• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan tujuan penelitian serta hasil dan pembahasan, maka beberapa temuan-temuan dalam studi ini yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut. 1. Dari sisi supply, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan sebesar 5.66

persen dala m dua dekade terakhir, terutama di dorong oleh pertumbuhan input residual (total factor productivity) dengan kontribusi sekitar 2.09 persen, sementara pertumbuhan tenaga kerja dan modal memberi kontribusi sekitar 1.70 dan 1.87 persen. Hasil ini menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, tidak berbasis pada sektor-sektor yang padat karya, tapi lebih banyak di dorong oleh sektor yang padat modal dan pada teknologi

2. Pertumbuhan input residual sektoral (TFP) yang tinggi terutama terjadi di sektor industri pengolahan dan sektor lainnya, sementara TFP di sektor pertanian justru mengalami pertumbuhan negatif, terutama sejak terjadinya krisis ekonomi. Kemerosotan pertumbuhan TFP pertanian ini, tidak hanya menunjukkan terjadinya kemerosotan produktivitas tenaga kerja, tapi juga menunjukkan bahwa peranan input residual (termasuk teknologi, keterampilan petani, kelembagaan petani dan kebijakan pemerintah) sangat kecil, bahkan cenderung menurun kontribusinya dalam mendorong pertumbuhah output pertanian. Dengan asumsi teknologi bersifat konstan, maka merosotnya TFP pertanian di duga terkait dengan input residual di luar teknologi seperti sikap ignorancen pemerintah terhadap pertanian (pencabutan subsidi pupuk dan sistem distribusi yang buruk, menciptakan transaction cost dalam pemasaran hasil- hasil pertanian), infrastruktur pengairan banyak mengalami kerusakan, tidak kuatnya kelembagaan petani dan lain- lain.

3. Dalam persamaan kesempatan kerja, dari semua variabel sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan output agregat, hanya investasi dan ekspor yang secara konsisten berpengaruh terhadap perluasan kesempatan kerja sektoral baik di perkotaan maupun di pedesaan, sedangkan

variabel lainya bahkan dapat mereduksi kesempatan kerja di sektor tertentu. Variabel impor secara konsisiten mereduksi kesempatan kerja di semua sektor secara signifikan, konsumsi masyarakat dapat menciutkan kesempatan kerja pertanian, demikian pula pengeluaran pemerintah bersifat mereduksi kesempatan kerja pertanian, tapi berkorelasi positif dengan kesempatan kerja di sektor industri pengolahan dan sektor lainnya. Dengan demikian pengeluaran pemerintah cenderung bias terhadap sektor industri pengolahan dan sektor lainnya.

4. Input residual atau TFP (seperti teknologi) di sektor pertanian dan industri pedesaan berpengaruh signifikan terhadap perluasan kesempatan kerja. Sedangkan TFP di sektor industri perkotaan dan sektor lainnya mereduksi tenaga kerja, akan tetapi pengaruh terhadap penghematan tenaga kerja sangat kecil yang ditunjukkan oleh nilai elastisitas terhadap permintaan tenaga kerja bersifat sangat in-elastis.

5. Signifikannya input residual (teknologi) terhadap perluasan kesempatan kerja pertanian dan industri pedesaan disebabkan oleh ”efek nilai tambah”

yang diciptakan dari input residual (teknologi) lebih kuat

dibandingkan ”efek substitusinya” terhadap faktor produksi tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan oleh respon kesempatan kerja sektor pertanian dan industri pedesaan bersifat elastis terhadap perubahan nilai tambah sektor. Gambaran ini sekaligus dapat diartikan bahwa peningkatan teknologi (input residual) pada sektor padat karya (pertanian dan industri pedesaan) tidak selamanya mereduksi kesempatan kerja (meningkatkan pengangguran), sepanjang output yang diciptakannya mampu mendorong perluasan kesempatan kerja yang lebih besar.

6. Sektor pertanian, terutama pertanian pedesaan masih merupakan sektor penampumg ”para pekerja sementara” yang ditunjukkan oleh koefisien regresi variabel angkatan kerja terhadap kesempatan kerja sektor pertanian paling besar. Sektor pertanian dan sektor lain perkotaan juga menjadi ”katup pengaman” tenaga kerja di masa krisis. Akan tetapi dengan surplus tenaga kerja yang sedemikian besar di sektor pertanian, menyebabkan pertambahan

tenaga kerja di sektor ini tidak lagi memberi pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan nilai tambah pertanian.

7. Meskipun kesempatan kerja terbatas (TPK tidak signifikan), upah riil yang tinggi menjadi daya tarik yang signifikan terjadinya migrasi masuk, migrasi masuk juga signifkan pada saat terjadinya konflik horisontal di KTI. Selanjutnya migrasi masuk ini, berpengaruh signifikan terhadap peningkatan angkatan kerja di perkotaan, tetapi menurunkan angkatan kerja pedesaan yang berarti arus migrasi ini terutama migrasi dari desa ke kota. Hasil ini, sekaligus dapat diartikan bahwa jika terjadi perbedaan tajam antara upah riil perkotaan dengan upah riil pedesaan yang lebih rendah, maka migrasi dari desa ke kota tak dapat dihindari, meskipun kesempatan kerja di perkotaan terbatas, sehingga dapat berdampak pada pengangguran perkotaan yang semakin tinggi.

8. Pengangguran perkotaan dan pedesaan secara konsisiten di pengaruhi secara negatif oleh kesempatan kerja dan secara positif oleh angkatan kerja, tetapi pertumbuhan ekonomi tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan pengangguran baik di perkotaan maupun di pedesaan.

9. Pertumbuhan ekonomi yang tidak mampu memberi pengaruh signifikan

terhadap pengurangan pengangguran disebabkan oleh beberapa hal yakni (a) dari sisi supply, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan tidak berbasis pada sektor padat pekerja, tapi berbasis pada sektor yang padat modal dan padat teknologi; (b) dari sisi demand, komponen konsumsi masyarakat yang memberi pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi bersifat mereduksi kesempatan kerja di sektor padat pekerja seperti pertanian dan industri pedesaan. Selain itu, investasi dan pengeluaran pemerintah juga bias terhadap sektor indusri pengolahan dan sektor lainnya, yang ditunjukkan oleh hasil simulasi bahwa investasi lebih besar dampaknya terhadap kesempatan kerja industri pengolahan dan sektor lainnya dibandingkan dampaknya terhadap sektor pertanian. Bahkan komponen pengeluaran pemerintah bersifat mereduksi kesempatan kerja sektor yang paling padat pekerja (pertanian), sedangkan di sektor industri pengolahan dan sektor lainnya berkorelasi positif.

10. Hasil analisa kekakuan upah yang ditaksir dengan persamaan ECM, menunjukkan bahwa upah riil di Sulawesi Selatan secara umum bersifat kaku baik di pedesaan maupun diperkotaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai upah riil pada periode awal lebih tinggi dari upah keseimbangannya. Kekakuan upah ini, terutama terjadi di sektor industri yang di dasarkan pada periode waktu yang dibutuhkan oleh upah sektor indusri untuk mencapai keseimbangannya diatas satu tahun, sedangkan sektor pertanian dan sektor lain membutuhkan waktu kurang dari satu tahun.