• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, ALUR, LATAR,

2.1.2 Ananda Karmila

Ananda Karmila adalah tokoh utama protagonis. Dia keturunan bangsawan.

Ananda adalah seorang wanita yang anggun, berwibawa, berwajah cantik,

bersuara indah, dan selalu memakai kebaya. Ia sudah lima belas tahun menjanda.

(14) “Assalammualaikum,” sapa sebuah suara semi-alto yang teduh. Yudhistira menoleh dan melihat ibunya, Ananda Karmila, dalam balutan kain panjang cokelat dan kebaya putih. Tubuh perempuan itu mungil, namun tidak ada sesorang pun yang tidak akan merasa sungkan apabila berlalu di hadapannya. Sesuatu dalam diri ibunya membuatnya disegani.

Aura keraton. Keanggunan seorang aristokrat dan kewibawaan seorang perempuan yang terlihat matang. Rambutnya yang panjang dengan sentuhan putih di sana-sini selalu disanggul dengan rapi ke belakang dan diberi hiasan bunga melati. Tidak ada sehelai rambut pun yang keluar yang jalur. Ia memakai kacamata bingkai putih kecil dengan rantai sulur warna cokelat-keputihan. Cantik dan elegan di atas hidung mungil. Matanya hitam besar dan tajam dihiasi bulu mata lentik, dan rias wajah alami. Perempuan itu telah menjanda sejak lima belas tahun yang lalu dan selalu hidup sendiri sejak itu. (Yogyakarta, 2010:3-4).

Ananda memiliki sikap yang ramah pada Gerson. Ia selalu memberikan

toleransi bila Gerson terlambat datang sarapan pagi.

(15) “Duduklah,” kata Ananda ramah. Yudhistira memperhatikan bahwa

ibunya selalu ramah dan mentolerin keterlambatan laki-laki itu, namun tidak bagi yang lain. (Yogyakarta, 2010:6)

Kepada anaknya Ananda terlihat cuek. Akan tetapi, sebenarnya ia

memikirkan masa depan anaknya. Dalam hati, Ananda sempat menduga-duga

bahwa Yudhistira seorang gay karena ia tidak pernah dekat dengan perempuan

lain setelah Antonia meninggal.

(16) Ia melirik putra bungsunya yang masih melajang sampai sekarang. Ia mendesah. Telah lama ia berusaha mengira-ngira apakah ada sesuatu yang berbeda dengan anaknya. Mungkinkah ia gay? (Yogyakarta, 2010:6-7).

Ananda yang merasa anaknya,Yudhistira seorang Gay, berusaha mencarikan

jodoh untuk anaknya, dengan cara menerima perempuan di kosnya.

(17) Waktunya mengatakan sebuah pemberitahuan. “Anak-anak, aku ada

pengumuman.” Mereka semua menegakkan kepala dan menatap Ananda dengan pandangan ingin tahu. “Apa, Bude?“ tanya Tarjo.

“Kos ini akan menerima seorang mahasiswi putri dari Jakarta,“

katanya dengan suara tenang. (Yogyakarta, 2010:7).

Ananda adalah tokoh yang mempunyai watak yang cerewet. Ananda

cerewet kepada Olivia karena lupa gosok gigi, terlihat dari kutipan di bawah ini.

(18) “Kamu nggak sikat gigi dulu?” tanya suaranya lagi.

Oh, sial! perempuan ini lebih cerewet daripada ibunya. (Yogyakarta, 2010:113).

Ananda merasa harus melakukan sesuatu untuk Karta. Ananda tahu bahwa

Karta anak yang baik dan harus dibantu.

(19) Ananda memerhatikan laki-laki itu dan diam-diam merasa bahwa dia harus membantunya. Ia yakin Karta yang sesungguhnya adalah seorang anak yang baik. (Yogyakarta, 2010:130).

Ananda yang tadi ingin menjodohkan anaknya dengan Olivia sempat ragu,

karena dia merasa ada perbedaan di antara mereka yaitu perbedaan agama. Tapi

keraguan itu lenyap karena dia tahu bahwa anaknya menyukai Olivia.

(20) “Waalaikumsalam,” sambut Ananda, melirik pada Olivia.

Perempuan itu berusaha untuk tidak menunjukkan ekspresi apa pun, namun Ananda dapat melihat bahwa ia sempat terkejut ketika salam itu diucapkan.

Seakan-akan tersadar bahwa mereka memiliki agama berbeda. . . .

Namun dari semua perempuan yang melamar untuk menanyakan tempat kos, hanya Olivia yang menarik hatinya. (Yogyakarta, 2010: 137).

Meskipun Ananda tidak dekat dengan Yudhistira, Ananda tahu yang terjadi

pada anaknya. Waktu Yudhistira berada di New York, ayahnya memberi tahu

Ananda tentang hal yang terjadi pada Yudhistira.

(21) Tapi Papamu merasa sesuatu pernah terjadi padamu sewaktu kalian di New York. (Yogyakarta, 2010:140).

Ananda adalah ibu bagi anak kos. Dia sangat dekat dengan Gerson, Karta,

Yahya. Gerson nyaman di dekat Ananda karena Ananda telah dianggapnya seperti

ibunya sendiri.

Gerson menceritakan tentang trauma yang dialaminya.

(22) Sebuah pertikaian, pembunuhan, dan penganiayaan. Bukan sesuatu yang mudah dilupakan.

Mungkin hanya waktu yang dapat mengurangi penderitaannya, pikirnya.

. . .

Ananda menunggu. Tidak ingin memaksa. . . .

Ananda menghirup tehnya dengan tenang.

Laki-laki itu akan berbicara kalau ia sudah merasa siap. (Yogyakarta, 2010:182).

Ananda memberi semangat kepada Karta yang gagal masuk ke dapur

rekaman supaya Karta bangkit dari kegagalan.

(23) Ananda mendesah dan menepuk-nepuk laki-laki itu .

Ia sudah dapat menduganya. Dalam hatinya, laki-laki itu masih kanak-kanak yang berusaha mengatakan pada ibunya bahwa ia dapat menyanyi, dan menangis ketika mengetahui bahwa ia telah gagal membuat ibunya terkesan.

(Yogyakarta, 2010:163).

Ananda yang merasa bahwa Yahya selama ini bermasalah dengan ibunya

menyuruh Yahya menelepon ibunya untuk meminta maaf dan mengabarkan

bahwa dirinya bersama Monalisa.

(24) Ananda menggeleng. ”Aku juga seorang ibu, Nak. Aku mengerti apa

yang diharapkan seorang ibu dari anaknya.” Ia tersenyum tipis.

(Yogyakarta, 2010:241).

Ananda Karmila adalah seorang bangsawan Jawa tulen yang mempunyai

Waktu berusia enam belas tahun, ia berkenalan dengan Fritz, orang keturunan

Cina-Belanda. Mereka saling mencintai.

(25) Tidak ada yang terlalu istimewa dengan asal-usul Fritz, kecuali bahwa dirinya adalah seorang yang luar biasa di mata Ananda. Laki-laki itu memiliki semua yang dibutuhkan seorang gadis untuk mencintainya, dan terutama . . . laki-laki itu mencintainya. (Yogyakarta, 2010:155).

Ananda adalah seorang yang tegas, termasuk hubungannya dengan Fritz.

Fritz beragama Kristen, dia hanya keturunan orang biasa, orang tuanya bekerja

sebagai pedagang kue. Fritz adalah anak baru di sekolahnya. Tanpa mereka sadari,

mereka saling jatuh cinta. Sebenarnya mereka tidak boleh bersatu karena ada jarak

perbedaan yang menghalangi mereka yaitu agama, ras, dan keturunan.

(26) “Jadi, kamu ndak peduli apa kata orang?”

“Njih. kalau kamu mulai peduli, kamu nggak usah sama aku,” katanya

tegas. (Yogyakarta, 2010:155).

Ananda yang keturunan bangsawan, menyatakan sanggup menghilangkan

status sebagai seorang bangsawan setelah Ananda jatuh cinta pada Fritz. Status

baginya sudah tak dihiraukan lagi. Ananda berciuman dengan Fritz.

(27) Dan Fritz menciumnya.

Bukan di pipi. Di bibir. Pertama-pertama, segala rasa yang aneh, segala pertentangan antara didikan yang ketat, tata krama, dan semua yang selalu dibawanya dan mendarah daging bergumul untuk saling beradu dan berusaha lebih unggul. Namun, akhirnya perasaannya menang. (Yogyakarta, 2010:156)

Hubungan Ananda dan Fritz tidak berjalan mulus hingga suatu hari orang

tua Fritz memutuskan pindah ke Surabaya untuk membuka usaha baru. Ananda

takut kehilangan Fritz untuk selamanya. Akan tetapi, Fritz berjanji untuk

tentang hubungan mereka. Ananda yang tidak pernah lagi bertemu Fritz

menganggap bahwa orang tua Fritz tidak setuju dengan hubungan mereka.

(28) Ananda menatapnya dengan tidak percaya. Tidak mungkin. Laki-laki itu tidak mungkin meninggalkannya. Ia sudah menjadi bagian dari dirinya, dari hidupnya, dan laki-laki itu telah berjanji. Ia akan selalu mencintainya. Ia akan mengatakannya pada orangtua Ananda bahwa ia mencintai putri mereka.

Ananda menggelengkan kepalanya dengan tegas. ”Tidak! Kamu akan

bicara sama Papa dan Mama.” (Yogyakarta, 2010:157).

Ananda tokoh yang mempunyai sifat yang terbuka dan halus pada saat berbicara kepada orang tua. Ananda sudah mencoba memberitahukan pada orang tuanya secara tidak langsung bahwa dirinya sudah memiliki laki-laki yang dia cintai. Tetapi orang tuanya tidak setuju karena orang tua Ananda menginginkan anaknya menikah dengan Puntadewa Mangkubumi, laki-laki pilihan mereka.

(29) Putri tunggal keluarga Jawa ningrat itu mencoba mengutarakan perasaannya dalam sebuah pengandaian. Ia menceritakan kisah kasihnya dalam wujud samaran temannya. “Kalau Papa jadi temanku,

apa Papa akan kasih izin?” tanyanya.

Ayahnya dan ibunya saling berpandangan mengetahui pertanyaan sangat halus yang ditanyakan putri mereka adalah tentang hubungan cintanya.

“Sebaiknya tidak, Nak,” katanya ayahnya akhirnya. “Ngomong

-ngomong kamu nggak lupa, kan kalau sudah dijodohkan dengan

Puntadewa Mangkubumi,” tanya ayahnya. (Yogyakarta, 2010:158)

Akan tetapi di sisi lain, Ananda adalah tokoh tertutup. Dia tidak menunjukkan kesedihan, karena dia harus menikah dengan Puntadewa, laki-laki yang dijodohkan dengannya. Bukan dengan Fritz, laki-laki yang dia cintai. Ananda tidak mau bersama orang lain lagi, selain Fritz.

(30) Malam hari itu, Ananda Karmila menangis dalam diam. Ia menyadari bahwa ia telah membiarkan dirinya menikmati cinta itu terlalu jauh. Ia tidak akan memberontak pada apa yang digariskan baginya. Tidak, kecuali Fritz . . . kecuali Fritz bersedia menemaninya.

Namun ia sendirian. Tidak ada Fritz.

Dan tidak ada lagi yang diinginkannya. (Yogyakarta, 2010:158).

Ananda adalah tokoh yang mempunyai komitmen. Dia menerima

menghilang tanpa kabar mencoba mendatangi Ananda tetapi semua sudah

terlambat. Akhirnya Fritz dan Ananda berpisah, tetapi dia berjanji pada Fritz

hanya Fritz yang ada di hati Ananda.

(31) “Tapi sekarang, aku sudah berjanji dan mengambil keputusan untuk menikahinya.

“Aku akan memastikan bahwa apa pun yang terjadi di antara kita

tidak akan pernah terulang lagi pada siapa pun yang berada di

dekatku, ” katanya pelan. ”Itu janjiku.” (Yogyakarta, 2010:160).

Dokumen terkait