• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usaha

Dalam dokumen BAB IV HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 22-28)

Analisis usaha dilakukan dengan tujuan agar pengusaha dapat mengetahui seberapa besar prospek bisnis yang akan dijalani dan berapa keuntungan yang dapat diraih. Analisis usaha dihitung selama periode waktu 1 bulan atau 4 kali waktu produksi, karena dalam waktu 1 bulan dilakukan proses produksi sebanyak 4 kali. Hasil produksi yang diperoleh selama 4 kali produksi menghasilkan sebanyak 40 botol minuman herbal Jasmon ready to drink.

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Menurut Yunita (2017), mengatakan bahwa biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatatn tertentu, yang terdiri dari beberapa faktor tergantung dari jenis kegiatan usahanya. Faktor–faktor yang menjadi biaya tetap pada masing-masing usaha yaitu antara lain biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya lain-lain. Berikut adalah biaya tetap yang dikeluarkan untuk produksi minuman herbal Jasmon ready to drink sebanyak 40 botol dengan isi 250 ml.

Tabel 4.4 Biaya Tetap Produksi Minuman Jasmon ready to drink.

No Nama

Total Biaya Tetap 11.565

Sumber : Data Primer Keterangan :

Penyusutan = Nilai Awal−Nilai Sisa Umur Ekonomis

Bedasarkan tabel 4.3 biaya tetap dari produksi minuman Jasmon ready to drink menunjukkan bahwa jumlah biaya tetap yang dikeluarkan dalam produksi minuman herbal Jasmon ready to drink sebesar Rp. 11.565. Biaya tetap merupakan biaya

penyusutan peralatan dari produksi minuman herbal Jasmon ready to drink. Besarnya biayapenyusustan tergantung pada umur ekonomis barang. Penyusutan peralatan yang digunakan, dihitung bedasarkan umur ekonomis masing-masing peralatan.

2. Biaya Tidak Tetap (Variabel cost)

Menurut Yunita (2017) mengatakan bahwa biaya tidak tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan kegiatan, dimana sama seperti biaya tetap setiap usaha memiliki variabel yang berbeda-beda. Faktor-faktor biaya yang menjadi biaya variabel yaitu biaya bahan baku yang digunakan selama proses produksi. Biaya variabel dapat terdiri dari biaya tenaga kerja, kemasan, listrik, transportasi, dan biaya bahan baku yang digunakan selama proses produksi. Berikut biaya tidak tetap yang dikeluarkan untuk produksi minuman herbal Jasmon ready to drink sebanyak 40 botol dengan isi 250 ml.

Tabel 4.5 Biaya Tidak Tetap Produksi Minuman Jasmon ready to drink.

No Nama Bahan Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Total Biaya Variabel 267.020

Sumber : Data Primer

Bedasarkan tabel 4.4 merupakan biaya tidak tetap menunjukkan total biaya yang harus dikeluarkan dalam 4 kali produksi minuman herbal Jasmon ready to drink.

Total biaya tidak tetap yang dihasilkan dalam produksi minuman herbal Jasmon ready to drink sebanyak 40 botol dengan isi 250 ml adalah sebesar Rp. 267.020. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang bersifat dinamis, dimana jumlahnya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan harga baku dan volume produksi.

3. Biaya Total

Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variabel Cost). Besaran biaya yang dikeluarkan adalam proses produksi

akan menjadi acuan dalam penentuan harga pokok penjualan dan akan mempengaruhi kelayakan suatu usaha.

TC = Biaya Tetap + Biaya Variabel TC = Rp 11.565 + Rp 267.020 TC = Rp 278.585

Biaya total atau total cost dari produksi 40 pcs adalah Rp 278.585. Biaya total hasil perhitungan akan digunakan untuk mengetahui besarnya harga penjualan pokok.

4. Harga Pokok Penjualan

Perhitungan HPP (Harga Pokok Penjualan) dimaksudkan untuk menetapkan modal atau biaya yang diperlukan untuk membuat suatu produk, untuk kemudian dijadikan pedoman dalam menentukan harga jual produk. Harga jual produksi merupakan besarnya harga yang akan diberikan kepada konsumen yang dihitung dari biaya produksi ditambah dengan laba yang diharapkan.

HPP = Biaya Total (TC)/ Total Produksi HPP = Rp 278.585 / 40

HPP = Rp 6.964.62

Berdasarkan perhitungan diatas, harga pokok penjualan untuk produk adalah Rp 6.964.62, artinya biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit untuk produk adalah Rp 6.964.62

5. Harga Jual Produk

Penetapan HJP dimaksudkan untuk menghindari kerugian dengan mendapatkan keuntungan (maksimal) yang diinginkan oleh produsen. Penetapan HJP didasarkan pada Harga Pokok Produksi (HPP) suatu produk untuk kemudian ditambahkan dengan laba yang diinginkan. Harga jual produk yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 8.500 dari perhitungan harga pokok penjualan sebesar Rp 6.964.62 dengan mempertimbangkan laba yaitu sekitar Rp 1.535.38 per unit produk.

HJP = HPP + Laba

HJP = Rp 6.964.62+ Rp 1.535.38 HJP = Rp 8.500

6. Penerimaan dalam 1 Bulan

Penerimaan adalah nilai uang dari total produksi atau hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual, dengan asumsi fakor-faktor lain dianggap konstan. Besaran ini menunjukkan besarnya uang yang

diterima perusahaan setelah seluruh biaya dibiarkan dan pinjaman dilunasi. Hal ini juga menunjukkan besarnya imbalan yang diterima setelah jasa sumber daya yang dicurahkan untuk mengelola usaha.

TR = Harga Produk × Jumlah Produk

= Rp 8.500 × 40 unit

= Rp 340.000

Total penerimaan dari penjualan 40 unit produk dengan harga jual sebesar Rp 8.500 adalah Rp 340.000

7. Keuntungan

Keuntungan ialah jumlah uang yang diperoleh sebagai selisih antara penerimaan dengan biaya operasional (biaya variabel), dinyatakan dalam satuan rupiah per periode produksi. Berikut perhitungan keuntungan yang diperoleh pada saat produksi Prelia adalah:

Keuntungan = Total Penerimaan – Biaya Total

= Rp 340.000 – Rp 278.585

= Rp 61.415 8. Analisis Kelayakan Usaha

Kelayakan bisnis merupakan suatu kegiatan menganalisis secara mendalam mengenai suatu usaha atau bisnis yang sedang dijalankan untuk menentukan layak atau tidak usaha dijalankan. Pengertian layak dalam hal ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit. Analisis kelayakan usaha dapat ditentukan menggunakan BEP (Break Event Point), R/C Ratio (Revenue Cost Ratio), B/C Ratio (Benefit Cost Ratio).

a. BEP (Break Event Point)

BEP dibagi menjadi 3 yaitu BEP unit (produksi), BEP penerimaan, dan BEP harga.

1) BEP Produksi (Unit)

BEP Produksi (unit) adalah jumlah produksi yang dihasilkan agar perusahaan dalam posisi tidak megalami keuntungan dan kerugian atau dengan kata lain menjelaskan jumlah produksi minimal yang harus dihasilkan.

BEP Produksi = Biaya tetap/(Harga Produk-(BiayaVariabel/Total Produk))

= Rp 11.565 /(Rp 8.500-(267.020/40))

= Rp 11.565 /(Rp 8.500-Rp 6.675)

= Rp 11.565 /Rp 1.825

= 6 unit

Artinya, dalam usaha produksi produk perlu memproduksi 6 unit produk agar memperoleh titik impas

2) BEP Penerimaan

BEP penerimaan adalah hitungan beberapa minimal rupiah penerimaan agar modal sebagai biaya produksi dapat dikembalikan.

BEP Penerimaan = Biaya Tetap/1-(Biaya Variabel/Total Penerimaan)

= Rp 11.565/1-(267.020/340.000)

= Rp 11.565/1-0.78

= Rp 11.565/0,22

= Rp 52.568

Artinya, jumlah uang hasil penjualan Produk yang perlu diterima agar mencapai titik impas atau Break Event Poin yaitu sebesar Rp 52.568.

b. R/C Ratio (Revenue Cost Ratio)

Kriteria yang digunakan dalam analisis ini yaitu jika nilai R/C >1 maka usaha tersebut dikatakan untung dan layak untuk dijalankan, karena besarnya penerimaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, begitu juga sebaliknya. Perhitungan hasil analisa penerimaan atas biaya (R/C) dapat dilihat sebagai berikut:

R/C Ratio = Total Penerimaan / Biaya Total

= Rp 340.000 / Rp 278.585

= 1,22

Usaha produk layak serta efisien dijalankan karena memiliki nilai R/C Ratio 1,22 > 1, dengan hasil tersebut artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan maka penerimaan yang didapatkan sebesar Rp 1,22.

c. B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Jika B/C ratio > 0, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau prospek untuk dikembangkan. Sedangkan jika B/C ratio < 0 maka usaha tersebut mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, dan apabila BC ratio = 0 maka usaha berada pada titik impas (BEP).

B/C Rasio = Keuntungan / Biaya Total = Rp 61.415/ Rp 278.585

= 0,22

Nilai B/C Ratio yang diperoleh sebesar 0,22 > 0 artinya, setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,22. Usaha produksi produk ini menguntungkan apabila dijalankan karena memiliki nilai B/C Ratio

> 0.

Dalam dokumen BAB IV HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 22-28)

Dokumen terkait