• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAT diukur menggunakan metode titrasi menggunakan 0.1 N NaOH dan indikator fenolftalein. Sebelumnya dilakukan standardisasi NaOH yang akan digunakan. Standarisasi NaOH dilakukan dengan menimbang 0.1 g asam oksalat (MW = 216) dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Asam oksalat kemudian ditambah 50 ml aquades dan 2-3 tetes indikator fenolftalein. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH sampai terbentuk warna merah muda yang berlangsung selama 15 detik. Normalitas NaOH dihitung dengan rumus berikut:

( ) = 2

0.126

Untuk menentukan TAT, sebanyak 50 ml supernatan sampel diambil dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan tiga tetes indikator fenolftalein. Sampel dititrasi dengan NaOH 0.1 N untuk membentuk warna merah muda. TAT dihitung sebagai persentase ke dalam rumus berikut:

% = x 100%

Analisis Data Jumlah Mikroba, pH dan TAT

Untuk mengevaluasi data perubahan jumlah mikroba, pH dan TAT selama waktu fermentasi pada dua proses yang berbeda, dilakukan analisis sidik ragam menggunakan General Linear Model (GLM) dengan perangkat lunak Minitab 16 pada taraf nyata 5% kemudian dilakukan uji lanjut Tukey (p<0.05). Sejumlah data yang tidak terdistribusi normal diperbaiki dengan transformasi data.

Seleksi, Purifikasi dan Isolasi BAL dominan

Sebanyak 10 sampai 15 koloni BAL dominan diisolasi dari cawan MRSA-natrium azida yang dipakai untuk analisis mikroba dengan pengenceran tertinggi yang jumlah koloninya dapat dihitung (25-250) (Kostinek et al. 2005). Pemurnian dilakukan pada media MRSA tanpa natrium azida. Koloni yang diambil digores berulang dengan metode kuadran sehingga menjadi koloni seragam terpisah. Inkubasi dilakukan pada suhu 30 °C selama dua hari. Koloni diisolasi ke agar tegak MRSA dan disimpan pada suhu 4 oC.

Keterangan:

V : Volume NaOH untuk titrasi (ml) N : normalitas NaOH

P : jumlah pengenceran

15

Preservasi Kultur

Kultur sel diimobilisasi pada manik-manik dengan gliserol sebagai agen krioprotektan. Suspensi BAL yang telah ditumbuhkan semalam pada media cair MRS pada suhu 30 oC dimasukkan ke dalam cryotube yang berisi gliserol steril dan manik-manik. Rasio kultur dengan gliserol ialah 4:1. Tabung dikocok dan didiamkan selama 2-3 jam. Cairan residu dibuang hingga sisa cairan sebatas tinggi manik-manik. Cryotube disimpan pada suhu -20 °C.

Identifikasi BAL

Identifikasi BAL dilakukan dalam beberapa langkah (Gambar 4). Tahapan prosedur identifikasi BAL antara lain preparasi sampel, ekstraksi DNA, amplifikasi gen 16S rRNA, restriksi gen 16S rRNA, purifikasi hasil PCR dan hasil restriksi, analisis T-RFLP dan analisis data T-RFLP.

Gambar 4. Langkah kerja identifikasi BAL terkultur dominan Preparasi sampel

Ekstraksi DNA Amplifikasi gen 16S rRNA

Purifikasi gel fragmen gen 16S rRNA

Pemotongan gen 16S rRNA

RsaI HhaI HaeIII

Inaktivasi panas Purifikasi hasil restriksi

Visualisasi dan kuantifikasi DNA

Kuantifikasi DNA

Analisis T-RFLP

Seleksi restriksi enzim Penyaringan noise dan penyelarasan puncak TRF

Analisis Data T-RFLP

Visualisasi DNA

16

Preparasi Kultur Sebanyak 342 koloni BAL yang berasal dari penyimpanan suhu 4 oC disegarkan kembali pada agar tusuk MRS dan diinkubasi pada suhu 30 o

C selama 48 jam. Setelah tumbuh, sebanyak 10-15 isolat pada tahap fermentasi yang sama diinokulasikan sebagai satu titik pada cawan MRSA sehingga ada 7 sampel campuran kultur yang berasal dari proses SDBR (laru onggok, fermentasi 0, 12, 24, 48, 72 jam) dan 6 sampel campuran kultur dari proses WJB (fermentasi 0, 12, 24, 48 dan 72 jam) (Gambar 5). Kultur BAL tersebut diinkubasi pada suhu 30 oC selama 18 jam, kemudian dipanen terpisah dari tiap cawan. Campuran kultur BAL dari satu tahap fermentasi yang sama diusap dengan cotton bud yang telah dibasahi dengan larutan fisiologis (0.85% NaCl) steril kemudian kultur BAL disuspensikan ke dalam larutan fisiologis steril pada mikrotube 1.5 ml. Suspensi BAL disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 2 menit sehingga didapat campuran pelet sel BAL yang berasal dari tahap fermentasi yang sama. Pelet sel tersebut akan digunakan untuk ekstraksi DNA

Untuk bakteri referensi digunakan BAL dominan tempe yang telah diidentifikasi dengan API 50 CH (Touw 2014) yaitu Lactobacillus fermentum,

Weissella confusa, Lactobacillus plantarum, Pediococcus acidilactcii,

Pediococcus pentosaeus, Weissella confusa, Lactobacillus plantarum dan

Lactobacillus delbrueckii ssp delbrueckii. Bakteri tersebut juga diinokulasikan sebagai satu titik pada satu cawan MRSA dan dipreparasi dengan cara yang sama seperti preparasi sampel.

Gambar 5. Persiapan sampel DNA untuk identifikasi BAL terkultur domiman

Ekstraksi DNA Genom BAL Ekstraksi DNA dilakukan dengan Wizard Genomic DNA Purification Kit (Promega, USA) dengan penambahan tiga siklus freeze-thaw (Ulrich dan Hughens 2001). Pelet dicuci dengan 200 μl 50 mmol EDTA dan disentrifugasi pada 14000 rpm, selama 2 menit. Pelet ditambah dan diresuspensi dengan 500 μl 50 mmol EDTA dan 100 μl 40 mg/ml lisozim (20000 U/mg) (Biobasic, Canada). Campuran diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 oC dan disentrifugasi pada 14000 rpm, selama 1 menit. Pelet diresuspensi dengan 850 μl

nuclei lysis solution. Setelah itu dilakukan tiga kali siklus freeze-thaw, dengan satu siklus sebagai berikut: sampel diinkubasi dengan dry ice atau nitrogen cair

Kultur diinokulasi sebagai satu titik pada satu cawan

Pencampuran kultur BAL dari tahap fermentasi yang sama

Ekstraksi DNA

Satu sampel DNA dari kultur campuran 10-15 koloni dari tahap

17 selama 60 detik, kemudian diinkubasi pada suhu 80 oC dengan penangas air selama 2 menit. Setelah didinginkan pada suhu ruang, campuran ditambah 4 μl (4 mg/ml) RNAse dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Setelah didinginkan pada suhu ruang, campuran ditambah 300 μl protein precipitation solution. Tabung yang berisi larutan campuran dibolak-balik selama 20 kali dan disentrifugasi pada 14000 rpm selama 10 menit. Supernatan dimasukkan ke dalam mikrotube baru dan disentrifugasi kembali pada 14000 rpm, 25 oC selama 5 menit untuk memisahkan residu protein dari ekstrak. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung baru yang berisi 600 μl isopropanol. Tabung dibolak-balik perlahan hingga terlihat helaian putih yang merupakan DNA kemudian tabung disentrifugasi pada 14000 rpm, selama 10 menit. Pelet dicuci dengan 600 μl etanol 70% dan disentrifugasi kembali. Pelet DNA dikeringkan di udara terbuka selama 15 menit kemudian ditambah dengan 100 μl DNA rehydration solution. DNA diinkubasi semalam pada suhu 4 oC kemudian disimpan pada suhu -20 oC. Konfirmasi keberhasilan isolasi DNA dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa. Kemurnian dan kuantitas DNA diukur dengan spektrofotometer.

Visualisasi DNA Visualiasasi DNA dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa. Sebanyak 2 ml DNA diencerkan dengan 8 ml ddH2O dan 2 ml loading dye. Campuran dipindahkan ke sumur agarosa (0.8%) yang sudah direndam dengan 1x bufer TAE. Penanda berat molekul DNA yang digunakan ialah universal ladder

(KAPA Biosystems, USA) yang mengandung 100 bp - 1 kb DNA ladder. Elektroforesis dijalankan pada tegangan 90 volt selama 45 menit dengan mesin elektroforesis (BioRad, Singapore).

Kuantifikasi DNA Penentuan konsentrasi dan kemurnian DNA dilakukan dengan spektrofotometri menggunakan NanoDrop 2000 Spectrophotemer (Thermo Scientfic) atau Spektofotometer UV 2450 (Shimadzu, Japan). Absorbansi DNA diukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Rasio A260/A280 1.8-2.0 dinyatakan sebagai DNA yang murni. Konsentrasi DNA dihitung dengan rumus berikut:

Konsentr asi DNA ( ng/ ml) = A260 x 50 x faktor pengencer an

Amplifikasi Gen 16S rRNA Gen 16S rRNA diamplifikasi dengan primer 8f (5’6-FAM-AGAGTTTGATCMTGGC TCAG-3’) dan 926r (5’-CCGTCAATT CCTTTRAGTTT-3’) (Rademaker et al. 2005). Primer 8f dilabel dengan FAM pada ujung 5’ (Macrogen, Korea). Siklus PCR dilakukan dengan 2720 thermocycler (Applied Biosystem, California). Campuran 50 μl PCR terdiri atas 30 μl GoTaq Green Master Mix (Promega, USA), masing-masing 3 μl primer (10 pmol/μl), 2 μl sampel DNA (15-25 ng) dan 18 μl nuclease free water. Amplifikasi dilakukan 30 siklus dengan mesin PCR (Applied Biosystems 2720 thermocycler) yang terdiri atas denaturasi awal pada suhu 95 oC selama 3 menit, denaturasi pada suhu 94 oC 35 selama 30 detik, annealing pada suhu 57 oC selama 45 detik, elongasi pada suhu 72 oC selama 2 menit dan pasca elongasi pada suhu 72 oC selama 4 menit. Kontrol negatif PCR (tanpa cetakan DNA) dianalisis pada tiap amplifikasi. Produk PCR dikonfirmasi dengan elektroforesis gel agarosa seperti penjelasan pada prosedur sebelumnya.

18

Purifikasi Produk PCR Fragmen produk PCR pada gel agarosa dipurifikasi dengan Wizard SV-Gel and Clean Up System (Promega, USA). Dengan bantuan sinar UV pada panjang gelombang tinggi, gel agarosa yang mengandung DNA target dipotong sekecil mungkin dengan cepat. Potongan gel yang berisi DNA sampel dimasukkan ke dalam mikrotube kemudian ditambah dengan 10µ l

membrane binding solution tiap 10 mg potongan gel, divortex dan diinkubasi pada 50-65 °C hingga gel larut. Untuk mengikat DNA, gel yang telah larut dimasukkan ke dalam SV minicolumn yang telah diletakkan pada tabung koleksi kemudian sampel diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit. Kolom disentrifugasi pada 14000 rpm selama 1 menit kemudian supernatan dibuang. Untuk pencucian DNA, 700 μl membrane wash solution ditambahkan ke dalam kolom dan disentrifugasi pada 14000 rpm selama 1 menit kemudian supernatan dibuang. Sebanyak 500 μl

membrane wash solution ditambahkan kembali ke kolom kemudian kolom disentrifugasi pada 14000 rpm selama 5 menit. Setelah itu, untuk evaporasi residu etanol, supernatan dibuang dan kolom disentrifugasi kembali pada 14000 rpm selama 5 menit, kemudian kolom diletakkan pada tabung baru. Untuk elusi DNA, sebanyak 50 μl nuclease free water ditambahkan ke dalam kolom. Kolom diinkubasi pada suhu ruang kemudian disentrifugasi pada 14000 selama 1 menit. Kolom dibuang kemudian DNA disimpan pada suhu -20 oC. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas DNA, hasil purifikasi dikonfirmasi dengan spektrofotometri seperti yang dijelaskan pada prosedur sebelumnya.

Pemotongan Produk PCR Produk PCR yang telah dipurifikasi dipotong dengan masing-masing enzim restriksi HhaI, HaeIII dan RsaI (New England Biolab, Beverly, MA). Kondisi reaksi dari masing-masing enzim disesuaikan dengan petunjuk perusahaan yaitu 1.0 μl enzim, 2 μl 10X NEB buffer, sekitar 300 ng amplikon dan nuclease free water hingga volume reaksi menjadi 20 μl. Reaksi dilakukan pada suhu 37 oC selama 18 jam. Inaktivasi enzim dilakukan dilakukan sesuai petunjuk perusahaan yaitu inaktivasi panas untuk HhaI dan HaeIII; dan inaktivasi dengan presipitasi EDTA/etanol untuk RsaI. HhaI diinaktivasi pada suhu 65 oC sedangkan HaeIII diinaktivasi pada suhu 80 oC selama 20 menit menggunakan 2720 Thermal Cycler (Applied Biosystems, Foster City, CA).

Purifikasi Hasil Restriksi Hasil restriksi dipurifikasi dengan metode presipitasi EDTA/etanol sesuai protokol BigDye v3.1. Sebanyak 5 μl 125 mM EDTA dan 60 μl etanol absolut dingin ditambahkan ke dalam 20 μl sampel. Tabung yang berisi larutan campuran dibolak-balik, diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit kemudian disenstrifugasi pada 6000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 oC. Supernatan dibuang, pelet ditambah 60 μl etanol 70% dan disentrifugasi 4000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC. Supernatan dibuang, dikeringkan di udara terbuka selama 15 menit kemudian ditambah 20 μl nuclease free water (Amresco, USA). Hasil purifikasi disimpan pada suhu -20 oC.

Analisis T-RFLP Analisis T-RFLP DNA DNA hasil pemotongan HhaI dan RsaI dilakukan di 1st base (Singapore) (http://www.base-asia.com/fragment_analysis/) dan dianalisis menggunakan mesin automatic sequence analyzer ABI PRISM 3730 (Applied Biosystems) dengan standar internal 500 ROX™. Analisis T-RFLP hasil pemotongan HaeIII dilakukan di Laboratorium Bioteknologi PT.

19 Wilmar Benih Indonesia, JABABEKA Bekasi Jawa Barat, Indonesia menggunakan ABI PRISM 3130 (Applied Biosystems).

Analisis Data T-RFLP Data dari mesin sekuensing dibaca menggunakan perangkat lunak peak scanner (versi 1.0, Applied Biosystem) untuk DNA hasil pemotongan HhaI dan RsaI; dan gene mapper (versi 4.1, Applied Biosystem) untuk DNA hasil pemotongan HaeIII. Data yang dihasilkan berupa TRF (terminal restriction fragment) dengan luas dan ketinggian area. Hanya sinyal fluoresens di atas 50 bp yang dipakai untuk analisis selanjutnya. Data dari perangkat lunak peak scanner dan gene mapper kemudian diolah dengan perangkat lunak T-REX (Culman et al. 2009; http://trex.biohpc.org/) untuk menyaring noise (standar deviasi = 2, berdasarkan luas puncak TRF) dan penyelarasan puncak (peak alignment) TRF (clustering threshold = 1.0). Setelah itu dilakukan pemilihan enzim restriksi berdasarkan banyaknya puncak TRF yang dihasilkan dari hasil analisis T-RFLP campuran bakteri referensi. Untuk mengetahui identitas TRF BAL, digunakan program ISPAR (In silico PCR and Restriction) dari MiCA (Microbial Community Analysis) III dengan menggunakan database RDP good quality 16S Bacterial rRNA (Shyu et al. 2007). TRF keluaran dari perangkat lunak peak scanner disebut TRF observasi dan TRF keluaran dari database disebut TRF prediksi. TRF diprediksi pada database MiCA berdasarkan TRF spesies BAL terdekat dengan TRF observasi (±3 bp) (Bokulich dan Mills 2012) dan hasil identifikasi Touw (2014) menggunakan API 50 CH (2014) yang mengidentifikasi BAL yang berasal dari pengambilan sampel yang sama dengan penelitian ini. Beberapa spesies BAL hasil identifikasi disejajarkan dengan bakteri referensi menggunakan program Blast-N (http://blast.ncbi.nlm. nih.gov/).

20

Dokumen terkait