• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim Di Desa KalonganMasyarakat Muslim Di Desa Kalongan

PAPARAN HASIL PENELITIAN

C. Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim Di Desa KalonganMasyarakat Muslim Di Desa Kalongan

Di Negara Republik Indonesia ini, hukum waris yang berlaku secara Nasional belum terbentuk, dan hingga kini ada tiga macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hukum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum adat, dan hukum perdata.(Zuhdi,1997: 195) Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimanapun berada di dunia ini. Sungguh pun demikian, corak suatu Negara Islam, dan kehidupan masyarakat di suatu Negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di daerah itu. (Thalib, 2004: 1) Tentang ketentuan dalam hukum waris Islam, sebagaimana tercantum

dalam Al Qur‟an, bahwa anak laki-laki mendapat bagian dua kali lebih besar dari yang diterima oleh anak perempuan. (Sjadzali,1997: 61)

61

Masyarakat di Desa Kalongan dalam mengartikan warisan adalah

pemindahan harta benda dari pewaris kepada ahli waris yang dibagikan setelah pewaris meninggal dunia dan setelah semua hak-haknya terpenuhi selanjutnya baru dilakukan pembagian warisan. Setelah semua hak-haknya terpenuhi ahli waris bisa bersama-sama atau perseorangan mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian warisan. Seperti apa yang dijelaskan di Kompilasi Hukum Islam BAB III Besarnya Bahagian pasal 188 yang berbunyi:

“Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan ”. (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009: 56)

Menurut masyarakat di Desa Kalongan warisan adalah harta benda yang ditinggalkan oleh pewaris untuk ahli waris yang bernilai harganya. Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB I Ketentuan Umum pasal 171 huruf d yang berbunyi:

“Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya”. (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009: 52)

Kesamaan tentang pembagian harta waris dalam hukum Islam dengan pembagian harta waris yang ada di Desa Kalongan terlihat dari sebab mendapatkan warisan yakni didahului dengan meninggalnya seseorang dan setelah semua hak-haknya terpenuhi.

Perbedaan itu terlihat pada penentuan ahli waris, dimana dalam hukum Islam ada tiga kelompok orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yakni

62

dzawil furudl, ashabah dan dzawil arham. Sedangkan menurut masyarakat setempat yang menjadi ahli waris hanyalah suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan saudara. Saudara orang yang meninggal dunia ikut mendapatkan bagian harta warisan jika orang yang meninggal dunia tersebut tidak mempunyai anak. Perbedaan lainnya juga nampak pada bagian untuk masing-masing ahli waris, jika dalam hukum Islam ahli waris laki-laki mendapatkan lebih banyak daripada perempuan, sedangkan menurut masyarakat kalongan anak terakhirlah yang mendapatkan harta waris lebih banyak dibandingkan saudaranya yang lain meskipun anak terakhir tersebut adalah seorang perempuan yang masih mempunyai saudara kandung yang lain yaitu laki-laki.

Dalam hal ini yang terjadi pada masyarakat Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur dalam pembagian warisan cenderung melakukan pertimbangan-pertimbangan dengan jalan musyawarah. Prinsip pembagian warisan dalam Islam dimaksudkan untuk pencapaian perdamaian, sedangkan bagi masyarakat setempat pembagian harta warisannya berdasarkan musyawarah, kemungkinan tidak ada yang merasa dirugikan.

Kaidah-kaidah umum dirumuskan dengan tujuan memelihara jiwa Islam dalam mewujudkan ide-ide yang tinggi ke dalam norma hukum, baik mengenai kewajiban dan hak, keadilan dan kesamaan rasa tanggung jawab, memelihara maslahat dan menolak mafsadat serta kemungkinan perubahan hukum lantaran perubahan keadaan dan suasana dari waktu ke waktu. Kaidah-kaidah tersebut di antaranya:

63

1. Mencegah/menghindari mafsadah/mudarat, menarik maslahah. (Zuhdi, 1997: 10)

2. Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan.(Zuhdi, 1997: 56)

Adapun yang dijadikan dasar dalam menyeleksi adalah maslahat umum. Maslahat itu dapat ditinjau dari dua segi yaitu: mendatangkan manfaat untuk umat atau menghindarkan kemudaratan (kerusakan, kesulitan dan keburukan) dari kehidupan umat. Sesuatu dianggap baik oleh agama bila di dalamnya terdapat unsur manfaat dan tidak ada padanya unsur yang menolak. Begitu pula suatu tindakan dinyatakan tidak baik bila dalam tindakan itu terdapat unsur mudharat. Bila kedua unsur tersebut terdapat dalam suatu perbuatan maka yang dijadikan penilaian adalah unsur mana yang terbanyak. (Syarifudin, 1984: 64) Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB III Besarnya Bahagian Pasal 183 dijelaskan tentang pengertian yaitu sebagai berikut:

“para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”. (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009: 55)

Penjelasan pasal di atas mengenai prinsip musyawarah dalam pembagian waris itu sangatlah dimungkinkan. Dan dalam pembagian harta waris di Desa Kalongan Bapak Giono menjelaskan selain keluarga dari pewaris yang berhak mendapatkan warisan adalah anak angkat, anak angkat juga ikut mendapatkan warisan tetapi dengan cara wasiat sebelum pewaris meninggal dunia. Dan besarnya wasiat itu adalah sepertiga dari harta waris dan tidak boleh melebihi sepertiga itu.

64

Seperti apa yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB I Ketentuan Umum Pasal 171 huruf f yang berbunyi:

Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.” (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009: 52)

Mengenai wasiat ada hal-hal yang membatalkan wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB V WASIAT Pasal 194 yang berbunyi: 1. Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan

Hakim yang telah mempunyai hukum tetap dihukum karena:

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat;

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hubungan yang lebih berat;

c. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;

d. Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dan pewasiat.

2. Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:

a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;

65

c. Mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat. 3. Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.

Mengenai wasiat kepada ahli waris, terdapat perbedaan pendapat para ulama. Antara lain: (Ash Shiddieqy, 1988: 128)

1. Ibnu Hazm dan fukaha Malikiyah berpendapat bahwa, wasiat tidak dibolehkan sama sekali kepada ahli waris yang menerima warisan, baik para ahli waris lainnya mengizinkan maupun tidak.

2. Fukaha Syia‟ah Imamiyah berpendapat, bahwa wasiat itu diperbolehkan

walaupun tidak mendapat izin dari para ahli waris lainnya.

Fukaha Syafi‟iyah dan ulama Malikiyah berpendapat, wasiat kepada

ahli waris yang dapat menerima warisan dibenarkan dan sah atas izin ahli waris lainnya. Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB V Wasiat pasal 195 menjelaskan sebagai berikut:

1. Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.

2. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

3. Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

4. Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.

66

Tentang wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui. Dan untuk wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

Dalam hal melaksanakan wasiat masyarakat mengetahui bahwa wasiat itu di sampaikan oleh pewaris sebelum meninggal dunia dan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Untuk besarnya tidak boleh melebihi dari sepertiga. Seperti apa yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari semua yang telah di uraikan oleh peneliti tentang Sistem Pembagian Harta Waris Masyarakat Muslim di Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Masyarakat muslim di Desa Kalongan dalam hal melakukan pembagian harta waris selalu dengan jalan musyawarah, dan itu sudah menjadi kebiasaan yang turun-temurun dilakukan di masyarakat tersebut. Untuk hasil perolehan harta waris yang diperoleh masing-masing ahli waris

jelaslah berbeda dengan apa yang ada dalam Al Qur‟an.

2. Faktor penyebab pembagian harta waris untuk anak perempuan lebih banyak daripada laki-laki dikarenakan kesadaran masyarakat sangat kecil dalam menerapkan hukum Islam, hukum Islam di anggap sulit, pembagian harta waris dengan jalan musyawarah dilakukan turun-temurun dan sudah menjadi kebiasaan.

3. Dalam hal pembagian harta waris masyarakat muslim di Desa Kalongan yang dilakukan dengan cara musyawarah dan disaksikan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat. Bila ditinjau dari sisi Kompilasi Hukum Islam pada Bab III Besarnya Bahagian Pasal 183 yang menjelaskan para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan,

68

setelah masing-masing menyadari bagiannya. Penjelasan pasal tersebut sangat jelas bahwa mengenai prinsip musyawarah dalam pembagian harta waris itu sangatlah dimungkinkan, setelah masing-masing ahli waris menyadari bagiannya.

B. Saran-Saran

Sebagai umat Islam kita dituntut untuk mengetahui ilmu kewarisan. Ilmu waris sangatlah penting untuk mencegah masalah-masalah yang timbul dalam keluarga. Karena dampak yang terjadi apabila sesama anggota keluarga saling berebut warisan itu sangatlah berbahaya. Dengan kita mengetahui ilmu waris kita dapat menciptakan perdamaian antara sesama.

69

Dokumen terkait