• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 171/Pdt.G/2014/PA Plk Oleh Hakim Pengadilan

C. Hasil Wawancara Bersama Hakim Pengadilan Agama Kota Palangka Raya

2. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 171/Pdt.G/2014/PA Plk Oleh Hakim Pengadilan

Agama Palangka Raya

Pertimbangan hukum oleh Hakim dimaksudkan agar hakim dalam

menjalankan fungsi dan kewenangan mengadili dapat menjatuhkan putusan yang mengandung rasa keadilan masyarakat, Hakim harus dapat menangkap isyarat perubahan dan pertumbuhan kesadaran hukum masyarakat. Hakim mesti dibebaskan dari keterikatan sebagai juru bicara undang-undang (Hakim sebagai corong undang-undang). Berdasarkan

pemaparan penulis, melalui pendekatan kasus,47 terhadap putusan Nomor

171/Pdt.G/2014/PA.Plk, analisis penulis sebagai berikut:

a. Analisis Filosofis

Secara filosofis, putusan Nomor 171/Pdt.G/2014/PA.Plk, melali pendekatan kasus, penulis berpandangan bahwa putusan tersebut terfokus pada pembagian harta yang mana salah satu harta tersebut telah dijual oleh Penggugat, dengan alasan untuk biaya hidup Penggugat (mantan istri) dengan 1 anak mereka. Adapun mengenai nafkah itu sendiri, Rasulullah saw bersabda:

47

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Yang menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. Baik untuk keperluan praktik maupun akademis, ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum.

ِفوُرْعَمْلاِب َّنُهُتَىْسِكَو َّنُهُقْزِر ْمُكْيَلَع َّنُهَلَو

Artinya: „‟Dan mereka (para istri) mempunyai hak

diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan

atas kamu sekalian (wahai para suami).‟‟ (HR.

Muslim 2137).48

Adapun yang menjadi perhatian penulis, fakta mengenai putusan Hakim pada rekonvensi, bahwa:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menyatakan harta bersama yang diperoleh selama perkawinan

Penggugat dan Tergugat dan harta bersama tersebut belum dibagi dua atau terbagi hingga sekarang.

3. Meletakkan sita jaminan atas harta bersama yang diperoleh

selama perkawinan Penggugat dan Tergugat atas harta bernda sebagaimana tersebut dan terurai pada point posita gugatan di atas.

4. Menghukum Tergugat membagi harta bersama pada Penggugat

atas harta bersama yang belum terbagi sebagaimana tersebut pada point 3 posita gugagatan di atas, yaitu membagi sesuai aturan hukum yang berlaku yang kalau dihitung nilai harta bersama secara keseluruhan adalah Rp. 2.980.000.000,- (dua milyar sembilan ratus delapan puluh juta rupiah) : 2 = Rp. 1.490.000.000,- (satu milyar empat ratus sembilan puluh juta rupiah).

5. Menghukum Tergugat membayar uang paksa Rp. 500.000 (lima

ratus ribu rupiah) tiap harinya bilamana lalai atau tidak membagi harta bersama pada Penggugat terhitung perkara ini berkekuatan hukum tetap (BHT).

6. Menyatakan putusan ini bisa dijalankan walaupun ada Verzet,

Banding, maupun Kasasi.

Pada point 3, Hakim memutuskan meletakkan sita jaminan pada harta yang disebutkan dalam surat gugatan, namun pada surat gugatan tersebut, ada harta yang telah dijual mantan istri dengan alasan bahwa mantan suami tidak memberikan nafkah materi kepada mantan istri dan 1 orang anak mereka sejak

48

putusan cerai dari Pengadilan, sampai putusan pembagian harta bersama, adapun yang penulis cermati, bahwa harusnya pihak Pengadilan Agama menolak harta yang telah dijual dimasukan ke dalam surat gugatan, karena pada dasarnya sita jaminan tersebut bertujuan untuk pembekuan harta agar tidak berpindah ke tangan orang ketiga.

Pada point 4, harta tersebut dibagi dua, atau dengan kata lain dibagi secara adil, ini mengacu pada kreativitas Hakim itu sendiri, bahwasanya di dalam KHI pun tidak disebutkan bahwa pembagian harta itu 50:50, dan kemudian pada point 5, bahwa menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa jika ia lalai membagi harta tersebut, seperti yang dikatakan Ibnu Elmi AS Pelu, dalam bukunya Reaktualisasi Cita Hukum Dalam Pembangunan Hukum:

Dua hal yang terpenting bagi manusia, dalam

mengembangkan pengetahuan dalam rangka mencapai status sebagai makhluk yang sempurna dan istimewa sebagai berikut:

1. Manusia mampu mengembangkan dan memiliki kemampuan

berbahasa untuk mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut.

2. Manusia mampu berpikir menurut alur kerangka berpikir

tertentu. Cara berpikir yang sedemikian disebut dengan

penalaran (reasoning). Sehingga manusia sering disebut

makhluk yang berpikir (anima intelectual) yang dilengkapi

dengan berasa, bersikap dan bertindak. Untuk dasar sikap dan tindakan didasarkan kepada pengetahuan yang telah dimiliki

oleh setiap manusia.49

49

Ibnu Elmi AS Pelu,dkk, Reaktualisasi Cita Hukum Dalam Pembangunan Hukum,

Adapun mengenai pembagian yang sama, berdasarkan buku

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at, yang berjudul Teori Hans

Kelsen tentang Hukum, jika keadilan dimaknai sebagai kebahagiaan sosial, maka kebahagian sosial tersebut akan tercapai jika kebutuhan individu sosial terpenuhi. Tata aturan yang adil adalah tata aturan yang dapat menjamin kebutuhan tersebut, namun tidak dapat dihindarkan adanya fakta bahwa keinginan seseorang atas kebahagiaan bertentangan dengan orang lain. Kriteria keadilan, seperti hanya kriteria kebenaran, tidak tergantung pada frekuensi dibuatnya pembenaran tersebut. Karena manusia terbagi menjadi banyak bangsa, kelas, agama, profesi, dan sebagainya, yang berbeda-beda, maka terdapat banyak ide keadilan yang berbeda-beda pula.

Teori ini tidak menolak bahwa hukum harus baik dan sesuai dengan moral. Yang ditolak adalah pandangan bahwa hukum merupakan bagian dari moral dan semua hukum adalah arti tertentu atau derajat tertentu dari moral. Menyatakan bahwa hukum adalah wilayah tertentu dari moralitas sama halnya dengan menyatakan bahwa hukum harus sesuai dengan moralitas.50

50Lihat Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa‟at, yang berjudul Teori Hans Kelsen tentang

b. Analisis Yuridis

Sebagaimana latar belakang pertimbangan hukum dalam putusan Nomor 171/Pdt.G/PA.Plk, yang berfokus pada pembagian harta bersama. Secara yuridis, tidak dapat tercapainya perdamaian, dan tujuan pernikahan seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, rumah tangga yang bahagia dan kekal antara Penggugat dan Tergugat.

Penulis mencermati, melalui pendekatan kasus (case approach) lebih tepatnya pertimbangan yuridis dalam putusan Pengadilan Agama Palangka Raya Nomor 171/Pdt.G/2014/PA Plk mengenai keberadaan benda bergerak sesuai pasal 509, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Kebendaan, kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan.51 Di mana menurut pandangan penulis, harta yang telah dijual tersebut salah satu faktor sengketa yang menjadi masalah dalam pembagian harta tersebut.

c. Analisis No-Yuridis

Hakim merupakan unsur utama dalam Pengadilan. Demikian halnya, Keputusan Pengadilan diidentikkan dengan Keputusan Hakim. Oleh karena itu, pencapaian penegakan hukum dan keadilan terletak pada kemampuan dan kearifan Hakim dalam memutuskan keputusan yang mencerminkan keadilan. Peran

51

seorang Hakim sangat kritis dalam mengadili suatu perkara, sehingga ia harus menjalankan tugas untuk membedakan yang mana yang salah, dan yang mana yang benar, adapun untuk membuat suatu keputusan, Hakim harus mengevaluasi terlebih dahulu tentang faktap-fakta dan bukti-bukti yang ada dalam Persidangan.

Adapun konsekuensi yang dihadapi para Hakim Pengadilan, masyarakat kecewa dengan putusan yang diberikan oleh Hakim, Abdul Mananmengungkapkan bahwa konsekuensi yang harus dihadapi kemudian adalah timbulnya masyarakat yang anarkis yang tidak peduli lagi akan hukum sehingga akan sangat membahayakan kehidupan sosial dalam masyarakat tersebut.

Pendapat Hans Kelsen yangdikutip oleh Muhammad Erwin dan Firman Freaddy Busroh menyatakan bahwa dengan memberikan pengertian atas suatu perbuatan ataupun rangkaian perbuatan yang terjadi di tempat dan waktu tertentu sebagai sesuatu di luar manifestasi dari sikap manusia, dan dengan memberikan penafsiran hukum atas perbuatan yang telah terjadi tersebut dan kemudian merumuskan tingkat hukuman atas dasar perbuatan itu berdasarkan hukum yang berlaku.

Dapat dikatakan bahwa psikologi hukum inisebagai salah satu dari ilmu tentang kenyataan yang menyoroti hukum sebagai salah satu perwujudan dan perkembangan jiwa manusia. Sehingga

menurut penulis, putusan Pengadilan Agama Palangka Raya Nomor 171/Pdt.G/2014/PA Plk dapat ditelaah dengan memanfaatkan ilmu psikologi yaitu psikologi hukum dalam konteks pendekatan kasus (case approach) sebagai berikut:

1. Neurosis, yakni sebagai gejala yang timbul karena penggunaan mekanisme pertahanan secara berlebihan. Pola-polanya nampak pada: a) Kekhawatiran (selalu dalam keadaan tegang dan panik);b) Phobia (rasa takut terhadap hal-hal yang dianggap mengancam);c) Depresi (adanya rasa negatif terhadap diri sendiri);d) Obsesi (rasa takut melakukan perbuatan yang tidak terkendalikan);e) Neurastenia (kecapaian psikis karena kehidupan dianggap sesuatu yang percuma dihadapi).

2. Psikhosis, yakni merupakan gejala dimana terjadi penolakan terhadap bagian terbesar dari kenyataan. Pola ini dapat terlihat pada: a) reaksi, „schizophrenic‟

(keadaan dimana seseorang sama sekalitidak mengacuhkan lagi apa yang terjadi di sekitarnya); b) Reaksi paranoid (keadaan dimana seseorang selalu dibayangi oleh hal-hal yang seolah-olah mengancam dirinya, sehingga dia akan „menyerang‟ terlebih

dahulu);c) Reaksi involutional (keadaan dimana seseorang merasakan adanya depresi yang sangat kuat).52 Berdasarkan analisis penulis terhadap putusan Pengadilan Agama Palangka Raya Nomor 171/Pdt.G/2014/PA Plk, dengan latar belakang pertimbangan hukum oleh hakim adalah sengketa harta bersama yang tidak dapat didamaikan secara kekeluargaan, namun analisis terhadap pertimbangan filosofis, pertimbangan yuridis, dan pertimbangan non yuridis (meta yuridis) mencakup aspek psikologis, sosiologis, dan etika, sebab terjadinya sengketa harta bersama ini karena suami tidak memberi nafkah materi yang cukup kepada manta istri, sehingga menuntut mantan istri menjual salah satu harta yang dimiliki dengan status masih dalam konteks harta bersama.

Adapun untuk melengkapi analisis penulis, dari hasil wawancara

yang telah penulis lakukan, bersama para Hakim di Pengadilan Agama Kota Palangka Raya, adapun analisis penulis sebagai berikut:

Dari hasil wawancara mengenai proses pembagian harta

tersebut, menurut peneliti, Hakim AB berpendapat sama dengan Hakim Nj, karena pada prinsipnya proses pembagian harta bersama dan proses perceraian di Pengadilan Agama sama halnya dengan proses pemeriksaan perkara perdata lainya yang dilakukan di depan Pengadilan umum, hanya saja, Hakim AB tidak menyebutkan berdasarkan pasal berapa surat gugatan

52

Lihat Erwin Muhammad, dan Firman Freaddy Busroh, Ilmu Hukum, Bandung: PT Refika Aditama, 2012, h. 71-72.

mengenai harta bersama tersebut. Adapun proses yang diterangkan oleh Hakim Nj dan Hakim AB menurut peneliti sudah sesuai dengan prosedur dalam persidangan, namun adapun menurut pendapat peneliti, seperti yang peneliti kutip dari salah satu blog mengenai proses persidangan secara lengkap, yakni: Pengajuan gugatan; Penetapan hari sidang dan pemanggilan; Persidangan pertama; Pembacaan gugatan; Jawaban tergugat; Rekonvensi; Replik dan duplik; Intervensi;

Pembuktian; Kesimpulan; Putusan Hakim53

Pada pertanyaan kedua, Hakim Nj mengatakan kenyataan di

lapangan sangat banyak terjadi kesulitan, tetapi beliau hanya menjawab 4 (empat) kesulitan, yang mana menurut pemahaman peneliti bahwa ke 4 (empat) kesulitan itulah yang sering terjadi di lapangan. Kemudian menurut Hakim AB, bahwa kesulitan yang ditemui oleh para Hakim memang benar banyak terjadi, bahkan menurut beliau, yang sulit itu jika suami berpoligami, atau si istri selingkuh, akan lebih sulit lagi pembagiannya, karena biasanya para pihak beranggapan, siapa yang melakukan kesalahan, maka ia tidak berhak mendapatkan bagian dari harta bersama tersebut. Adapun untuk jawaban yang Hakim Nj sampaikan peneliti kurang begitu puas dengan jawaban yang beliau berikan, adapun yang peneliti inginkan,

53

dari jawaban yang diberikan walau sedikit, tetapi dijelaskan lagi secara spesifikasi, seperti misalnya, diberikan kepada orang lain. Di maksudkan di berikan kepada orang lain tersebut harta berupa tanah, atau benda bergerak lainnya, sehingga keadaan harta tersebut menjadi tidak jelas, apakah diberikan dengan cuma-cuma ataukah digadaikan, atau dijual seharga nilai barang tersebut. Adapun menurut pandangan peneliti sendiri menurut jawaban dari Hakim AB, bahwa semua yang beliau paparkan segara kasat mata memang termasuk dalam kesulitan yang dihadapi para Hakim, baik dari tingkat pendidikan yang kurang atau rendah, bahkan adapula yang melakukan tindakan tidak terpuji seperti pengancaman, harusnya para pihak tersebut mengikuti proses persidangan dengan tertib, agar memudahkan para Hakim Pengadilan Agama dalam membantu menyelesaikan perkara pembagian harta bersama itu sendiri, yang mana tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Adapun mengenai harta yang telah dijual atau telah berpindah tangan, dari pihak Pengadilan melakukan putusan

sela54 dengan cara melakukan sita jaminan, dan harta yang

telah dijual tersebut, tetap di bagi dua antara pihak Penggugat dan pihak Tergugat. Seperti yang dikatakan M. Yahya

54

Putusan Sela adalah putusan sementara yg dijatuhkan oleh hakim sebelum ia menjatuhkan putusan akhir. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Harahap, dalam bukunya “Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan” bahwa tujuan utama membekukan harta bersama suami-istri melalui penyitaan, agar tidak berpindah tangan kepada pihak ketiga selam proses perkara atau pembagian harta bersama berlangsung. Pebembekuan harta bersama di bawah penyitaan dan keutuhan harta bersama atas tindakan

yang tidak bertanggung jawab dari pihak Tergugat.55

Pada jawaban dari pertanyaan ketiga, beliau berpendapat

bahwa cara yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan pembagian harta tersebut dengan cara mengembalikan kepada individunya lagi, di mana menurut beliau yang berperkara-lah yang harus konsisten terhadap gugatan yang telah dimasukan ke dalam surat gugatan, yakni dengan tidak menjual barang atau harta tersebut, kemudian memberikan penjelasan kepada anak-anak mereka agar tidak ikut campur dalam urusan harta bersama milik orang tua mereka. Adapun yang peneliti pahami, bahwa menurut Hakim Nj, untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi para Hakim dalam pembagian harta bersama ini, bahwa pihak Penggugat dan Tergugat sebelum mengajukan perkara ke Pengadilan, ada baiknya mereka sepakat, bahwa nantinya apa yang telah dimasukan ke dalam surat gugatan

55

Lihat: M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, h. 369.

tidak akan diganggu-gugat oleh keduanya, agar pada saat dipastikan atau ditinjau ke lapangan, harta tersebut memang benar ada dan memang milik Penggugat dan Tergugat. Kemudian menurut Hakim AB, ketua Majelis harus bisa mengatasi proses persidangan agar berjalan dengan lancar, kemudian adanya musyawarah dari para Hakim untuk mencari jalan keluar, dan jika diperlukan, akan didatangka saksi ahli agar bukti yang di ajukan menjadi jelas. Adapun dari pandangan peneliti sendiri, bahwa peneliti setuju dengan pendapat para Hakim, di mana pada dasarnya dikembalikan kepada para pihak yang bersengketa terlebih dahulu, menerangkan bahwa mereka kiranya dapat tertib ketika menjalankan proses persidangan, agar nantinya tidak menyulitkan para Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara, dan kemudian musyawarah Hakim dan jika perlu mendatangkan para saksi ahli agar putusan yang Hakim buat tidak berat sebelah, atau dengan kata lain adil.

Adapun kemudian dari pandangan penulis sendiri, bahwa proses pembagian harta bersama yang terjadi di lapangan tidak semudah dilihat dari kasat mata, hanya dengan melihat proses tertulis, tidak akan terlihat kesulitan yang dihadapi oleh Pengadilan Agama, terlebih khusus kepada Hakim Pengadilan Agama tersebut, dimana yang dapat peneliti tangkap, bahwa

jika harta yang diajukan oleh para pihak tidak ada, baik telah dijual atau diberikan kepada orang lain, dan tidak memberitahukan keadaan tersebut kepada pasangannya, maka di dalam ruang persidangan-pun tidak sedikit ada yang adu mulut karena keadaan tersebut, karena pihak yang tidak diberitahukan tidak terima harta yang telah dijual tersebut tidak dibagi.

Kemudian yang penulis lihat bahwa terkadang ada tindakan pengancaman, tidak seharusnya dilakukan oleh pihak yang tidak dapat menerima keputusan para Hakim Pengadilan Agama, karena pada dasarnya para Hakim tersebut hanya membantu para pihak untuk membagi harta yang telah mereka peroleh dan tidak dapat membagi dengan cara kekeluargaan sehingga ditempuh dengan cara hukum dan dengan rujukan kepada Undang-Undang yang berlaku di wilayah RI itu sendiri. Selanjutnya, menurut peneliti ada baiknya jika terlihat dominan salah satu dalam mencari nafkah, misalnya seorang suami yang bekerja dan si istri sebagai ibu rumah tangga yang mengurus segala keperluan rumah tangga, membuat suatu syirqah (perjanjian) sebelum atau pada saat diadakannya pernikahan, sehingga apabila ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi, misalkan seperti perceraian, untuk pembagian harta bersama itu sendiri, tidak begitu sulit untuk dibagi, dan harta

tersebut-pun baru akan dibagi apabila hunungan perkawinan terputus. Baik putus karena hidup, ataupun putus karena kematian.

Dokumen terkait