• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angkatan Kerja Perkotaan dan Pedesaan

B. Persamaan Upah Riil Sektoral Pedesaan

5.4.6. Angkatan Kerja Perkotaan dan Pedesaan

Model analisis angkatan kerja (penawaran tenaga ) yang dibangun dalam tulisan ini, di dasarkan pada asumsi bahwa dalam analisa agregat, penawaran tenaga kerja selain ditentukan oleh tingkat upah, juga dipengaruhi oleh perubahan populasi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan arus migrasi seperti yang dijelaskan oleh Ruby (2003). Karena itu, model persamaan penawaran tenaga kerja (angkatan kerja) dalam tulisan ini yang didisagregasi menurut wilayah kota dan desa adalah angkatan kerja merupakan fungsi dari upah riil, migrasi masuk, tingkat partisipasi angkatan kerja, jumlah penduduk usia kerja (sebagai pencerminan dari perubahan populasi).

Variabel migrasi masuk (MM) dalam model tersebut merupakan variabel endogen yang merupakan fungsi dari rata-rata upah riil di Sulawesi Selatan (W), peluang angkatan kerja untuk bekerja yang dicerminkan oleh tingkat partisipasi pekerja (TPK) di Sulawesi Selatan serta dummy konflik horisontal di KTI. Pengertian migrasi masuk dalam model ini adalah migrasi masuk pada setiap kabupaten/kota yang diagregasi (dijumlahkan) untuk tingkat provinsi. Karena itu, migrasi masuk ini, tidak hanya mengkaver megrasi masuk antar provinsi, tetapi juga melingkupi migrasi masuk antar kabupaten/kota, dan dengan sendirinya juga melingkupi migrasi dari berbagai pedesaan ke pusat-pusat kota di Sulawesi Selatan.

Hasil estimasi dari persamaan-persamaan angkatan kerja ini menghasilkan nilai koefisien detereminasi (R2) sebesar 98.58 persen untuk persamaan angkatan kerja perkotaan dan sekitar 95.79 persen untuk persamaan angkatan kerja pedesaan. Sedangkan persamaan migrasi masuk (MM) memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 64.75 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa peubah penjelas dalam model dapat menjelaskan perilaku variabel endogen secara baik, selain itu pada setiap persemaan peubah penjelas secara bersama-sama juga berpengaruh signifikan pada tingkat kesalahan yang ditolerir (a) = 0,01. Gambaran rinci mengenai hasil analisis penawaran tenaga kerja (angkatan kerja) baik di perkotaan maupun dipedesaan serta persamaan migrasi masuk akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut.

Angkatan Kerja Kota. Hasil analisa pada persamaan angkatan kerja kota, menunjukkan bahwa penawaran tenaga kerja di perkotaan, variabel migrasi masuk (MM), tingkat partisipasi angkatan kerja perkotaan (TPAKK), dan penduduk usia kerja (PUK), signifikan pada tingkat kesalahan yang ditolerir (a) = 0.01 dan 0.10. Sementara rata-rata upah riil di perkotaan (WK) tidak berpengaruh signifikan. Semua variabel yang ada dalam model ini memiliki koefisien korelasi positif dengan variabel endogennya, yang berarti bahwa perubahan positif dari variabel-variabel tersebut akan meningkatkan angkatan kerja perkotaan.

Selanjutnya dilihat dari nilai elastisitas masing- masing variabel, maka variabel TPAKK dan variabel PUK bersifat elastis dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang, sedangkan variabel lainnya bersifat in-elastis. Gambaran ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai TPAKK dan PUK akan direspon oleh peningkatan angkatan kerja perkotaan (AKK) dengan proporsi yang lebih besar, sementara variabel migrasi masuk (MM), dan variabel upahh riil perkotaan (WK) akan direspon dengan proporsi yang lebih kecil. Nilai respon ini semakin besar dalam jangka panjang mengingat variabel lag endogennya memberi pengaruh yang signifikan.

Angkatan Kerja Pedesaan. Hasil pendugaan parameter pada persamaan angkatan kerja pedesaan, menunjukkan bahwa angkatan kerja pedesaan dipengaruhi oleh variabel Migarasi masuk (MM), tingkat partisipasi angkatan kerja pedesaan (TPAKD), dan total penduduk usia kerja (PUK) di Sulawesi Selatan pada tingkat kesalahan yang ditolerir (a) = 0.01. Sementara rata-rata upah riil di pedesaan (WD) tidak berpengaruh signifikan.

Hasil pendugaan koefisien korelasi menunjukkan bahwa semuah variabel dalam model berkorelasi positif dengan variabel angkatan kerja pedesaan, kecuali variabel migrasi masuk (MM) berkorelasi negatif dengan variabel endogennya, yang berarti semakin banyak banyak migrasi masuk akan berdampak pada pengurangan angkatan kerja pedesaan. Hal ini disebabkan karena data migrasi masuk yang diolah pada model ini, juga mencirikan perilaku migrasi dari desa ke kota (migrasi antar kabupaten). Karena itu, meningkatnya jumlah migrasi akan meningkatkan angkatan kerja di perkotaan (korelasi positif), sekaligus akan mengurangi angkatan kerja pedesaan (korelasi negatif). Dengan kata lain

peningkatan jumlah migrasi masuk Sulawesi Selatan, sekaligus mencirikan meningkatnya migrasi dari desa ke kota.

Selanjutnya dilihat dari nilai elastisitas masing- masing variabel, tampak bahwa semua variabel dalam model analisis menghasilkan nilai elastisitas yang lebih kecil dari nilai satu (bersifat in-elastis) baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang, Gambaran ini menunjukkan bahwa baik dalam jangka pendek, terlebih lagi dalam jangka panjang, maka perubahan dari masing- masing variabel akan direspon dengan proporsi yang lebih kecil oleh perubahan angkatan kerja pedesaan (AKD) sesuai dengan hubungan korelasinya.

Tabel 15 Hasil estimasi parameter persamaan angkatan kerja perkotaan dan pedesaan di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004

Elastisitas

PEUBAH Dugaan

Parameter

Probability

t-Statistik JK Pendek JK Panjang

AKK Angkatan Kerja Perkotaan

Intersept -1259553 0.0000 a)

Migrasi Masuk (MM) 2.473675 0.0753 c) 0.0768 0.0980

Upah Riil Perkotaan (WK) 0.747375 0.2735 0.1295 0.1654

TPAK Perkotaan (TPAKK) 16367.02 0.0000 a) 1.0671 1.3631

P.Usia Kerja Sul-Sel (PUK) 0.164159 0.0000 a) 1.2400 1.5839

Lag Endogen (Lag AKK) 0.229661 0.0823 c) 0.2171 0.2774

R2 = 0.9858; F-Hitung = 166.2257 a) ; DW = 1.8329

AKD Angkatan Kerja Pedesaan

Intersept -703855.2 0.0056 a)

Migrasi Masuk (MM) -5.727823 0.0022 a) -0.0562 -0.0569

Upah Riil Pedesaan (WD) 0.312013 0.7306 0.0101 0.0102

TPAK Pedesaan (TPAKD) 28567.46 0.0000 a) 0.7120 0.7209

P.Usia Kerja Sul-Sel (PUK) 0.259974 0.0000 a) 0.6204 0.6281

Lag Endogen (Lag AKD) 0.012548 0.9294 0.0123 0.0124

R2 = 0.9579; F-Hitung = 54.6340 a); DW = 1.8420

MM Migrasi Masuk

Intersept -21749.7 0.6844

Rata-2 Upah Riil (W) 0.227713 0.0877 c) 0.8695 1.0649

T.Part.AK Sul-Sel (TPAK) 202.3809 0.6672 0.4911 0.6015

Dummy Konflik H. (DKH) 9463.651 0.0621 c) 0.0893 0.1094

Lag Endogen (Lag MM) 0.19416 0.4495 0.1835 0.2247

R2 = 0.6475; F-Hitung = 5.9703 a); DW = 1.6102 Sumber : Diolah dari berbagai data BPS, 1985-2004

Migrasi Masuk. Hasil pend ugaan parameter pada persamaan migrasi masuk kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang telah diagregasikan, tampaknya dipengaruhi oleh variabel rata-rata upah riil (W) di Sulawesi Selatan dan dummy konflik horisontal pada tingkat kesalahan (a) = 0.15. Sedangkan variabel tingkat partisipasi kerja (TPK), yang mencirikan peluang angkatan kerja untuk terserap pada lapangan pekerjaan tidak berpengaruh signifikan. Nilai koefisien korelasi pada model ini, menunjukkan bahwa, semua variabel yang ada dalam model

berkorelasi positif dengan variabel endogen, yang berarti peningkatan dari peubah penjelas akan meningkatkan migrasi masuk ke Sulawesi Selatan

Selanjutnya dilihat dari nilai elastisitas masing- masing variabel, tampak bahwa, meskipun dalam jangka pendek semua variabel dalam model analisis menghasilkan nilai elastisitas yang lebih kecil dari nilai satu (bersifat in-elastis), namun dalam jangka panjang variabel rata-rata upah riil Sulawesi Selatan, akan memberi dampak pada peningkatan migrasi masuk dengan proporsi yang lebih besar.

Hasil pendugaan pada persamaan ini, jika dikaitkan dengan teori Lewis (1954) dalam Kasliwal (1995), yang menyebutkan bahwa adanya perbedaan upah (antar upah pertanian pedesaan dengan industri perkotaan) akan mendorong terjadinya migrasi ke perkotaan, demikian pula dikaitkan model Haris-Todaro (1969) dalam Kasliwal (1995) yang menyebutkan bahwa tidak hanya upah yang mendorong migrasi, tetapi juga peluang untuk bisa tertampung di lapangan kerja perkotaan menjadi daya tarik migrasi. Hasil pendugaan, yang menunjukkan variabel upah riil signifikan, sementara peluang angkatan kerja terserap di lapangan pekerjaan (TPK) tidak signifikan, maka perilaku migrasi di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa tingkat upah yang tinggi akan mendorong migrasi masuk akan terus berlangsung, meskipun peluang angkatan kerja untuk terserap di lapangan pekerjaan terbatas.

Tingkat upah riil yang signifikan terhadap migrasi, tetapi variabel TPK tidak signifikan, diserta prilaku migrasi yang secara signifikan memperbesar angkatan kerja kota, tapi mereduksi angkatan kerja pedesaan, maka implikasi yang dapat ditarik dari hasil ini adalah apabila perbedaan upah rill antar wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan terus berlangsung dengan selisih yang semakin tajam, maka migrasi akan terus berlangsung dan memperbesar jumlah angkatan kerja perkotaan, sehingga mendorong semakin tingginya pengangguran perkotaan, mengingat angkatan kerja perkotaan ini berpengaruh signifikan terhadap pengangguran perkotaan.