ANALISIS PRAKTEK VERITA SENTOSA INTERNASIONAL (VSI) DALAM TINJAUAN FATWA MUI NO.75/DSN/VII/
B. Analisis Yuridis Verita Sentosa Internasional (VSI) Menurut Fatwa MUI No.75/DSN/VII/
Setelah kita mengetahui sistem yang ada dalam VSI, sebagaimana yang dipraktekkan oleh para pelaku bisnis tersebut, maka kita dapat mengetahui bagaimana kedudukan hukum bisnis tersebut. VSI sebagai salah satu bentuk muamalah di Indonesia, dalam pelaksanaanya harus berpedoman kepada sejumlah aturan hukum yang berlaku di Indonesia baik itu Undang- undang, maupun Fatwa MUI. Pada bab ini penulis akan menganalisis kedudukan bisnis tersebut menurut Fatwa MUI No.75/DSN/VII/2009.
57
Dalam menjalankan bisnisnya, VSI melakukan penjualan barang berupa
Habspro dan dan produk jasa kepada konsumennya, produk jasa tersebut adalah
1. Pembayaran rutin bulanan (Listrik, Jastel, Finance/KKB, PDAM, TV cabe, Internet, asuransi, Kartu Kredit).
2. Rutin berkala (top up Voucher Pulsa, top up Smart Card Seperti: BCA
Flash, E-Toll Card)
3. Voucher Game Online
4. Tiket Konser
5. Tiket Perjalanan (tiket kereta, tiket bus, tiker Travel, tiket pesawat) 6. Keagamaan (zizwaf, infaq)
7. Pendidikan (SOP, pendaftaran kuliah dan lain lain)
8. Pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
Dalam Fatwa MUI No.75/DSN/VII/2009, pada ketentuan hukum yang pertama, dinyatakan bahwa “adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa”. Maka dalam hal ini, VSI telah memenuhi syarat dalam ketentuan hukum tersebut yaitu barangnya berupa Habspro dan produk jasa. Produk jasa tersebut berupa transaksi pengisia pulsa telefon, listrik dan lain-lain. Transaksi dalam pengisian pulsa adalah transaksi yang tidak transparan atau tidak dapat dilihat bentuknya.
Setiap transaksi jual beli yang memberikan peluang terjadinya persengketaan, karena barang yang dijual tidak transparan, atau ada unsur penipuan yang dapat membangkitkan permusuhan antara dua pihak yang
58
bertransaksi, atau salah satu pihak menipu pihak lain, dilarang oleh Nabi. Sebagai antisipasi terhadap munculnya kerusakan yang lebih besar (saddudz
dzari‟ah).36
Tidak semua yang tidak transparan dalam jual beli dilarang, sebab sebagian barang yang dijual tidak terlepas dari kesamaran. Misalnya orang membeli sebuah rumah. Tentu ia tidak mungkin bisa meliht secara detail pondasinya dan tidak melihat pula apa yang ada dalam temboknya. Yang dilarang adalah kesamaran yang menipu, yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertengkaran atau seseorang memakan harta orang lain secara batil.37 Dalam pengisian pulsa adalah transaksi yang tidak transparan
dan tidak dapat dilihat bentuknya tetapi dari hasil pengisisn pulsa tersebut, dapat dirasakan manfaatnya ketika digunakan untuk berkomunikasi.
Dilihat dari ketentuan hukum atau fatwa yang dikeluarkan MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum kedua, dinyatakan bahwa barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram. Dari hal tersebut VSI menyediakan barang berupa Habspro dan produk jasa berupa pulsa. barang berupa Habspro tersebut sangat berguna untuk pengobatan dan produk tersebut terdapat label halal, untuk produk jasa berupa pulsa sangatlah bermanfaat untuk masyarakat dalam berkomunikasi. Maka hal tersebut sesuai dengan fatwa MUI pada ketentuan hukum yang kedua.
36
Yusuf Qardhawi. 2007. Halal Haram Dalam Islam. Surakarta: Era Intermedia. hlm. 365.
37
59
Dalam Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin ketiga menyatakan bahwa Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat. Dalam bisnis di VSI ini, menurut penulis dari hasil penelitian yang dilakukan dalam bisnis VSI tidak ditemukan unsur-unsur yang diharamkan yaitu gharar
(tipuan), maysir (perjudian), riba (sistem bunga), dharar (bahaya), dzulm
(merugikan hak orang lain) dan maksiat. Maka hal tersebut telah sesuai dengan fatwa MUI pada ketentuan hukum poin ketiga.
Dalam Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum
poin keempat menyatakan bahwa “Tidak ada kenaikan harga atau biaya yang
berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas atau manfaat yang diperoleh”. Dilihat dari ketentuan tersebut, seseorang yang ingin bergabung dengan VSI jika ingin mengambil paket besic sebesar Rp. 275.000,00 maka, akan diberikan softwere aplikasi untuk transaksi dan Habspro. Menurut peneliti, hal tersebut harganya sangat berlebihan (excessive mark-up) dan tidak sepadan dengan kualitas atau manfaat yang diperoleh anggotanya. Oleh karena itu bisnis dalam VSI tidak sesuai dengan fatwa MUI pada ketentuan hukum poin keempat.
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin
kelima menyatakan bahwa “Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha
60 dalam PLBS”. Dalam hal tersebut VSI memberikan komisi atau bonus bukan
berdasarkan prestasi kerja melainkan berdasarkan jumlah downline. Semakin banyak downline di bawahnya, seorang anggota akan mendapatkan komisi atau bonus semakin besar pula. Dengan demikian hal tersebut tidak sesuai dengan fatwa MUI pada ketentuan hukum yang kelima.
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin keenam menyatakan bahwa “Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan
oleh perusahaan”. Dari segi pembagian bonus yang di berikan oleh VSI kepada anggotanya, VSI sudah mempunyai ketentuan, semisal ketika seorang anggota VSI dapat melakukan penjualan barang berupa Habspro maka orang yang menjualkan tersebut mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 5.000,00. Dapat diambil kesimpulan bahwa ketentuan hukum MUI pada poin keenam ini, sesuai dengan yang dipraktekan dalam VSI.
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin ketuju menyatakan bahwa “Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan
barang dan atau jasa”. Dari keterangan pelaku bisnis VSI, Uswatun
menyatakan “ketika downline atau konsumen ingin membeli obat berupa
Habspro, seharusnya saya memesan obat tersebut kepada orang yang ada di atas saya, tetapi orang yang ada di atas saya tidak mau tahu dan sulit di hubungi sehingga saya harus memesan langsung di VSI demi kepuasan
61
konsumen dan untuk menjaga nama baik saya dalam bisnis tersebut, tetapi setelah saya memesan barang tersebut, dan dikirim kepada saya, maka secara otomatis orang yang ada di atas saya medapatkan keuntungan sebesar
Rp. 5.000,00 dari tiap botolnya”. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
fatwa MUI, bahwa tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan penjualan barang. Maka dari hal tersebut sistim bisnis yang ada dalam VSI tidak sesuai dengan fatwa MUI pada ketentuan hukum yang ketuju.
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin kedelapan menyatakan bahwa “Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra‟”. Dalam fatwa MUI
ighra‟ diartikan daya tari luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya demi melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka memperoleh bonus atau komisi yang dijanjikan. Menurut penulis, dari hasil penelitian yang dilakukan, meskipun dalam VSI terdapat bonus dan komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggotanya sangat besar, tetapi yang menjadi daya tarik dalam mengikuti bisnis VSI ini karena ownernya Ustad Yusuf Mansur, sehingga orang sangat yakin bahwa bisnis tersebut bukanlah bisnis MLM yang sembarangan, dan bisnis VSI ini sangat menguntungkan. Dengan demikian hal tersebut sesuai dengan Fatwa MIU pada ketentuan hukum poin kedelapan.
62
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin kesembilan menyatakan bahwa “Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya”. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, anggota VSI mengatakan tidak adil karena orang yang ada di atasnya akan mendapatkan bonus dari hasil jerih payah yang dilakukan orang di bawahnya. Maka dalam hal ini sistem bisnis bisnis yang diterapkan VSI, tidak sesuai dengan ketentuan hukum MUI pada poin yang kesembilan.
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin kesepuluh menyatakan bahwa “Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lain-lain”. Dalam perekrutan keanggotaan VSI, seseorang akan dijelaskan terlebih dahulu tentang VSI dan produk-produk jasa atau pun produk obat yang ditawarkannya. Ketika seseorang tidak berminat untuk mengikuti bisnis tersebut maka tidak ada paksaan untuk bergabung dengan VSI. Dengan demikian hal tersebut sesuai dengan fatwa MUI pada ketentuan hukum yang kesepuluh.
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin kesebelas menyatakan bahwa “Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut”. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, terdapat anggota VSI yang melakukan pembinaan terhadap
63
anggotanya yang ada di bawahnya agar sukses dalam melakukan bisnis ini. Maka hal tersebut sesuai dengan Fatwa MUI pada ketentuan hukum yang kesebelas.
Fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009 pada ketentuan hukum poin keduabelas menyatakan bahwa tidak melakukan kegiatan money game.
Dalam fatwa MUI money game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan atau pendaftaran Mitra Usaha yang baru atau bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu atau kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Money game dapat juga diartikan sebagai cara bisnis yang tidak wajar dan cenderung menipu yang dilakukan oleh perusahaan investasi palsu, dengan cara menawarkan produk investasi yang dijamin pasti aman dan pasti untung serta memberikan bagi hasil yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat.38
Dari fatwa dan pengertian tentang money game tersebut, dapat dipahami bahwa VSI juga memberikan bonus atau komisi dari hasil perekrutan anggotanya. Ketika berhasil mengajak satu orang untuk bergabung maka akan mendapatka bonus sebesar Rp. 50.000,00. Ketika berhasil mengajak orang lain lagi, maka akan mendapatkan bonus Rp. 50.000,00 dan bonus pasangan
38
64
sebesar Rp. 50.000,00. Dapat diambil kesimpulan bahwa hal tersebut tidaklah sesuai dengan fatwa MUI pada ketentuan yang keduabelas.
Akad yang dipakai dalam berbisnis di VSI ini adalah akad Ju‟alah. Akad
Ju‟alah yaitu Janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (iwadh/ju‟i) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Ketentuan dalam akad ju‟alah adalah sebagai berikut:39 a. Akad Ju‟alah adalah akad atau perjanjian yang berupa janji atau
komitmen untuk memberikan imbalan (bonus) atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan.
b. Dalam akad Ju”alah terdapat dua pihak yang menjadi subjek akad yatu
Ja‟il atau pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan yang ditentukan. dan ma‟ullah yaitu pihak yang melaksanakan ju‟alah.
c. Akad ju‟alah harus bersifat jelas dalam hal bentuk pekerjaannya dan waktu pekerjaannya. Disamping itu, objek ju‟alah juga tidak dilarang oleh syari‟ah.
d. Akad ju‟alah dalam menetapkan hasil pekerjaan (natijh) harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat terjadi akad.
e. Akad Ju‟alah harus juga menjelaskan besaran imbalan yang akan diterima oleh maj‟ullah.
f. Akad ju‟alah dalam pelaksanaannya tidak boleh ada syarat imbalan yang diberikan pada permulaan akad (sebelum pelaksanaan objek ju‟alah).
39
65
Dari ketentuan akad-akad tersebut menurut penulis, VSI dalam menjalankan bisnisnya sesuai dengan akad Ju‟alah, yang sebagaimana penulis uraikan di atas.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Praktek bisnis VSI di masyarakat sesuai dengan marketing plen yang telah ditetapkan oleh VSI. Dari beberapa Produk-produk jasa yang ada dalam VSI hanya beberapa produk yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat seperti, pengisian pulsa telefon, pemabayaran listrik dan air. Karena produk tersebut sudah menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. 2. Ditinjau dari fatwa MUI No: 75/DSN/MUI/VII/2009, bahwa dalam
sistem bisnis yang telah ditetapkan oleh VSI, menurut penulis terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum MUI, antara lain:
a. biaya pendaftaran sebesar Rp. 275.000,00, dengan faslitas pemberian
softwere aplikasi untuk transaksi dan produk obat berupa Habspro. Kegiatan bisnis VSI tersebut merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas atau manfaat yang diperoleh, maka hal tersebut tidak sesuai dengan fatwa MUI, pada ketentuan hukum yang keempat.
b. Dalam pemberikan komisi atau bonus bukan berdasarkan prestasi kerja melainkan berdasarkan jumlah downline. Semakin banyak
downline di bawahnya, seorang anggota VSI akan mendapatkan komisi atau bonus semakin besar pula. Hal tersebut sangatlah
67
merugikan orang yang ada dibawahnya dan menguntungkan orang yang ada di atasnya. Maka tidak sesuai dengan ketentuan hukum MUI yang kelima.
c. Dalam sistem yang ada di VSI, ketika anggota di bawahnya melakukan transaksi, tanpa ada pembinaan dan atau penjualan barang yang dilakukan oleh orang yang ada di atasnya, maka orang yang ada di atasnya tersebut akan mendapatkan bonus atau komisi, maka hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum MUI yang ketuju. d. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, anggota VSI merasakan
ketidak adilan dalam pembagian bonus yang dibeikan, karena orang yang ada di atasnya mendapatkan bonus dari hasil jerih payah orang yang ada di bawahnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang kesembilan.
e. VSI melakukan kegiatan money game dengan cara memberikan bonus atau komisi dari hasil perekrutan anggotanya maka, hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang keduabelas.
B. Saran
1. Bagi para pelaku bisnis MLM, dalam menjalankan bisnisnya agar memperhatikan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh MUI pada khususnya dan undang-undang pada umumnya.
2. Dalam melakukan bisnisnya, para pelaku MLM agar kembali kepada tujuan awal, yaitu sistem MLM dijadikan sebagai jalan untuk
68
menewarkan produk kepada konsumen bukan untuk mencari keuntungan semata dari hasil perekrutan anggotanya.
3. Bagi para pelaku bisnis MLM yang sudah sukses, ingatlah bahwa kesuksesan yang telah didapat tidak terlepas dari jeripayah orang yang ada di bawahnya.