• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analitical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1980) dan

dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak terstruktur. Data yang ada adalah bersifat kualitatif yang didasarkan, diamati, namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk memodelkan secara kuantitatif.

Analitical Hierarchy Process (AHP) dapat diaplikasikan dengan berguna

untuk mengelompokkan berbagai situasi dan permasalahan. Misalnya memprioritaskan alternatif keputusan yang sangat kompleks, menentukan

kekonsistenan, memformulasikan konsistensi, menganalisa permasalahan publik, analisa sensitivitas, evaluasi tingkat kepentingan faktor, formulasi strategis, alokasi sumber daya, analisa benefit cost, aplikasi inovasi pada daerah baru , dan lain-lain.

Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah suatu bentuk model

pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model – model sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia.

Kelebihan model AHP dibandingkan dengan model keputusan lainnya adalah terletak pada kemampuan memecahkan masalah yang multi objective dan

multi criteria. Kebanyakan model yang sudah ada memakai single objective dan multi criteria. Kelebihan model AHP ini lebih disebabkan oleh fleksibilitasnya

yang lebih tinggi terutama dalam pembuatan hierarkinya. Sifat fleksibelnya tersebut membuat AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa kriteria sekaligus ke dalam sebuah model ataupun hierarki. Bahkan model tersebut juga bisa memecahkan masalah yang mempunyai tujuan – tujuan yang saling berlawanan dalam sebuah model.

Di dalam AHP, terdapat hierarki yang terbagi atas level-level. Hierarki adalah suatu ringkasan dari struktur suatu sistem untuk mempelajari interaksi-interaksi fungsional dari komponen-komponen yang ada dan pengaruhnya pada seluruh sistem. Ada dua macam hierarki, antara lain :

1. Hierarki Struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural mereka.

kompleks, yaitu dengan memecah-mecah obyek yang ditangkap oleh indera menjadi gugusan yang semakin kecil.

Misalnya ukuran, bangunan, warna atau umur.

2. Hierarki Fungsional, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut hubungan esensial mereka. Hierarki ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang diinginkan.

Misalnya pemecahan konflik, prestasi yang efisien, atau kebahagiaan yang perlu dipertimbangkan.

Dalam menyusun suatu hierarki tidak ada prosedur tetap untuk membuat tujuan, kriteria, dan kegiatan yang harus dimasukkan ke dalam tersebut. Gagasan penyusunan mendaftar semua konsep yang relevan terhadap masalah tanpa memperhatikan hubungan atau urutan, dapat diperoleh melalui studi literature untuk memperkaya ide, atau seringkali dilakukan dengan bekerja sama dengan orang lain.

Tujuan utama yang akan dicapai harus didentifikasi pada puncak hierarki, sub tujuan pada tingkat berikutnya, dan kendala-kendala yang menghalangi usaha para pelaku pada tingkat berikutnya lagi. Hal ini dapat mendominasi level dari pelaku-pelaku itu sendiri, yang kemudian mendominasi level dari tujuan mereka, dibawahnya adalah level kebijakan mereka dan pada tingkat terbawah adalah level dari semua kemungkinan hasil yang ada. Secara umum struktur hierarki dapat digambarkan sebagai berikut :

Level 1

Level 2

Level 3

Level N

Jika kita dihadapkan pada beberapa pilihan untuk memilih dan kita mempunyai beberapa kriteria yang rumit untuk dinilai, terlebih dahulu kita melakukan perbandingan berpasangan dari kriteria-kriteria yang ada dalam hubungannya dengan usaha jangka pendek dan panjang, keuntungan dan resiko, dan juga matriks perbandingan berpasangan yang berhubungan dengan keefektifan dan kesuksesan.

Akhirnya, pada level terbawah kita membandingkan pilihan-pilihan terhadap tiap kriteria, membuat bobot secara hierarki, dan memilih prioritas tertinggi. Dengan demikian, keputusan diambil berdasarkan pilihan yang memiliki weight

overall tertinggi.

Jika kita meneliti penilaian-penilaian yang ada sehingga kita yakin bahwa kita telah mempertimbangkan semua faktor-faktor yang relevan, maka kita tidak

GOAL

Kriteria 1 Kriteria 2  Kriteria 3 

Sub  Kriteria  Sub  Kriteria  Sub  Kriteria  Sub  Kriteria  Sub  Kriteria 

perlu melakukan perbandingan atas pilihan-pilihan lainnya. Dengan kata lain, kita telah melakukan yang terbaik untuk memilih yang terbaik.

Dengan menggunakan sistem hierarki beberapa keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan bobot prioritas pada level atas akan mempengaruhi elemen-elemen pada level dibawahnya. 2. Dengan membuat level-level, maka si pengambil keputusan dapat

memfokuskan perhatiannya hanya pada sekelompok kecil kriteria, sehingga keputusan akan lebih realistis terutama untuk sistem yang kompleks.

Dengan demikian dapat disimpulkan kegunaan hierarki adalah sebagai berikut: 1. Hierarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk

menjelaskan bagaimana perubahan pada prioritas pada level atas dapat mempengaruhi prioritas elemen-elemen di level bawahnya.

2. Memberikan informasi yang mendetail mengenai struktur dan fungsi dari suatu sistem pada level bawahnya dan memberikan overview dari pelaku-pelaku dan tujuan mereka pada tingkatan yang lebih tingi. Kendala dari elemen-elemen pada suatu level dapat digambarkan dengan baik pada level berikutnya untuk meyakinkan bahwa mereka merasa puas.

3. Sistem natural disusun secara hierarki.

4. Bersifat stabil dan fleksibel. Stabil berarti bahwa perubahan kecil membawa pengaruh kecil dan fleksibel berarti bahwa tambahan pada hierarki dengan susunan yang baik tidak akan mengacaukan nilai performance.

2.5.1 Langkah-langkah Analitycal Hierarchy Process :

Adapun langkah – langkah dari Analitical Hierarchy Process (AHP) sebagai berikut:

1. Membandingkan antar kriteria dengan skala perbandingan yang telah ditentukan. Skala perbandingan yang digunakan adalah :

Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan

Intensitas Kepentinga

n

Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya

5 Elemen yang satu sedikit lebih cukup daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak penting

daripada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai – nilai antara dua nilai

pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat

satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan I

aji = 1 / aji

2. Membuat matriks perbandingan berpasangan, seperti contoh di bawah ini : Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan

1 2 7 1 2 7 C A A - - - A A 1 A 1 -A 1  

( Sumber : Saaty, Thomas L. 1993, hal 84).

Dari matriks ini, bandingkan elemen A, dalam kolom disebelah kiri dengan elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan dengan sifat C di sudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2 dan seterusnya. Untuk mengisi matriks perbanding berpasangan itu kita menggunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen diatas yang lainnnya dengan menggunakan skala penilaian perbandingan pasangan.

3. Membuat matriks normalisasi

Matriks normalisasi diperoleh dengan membagi nilai masing – masing sel matriks berpasangan kriteria dengan total masing – masing kolom. Dan bobot kriteria diperoleh dengan membagi total nilai normalisasi seluruh kriteria terhadap jumlah kriteria.

Nilai normalisasi =

n i ij ij a a 1

Dari matriks normalisasi tersebut akan di dapat nilai bobot yang dicari dengan melihat angka yang berada pada garis diagonal tetapi perlu di uji konsistensi untuk mengetahui bahwa masing – masing KPI telah konsisten.

4. Membuat matriks perbandingan berpasangan dikalikan dengan bobot masing – masing kriteria.

5. Menentukan eigen vector

6. Menentukan nilai maks

       maks = 

n r Eigenvecto

7. Menentukan Consistency Index ( CI )

Pengukuran konsistensi dilakukan untuk tiap matriks perbandingan dengan ukuran 3. Penilaian dinyatakan dengan konsistensi 100 % jika CI = 0. Jika CI 0.1, maka penilaian dinyatakan dapat diterima. Jika CI 0.1, maka penilaian harus diulang kembali.

 

1

m a ks n C I n   

8. Menentukan Consistensi Ratio ( CR )

Consistensi Ratio ( CR ) diperoleh dari perbandingan Consistensi Index

terhadap Random Index ( RI ). CR dapat diterima jika CR 0.1. CR =

RI CI

CR = Rasion Konsistensi CI = Indeks Konsistensi RI = Indeks Random

Consistensi Ratio (CR) adalah angka yang menunjukkan tingkat

kekonsistenan suatu nilai. Apabila nilai CR  0.1, maka masih dapat ditoleransi tetapi bila CR > 0.1 maka perlu dilakukan revisi. Nilai CR = 0 maka dapat dikatakan “perfectly consistent”. (Saaty, 1993)

Berikut ini indeks random untuk matriks berukuran 3 sampai 10 (matriks berukuran 1 dan 2 mempunyai inkonsistensi 0)

Tabel 2.3 Nilai Indeks Random (RI)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber : Analitical Hierarchy Process, Bambang Brodjonegoro, 1991

Tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah tingkat inkonsistensi sebesar 10 % kebawah (Bambang PS Brodjonegoro, 1991 : 15).

Dokumen terkait