• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKOR ALTERNATIF JAWABAN POSITIF DAN NEGATIF Alternatif

3.2.7.2 Analisis Verifikatif Menggunakan Partial Least Square-Path Modeling

Analisis verifikatif dipergunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji statistik dan menitikberatkan pada pengungkapan perilaku variabel penelitian. Teknik analisis data yang dipergunakan untuk mengetahui hubungan korelatif dalam penelitian ini yaitu partial least square path-modeling (PLS-PM). Menurut Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan (2011:12) menyatakan,

“Bila SEM Berbasis Covariance (CBSEM) yang dianalisis dengan LISREL atau AMOS berbasis covariance data dan matriks covariance hasil predisi model, maka PLS-PM berbasis variance atau component. PLS-PM didesain untuk tujuan prediksi”. Sehingga evaluasi model dalam PLS-PM dilakukan dua tahap yaitu evaluasi outer model atau model reflektif dan evaluasi terhadap inner model atau model structural. Sebelum melakukan evaluasi model PLS-PM dilakuakan uji asumsi klasik.

a. Uji Asumsi Klasik

Agar data yang digunakan tepat sehingga dapat diperoleh model yang baik maka dalam penelitian ini dilakukan uji prasyarat analisis atau disebut juga uji asumsi klasik.

1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat masalah multikolinearitas. Suatu model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen atau dengan kata

lain tidak terjadi multikolinearitas. Suatu petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga ada tidaknya multikolinearitas adalah

Variance Inflation Factor (VIF)

Menurut Ghozali (2005:91), untuk mengetahui ada tidaknya suatu masalah multikolinearitas dalam model regresi, peneliti dapat menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance, seperti berikut ini:

a) Jika nilai tolerance di bawah 0.1 dan nilai VIF di atas 10, maka model regresi mengalami masalah multikolinearitas.

b) Jika nilai tolerance di atas 0.1 dan nilai VIF di bawah 10, maka model regresi tidak mengalami masalah multikolinearitas.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, atau disebut homoskedastisitas (Ghozali, 2005:105). Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105). Cara yang dilakukan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan scatterplot, yang memperlihatkan ada tidaknya pola tertentu pada grafik. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikuti:

o Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk suatu pola tertentu (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka terjadi heteroskedastisitas.

o Jika tidak membentuk pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu X maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dapat juga menggunakan uji park. Park mengatakan bahwa metode variance merupakan fungsi dari variabel-variabel bebas dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

i² = a Xi ß

Persamaan ini dijadikan linear dalam bentuk persamaan log

sehingga Ln i² = a + ß Ln Xi + vi

Karena variance populasi umumnya tidak diketahui maka dapat ditaksir dengan menggunakan residual (e) sebagai proksi, sehingga

persamaan menjadi L ei² = a + ß Ln Xi + vi 3. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau mendekati normal dengan melihat normal probability plot. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2005:110). Metode pengujian normalitas yang dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Kriteria probabilitas dari uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut Ghozali (2005:112):

a. Bila nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov bernilai di bawah 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.

b. Bila nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov bernilai di atas 0.05 maka data berdistribusi normal

Selain itu, bisa juga dengan melakukan analisis grafik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan:

o Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

o Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

4. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan dalam suatu empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik (Ghozali, 2005:80). Dengan uji ini akan diperoleh informasi apakah model empiris sebaiknya linear, kuadrat atau kubik.

Ada beberapa metode yang dilakukan untuk melakukan pengujian linearitas, tetapi dalam penelitian untuk melakukan pengujian linearitas menggunakan Uji Durbin-Watson. Uji Durbin-Watson digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel bebas. Rumus Durbin-Watson, yaitu

Hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : tidak ada autokorelasi (r sama dengan 0) Ha : ada auatokorelasi (r tidak sama dengan 0) Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:

 Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4 - du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.

 Bial nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.

 Bila nilai DW lebih besar daripada (4 - dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

 Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) ada DW terletak antara (4 - du) dan (4 - dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

Model Spesifikasi dengan PLS

Menurut Imam Ghazali (2006:22) meyatakan bahwa model analisis jalur semua variabel laten terdiri dari tiga set hubungan, yaitu:

1. Inner model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten yang satu dengan variabel laten yang lainnya (structural model).

2. Outer model yang menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator atau variabel manifestnya (measurement model).

3. Weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasikan. Tanpa kehilangan generalisasi, dapat diasumsikan bahwa variabel laten dan indikator atau manifest variabel diskala zero means dan unit variance sama dengan satu sehingga parameter lokasi (parameter konstanta) dapat dihilangkan dalam model.

Persamaan model dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut

1 = Y11ξ1 + Y11ξ1 + atau

Behavioral Intention = Y11 Perbedaan Individu+ Y11 Lingkungan Sosio-Budaya+

Inner Model

Inner model yang kadang disebut juga dengan (inner relation, structural

model dan substantive theory) menggambarkan hubungan antar variabel laten

berdasarkan pada substantive theory. Model persamaan dapat ditulis seperti di bawah ini.

= o + l + Γξ +

Dimana :

: Vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ : Vektor variabel laten eksogen

: Vektor variabel residual (unexplained variance).

Sedangkan untuk hubungan antar variabel laten, dapat dispesifikasikan

sebagai berikut :

j = Σi ji i + Σi jb ξb +

ji ; jb : Koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen dan variabel laten eksogen ξ dan sepanjang range i dan b.

: Inner residual variabel

Outer Model

Outer model sering juga disebut outer relation atau measurement model mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator refleksif dapat ditulis persamaannya seperti berikut :

x = Λx ξ + x y = Λy + y

Dimana :

x : Variabel manifest atau manifest variabel untuk eksogen (ξ).

y : Indikator manifest atau manifest variabel untuk variabel laten endogen ( ). Λx ; Λy : Matrik loading koefisien regresi sederhana dari variabel laten

dan indicator

x ; y : Kesalahan pengukuran.

Untuk blok dengan indikator formatif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut :

ξ = Πξx + ξ

= Π y +

Dimana :

: Vektor endogen (dependen) variabel laten, ξ : Vektor variabel laten eksogen

: Vektor variabel residual (unexplained variance).

Πξx ; Π y : Koefisien regresi berganda variabel laten dan blok indikator

ξ ; : Residual dari regresi.

Weight Relation

Inner dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS. Disini diperlukan definisi weight relation. Nilai kasus untuk setiap variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut :

ξb= Σkb wkb xkb

i= Σki wki yki Dimana :

wkb : Koefisien weight untuk estimasi variabel laten exogen. wki : Koefisien weight untuk estimasi variabel laten endogen.

ξb : Vektor variabel laten eksogen.

i : Variabel laten endogen

Variabel eksogen adalah variabel dalam suatu model yang tidak dipengaruhi variabel lainnya sedangkan variabel endogen dipengaruhi oleh variabel lainnya.

Evaluasi Model

a. Evaluasi Model Reflektif

Menurut Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan (2011:17) bahwa, “Evaluasi

terhadap model reflektif indikator meliputi pemerikasaan individual item

reliability, internal consistency, atau construct reliability, average variance extracted, dan discriminant validity. Ketiga pengukuran pertama dikelompokan dalam convergent validity.

1) Convergent Validity

Menurut Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan (2011:40) bahwa,

Convergent validity terdiri dari tiga pengujian yaitu reliability item

(validitas tiap indikator), composite reability, dan average variance

seberapa besar indikator yang ada dapat menerangkan dimensi. Artinya semakin besar convergent validity maka semakin besar kemampuan indikator tersebut dalam menerapkan dimensinya.

Zikmund dan Babin (2007:325) menyatakan, ”Convergent validity is another way of expressing internal consistency. Highly reliable scales contain convergent validity”. Convergent validity adalah cara lain untuk menggambarkan internal consistency. Skala yang hadal mengandung convergent validity.

Item reliabilitas atau biasa kita sebut dengan validitas indikator. Pengujian terhadap reability item (validitas indikator) dapat dilihat dari nilai loading factor (standardized loading). Nilai loading faktor ini merupakan besarnya korelasi antara antara setiap indikator dan konstraknya. Nilai loading factor diatas 0,7 dapat dikatakan ideal, artinya bahwa indikator tersebut dapat dikatakan valid sebagai indikator untuk mengukur konstrak. Meskipun demikian, nilai

standardized loading factor diatas 0,5 dapat diterima. Sedangkan nilai standardized loading factor dibawah 0,5 dapat dikeluarkan dari model

Chin (1998).

Statistik yang digunakan dalam composite reliability atau reablitas

konstrak adalah cronbach’s alpha dan D.G rho (PCA). Nilai

cronbach’s alpha dan D.G rho (PCA) diatas 7,0 menunjukan konstrak

memiliki reabilitas atau keterandalan yang tinggi sebagai alat ukur. Formula untuk composite reliability (CR):

Nilai batas 0,7 keatas berarti dapat diterima dan diatas 0,8 dan 0,9 berarti sangat memuaskan (Nunnally dan Bernstein, 1994 dalam Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan, 2011:19)

Average Variance Extracted (AVE) menggambarkan besaran variance yang mampu dijelaskan oleh item-item dibandingkan dengan

varian yang disebabkan oleh error pengukuran. Standarnya adalah bila nilai AVE diatas 0,5 maka dapat dikatakan bahwa konstrak memiliki

convergent validity yang baik. Artinya variabel laten dapat

menjelaskan rata-rata lebih dari setengah variance dari indikator-indikatornya.

Formula untuk Average Variance Extracted (AVE):

2) Discriminant Validity

Zikmund dan Babin (2007:325) menyatakan, ”Discriminant validity represent how unique or distinct it a measure. A scale should not correlate to highly with a measure of a different construct”. Discriminant validity menggambarkan bagaimana keunikan atau yang

berbeda dalam ukuran. Skala seharusnya tidak berkorelasi lebih tinggi dengan ukuran yang berbeda dari konstruk.

Pemeriksaan discriminant validity dari model pengukuran reflektif yang dinilai berdasarkan cross loading dan membandingkan antara nilai AVE dengan kuadran korelasi antarkonstrak. Ukuran cross

loading adalah adalah membandingkan korelasi indikator dengan

konstraknya dan konstrak dari blok lain. Discriminant validity yang baik akan mampu menjelaskan variabel indikatornya lebih tinggi dibandingkan dengan menjelaskan varian dari indikator konstrak yang lain.

b. Evaluasi Model Struktural

Ada beberapa tahap dalam mengevaluasi model structural. Pertama adalah melihat signifikansi hubungan antara konstrak. Hal ini dapat dilihat dari koefisien jalur (path coefficient) yang menggambarkan kekuatan hubungan antar konstrak. Tanda dalam path coefficient harus sesuai dengan teori yang dihipotesiskan, untuk menilai signifikansi path coefficient dapat dilihat dari t test (critical ratio) yang diperoleh dari proses bootstrapping (resampling

method).

Langkah selanjutnya menegevaluasi R2. Penjelasan mengenai R2 sama halnya dengan nilai R2 dalam regresi linear yang besarnya variability variabel endogen yang mampu dijelaskan oleh variabel eksogen.

Chin (1998) dalam Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan (2011:21)

menjelaskan, “kriteria batasan nilai R2 ini dalam tiga klasifikasi, yaitu 0,67, 0,33, dan 0,19 sebagai substansial, moderat, dan lemah”. Perubahan nilai

dapat R2 digunakan untuk melihat apakah pengukuran variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen memiliki pengaruh yang substansif. Hal ini dapat diukur dengan effect size f2.

Formula effect size f2 adalah:

Effect Size f2 =

R2Included - R2excluded 1- R2Included

Dimana R include dan R exclude adalah dari R2 variabel laten endogen yang diperoleh ketika variabel eksogen tersebut masuk atau dikeluarkan dalam model. Interpretasi nilai f kuadrat ini adalah mengikuti terminology yang disarankan oleh Chen (1988) dalam Yamin dan Heri Kurniawan (2011:21), yaitu 0,02; 0,15; dan 0,35 dengan level eksogen memiliki pengaruh kecil, moderat, dan besar pada level struktural.

Untuk memvalidasi model secara keseluruhan, maka digunakan goodness

of fit (GoF) yang diperkenalkan oleh Tenenhaus, et al (2004) dalam Yamin

dan Heri Kurniawan (2011:21). GoF index ini merupakan ukuran tunggal yang digunakan untuk memvalidasi performa gabungan antara model pengukuran dan model structural. Nilai GoF ini diperoleh dari average

communalities index dikalikan dengan nilai R2 model. Formula GoF Index

Com begaris atas adalah average communalities dan R2 bergaris atas adalah rata-rata model R2. Nilai GoF terbentang antara 0-1 dengan interpretasi nilai yaitu 0,1 (GoF kecil), 0,25 (GoF moderat), dan 0,36 (GoF besar).

Dokumen terkait