• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANGKA KECUKUPAN GIZI TAHANAN / NARAPIDANA

Dalam dokumen Implementasi Pasal 10 Kovenan Hak Hak Si (Halaman 29-39)

Angka kecukupan gizi tahanan / narapidana tidak berbeda dengan angka kecukupan gizi untuk orang Indonesia pada umumnya, berdasarkan komposisi

25 umur dan jenis kelamin tahanan / narapidana adalah 2350 kilo kalori. Secara garis besar kecukupan gizi tahanan / narapidana dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

1. tahanan / narapidana anak dan remaja umur 10-18 tahun

No Umur Kecukupan Energi rata-rata ( kilo kalori )

Laki-laki Wanita

1 10-12 tahun 2050 2050

2 13-15 tahun 2400 2350

3 16-18 tahun 2600 2200

2. tahanan / narapidana dewasa umur di atas 18 tahun

No Umur Kecukupan Energi rata-rata (kilo kalori)

Laki-laki Wanita

1 19-29 tahun 2550 1900

2 30-49 tahun 2350 1800

3 50-64 tahun 2250 1750

(sumber : Pedoman Standarisasi dan Penetapan Gizi Makanan Narapidana dan Tahanan tahun 2004)

4. Kesehatan

Menurut Rule 22 sampai 26 diatur bahwa dalam setiap fasilitas lapas harus terdapat fasilitas pengobatan yang juga memiliki minimal 1 orang dokter umum serta ahli kejiwaan, kemudian disyaratkan juga adanya prosedur pengecekan makanan yang dikonsumsi oleh warga binaan serta pengecekan sanitasi ruangan. 22

22

26 Fasilitas kesehatan yang disediakan oleh Lapas wirogunan berupa 1 buah klinik dengan 1 orang tenaga dokter umum, 1 orang dokter gigi, dan 5 orang perawat. Klinik yang disedikan setara dengan puskesmas dan ketika ada warga binaan yang butuh perawatan lebih lanjut maka akan dibawa kepada rumah sakit wirogunan yang terletak tidak jauh dari lapas.

Dilapas Cebongan, terdapat 1 buah klinik dengan tenaga 1 orang dokter umum, dan 3 orang perawat. Sama dengan yang terdapat di Lapas Wirogunan, klinik yang disediakan setingkat dengan puskesmas.

5. Akses terhadap buku

Dilapas diwilayah DIY disediakan akses terhadap buku-buku melalui perpustakaan. Perpustakaan itu terbuka untuk setiap lapas setidaknya 4 jam perhari dari pukul 08.00-11.00 pagi. Buku-buku yang tersedia pun beragam dari novel dan berita dan dapat dipinjam sampai kedalam sel. Menurut petugas perpustakaan yang merupakan warga binaan lapas wirogunan minat membaca cukup tinggi mengingat mereka memiliki banyak waktu luang didalam lapas sehingga untuk

Dalam Standard Minimum Treatment Rule 40 tidak diatur begitu banyak mengenai akses mengenai buku, hanya diatur bahwa harus terdapat buku buku yang sifatnya rekreasional dan setiap narapidana harus disosialisasikan untuk menggunakan fasilitas tersebut.23

23

27 6. Aspek Keagamaan

Dilapas kedua Lapas di DIY tersebut, telah disediakan berbagai sarana ibadah yaitu, 1 buah masjid dan 1 buah gereja dan disediakan rohaniawan bagi agama lainnya. Selama dalam observasi hanya terdapat narapidana yang beragam Islam dan beragama Katolik dan Protestan. Menurut petugas Lapas yaitu Ibu Asri, apabila terdapat narapidana yang beragama hindu atau Buddha Lapas Wirogunan telah bekerja sama dengan perkumpulan Hindu dan Buddha di Yogyakarta. Kemudian baik didalam masjid maupun gereja, telah tersedia agenda-agenda rutin yang dapat diikut oleh narapidana seperti, shalat berjamaah, kebaktian, misa, maupun tarawih di bulan ramadhan dan Misa Natal di hari Natal.

Sebagaimana diatur dalam rule 41 sampai 42 standard minimum treatment, bahwa setiap Narapidana harus mendapatkan kesempatan untuk menjalankan agamanya. Bentuk pelaksanaan kesempatan tersebut berupa kepemilikan buku-buku keagamaan, kehadiran rohaniawan secara rutin, bahkan jika diperlukan sebuah bangunan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan tersebut.24

7. Kegiatan diluar

Baik di lapas wirogunan maupun lapas cebongan, para narapidana diizinkan keluar dari ruang tahanannya mulai dari pukul 08.00-12.00 kemudian

masuk kembali untuk shalat jum‟at dan makan siang, kemudian diperbolehkan

untuk keluar pukul 13.00-16.00, bagi narapidana yang dianggap berkelakuan baik bahkan dapat keluar dari area steril dan bekerja membantu pekerjaan petugas

24

28 lapas, misalkan membantu menjaga perpustakaan, membersihkan ruangan, dan sebagainya. Bagi narapidana yang tidak ingin keluar dari area steril dapat melakukan kegiatan yang dapat membantu mengembangkan soft skill mereka.

Menurut Standard Minimum Rules, setiap Narapidana yang tidak dipekerjakan diluar ruangan harus memiliki setidaknya 1 jam sehari untk dapat beraktivitas diluar ruangan.25

8. Pekerjaan dalam Lapas

Berdasarkan Rule 71-75 Standard Minimum Treatment, diatur bahwa pekerjaan dalam lapas harus sesuai dengan kemampuan fisik dari narapidana yang bersangkutan. Kemudian diatur pula bahwa pekerjaan yang diberikan kepada narapidana haruslah membuat narapidana menjadi memiliki kemampuan untuk menjadi mandiri setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, kemudian dalam setiap pekerjaan yang disediakan harus ada sistem pengupahan yang diberikan kepada narapidana.26

Didalam Lapas diwilayah Yogyakarta terdapat kegiatan yang dapat mengasah soft skill mereka, seperti keahlian elektronika, menjahit, membuat kerajinan tangan, menyablon, dan lain-lain. Terhadap kegiatan tersebut, narapidana dapat memilih pekerjaan atau keahlian yang mereka inginkan dan akan mendapatkan bayaran dalam bentuk voucher. Voucher ini nantinya dapat digunakan untuk membeli barang-barang yang dijual didalam koperasi seperti makanan ringan dan minuman ringan, kartu bermain. Dalam lapas wirogunan tidak diperkenankan narapidana untuk memiliki rupiah karena untuk mencegah

25

SMR Rule 21

26

29 narapidana untuk melakukan praktek bisnis illegal didalam lapas. Menurut petugas, beberapa narapidana yang telah keluar dari lapas telah mampu membuat usaha mandiri dari keahlian yang didapatkan dilapas. Melihat dari keadaan diatas maka point ke delapan ini telah dipenuhi oleh Lapas di Wilayah Yogyakarta.

30 C. HAL YANG PERLU DI TINGKATKAN PEMERINTAH UNTUK MEMENUHI STANDAR YANG DITETAPKAN OLEH REZIM PASAL 10 KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

Meskipun beberapa aspek di lapas di wilayah Yogyakarta telah memenuhi standar minimum yang telah ditetapkan ICCPR dan instrument hukum tambahan lainnya, akan tetapi masih terdapat beberapa aspek yang harus ditingkatkan agak Indonesia sepenuhnya memenuhi standar ICCPR seperti Overcrowding, pelayanan kesehatan, Hasil Kerajinan.

a) Overcrowding

Yang harus ditingkatkan untuk menangani masalah Overcrowding adalah pembangunan lapas-lapas baru, khususnya lapas wanita dan anak di wilayah DIY karena belum adanya fasilitas khusus untuk menangani narapidana-narapidana jenis tersebut. Namun overcrowding yang terjadi diLapas di wilayah Yogyakarta tidak sampai dapat dikatakan tidak manusiawi, akan tetapi apabila keadaan tersebut tetap dibiarkan maka dapat menyebabkan psikis dari Narapidana akan terganggu.

b) Pelayanan Kesehatan

Meskipun telah terdapat klinik didalam setiap lapas yang kami kunjungi akan tetapi, masih terdapat kekurangan yaitu masalah pendanaan biaya perawatan para narapidana. Menurut petugas di lapas Wirogunan dan Cebongan terdapat masalah pendanaan mengingat Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak menyebutkan mengenai pendaaan

31 pelayanan kesehatan bagi narapidana. Maka dari itu pemerintah harus merevisi aturan BPJS untuk mengakomodir kepentingan Narapidana. c) Penyaluran Hasil Kerajinan

Menurut petugas lapas, kerajinan yang dibuat para narapidana sering menemui kendala untuk menyalurkan hasil kerajinan karena tidak adanya jaringan distributor untuk menyalurkan hasil produk tersebut. Padahal para Narapidana telah membuat banyak kerajinan namun akibat kurangnya distribusi, akhirnya produksi beberapa produk terpaksa dihentikan dan narapidana tidak mendapatkan soft skill yang diharapkan. Maka dari itu pemerintah sebaiknya menyediakan alur distribusi atau pemasaran bagi produk-produk lapas, entah melalui bazaar, pameran, atau penjualan langsung kedalam pasar tradisional

32 BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Indonesia telah melakukan implementasi terhadap Pasal 10 ICCPR yang telah diaksesi melalui UU no 12 tahun 2005 dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang meliputi beberapa bidang seperti, Makanan, Perlakuan narapidana, kesehatan dan kebersihan narapidana, Akses terhadap informasi, dan lain-lain.

Perlakuan Narapidana di Yogyakarta, tepatnya LAPAS kelas II A wirogunan dan Kelas II B Cebongan secara garis besar telah sesuai dengan Pasal 10 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik. Beberapa indikator yang telah sesuai dengan Pasal 10 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik walaupun masih terdapat beberapa kekurangan akan tetapi kurang lebih Pasal 10 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik telah di implementasikan dengan baik.

33 DAFTAR PUSTAKA

Buku

a. Joseph, Sarah, 2013, The International Covenant of Civil and Political Rights, Oxford University Press, Oxford

b. Harsono, C.I.,1995, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta

c. Shaw, Malcolm N., 2008, Introduction to International Law, Cambridge, New York

d. Locke, John, 1988, The Second Treatise of Government, reprinted in P Laslett (ed), Locke, Two Treatises of Government ,Cambridge University Press, Cambridge

Peraturan Perundang-undangan

a. Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention or Imprisonment

b. Convention on the Rights of Child, 1577 UNTS 3

c. Convention on the Elimination of Discrimination against Women, 1249 UNTS 13

d. International Covenant on Civil and Political Rights, 999 UNTS 171 e. International Covenant on Economic, Social and Cultural Right, 993 U.N.T.S.3

f. Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners, Economic and Social Council Resolutions 663 C (XXIV)

g. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

h. Undang-Undang no 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1995 Nomor 77)

i. Undang-Undang no 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119)

34 j. Peraturan Pemerintah no 28 tahun 2006, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 61 )

k. Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1999, Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69)

l. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor : M.Hh-01.Pk.07.02 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Warga Binaan

Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara

Jurnal

S. Joseph, A Right analysis of the Covenant on Civil and Political Rights, Journal of Legal Studies vol. 57, 1995

Kasus

a. Mukong v. Cameroon, HRC, Communication No. 458/1991 b. Kalashnikov v. Russia, ECtHR, Application no. 47095/99 c. Vélez Loor vs. Panamá, IACtHR, 23 November 2010

Situs Internet

Kantor Wilayah DIY Jogjakarta, Satu Kerja di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta diakses melalui

http://jogja.kemenkumham.go.id/satuan-kerja

Http://Www.Harianjogja.Com/Baca/2013/07/29/Kesaksian-Rachel-Dougall-Media-Inggris-Sebut-Penjara-Indonesia-Jorok-432645

Dalam dokumen Implementasi Pasal 10 Kovenan Hak Hak Si (Halaman 29-39)

Dokumen terkait