• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian BBLR - Yesi Istriyana BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian BBLR - Yesi Istriyana BAB II"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian BBLR

Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah = BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi premature (Wiknjosastro, 2007).

Menurut Manuaba (1998), istilah prematuritas telah diganti dengan berat badan lahir rendah (BBLR) karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu karena umur hamil kurang dari 37 minggu dan berat badan lebih rendah dari semestinya sekalipun cukup umur, atau karena kombinasi keduanya.

Menurut Jumiarni dan Mulyani (1995), BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini dikatakan prematur kemudian disepakati disebut low birth weight infant atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Karena bayi tersebut tidak selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih bulan.

(2)

BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu prematur murni dan dismaturitas.

1) Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. Penyebabnya berasal dari berbagai faktor ibu, faktor janin maupun faktor lingkungan.

2) Dismaturitas atau Kecil untuk Masa Kehamilan adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK).

BBLR umumnya kerap mengalami gangguan, apalagi bila perawatan di tahun pertama kelahirannya kurang baik. Ini dapat berdampak hingga ia tumbuh menjadi besar. Menurut Arief Mansjoer, dkk (1999), pada BBLR sering ditemui adanya refleks menghisap / menelan lemah bahkan kadang-kadang tidak ada, bayi cepat lelah, saat menyusu sering tersedak atau malas menghisap, dan lain-lain. Sehingga angka kesakitan dan kematiannya tinggi.

Manuaba (1998), menyatakan bahwa sebagai gambaran umum bayi berat lahir rendah mempunyai karakteristik :

(3)

e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu f. Kepala relatif lebih besar

g. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang h. Otot hipotonik lemah

i. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea (gagal napas).

B.Penyebab BBLR

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor resiko BBLR yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi faktor ibu, janin, dan plasenta. Diantara faktor-faktor tersebut, masalah anemia defisiensi besi (ADB) selama kehamilan merupakan salah satu faktor resiko adanya indikasi kelahiran premature, BBLR, dan peningkatan kematian prenatal (Warouw dan Wiriadinata, 2002).

Selain itu, penyebab terjadinya BBLR bisa karena kurang suplai gizi waktu dalam kandungan, ataupun lahir kurang bulan. Masalah pada plasenta juga berperan penting pada terjadinya BBLR, karena oksigen dan nutrisi tidak tersalurkan dengan baik. Penyakit-penyakit tertentu saat hamil yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan BBLR adalah toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus dan sipilis serta penyakit-penyakit infeksi lainnya. Juga penyakit pada ibu seperti penyakit jantung dan hipertensi. Seorang wanita yang pernah mengalami pre-eklamsi atau eklamsi, kemungkinan akan mengalaminya lagi pada kehamilan berikutnya, terutama jika diluar kehamilan dia menderita tekanan darah tinggi menahun.

(4)

C.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bayi Berat Lahir Rendah

Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Menurut Setianingrum (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir rendah adalah sebagai berikut :

1. Faktor Lingkungan Internal

Yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, dan penyakit pada saat kehamilan.

2. Faktor Lingkungan Eksternal

Yaitu meliputi kondisi lingkungan dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil. 3. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan dengan frekuensi

pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).

Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir antara lain sebagai berikut :

1. Usia Ibu Hamil

(5)

a. Usia ibu di bawah 20 tahun

Dimana umur kurang dari 20 tahun pada umumnya secara fisik alat reproduksinya belum matang untuk menerima hasil konsepsi dan dari segi psikis atau emosi dan kejiwaannya seorang wanita yang berumur terlalu muda belum cukup dewasa untuk menjadi seorang ibu. Ibu yang hamil kurang dari 20 tahun merupakan kehamilan yang sangat berisiko, baik terhadap dirinya maupun terhadap bayi yang dikandungnya karena pertumbuhan linear (tinggi badan) pada umumnya baru selesai pada usia 16-18 tahun dan dilanjutkan dengan pematangan pertumbuhan rongga panggul beberapa tahun setelah pertumbuhan linear selesai yaitu pada usia 20 tahun. Akibat terhadap dirinya (hamil pada usia kurang dari 20 tahun) meliputi komplikasi persalinan dan gangguan penyelesaian pertumbuhan optimal karena masukan gizi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dirinya yang masih tumbuh (FKM UI, 2007).

b. Usia ibu di atas 35 tahun

(6)

dihadapkan pada kemungkinan terjadinya beberapa risiko tertentu, termasuk risiko kehamilan. Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi dan berakibat terhadap kehamilan di atas 35 tahun adalah munculnya masalah kesehatan yang kronis (Anonim, 2003). Selain itu, seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 1,5 meter lebih mungkin memiliki panggul yang sempit. Wanita tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil.

2. Jarak Kehamilan/Kelahiran

Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan (Sitorus, 1999).

3. Paritas

(7)

4. Kadar Hemoglobin (Hb)

Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 11 gr/dl. Data Depkes RI diketahui bahwa lebih dari 50% ibu hamil menderita anemia.

5. Status Gizi Ibu Hamil

Menurut Almatsier (2001), status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Soetjiningsih (1995), menyatakan bahwa gizi ibu pada waktu hamil sangat penting untuk pembuahan janin yang dikandungnya. Angka kejadian BBLR lebih tinggi di negara-negara yang sedang berkembang daripada di negara-negara yang sudah maju. Hal ini disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah mempengaruhi diet ibu.

(8)

mempunyai resiko paling tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat badan sebelum hamil. Supariasa, dkk (2003), menyatakan bahwa status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan, apabila status gizi ibu buruk sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

(9)

mengakibatkan kelahiran prematur.

Ibu hamil yang terbiasa mengkonsumsi jamu, air ketubannya bisa jadi kental bahkan berwarna hijau keruh. Akibatnya, bayi mengalami kesulitan bernafas sewaktu dilahirkan. Belum lagi kalau air ketuban sampai terhirup oleh bayi bisa berakibat fatal. Di beberapa daerah, persalinan dengan kondisi bayi seperti ini banyak dijumpai, sehingga dokter yang menangani akan segera tahu, bahwa selama kehamilan ibu banyak mengonsumsi jamu. Penanganan dilakukan dengan mengupayakan resusitasi semaksimal mungkin, meski tentu saja tidak ada jaminan usaha tersebut akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Jamu juga bisa menyebabkan gangguan jantung pada janin, salah satunya adalah kebocoran sekat jantung, terlebih bila dikonsumsi waktu hamil muda. Bisa juga terjadi gangguan teratogenik yaitu kelainan pembentukan kongenital yang dapat menyebabkan kecacatan pada bayi. Salah satu penyebabnya adalah konsumsi konsentrat yang tidak diketahui secara pasti apa saja kandungan bahannya. Salah satu konsentrat yang tidak direkomendasikan tersebut adalah jamu. Karena makanan atau apa saja yang masuk ke tubuh seorang ibu hamil pasti akan sampai juga pada janin yang sedang tumbuh dalam rahimnya. Padahal bukan tidak mungkin dalam konsentrat tadi terkandung zat-zat berbahaya yang dapat mengancam dan menimbulkan masalah pada janin yang berikutnya bisa mengakibatkan kecacatan pada janin (Anonim, 2010).

(10)

pengujian laboratorium Tahun 2007, Badan POM telah memerintahkan untuk menarik dari peredaran pada Tahun 2007 sebanyak 54 (lima puluh empat) item produk obat tradisional yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat Keras yaitu Sibutramin Hidroklorida, Sildenafil Sitrat, Siproheptadin, Fenilbutason, Asam Mefenamat, Prednison, Metampiron, Teofilin, dan obat Parasetamol (Pramono S, 2002).

Menurut Notoatmodjo (2007), untuk mendukung berbagai proses pertumbuhan janin yang dikandung ini maka kebutuhan makanan sebagai sumber energi juga meningkat. Demikian pula kebutuhan protein dan vitamin meningkat, kebutuhan berbagai mineral khususnya Fe dan Calsium juga meningkat. Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin dan mineral yang meningkat ini tidak dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat berakibat :

a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut BBLR. b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan).

c. Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati.

(11)

menderita KEK, masalah ini mengakibatkan pada saat hamil akan menghambat pertumbuhan janin sehingga menimbulkan resiko pada bayi dengan BBLR (Depkes RI, 2002). Pada ibu yang menderita kekurangan energi dan protein (status gizi kurang) maka akan menyebabkan ukuran plasenta lebih kecil dan suplai nutrisi dari ibu ke janin berkurang, sehingga terjadi retardasi perkembangan janin intrauterin dan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

6. Pemeriksaan Kehamilan

Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Depkes RI, 2000). Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan secara berkala, yaitu : a. Setiap 4 minggu sekali selama kehamilan 28 minggu

b. Setiap 2 minggu sekali selama kehamilan 28 – 36 minggu

c. Setiap minggu atau satu kali seminggu selama kehamilan 36 minggu sampai masa melahirkan.

7. Penyakit Saat Kehamilan

(12)

timbul selama kehamilan yang tidak berkaitan dengan penyebab obstetric langsung, akan tetapi diperburuk oleh pengaruh fisiologik akibat kehamilan sehingga keadaan ibu menjadi lebih buruk. Kematian maternal akibat penyakit yang diderita ibu merupakan penyebab kematian maternal tidak langsung (indirect obstetric death) (Fibriana, 2007). Kehamilan sering terjadi bersamaan dengan infeksi yang dapat mempengaruhi kehamilan atau sebaliknya memberatkan infeksi. Disamping itu terdapat beberapa infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital, sehingga kombinasi tersebut memerlukan pengobatan yang intensif dan melakukan pengakhiran kehamilan (Manuaba, 1998).

Penyakit infeksi tersebut seperti : 1. Infeksi virus pada kehamilan.

a. Rubela (campak jerman) : infeksi pada kehamilan dapat menimbulkan kelainan bawaan sehingga perlu dilakukan pengakhiran kehamilan. Cacat bawaan yang ditimbulkan makin tinggi bila infeksi sudah terjadi pada triwulan pertama sekitar 35% sampai 50% bayi yang dilahirkan. Bentuk kelainan bawaan diantaranya : katarak, tuli, ikterus, kelainan kromosom, anemia, gangguan intelegensia, dan keterlambatan pertumbuhan janin. b. Sitomegalovirus : penyakit ini jarang dijumpai bersamaan dengan

(13)

c. Cacar air : tidak banyak yang terinfeksi hanya 1-7 dari 10.000 kehamilan. Cacat lahir yang paling sering yaitu terdapat bekas luka, cacat kaki, dan kepala yang kecil.

d. Hepatitis infeksiosa : penyakit yang disebabkan oleh virus tipe A atau tipe B. Gambaran umum penyakit ini dapat diperberat oleh kehamilan, sehingga manifestasi klinisnya lebih jelas seperti nafsu makan kurang (anoreksia), panas badan meningkat, tampak ikterus (kuning), nyeri didaerah hati (epigastrum), dan pada pemeriksaan hati dapat membesar. Pengaruh infeksi hati terhadap kehamilan dapat dalam bentuk keguguran atau persalinan prematuritas dan kematian janin dalam rahim karena pengaruh infeksi ini bersumber dari gangguan fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh, sehingga aliran nutrisi ke janin dapat terganggu atau berkurang.

e. Rubeola : penyakit ini sebagian besar terjadi pada masa anak-anak. Penyakit rubeola pada kehamilan dapat menimbulkan keguguran, persalinan prematur bahkan mungkin cacat bawaan. 2. Infeksi alat kelamin pada kehamilan.

a. Infeksi sifilis : disebabkan oleh Treponema pallidum yang dapat menembus plasenta setelah kehamilan 16 minggu. Pengaruhnya terhadap kehamilan dapat dalam bentuk persalinan prematuritas atau kematian dalam rahim.

(14)

dapat menimbulkan infeksi akut atau menahun. Penyakit akut dapat menimbulkan gejala klinis seperti infeksi saluran kemih luar, nyeri saat miksi, keputihan yang berwarna seperti nanah, encer dengan jumlah yang banyak dan perlukaan sekitar alat genetalia bagian luar. Penyakit yang kesembuhannya terganggu dapat menimbulkan infeksi menahun dengan gejala klinis seperti infeksi saluran indung telur, infeksi lapisan dalam rahim, dan dapat terjadi kemandulan. Sedangkan pengaruh terhadap bayi dapat menimbulkan infeksi mata yang selanjutnya dapat menyebabkan kebutaan.

3. Infeksi bakteria pada kehamilan.

a. Tifus abdominalis : angka kematian ibu dengan kehamilan disertai tifus abdominalis cukup tinggi sedangkan kematian bayi sekitar 65% sampai 70%. Penyakit infeksi tifus abdominalis yang disertai panas tinggi secara tidak langsung dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan dan dapat terjadi keguguran, persalinan prematuritas, atau lahir mati.

(15)

c. Infeksi tetanus : infeksi ini bisa terjadi karena pertolongan persalinan yang kurang steril. Disamping itu kematian karena tetanus neonatorum melalui potongan tali pusat sangat tinggi sehingga untuk mengatasi kejadian infeksi tetanus kini diberikan vaksinasi tetanus toksoid.

4. Infeksi protozoa.

a. Malaria : bentuk serangannya berupa badan panas tinggi dapat disertai menggigil. Infeksi ini dapat menyebabkan infeksi plasenta sehingga makin mengganggu pertukaran nutrisi ke janin dan menimbulkan gangguan perkembangan dan pertumbuhan janin. Infeksi malaria pada kehamilan lebih sering terjadi serangan karena daya tahan tubuh ibu hamil makin menurun terhadap semua bentuk infeksi.

b. Toksoplasmosis : disebabkan oleh Toksoplasmosis gondii, protozoa ini banyak terdapat pada anjing, kucing, tikus dan binatang lainnya. Infeksi ini tidak menimbulkan gejala tapi memiliki risiko selama kehamilan karena bisa menginfeksi plasenta dan janin. Risiko terinfeksi paling besar di trimester ketiga tapi tingkat keparahan congenital toxoplasmosis paling tinggi jika terinfeksi pada trimester pertama.

(16)

selama hamil dikaitkan dengan risiko kelahiran prematur, ketuban pecah dini, BBLR, serta berisiko rentan terkena HIV.

Semua penyakit infeksi yang terjadi pada kehamilan sangat berbahaya baik bagi ibu maupun janin yang dikandungnya. Selain itu ada beberapa penyakit yang mempengaruhi kejadian BBLR diantaranya yaitu : 1. Anemia

Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang sering terjadi bila tubuh kekurangan zat besi. Tubuh kita memerlukan zat besi untuk membentuk hemoglobin. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Depkes RI, 2002).

Kadar Hemoglobin (Hb) ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang anemia karena kadar hemoglobinnya rendah bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin.

(17)

saat kehamilan. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang baik minimal dua tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya.

(18)

Menurut Manuaba (1998), jika persediaan cadangan Fe (zat besi) minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. 2. Hipertensi

Yang dimaksud dengan hipertensi disertai kehamilan adalah hipertensi yang telah ada sebelum kehamilan (Manuaba, 1998). Hipertensi dalam kehamilan, yang sering dijumpai yaitu preeklamsia dan eklamsia, apabila tidak segera ditangani akan dapat mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran yang berlanjut pada terjadinya kegagalan pada jantung, gagal ginjal atau perdarahan otak yang akan mengakibatkan kematian maternal. Pada ibu hamil kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stres, dan ketegangan bisa menyebabkan juga hipertensi.

Wanita yang mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi kronis) sebelum hamil lebih mungkin mengalami masalah serius yang berpotensi selama kehamilan. Masalah-masalah ini termasuk preeklampsia (sebuah jenis tekanan darah tinggi yang terjadi selama kehamilan), tekanan darah tinggi yang memburuk, janin yang tidak berkembang sebanyak yang diharapkan, pelepasan plasenta yang premature dari rahim (placental abruption), dan kematian waktu lahir.

(19)

normal. Meskipun begitu, pelepasan plasenta yang prematur tidak dapat dicegah atau diantisipasi. Seringkali, bayi harus segera dilahirkan untuk mencegah kematian waktu lahir atau komplikasi yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi (seperti stroke) pada wanita.

3. Penyakit Jantung

Kehamilan memerlukan kerja jantung yang lebih berat. Konsekuensinya, kehamilan bisa memperburuk penyakit jantung atau menyebabkan penyakit jantung untuk menghasilkan gejala-gejala untuk pertama kali. Sekitar 1% wanita yang mengalami penyakit jantung berat sebelum hamil menjadi meninggal sebagai akibat dari kehamilan, biasanya karena gagal jantung. Wanita hamil dengan penyakit jantung bisa menjadi lelah yang tak biasa dan bisa membatasi kegiatan mereka, jantungnya berdebar-debar, serta edema tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda. Jarang wanita dengan penyakit jantung berat dianjurkan untuk melakukan aborsi dini pada kehamilan. Penyakit jantung pada wanita hamil bisa mempengaruhi janin. Menurut Manuaba (1998), penyakit jantung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim dalam bentuk : a. Dapat terjadi keguguran.

b. Persalinan prematuritas atau berat lahir rendah. c. Kematian perinatal yang makin meningkat.

(20)

intelegensia atau fisik.

Untuk wanita dengan beberapa jenis penyakit jantung, kehamilan tidak dianjurkan karena meningkatkan resiko mereka pada kematian.

4. Asma

Dampak penyakit asma selama kehamilan dapat membahayakan kesehatan, mengancam nyawa dan keselamatan ibu. Ketika asma dikendalikan selama kehamilan, seorang wanita akan memiliki kehamilan normal tanpa komplikasi. Bila asma tidak terkontrol selama kehamilan dapat mengakibatkan:

1. Lahir premature

2. Bayi dengan berat lahir rendah 3. Perubahan tekanan darah

Asma yang memburuk selama kehamilan biasanya kembali membaik dalam waktu 3 bulan setelah partus. Asma yang terjadi pada kehamilan sebelumnya, pada 60% penderitanya akan terulang lagi pada kehamilan berikutnya (Selamihardja, 1999).

(21)

mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat. Ada beberapa hal yang wanita hamil dapat lakukan untuk mengontrol asma selama kehamilan yaitu menghindari pemicu alergi, tidur yang cukup, hindari merokok atau menghindari orang yang merokok.

5. Penyakit Diabetes Mellitus

(22)

Jika diabetes kurang dikontrol awal sekali pada kehamilan, risiko keguguran dini dan kerusakan lahir bertambah secara signifikan. Ketika diabetes kurang dikontrol dan telat pada kehamilan, janin besar dan risiko kematian ketika melahirkan meningkat. Air ketuban yang terlalu banyak cenderung terjadi pada ibu yang menderita diabetes yang tidak terkontrol. Air ketuban yang terlalu banyak akan menyebabkan peregangan rahim dan menekan diafragma ibu, hal ini bisa menyebabkan gangguan pernafasan yang berat pada ibu atau terjadinya persalinan premature.

Janin besar akan sulit lewat dengan mudah melalui vagina dan lebih mungkin untuk terluka selama melahirkan normal. Risiko preeklampsia (tekanan darah tinggi yang terjadi selama kehamilan) juga meningkat untuk wanita dengan diabetes. Untuk wanita dengan diabetes, kebutuhan untuk insulin segera turun secara dramatis setelah melahirkan. Tetapi kebutuhan tersebut biasanya kembali seperti semula sebelum kehamilan dalam waktu sekitar 1 minggu. Bayi yang baru lahir pada wanita yang mengalami diabetes meningkatkan risiko mengalami kadar gula yang rendah, kalsium rendah, dan kadar bilirubin yang rendah di dalam darah (Anonim, 2006).

8. Keterpaparan Asap Rokok

(23)

akibat merokok selama hamil adalah berat badan bayi yang rendah. Seorang wanita hamil yang tidak merokok sebaiknya menghindari asap rokok dari orang lain karena bisa memberikan efek yang sama terhadap janinnya (Diding, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian dari Amiruddin (2006), bahwa pada ibu hamil yang terkena paparan asap rokok berpeluang 3,719 kali lebih besar mengalami kelahiran prematur.

Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Beberapa zat yang sangat berbahaya yaitu tar (mengandung bahan kimia yang beracun yang bisa merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker), nikotin, karbon monoksida, dsb (Rizmy, 2010). Merokok berbahaya bagi ibu dan janin yang dikandungnya. Wanita hamil yang merokok atau menjadi perokok pasif, menyalurkan zat-zat beracun dari asap rokok kepada janin yang dikandungnya melalui peredaran darah. Efek yang paling sering terjadi akibat merokok selama hamil adalah berat badan bayi yang rendah. Selain itu, wanita hamil yang merokok juga lebih rentan mengalami komplikasi plasenta, ketuban pecah sebelum waktunya (KPD), persalinan prematur, dan infeksi rahim.

(24)

karbon monoksida yang terkandung dalam asap rokok akan mengikat haemoglobin dalam darah. Akibatnya akan mengurangi kerja haemoglobin yang mestinya mengikat oksigen untuk disalurkan ke seluruh tubuh (menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh). Selain itu, pengaruh langsung dari rokok adalah akibat nikotin yang terkandung didalamnya. Nikotin menyebabkan denyut jantung janin bertambah cepat.

Nikotin ini menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah (merangsang pelepasan hormon yang menyebabkan pengkerutan pembuluh darah yang menuju ke plasenta dan rahim), akibatnya aliran darah ke janin melalui tali pusar janin akan berkurang sehingga mengurangi kemampuan distribusi zat makanan yang diperlukan oleh janin. Sehingga rokok akan mengganggu distribusi zat makanan serta oksigen ke janin. Ini meningkatkan risiko kelahiran bayi dengan berat badan kurang, yaitu dibawah 2500 gram.

Berdasarkan penelitian, 1 dari 3 wanita yang merokok lebih dari 20 batang sehari melahirkan bayi dengan berat badan kurang. Juga risiko kelahiran prematur meningkat, yaitu rata-rata dua kali lipat dari wanita bukan perokok. Selain itu, risiko keguguran pada usia kehamilan antara minggu ke 28 sampai 1 minggu sebelum persalinan empat kali lebih tinggi dari yang bukan perokok (Amiruddin, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara tidak langsung / eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut :

(25)

2. Faktor ekonomi dan sosial meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu hamil.

Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan dengan frekuensi pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC) yaitu pelayanan antenatal merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dengan standar pelayanan antenatal (Jones, 2001). Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau dengan pemberian pelayanan terhadap ibu hamil saat kunjungan pertama (K1) dan kunjungan ulangan yang keempat kali pada trimester ke-3 kehamilan (K4).

D. Kerangka Teori Penelitian

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bayi berat lahir rendah (BBLR) diantaranya yaitu usia ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, penyakit pada saat kehamilan, keterpaparan asap rokok, kondisi lingkungan dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.

(26)

Faktor Lingkungan Internal a. usia ibu

b. status gizi ibu hamil c. penyakit pada saat

kehamilan

d. kadar hemoglobin

e. jarak kelahiran f. paritas

pemeriksaan kehamilan d. kadar hemoglobin e. jarak kelahiran f. paritas

g. pemeriksaan kehamilan

Keterangan :

= Variabel tidak diteliti = Variabel yang diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Teori Pengaruh Usia Ibu, Status Gizi, Riwayat Penyakit, dan Keterpaparan Asap Rokok terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbang I Kabupaten Banyumas (Nurfiqiyana, 2009; Amiruddin, 2006; Setianingrum, 2005)

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Keterpaparan Asap Rokok Faktor Lingkungan Eksternal

a. kondisi lingkungan

(27)

E. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pengaruh Usia Ibu, Status Gizi, Riwayat Penyakit, dan Keterpaparan Asap Rokok terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbang I Kabupaten Banyumas

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

Usia ibu, status gizi, riwayat penyakit dan keterpaparan asap rokok berpengaruh terhadap kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR).

BBLR Status Gizi Ibu

Hamil

Riwayat Penyakit

Keterpaparan Asap Rokok

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori Pengaruh Usia Ibu, Status Gizi, Riwayat Penyakit,
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pengaruh Usia Ibu, Status Gizi, Riwayat

Referensi

Dokumen terkait

Std. Test distribution is Normal. Calculated from data. Dependent Variable: Unstandardized Residual.. Dependent Variable: LN_HargaSaham.. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap

Berdasarkan latar belakang di atas perumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana hasil penilaian laporan keuangan Koperasi Wanita Keluarga Sakinah

Berdasarkan penelitian identifikasi yang dilaksanakan sebelumnya maka dapat diuraikan sebagai berikut Tipe ini merupakan candi dengan landasan berupa kaki candi

Dari beberapa teori dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika awal adalah kepekaan terhadap cara berpikir ilmiah dan membangun konsep yang ditunjukkan dengan

Jika matahari tinggi maka radiasi yang jatuh hampir tegak lurus pada permukaan bumi, sedangkan jika matahari rendah ma- ka radiasi akan disebarkan dalam area yang luas sehingga

membentuk lapisan >e(/2 atau hidrksida yang terus menerus bertambah seiring dengan  berjalannya waktu. Piringan pisau menggunakan bahan dasar durall . Bahan dasar durall 

Studi penelitian ini diberi judul “ Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank ter- hadap Pertumbuhan Laba pada Peru- sahaan Sektor Perbankan,” Penelitian ini merupakan replikasi dari

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efek hipoglikemik kecambah beras merah pada tikus diabetes yang diinduksi STZ-NA terhadap kadar glukosa darah, insulin, serta indeks