompok, maka meja ini adalah meja yang mempunyai tingkatan paling tinggi. Begitu juga meja turnamen-2 lebih tinggi tingkatannya apabila dibandingkan dengan meja turnamen-3, begitu pula seterusnya pola ini diterapkan sampai meja turnamen terakhir dilaksanakan. Siswa pemenang (skor tertinggi) pada setiap meja turnamen

posisinya dinaikan atau bergeser satu tingkat ke meja turnamen yang tingkatannya lebih tinggi, sedangkan siswa yang memiliki skor paling rendah turun ke meja yang lebih rendah tingkatannya. Jika siswa yang yang terletak pada meja turnamen-1 memiliki nilai tertinggi, maka posisinya tidak berubah atau tetap pada meja turnamen-1. untuk lebih jelasnya mengenai skema pergeseran siswa setiap pelaksanaan turnamen dapat dilihat pada gambar 3.

Pemain 1

1. Ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembagr permainan

2. Bacalah pertanyaan dengan keras 3. cobalah untuk menjawab soal

Pemain 2

Menantang jika memang dia mau (dan memberikan jawaban berbeda) atau boleh melewatinya.

Pemain 3

(8)

Meja Turnamen-1

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah



Meja Turnamen-2

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah



Meja Turnamen-3

Nilai Tertinggi

Nilai Terendah



Gambar 3. Pergeseran (Slavin, 2008:179)

7). Penghargaan Kelompok

Pada setiap akhir turnamen dilakukan perhitungan skor yang dimaksudkan untuk menentukan kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi serta pembagian kriteria kelompok sesuai dengan skor yang diperoleh. Penghargaan kelompok diberikan setelah pembelajaran selesai, dengan mengelompokan masing-masing kelompok ke dalam tiga kriteria, seperti yang ditunjukan pada tabel 2.

Tabel 2. Pedoman penghargaan kelompok

Nilai (N) Kriteria

N≥50 Super Team 45≤N<50 Great Team 40≤N<45 Good Team

Kelompok yang memiliki nilai sesuai dengan kriteria diberi julukan super team, great team, dan good team.

8). Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

a). Kelebihan

 Melalui interaksi dengan anggota kelompok, semua memiliki kesempatan untuk belajar mengemukakan pendapatnya atau memperoleh pengetahuan dari hasil diskusi dengan anggota kelompoknya

 Pengelompokan siswa secara heterogen dalam hal tingkat kemampuan, jenis kelamin, maupun ras diharapkan dapat membentuk rasa hormat dan saling menghargai di antara siswa.

 Dengan belajar kooperatif siswa mendapat keterampilan kooperatif yang tidak dimiliki pada pembelajaran lain.

 Dengan diadakannya turnamen diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik bagi diri maupun kelompoknya.

 Dengan turnamen dapat membentuk siswa mempunyai kebiasaan bersaing sportif dan selanjutnya menumbuhkan keberanian dalam berkompetisi, akibatnya siswa selalu dalam posisi unggul.

 Dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT, dapat menanamkan betapa pentingnya kerjasama dalam pencapaian tujuan belajar baik untuk dirinya maupun seluruh anggota kelompok

 Kegiatan belajar mengajar berpusat pada siswa sehingga dapat menumbuhkan keaktifan siswa

b). Kekurangan

(9)

 Jika kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator kurang memadai atau sarana tidak cukup tersedia maka pembelajaran kooperatif tipe TGT sulit dilaksanakan

 Apabila sportifitas siswa kurang, maka keterampilan berkompetisi siswa yang terbentuk bukanlah yang diharapkan

6. Tinjauan Tentang Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia adalah salah satu materi pembelajaran yang yang memberikan konsep mendasar berfikir tentang pengertian, fungsi, cara kerja, proses pencernaan dalam tubuh manusia dan gangguan organ-organ pencernaan. Materi pembelajaran ini sebagai dasar untuk mempelajari materi yang berhubungan pada tingkat yang lebih tinggi. Pada umumnya siswa mempunyai kesulitan dalam memahami proses yang terjadi didalam tubuh sehingga memerlukan penjelasan dan pembukian secara ilmiah.

KERANGKA BERPIKIR

Sengaja penulis mengangkat model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai bahan kajian yang dikaitkan dengan materi ajar sistem pencernaan manusia kelas VIII semester I, diharapkan agar siswa dapat menanamkan rasa kebersamaan, saling ketergantungan dan saling memiliki suatu kelompok, sehingga di saat peserta didik tampil dalam kehidupan bermasyarakat telah dibekali jiwa saling menghargai, menghormati pendapat orang lain dan membangun kerjasama menentukan sesuatu yang dinikmati bersama keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam belajar kelompok di laboratorium memunculkan diskusi dalam memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Tetapi mengapa harus sistem pencernaan manusia sebagai pilihan materi kajian? Karena konsep sistem pencernaan merupakan pengetahuan deklaratif yang luas, namun dapat dipelajari melalui ingatan. Dalam mempelajari konsep sistem pencernaan memang tidak hanya penguasaan pengetahuan tetapi diperlukan pula pengetahuan prosedural dan proses ilmiah untuk memahami kandungan zat dalam suatu bahan makanan melalui praktikum uji makanan. Dalam penelitian ini dibatasi pada pengetahuan deklaratif. Hal lain yang menjadi alasan adalah menariknya materi sistem

pencernaan karena berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari sehingga membantu terlaksananya interaksi antar siswa. Maka dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT penulis ingin melihat secara empiris mengenai pengaruh pembelajaran model ini terhadap hasil belajar siswa.

HIPOTESIS

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian yang perlu dibuktikan kebenarannya. Siregar (2004: 129) mengemukakan bahwa “Hipotesis adalah dugaan (penaksiran) sementara mengenai suatu hal, melalui sekelompok sampel yang terukur, untuk menjelaskan populasinya, tetapi kebenarannya belum teruji”. Pembuktian dilakukan melalui pengukuran dan analisis terhadap sampel yang diambil dari populasi.

Bertitik tolak dari pengertian di atas, anggapan dasar dan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Peningkatan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dari hasil belajar siswa yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT.

METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) dalam suatu kegiatan belajar mengajar di kelas terhadap perbedaan hasil belajar siswa. Hasilnya dapat dilihat dari perbedaan prestasi belajar siswa antara kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournaments (TGT) dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi sistem pencernaan manusia.

(10)

Populasi penelitian yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sukakarya, dengan sampel sebanyak 61 siswa. Pengambilan sampel menggunakan random sampling pada semua kelas VIII.

Variabel pada penelitian ini termasuk pada variabel normatif yang terdiri dari dua kelompok yaitu variabel eksperimen dan variabel kontrol. Variabel eksperimennya adalah peningkatan prestasi belajar pada siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe TGT, sedangkan variabel kontrolnya adalah peningkatan prestasi belajar pada siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional. Instrument penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan siswa sebelum dan sesudah eksperimen, yang telah diuji validitasnya. Uji hipotesis penelitian didasarkan pada data peningkatan (N-Gain) prestasi belajar. Analisis data untuk pengujian hipotesis penelitian menggunakan statistic parametrik pada taraf signifikansi 5%. Perlu diketahui gambaran secara langsung keterampilan kooperatif siswa selama kegiatan pembelajaran kooperatif dengan model TGT berlangsung, maka dari itu di buat lembar observasi dengan keterampilan yang diamati adalah: (1) Berada dalam tugas atau kelompok, (2) Menghargai pendapat orang lain, (3) Mendengarkan dengan aktif, (4) Mengambil giliran dan berbagi dalam tugas, (5) Bertanya. Pengolahan data untuk mengukur keterampilan kooperatif siswa dengan menggunakan lembar observasi adalah dengan menggunakan perhitungan sebaran siswa pada setiap kategori kemampuan untuk setiap aspek pengamatan.

HASIL PENELITIAN

A.Deskripsi Data Penelitian (N-Gain hasil test belajar siswa)

1. Analisis N-Gain hasil belajar siswa kelompok eksperimen

Responden kelompok eksperimen sebanyak 34 siswa, data N-gain hasil belajar biologi rata-ratanya adalah 0,43, dengan simpangan baku 0,16. Hal ini menunjukan bahwa nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen adalah cukup bagus. Jika dilihat dari criteria normalized gain bahwa jika nilai N-Gain nya lebih besar dari 0,70 termasuk criteria tinggi, nilai N-Gain nya lebih besar atau sama dengan 0,30 dan nilai N-Gain

nya kurang dari atau sama dengan 0,70 maka termasuk criteria sedang, sedangkan yang termasuk criteria rendah adalah jika nilai N-Gain nya kurang dari 0,30. Siswa kelompok eksperimen yang termasuk criteria tinggi sebanyak 3 orang, yang termasuk criteria sedang ada 22 orang dan yang termasuk criteria rendah ada 9 orang, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan hasil belajar siswa pada materi pembelajaran system pencernaan manusia termasuk baik.

2. Analisis N-Gain hasil belajar siswa kelompok kontrol

Responden kelompok kontrol sebanyak 27 siswa, data N-gain hasil belajar biologi rata-ratanya adalah 0,29, dengan simpangan baku 0,12. Hal ini menunjukan bahwa nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen adalah kurang dibandingkan kelompok eksperimen. Jika dilihat dari criteria normalized gain bahwa jika nilai N-Gain nya lebih besar dari 0,70 termasuk criteria tinggi, nilai N-Gain nya lebih besar atau sama dengan 0,30 dan nilai N-Gain nya kurang dari atau sama dengan 0,70 maka termasuk criteria sedang, sedangkan yang termasuk criteria rendah adalah jika nilai N-Gain nya kurang dari 0,30. Siswa kelompok kontrol yang termasuk criteria tinggi tidak seorang pun, yang termasuk criteria sedang ada 14 orang dan yang termasuk criteria rendah ada 13 orang, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan hasil belajar siswa pada materi pembelajaran system pencernaan manusia termasuk kurang baik.

B. Hasil Penelitian 1. Data Tes

Untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa maka dilakukan tes sebanyak dua kali, yaitu tes pertama diberikan sebelum pembelajaran kooperatif tipe TGT dimulai (prates) dan tes yang kedua diberikan pada saat pembelajaran kooperatif tipe TGT berakhir (pascates). Kedua tes ini diberikan pada kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen maupun kelas VIII.2 sebagai kelas kontrol. Soal tes yang diberikan berbentuk pilihan ganda sebanyak 25 soal menyangkut pokok bahasan Sistem Pencernaan Manusia dan

(11)

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes

Data Skor Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Prates

Banyak data 34 27

Rata-rata 57,62 62,67 Simpangan baku 10,1 9,82

Varian 102,01 96,43

Skor terendah 36 32

Skor tertinggi 80 84

Pascates

Banyak data 34 27

Rata-rata 76,59 73,67 Simpangan baku 10,96 8,09

Varian 120,12 65,45

Skor terendah 44 60

Skor tertinggi 96 80

N-Gain

Banyak data 34 27

Rata-rata 0,43 0,29

Simpangan baku 0,16 0,12

Varian 0,0256 0,0144

Skor terendah 0,13 0,00 Skor tertinggi 0,83 0,56

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan langkah pengujian dengan menggunakan statistik parametrik atau non parametrik apa yang dipakai dalam pengujian hipotesis.

Tabel 4. Rekapitulasi Uji Normalitas

Statistik Prates Pascates N-Gain

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

2

Hitung 2,25 3,19 3,71 4,80 2,09 1,83

Dk 5 5 5 5 5 5

Α 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05

2

Tabel 11,0705 11,0705 11,0705 Syarat 2 Hitung≤ 

2

Tabel 

2 Hitung≤ 

2

Tabel 

2 Hitung≤ 

2 Tabel

Kesimpulan Normal Normal Normal Normal Normal Normal Dengan membandingkan 2Hitung dengan nilai

2

Tabeluntuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (DK) = k – 1 = 6 – 1 = 5, maka dicari pada tabel chi-kuadrat didapat 2Tabel = 11,0705 dengan kriteria pengujian, jika

2hitung ≤

2tabel, berarti data berdistribusi normal. Berdasarkan tabel 4.7,

prates, pascates, n-gain dari kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

(12)

Tabel 5. Rekapitulasi Uji Homogenitas

Statistik Prates Pascates N-Gain

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Varian 102,01 96,43 120,12 65,45 0,0256 0,0144

DK 33 26 33 26 33 26

F Hitung 1,06 1,83 1,78

F tabel 1,885 1,885 1,885 Syarat F hitung < F tabel F hitung < F tabel F hitung < F tabel

Kesimpulan Homogen Homogen Homogen Dengan membandingkan nilai F Hitung dengan

F Tabel dengan rumus :

dk pembilang = n – 1 = 34 – 1 = 33 (untuk varians terbesar), dk penyebut = n – 1 = 27 – 1 = 26 (untuk varians terkecil). Taraf signifikan (α) = 0,05, maka dicari pada tabel F didapat Ftabel = 1,885, dengan kriteria pengujian jika F hitung < F

tabel berarti homogen. Tabel 4.8. menunjukan bahwa prates, pascates, n-gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.

c. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat adanya perbedaan peningkatan prestasi belajar (N-Gain) pada siswa. Data yang akan diuji hipotesis perbedaan rata-ratanya adalah peningkatan prestasi belajar pada siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Gambar 4. Rata-rata Perolehan Nilai Siswa

Data peningkatan prestasi belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol telah diketahui bahwa berdistribusi normal dan homogen, sehingga dapat dilakukan statistik parametrik, selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa dengan melakukan uji-t.

Tabel 6. Pengujian Hipotesis

Hasil Kelas Data

Rata-rata S Varian thitung ttabel Kesimpulan

Prates Eksperimen 34 57,62 10,1 102,01 1,97 1,67 Terdapat perbedaan Kontrol 27 62,67 9,82 96,43

Pascates Eksperimen 34 76,59 10,96 120,12 1,20 1,67 Tidak terdapat perbedaan Kontrol 27 73,67 8,09 65,45

N-gain Eksperimen 34 0,43 0,16 0,0256 3,89 1,67 Terdapat perbedaan Kontrol 27 0,29 0,12 0,0144

Dengan mengambil taraf signifikan α = 0,05 dan dk = 34+27-2=59 maka diperoleh ttabel=1,67, dengan syarat jika thitung > ttabel dapat disimpulkan terdapat perbedaan, jika thitung < ttabel tidak terdapat perbedaan pada rata-rata nilai belajar.

Sebelum dilakukan perhitungan perbedaan rata-rata peningkatan prestasi belajar dilakukan terlebih dahulu perhitungan perbedaan rata-rata kemampuan awal dan akhir siswa. Kemampuan awal siswa sebelum dilakukan penelitian diukur dengan mengunakan prates. Berdasarkan hasil prates yang didukung oleh uji perbedaan rata-rata antar prates pada kelompok eksperimen dan

57.62 62.67

76.59 73.67

43

29

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Eksperimen Kontrol

Kelas

R

a

ta

-r

a

ta

N

ila

i

Prates

Pascates

(13)

kontrol, menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal kedua kelompok, kelompok kontrol mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi.

Berdasarkan perhitungan dan analisis data hasil pascates yang didukung oleh uji perbedaan rata antar pascates, menunjukan bahwa rata-rata hasil pascates siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan pembelajaran umum menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan pada kedua kelompok, kemampuan akhir kedua kelompok sama.

Pengujian perbedaan rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa dengan Uji-t menunjukan bahwa secara signifikan skor rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata peningkatan prestasi belajar kelas kontrol. Skor rata-rata peningkatan prestasi belajar kelas eksperimen adalah 43% berada pada kategori sedang, sedangkan skor rata-rata peningkatan prestasi belajar kelas kontrol adalah 29% berada pada kategori rendah. Hal ini berarti bahwa pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT mempunyai pengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peningkatan prestasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, sehingga hipotesis diterima.

2. Data Observasi Keterampilan Kooperatif Siswa dalam Kelompok

Pengamatan terhadap keterampilan kooperatif siswa dalam penelitian ini dilakukan oleh pengamat, pengamatan dilakukan 5 menit sekali terhadap siswa saat bekerja dalam kelompoknya selama berlangsungnya pembelajaran. Hasil pengamatan tersebut disajikan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 7. Keterampilan siswa selama pembelajaran TGT

No. Keterampilan siswa yang diamati Rata-rata (%)

1. Berada dalam tugas 98 2. Menghargai pendapat orang lain 78 3. Mendengarkan dengan aktif 80 4. Mengambil giliran dan berbagi tugas 64

5. Bertanya 33

Dari tabel diatas terlihat bahwa kegiatan yang dominan paling besar prosentasenya adalah kegiatan berada dalam tugas yaitu sebesar 98% ini dapat diartikan bahwa siswa telah menunjukan tanggung jawabnya terhadap tugas yang diberikan. Selanjutnya diikuti oleh kegiatan-kegiatan lainnya seperti mendengarkan dengan aktif 80%, kegiatan menghargai pendapat orang lain sebesar 78% dan pada kegiatan mengambil giliran dan berbagi tugas sebesar 64% sedangkan pada kegiatan bertanya adalah kegiatan yang mempunyai prosentase yang sangat kecil yaitu 33%.

PEMBAHASAN

1. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa

Berdasarkan hasil prates yang didukung oleh uji perbedaan rata-rata antar prates pada kelompok eksperimen dan kontrol, menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan awal kedua kelompok, kelompok kontrol mempunyai kemampuan awal yang lebih tinggi daripada kelas eksperimen, nilai prates yang diperoleh siswa menunjukan kemampuan awal yang bisa saja diperoleh dari pengalaman belajar sebelumnya. Tetapi setelah dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, nilai rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi, dengan melakukan uji-t untuk mengetahui perbedaan rata-rata, dinyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar nilai rata-rata hasil belajar pada kelompok eksperimen dan kontrol. Dari kemampuan awal dan akhir itu diketahui bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa pada kelas eksperimen berhasil menyetarakan kemampuannya dengan kelas kontrol yang mempunyai kemampuan awal lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT mempunyai arti penting dalam peningkatan kemampuan siswa.

(14)

eksperimen adalah 43% berada pada kriteria sedang, untuk kelas kontrol adalah 29% berada pada kriteria rendah.

Hasil uji perbedaan rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa dengan menggunakan uji-t dan mengambil taraf signifikan  = 0,05, dinyatakan bahwa peningkatan prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan, karena rata-rata pada kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat menghasilkan peningkatan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Seperti yang telah dikemukakan terdahulu bahwa yang membedakan perlakukan dari pada kelas kontrol dalam penelitian ini adalah dengan adanya turnamen akademik yang diberikan pada kelas eksperimen. Dengan dilaksanakannya turnamen akademik ini siswa merasa tertantang dan termotivasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Siswa akan berusaha membela kelompoknya agar dalam turnamen dapat mengumpulkan skor setinggi-tingginya. Hal ini jelas mempunyai akibat yang baik bagi siswa bersama kelompoknya, keuntungannya yaitu setiap siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar sedangkan keuntungan bagi kelompoknya yaitu apabila skor kelompoknya tinggi maka kelompok tersebut akan memperoleh penghargaan karena dapat memenangkan kompetisi, hal ini sesuai dengan pendapat Uzer Usman (2008:29) guru berusaha menciptakan persaingan di antara siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi belajar yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain, Oemar Hamalik (2004:167) juga mengemukakan pendapat, perasaan untuk mempertahankan nama baik kelompok menjadi pendorong yang kuat dalam perbuatan belajar.

Kelompok terbaik pada pembelajaran kooperatif tipe TGT ini diberikan hadiah pada akhir turnamen, sehingga tiap kelompok berusaha untuk melaksanakan turnamen dengan sebaik-baiknya untuk memenangkan turnamen, hal ini memberikan motivasi pada siswa untuk berlajar, hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (2004:167) pemberian hadiah kepada siswa atau

kelompok yang mendapatkan atau menunjukan hasil belajar yang baik dapat menimbulkan motivasi belajar siswa. Sedangkan pada kelas kontrol seperti umumnya yang dilakukan dalam pembelajaran, siswa hanya diberikan pekerjaan rumah biasa ataupun ulangan harian, sehingga tidak membuat motivasi siswa tergugah.

Perbedaan suasana pembelajaran ini ternyata berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa, hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (2007:61) yang dikutip oleh Harianto (2008:74) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Meskipun demikian tentu saja masih ada juga siswa dari kelas kontrol yang memperoleh skor peningkatan prestasi belajar yang baik dalam kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Keterlaksanaan Keterampilan Kooperatif

Penelitian ini untuk mengetahui keterlaksanaan keterampilan kooperatif dan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran TGT, keterlaksanaan dan tanggapan sangat erat kaitannya dengan pandangan siswa yang berhubungan dengan penerimaan atau penolakan terhadap model pembelajaran TGT yang telah dilaksanakan.

Keterlaksanaan keterampilan kooperatif siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat diketahui melalui obeservasi yang telah dilakukan, dari hasil obeservasi tersebut kegiatan berada dalam tugas mendapat persentase yang lebih tinggi dibandingkan kegiatan lain, hal ini berarti siswa telah menunjukan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan padanya, ini disebabkan karena siswa sebagai anggota kelompok harus melaksanakan tugasnya sendiri saat turnamen, akibat dari tanggung jawab tersebut menciptakan suatu situasi jika siswa tersebut tidak menguasai meteri atau tidak dapat menjawab soal dalam turnamen dapat merugikan kelompok, sehingga siswa dituntut untuk menguasai materi belajar.

(15)

kelompoknya. Pada kegiatan mengambil giliran dan berbagi tugas berarti setiap anggota kelompok telah saling membantu dan dapat bekerjasama dengan anggota kelompok yang lain, bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas atau tanggungjawab tertentu dalam kelompok. Dengan demikian penerapan pembelajaran TGT ini dapat lebih mengaktifkan interaksi antar teman dalam kelompoknya. Pada kegiatan bertanya mempunyai prosentase yang kecil, itu merupakan kelemahan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Rata-rata kemampuan awal siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

2. Rata-rata kemampuan akhir siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT tidak berbeda secara signifikan dari kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah 43% berada pada kriteria sedang, untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional adalah 29% berada pada kriteria rendah.

4. Keterampilan kooperatif siswa yang dominan dilakukan adalah keterampilan berada dalam tugas.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.

Andriana, A. (2005). Pengaruh Penerapan Metode Pemelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada FPTK UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, O. (1990). Metoda Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

_________ . (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Harianto,N. (2008). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament (TGT) Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa. Skripsi pada FPTK UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Hariri, R. (2007). Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Learning Model Jigsaw Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Dan Interaksi Siswa SMK Negeri 6 Bandung Pada Materi Sistem Bahan Bakar Bensin. Skripsi Pada FPTK UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Pemerintahan Kabupaten Bekasi Dinas Pendidikan. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Menengah Pertama.Bekasi:Depdiknas. Lie, A. (2004). Cooperatif Learning

(Mempraktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo. Nasution. (2004). Didaktik Asas-asas Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara.

Rahadi, Moersetyo. (2002). Penerapan Model Belajar Kooperatif Tipe TGT dalam

Pembelajaran Matematika SMU. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Riduan. (2004). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Muda.

Bandung: Alfabeta.

Satriani, R. (2003). Kajian Pola Pikir Siswa dalam Memecahkan Masalah dengan Metode Pembelajaran CUPs pada Sub Konsep Pencemaran Lingkungan. Skripsi. FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

(16)

Slavin, R. E. (2008). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan dengan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Syamsudin. (1986). Psikologi Pendidikan.

Bandung: IKIP.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tresnaningsih, Cita. (2008). Pendapat Mahasiswa tentang Hasil Belajar Dasar Patiseri Dalam Praktek Cipta Boga Pada Program Studi Pendidikan Tata Boga

Jurusan PKK FPTK UPI. Skripsi Pada FPTK UPI Bandung: Tidak diterbitkan Triyana, F. (2008). Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Round Table Pada Mata Diklat DTM Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Peserta Diklat Tingkat I Di SMK Negeri 8 Bandung. Skripsi Pada FPTK UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Usman, U. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumber Internet: Normalized gain.

Gambar

Gambar 1. Penempatan siswa dalam meja turnamen (Slavin, 2008:168)
Gambar 2. Aturan Permainan (Slavin, 2008:173)
Gambar 3. Pergeseran (Slavin, 2008:179)
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dan penulis melakuakan penelitian dengan judul &#34;Pengaruh Perlakuan Uap Panas (Vapour Heat Treatment) dan Pelilinan Terhadap Laju Respirasi dan Produksi Etilen Pada Buah

Jadi disini jelas bahwa yang dimaksud dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram disebabkan karena lahir kurang bulan

Dari hasil penelitian Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament pada Peserta Didik

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Diskusi Panel dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi

Siswa SMK YASTRIF 1 tampak antusias mengikuti materi yang diberikan nara sumber Tim Abdimas Universitas Gunadarma. Tim Abdimas Universitas Gunadarma, Abbas Muhammad

METODOLOGI PENELITIAN penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis Mc Taggart. Tahap- tahap penelitian ini meliputi

Adapun judul dalam penelitian ini PENGARUH CITRA MEREK, IKLAN, DAN KUALITAS YANG DIRASA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN SIM CARD TELKOMSEL DI SURABAYA.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan komitmen terhadap kinerja pengurus pondok pesantren