• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persiapan Alat

Koleksi Ekskreta di Tempat Penampung

Pengecekkan Kandang Koleksi Ekskreta di Kandang

Pengangkatan Kandang Pemasukkan Ekskreta dalam Plastik

Penyemprotan H2SO4 0,01 N

Pencatatan Ulang

19 sedikit demi sedikit menggunakan alat pencekok berupa corong. Prosedur pencekokkan pakan perlakuan disajikan pada Gambar 6. Kemudian ayam dimasukkan ke dalam kandang metabolis sambil ditampung ekskretanya selama 24 jam. Sisanya, empat ekor ayam lain dipuasakan kembali selama 24 jam untuk mengukur energi dan nitrogen endogenous. Air minum tetap diberikan selama 24 jam tersebut. Setelah koleksi, ekskreta disemprot dengan H2SO4 konsentrasi rendah

(0,01 N) agar nitrogen terikat dan tidak menguap. Ekskreta basah dari tiap-tiap perlakuan, baik perlakuan dengan pakan onggok fermentasi, onggok maupun dedak halus, termasuk perlakuan untuk pengukuran energi endogenous yang diperoleh, ditimbang kemudian disimpan dalam freezer selama 24 jam untuk mencegah dekomposisi oleh mikroorganisme.

Prosedur Analisis Ekskreta. Prosedur pengkoleksian ekskreta disajikan pada Gambar 7. Ekskreta seperti pada Gambar 8 yang sudah beku dikeluarkan dari freezer kemudian dithawing lalu dikeringkan dalam oven bersuhu 60OC selama 48 jam. Setelah 48 jam, didapatkan sampel ekskreta kering yang kemudian dihaluskan, kemudian dianalisa kandungan energi bruto menggunakan bomb calorimeter, kandungan protein kasar dengan menggunakan analisis protein metode Kjehdal dan kandungan bahan kering ekskreta serta kandungan serat kasar ekskreta.

Ekskreta P1 Ekskreta P2 Ekskreta P3

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Protein Kasar, Serat Kasar, dan Energi Bruto Pakan Perlakuan Data hasil analisis protein kasar, serat kasar, dan energi bruto bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 9.

Data pada Gambar 9 memperlihatkan nilai protein kasar onggok fermentasi (11,54%) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai protein kasar onggok tanpa fermentasi (3,41%). Peningkatan nilai protein kasar onggok fermentasi pada Gambar 9 terkait erat dengan aktivitas A. niger dalam proses fermentasi substrat onggok. Menurut Mirwandhono et al. (2006), peningkatan kandungan protein setelah difermentasi diduga berasal dari jamur A. niger yang telah mensintesis enzim urease untuk memecah urea menjadi amonia dan CO2 yang kemudian digunakan untuk

pembentukan asam amino. Kenaikan protein kasar onggok diakibatkan oleh penambahan protein yang diperoleh dari perubahan nitrogen inorganik menjadi protein sel selama pertumbuhan mikroba (Sari dan Purwadaria, 2004). Proses fermentasi pada onggok dengan penambahan urea, zeolit, dan amonium sulfat 1,5% mampu memperbaiki kandungan protein kasar pada onggok walaupun nilai protein kasarnya masih lebih rendah dari dedak padi.

Protein murni merupakan protein yang bisa dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Pendugaan bahan makanan sebagai sumber protein menggunakan protein kasar belum tepat, terutama untuk unggas karena unggas tidak mampu memanfaatkan nitrogen yang bukan dari protein (NPN). Jumlah non-protein nitrogen (NPN) Onggok Fermentasi (P3) 2,30 sedangkan jumlah nitrogen protein murni adalah 0,60 (Pitriyatin, 2010)

Kandungan serat kasar onggok fermentasi (16,08%) lebih tinggi daripada onggok tanpa fermentasi (11,6%). Kandungan serat kasar onggok fermentasi yang ditambahkan amonium sulfat lebih rendah dibandingkan tanpa penambahan amonium sulfat (Piriyatin, 2010).

Menurut Sari dan Purwadaria (2004), adanya spora meningkatkan kadar serat kasar pada substrat, dinding sel spora lebih banyak mengandung serat daripada miselium sehingga lebih sukar dicerna dan menurunkan daya cerna bahan kering secara in vitro. Akan tetapi, secara umum kandungan serat kasar produk fermentasi dipengaruhi oleh pertumbuhan miselia kapang (Mirwandhono et al., 2006).

21 Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar onggok hasil fermentasi karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa, di samping terjadinya kehilangan dari sejumlah padatan. Selama tumbuh dan berkembangbiak, diduga kapang tetap menggunakan komponen-komponen yang mudah larut, sementara dinding sel kapang terus terakumulasi dalam produk sehingga menyebabkan miselia tumbuh dengan lebat tetapi tidak didukung dengan kemampuan kapang untuk menghasilkan enzim selulase (Pitriyatin, 2010).

Gambar 9. Protein Kasar dan Serat Kasar Pakan Perlakuan

Menurut Nurhayati (2008), pakan yang mengandung protein kasar tinggi akan meningkatkan komponen daging dalam karkas, sementara tingginya kandungan serat kasar pakan akan menurunkan komponen lemak kasar. Menurut Pitriyatin (2010) semakin tinggi level penambahan amonium sulfat, maka kandungan lemak kasarnya semakin menurun.

Energi bruto onggok fermentasi lebih tinggi dibandingkan nilai onggok tanpa fermentasi (Gambar 10). Sejumlah panas yang dihasilkan saat pakan terbakar seluruhnya oleh oksigen sehingga dapat terukur dalam Bomb calorimeter disebut energi bruto dalam pangan (Leeson dan Summers, 2001). Peningkatan nilai energi bruto onggok fermentasi terkait erat dengan proses fermentasi itu sendiri. Pada dasarnya, serat kasar juga memiliki energi total yang cukup tinggi tetapi energi tersebut akan dicerna sangat lambat dan sedikit bila dibandingkan BETN (Prabowo

3.41 13.9 11.54 11.16 6.98 16.08 -1 1 3 5 7 9 11 13 15 17

Onggok Dedak Onggok Hasil Fermentasi

22 et al., 2002). Menurut Londra (2007), proses fermentasi, selain dapat meningkatkan kadar protein kasar, nilai kalori substrat juga meningkat.

Pakan sumber energi, termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum); kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan); kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya); dan kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria). Pakan sumber protein, golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman). Golongan ini dibedakan menjadi 3 kelompok: kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang terdiri atas jenis daun-daunan sebagai hasil sampingan (daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang dan bungkil); kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra, gamal dan sentero; dan kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang dan sebagainya) (IPTEK, 2010), sehingga onggok fermentasi ini berpotensi menjadi pakan sumber energi.

Gambar 10. Energi Bruto Pakan Perlakuan

2723.5 3870.19 2818.14 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Onggok Dedak Onggok Hasil Fermentasi

23 Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai Energi Metabolis

Rataan nilai konsumsi energi, ekskresi energi, ekskresi energi endogenous, dan efisiensi penggunaan energi untuk masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 11.

Data pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa ayam broiler yang diberi onggok fermentasi mengkonsumsi energi lebih banyak dibandingkan onggok tanpa fermentasi. Hal ini disebabkan kandungan energi onggok fermentasi yang lebih tinggi dibandingkan onggok tanpa fermentasi. Menurut Widjastuti et al. (2007) tingkat energi dalam pakan akan menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi. Ekskresi energi yang tinggi pada onggok fermentasi bila dibandingkan dengan onggok dan dedak padi baik pada Gambar 11 menunjukkan pemanfaatan energi yang terkandung dalam onggok fermentasi sangat rendah dan banyaknya onggok fermentasi yang tidak tercerna oleh ayam broiler.

Menurut Farida et al. (2008) bahan pakan yang banyak diekskresikan menunjukkan nilai koefisien cerna yang lebih rendah dibanding nilai koefisien cerna bahan kering, kecernaan bahan kering merupakan indikator kualitas bahan makanan.

Gambar 11. Nilai Konsumsi Energi (KE) dan Ekskresi Energi (EE) Ternak Percobaan

Pakan yang memiliki tingkat kecernaan tinggi berbanding terbalik dengan tingkat ekskresi melalui feses (Damron, 2003). Namun demikian, terlihat bahwa nilai konsumsi energi lebih besar dibandingkan dengan nilai ekskresi energi. Pakan terdiri

71.04 89.35 79.06 12.86 19.54 22.48 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Onggok Dedak Onggok Hasil Fermentasi

24 dari komplek molekul organik dan inorganik yang harus mengalami pengecilan ukuran partikel untuk dapat diserap (Leeson dan Summers, 2001).

Nilai ekskresi energi endogenous didapatkan dari rata-rata hasil perkalian ekskreta dengan kandungan energinya. Menurut Sibbald (1980) energi ekskreta unggas merupakan energi yang berasal dari energi feses dan urin. Energi ini merupakan energi dari zat-zat makanan yang berasal dari asupan pakan namun belum dan atau tidak mengalami oksidasi sempurna, energi ini juga berasal dari energi endogenous yang terdapat dalam urin maupun feses. Energi endogenous berasal dari bukan sisa pakan.

Wenk et al. (2001) menambahkan bahwa energi endogenous merupakan sejumlah energi yang berasal dari jaringan dan sekresi hewan yang tidak dapat ditambahkan ke dalam energi bruto pakan, dan energi ini diekskresikan dalam bentuk feses dan urin yang termasuk ke dalam perhitungan energi yang hilang dalam fase pemuasaan. Energi metabolis adalah energi tercerna setelah dikoreksi oleh energi ekskreta (Leeson dan Summers, 2001). Rataan nilai energi metabolis untuk masing- masing perlakuan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Nilai Energi Metabolis Semu (EMS), Energi Metabolis Murni (EMM), Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn), dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) pada Berbagai Perlakuan (% BK)

Bahan EMS EMM EMSn EMMn

(kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg)

P1 2230,43±55,65b 2289,63±55,65b 2222,45±50,89b 2281,65±50,89b P2 3023,96±406,58a 3090,84±406,58a 2826,87±378,14a 2893,76±378,14a P3 2016,84±120,37b 2071,88±120,37b 1894,97±111,4b 1950±111,41b Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0,05). P1 = Onggok, P2 = Dedak, dan P3 = Onggok Fermentasi

Data pada Tabel 4 memperlihatkan nilai rataan energi metabolis semu, energi metabolis murni, energi metabolis semu terkoreksi nitrogen, energi metabolis murni terkoreksi nitrogen pada onggok fermentasi dan onggok murni berbeda nyata (P<0,05) dengan dedak padi. Menurut Prabowo et al. (2002) perbedaan energi metabolis disebabkan oleh perbedaan kandungan protein kasar dan serat kasar antar perlakuan. Semakin tinggi protein kasar atau semakin rendah serat kasar, maka

25 semakin tinggi energi metabolis. Sebaliknya, semakin rendah protein kasar atau semakin tinggi serat kasar, maka semakin rendah energi metabolis.

Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai Efisiensi Penggunaan Energi

Rataan nilai efisiensi penggunaan energi (Rasio EM/EB) masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Nilai Efisiensi Penggunaan Energi (Rasio EM/EB) pada Berbagai Perlakuan

Bahan Rasio EM/EB (%)

Onggok 81,60±1,87a

Dedak Padi 73,04±9,77ab

Onggok Fermentasi 67,24±3,95b

Konversi EMSn terhadap energi bruto atau rasio EM/EB pakan merupakan indikator efisiensi penggunaan energi yang dimanfaatkan tubuh. Semakin tinggi nilai konversi EMSn terhadap energi bruto maka semakin tinggi energi yang dimetabolis atau yang dimanfaatkan tubuh sehingga efisiensi penggunaan energi bruto menjadi energi metabolis semakin baik. Tabel 5 menunjukkan nilai efisiensi penggunaan energi onggok fermentasi lebih rendah baik dibandingkan dengan onggok maupun dedak padi. Hal ini diduga erat kaitannya dengan kandungan serat kasar pada onggok fermentasi yang lebih tinggi dibandingkan onggok tanpa fermentasi sehingga menyebabkan nilai efisiensi penggunaan energi rendah.

Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai Retensi Nitrogen

Rataan nilai konsumsi nitrogen, ekskresi nitrogen, ekskresi nitrogen endogenous, dan retensi nitrogen masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 13.

Data pada Gambar 13 memperlihatkan nilai rataan konsumsi nitrogen tertinggi ada pada dedak, kemudian diikuti oleh onggok fermentasi lalu onggok. Demikian juga pada nilai ekskresi nitrogen. Nitrogen dalam keadaan seimbang apabila jumlah N dikonsumsi sama dengan jumlah N yang diekskresikan (Susanti dan Marhaeniyanto, 2007).

26 Gambar 12. Konsumsi, Ekskresi dan Retensi Nitrogen Ternak Percobaan

Nilai retensi nitrogen tertinggi baik pada Gambar 12 dihasilkan dari dedak padi, diikuti onggok fermentasi kemudian onggok murni. Hal ini terkait erat dengan kandungan protein kasar dan tingkat kecernaan protein kasar pada masing-masing pakan perlakuan. Menurut Jaelani et al. (2008), nilai retensi nitrogen akan berbanding lurus dengan nilai protein kasar bila berbanding lurus dengan tingkat kecernaan proteinnya. Nilai retensi nitrogen dedak padi lebih tinggi dibanding onggok fermentasi dan onggok tanpa fermentasi karena nilai protein kasar dedak padi lebih tinggi dibandingkan onggok fermentasi dan onggok tanpa fermentasi. Selain itu, nilai retensi nitrogen dedak padi yang lebih tinggi dibandingkan nilai retensi nitrogen onggok fermentasi dan onggok disebabkan nilai konsumsi nitrogen dedak padi lebih tinggi dibanding onggok fermentasi maupun onggok tanpa fermentasi. Nilai konsumsi protein berbanding lurus dengan nilai retensi nitrogen. Namun demikian, tidak selalu diikuti dengan pertambahan bobot badan bila kandungan energi dalam pakan tidak mencukupi (Lubis et al., 2007). Nilai retensi nitrogen onggok fermentasi berbeda nyata (P<0,05) dengan dedak padi dan onggok. Pemanfaatan protein pada ternak dapat didekati melalui retensi nitrogen (RN). Namun demikian, retensi N pada masing-masing bahan pakan selain dipengaruhi oleh kandungan N pakan juga dipengaruhi oleh kandungan energinya (Susanti dan Marhaeniyanto, 2007). Nilai koreksi untuk retensi nitrogen ditambahkan ke energi ekskreta untuk setiap N yang ditahan. Ini akan menghilangkan efek perbedaan

0.16 0.18 0.03a 0.67 0.16 0.55b 0.55 0.18 0.42c 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Konsumsi Nitrogen (g) Ekskresi Nitrogen (g) Retensi Nitrogen (g)

27 pertumbuhan yang umumnya terjadi pada pengujian terhadap unggas (Lopez dan Leeson, 2007). Secara keseluruhan, neraca retensi nitrogen yang diperoleh bernilai positif yang menunjukkan adanya sejumlah nitrogen yang diserap tubuh untuk pertumbuhan (Khotijah, 2006).

28 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nilai retensi nitrogen campuran onggok, urea, zeolit dengan penambahan amonium sulfat 1,5% yang difermentasi dengan A. niger lebih tinggi dari onggok tanpa fermentasi, tetapi nilai energi metabolisnya sebanding dan efisiensi penggunaan energinya lebih rendah dari onggok tanpa fermentasi.

Saran

Penelitian lebih lanjut mengenai nilai efisiensi penggunaan protein kasar dan efisiensi penggunaan protein murni perlu dilakukan untuk mengetahui daya guna efektif onggok fermentasi bagi ayam broiler.

29 UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan penuh rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih sebanyak- banyaknya kepada banyak pihak dalam proses penyelesaian skripsi yang berjudul Nilai Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Hasil Fermentasi Onggok, Urea, Zeolit dan Amonium Sulfat oleh Aspergillus niger pada Ayam Broiler, terutama kepada :

1. RD Marcelinus Dwijawandawa atas bantuan dana, doa, dan arahan-arahan spiritualnya.

2. Ir. Widya Hermana, MSi. atas bimbingan, koreksi-koreksi, dan masukan- masukan konstruktifnya.

3. Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc. atas bimbingan, nasehat dan petuah-petuahnya. 4. Dr. Ir. A. Darobin L., MSc. atas bantuan dana, nasehat, dan petunjuk-

petunjuknya.

5. Dr. Ir. Sumiati, MSc., Ir. Sri Darwati, MS dan Ibu Sari atas koreksi- koreksinya.

6. Keluarga penulis, Bapak Yohanes Krisostomus Sri Suwancoko, AMd. dan Ibu Gracia Endang Cahya Rini atas didikan, doa dan kesabarannya serta adinda Raymundus Swari Laras atas doa dan semangatnya.

7. Agatha Sarinah Monica, atas motivasi, dorongan dan semangatnya yang tiada henti.

8. Ibu Lanjarsih, Mas Mumu, Mas Mul, dan Mas Ugan atas bantuannya dalam proses penelitian.

9. Segenap Civitas Akademika Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan yang telah memberi kesempatan kepada penulis dalam menimba ilmu.

Penulis menyadari bahwa selama proses penyelesaian tugas akhir ini tidak jarang penulis melakukan kesalahan serta kekeliruan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, kepada semua pihak yang terkait dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Untuk itu, penulis meminta maaf yang sedalam-dalamnya dan atas maaf yang akan diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, Oktober 2010 Penulis

30 DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik. 2010. Tanaman pangan. http://www.bps.go.id/ tnmn_pgn.php?adodb_next_page=5&eng=0&pgn=6&prov=99&thn1=2006& thn2=2010&luas=1&produktivitas=1&produksi=1. [24 April 2010].

Biro Pusat Statistik. 2010. Istilah Statistik. http://www.bps.go.id/ aboutus.php?glos=1&ist=1 [19 Oktober 2010].

Bata, M., S. N. O. Suwandyastuti, & N. Hidayat. 1999. Pengaruh penambahan urea dan belerang pada campuran tape onggok dan ampas tahu terhadap kecernaan protein dan urea darah domba jantan. Animal Production 1 (2) : 75-81.

Blair, R. 2009. Nutrition and Feeding of Organic Poultry. Cromwell Press, Trowbridge. United Kingdom.

CJ Feed. 2010. Karakteristik strain broiler dan layer. http://cjfeed.co.id/ index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=156 [17 Mei 2010].

Damron, S. W. 2003. Introduction to Animal Science Global, Biological, Social and Industrial Perspective. 2th Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey.

Darmawan, B. 2001. Evaluasi energi metabolis dan efisiensi penggunaan protein kompleks onggok-urea-zeolit yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Farida, W.S., K.K. Wardhani, A.S. Tjakradidjaja, & D. Diapari. 2008. Konsumsi dan penggunaan pakan pada tarsisius (Tarsisius Bancanus) betina di penangkaran. Jurnal Biodiversitas 9(2) : 148-151.

Force, D. 2010. Budidaya ayam pedaging. http://grandmall10.wordpress.com/ 2010/02/07/budidaya-ayam-pedaging/. [1 Juni 2010].

Hadipernata, M. 2007. Mengolah dedak menjadi minyak. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29(4) : 8-10

Hidayat C. 2010. Mendongkrak kecernaan singkong. http://www.trobos.com/ show_article.php?rid=19&aid=2036. [ 23 April 2010].

Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2010. Teknologi tepat guna, menteri negara riset dan teknologi : tentang budidaya peternakan. http://www.iptek.net.id/ ind/warintek/?mnu=6&ttg=4&doc=4b4 [20 Oktober 2010].

31 Iyayi, E. A. & Lossel, D. M. 2001. Protein enrichment of cassava byproducts through solid state fermentation by fungi. The Journal of Food Technology in Africa, 6 : 116-118

Jaelani, A., W. G. Piliang, Suryahadi, & I. Rahayu. 2008. Hidrolisis bungkil inti sawit (Elaeis guineensis Jacq) oleh kapang Trichoderma reesei sebagai pendegradasi polisakarida mannan. Animal Production 10(1) : 42-49.

Khotijah, L. 2006. Penambahan urea atau dl-metionina ke dalam ransum komplit biomassa ubi jalar pada kelinci. Media Peternakan 29(2) : 89-95.

Lesson, S. & J.D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Edition. University Books. Guelph, Ontario, Canada.

Londra, I. M. 2007. Pakan ternak bermutu dari limbah mete. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29 (5) : 9-11.

Lopez, G., & S. Leeson. 2007. Relevance of nitrogen correction for assessment of metabolizable energy with broilers to forty-nine days of age. Poult. Sci. 86 : 1696 – 1704 .

Lubis, A.D., Suhartono, B. Darmawan, H. Ningrum, I. Y. Noormasari, and N. Nakagoshi. 2007. Evaluation of fermented cassava (Manihot esculenta Crantz) pulp as feed ingredient for broiler. Tropics 17 (1) : 73-80.

Mirwandhono, E., I. Bachari, & D. Situmorang. 2006. Uji nilai nutrisi kulit ubi kayu yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Jurnal Agribisnis Peternakan 2(3) :91-95.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Edition. National Academy Press. Washingthon, D. C.

Nurhayati. 2008. Pengaruh tingkat penggunaan campuran bungkil inti sawit dan onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam pakan terhadap bobot dan bagian-bagian karkas broiler. Animal Production 10(1) : 55-59.

Pitriyatin. 2010. Peningkatan protein onngok-urea-zeolit yang difermentasi oleh Aspergillus niger (cassabio) dengan penambahan amonium sulfat sebagai sumber sulfur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prabawati, S & Suismono. 2005. Mendongkrak pemanfaatan sumber pangan dengan sentuhan teknologi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27(6):1-2.

Prabowo, A., Zuprizal, & T. Yuwanto. 2002. Evaluasi kandungan nutrien, energi metabolis, kecernaan protein in vitro, kelarutan dan berat molekul protein serta kandungan asam amino eceng gondok. Jurnal Agrosains 15 (1) : 99-110.

32 Purbasari, A. & Silviana. 2008. Kajian awal pembuatan biodiesel dari minyak dedak

padi dengan proses esterifikasi. Jurnal Reaktor 12(1) : 19-21.

Sari, L. & T. Purwadaria. 2004. Pengkajian nilai gizi hasil fermentasi mutan Aspergillus niger pada substrat bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Jurnal Biodiversitas 5: 48-51.

Sibbald, I. R. 1980. A new technique for estimating the energy metabolizable content of feeds for poultry Dalam FAO, Standarization of Analythical Methodology for Feeds, International Development Research Center. Canada.

Sibbald, I. R., & M. D. Wolynetz. 1985. Relationship between estimated of bioavailable energy made with adult cockerels and chicks : Effects of feed intake and nitrogen retention. Poultry Sci. 64 : 127-138.

Steel, R. G. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: M.Syah. Gramedia. Jakarta.

Sunaryanto, R., T. T. Irawadi, A. Suryani, & A. Marasabesy. 2010. Pengaruh kadar air awal dan campuran dedak : tapioka terhadap produktivitas enzim glukoamilase.http://125.163.204.22/

download/ebooks_kimia/makalah/Pengaruh%20Kadar%20Air%20Awal.pdf. [15 Juni 2010]

Supriyati. 2010. Onggok terfermentasi bahan pakan bergizi tinggi. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr246027.pdf [1 Mei 2010].

Susanti, S. & E. Marhaeniyanto. 2007. Kecernaan, retensi nitrogen, dan hubungannya dengan produksi susu pada sapi peranakan friesian holstein (pfh) yang diberi pakan pollard dan bekatul. Jurnal Protein 15(2) : 141-147.

Tarmudji. 2004. Pemanfaatan onggok untuk pakan unggas. Tabloid Sinar Tani. (Online), Juni 2004 (http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/71/pdf).[14 Januari 2010].

Taylor, R. E. & T. G. Field. 2004. Scientific Farm Animal Production an Introduction to Animal Science. 8th Edition. Upper Saddle River, Pearson, Prentice Hall, New Jersey.

Wenk, C., P.C. Colombani, J. van Milgen, & A. Lemme. 2001. Glossary : Terminologi in animal and human energy metabolism. European Association for Aviation Psychology (EAAP) 103:409-421.

Widjastuti, T., Abun, W. Tanwiriah, & I. Y. Asmara. 2007. Pengolahan bungkil inti sawit melalui fermentasi oleh jamur Marasmius Sp guna menunjang bahan pakan alternatif untuk ransum ayam broiler. http://pustaka.unpad.ac.id/wp- content/uploads/2009/10/pengolahan_bungkil_inti_sawit.pdf [17 Mei 2010]

33 LAMPIRAN

34 Lampiran 1. ANOVA Konsumsi Energi pada Berbagai Perlakuan

KE

Perlakuan Ulangan Exi. Exij Ex.^2 : r

(kkal/kg) I II III IV I 71,042472 71,042472 71,042472 71,042472 284,169888 20188,13131 20188,13131 II 89,354457 89,354457 89,354457 89,354457 357,417828 31936,87594 31936,87594 III 79,063635 79,063635 79,063635 79,063635 316,25454 25004,23352 25004,23352 E 957,842256 77129,24077 77129,24077 FK JK(T) JK(P) 76455,14895 674,0918239 674,0918239

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Fhit tak hingga

Perlakuan 2 674,0918239 337,045912 ∞ 4,256 8,022

Error 9 0 0

Total 11 674,0918239

Lampiran 2. ANOVA Ekskresi Energi pada Berbagai Perlakuan EE

Perlakuan Ulangan Exi. Exij Ex.^2 : r

kkal/kg I II III IV I 14,93039555 12,31731892 13,2594508 10,93960114 51,44676641 670,1209652 661,6924435 II 29,30060997 10,29408749 28,54011267 10,01631754 78,15112767 1879,35863 1526,899689 III 26,52505064 18,70626278 25,08228692 19,60931862 89,92291896 2067,149072 2021,532839 E 219,520813 4616,628668 4210,124971 FK JK(T) JK(P) 4015,78228 600,8463883 194,3426913 SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Fhit < F0,05 Perlakuan 2 194,3426913 97,17134565 2,15137554 4,256 8,022 Error 9 406,503697 45,16707744 Total 11 600,8463883

35 Lampiran 3. ANOVA Energi Endogenous pada Berbagai Perlakuan

EEe

Perlakuan Ulangan Exi. Exij Ex.^2 : r

kkal/kg I II III IV I 2,324130895 1,344371201 1,543865988 0,964549016 6,1769171 10,52279533 9,538576214 II 2,324130895 1,344371201 1,543865988 0,964549016 6,1769171 10,52279533 9,538576214 III 2,324130895 1,344371201 1,543865988 0,964549016 6,1769171 10,52279533 9,538576214 E 18,5307513 31,568386 28,61572864 FK JK(T) JK(P) 28,61572864 2,952657361 0 SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Fhit < F0,05 Perlakuan 2 0 0 0 4,256 8,022 Error 9 2,952657361 0,32807304 Total 11 2,952657361

Lampiran 4. ANOVA Konsumsi Nitrogen pada Berbagai Perlakuan KN

Perlakuan Ulangan Exi. Exij Ex.^2 : r

kkal/kg I II III IV I 0,16368 0,16368 0,16368 0,16368 0,65472 0,10716457 0,10716457 II 0,6672 0,6672 0,6672 0,6672 2,6688 1,78062336 1,78062336 III 0,55404 0,55404 0,55404 0,55404 2,21616 1,227841286 1,227841286 E 5,53968 3,115629216 3,115629216 FK JK(T) JK(P) 2,557337875 0,558291341 0,558291341

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Fhit tak hingga

Perlakuan 2 0,558291341 0,27914567 ∞ 4,256 8,022

Error 9 0 0

36 Lampiran 5. ANOVA Ekskresi Nitrogen pada Berbagai Perlakuan

EN

Perlakuan Ulangan Exi. Exij Ex.^2 : r

kkal/kg I II III IV I 0,201663259 0,174939495 0,197599585 0,16368 0,737882339 0,137108635 0,136117586 II 0,258119526 0,086761505 0,219855142 0,6672 1,231936172 0,567645371 0,379416683 III 0,218567074 0,150222013 0,210109359 0,55404 1,132938446 0,421444483 0,320887381 E 3,102756956 1,12619849 0,83642165 FK JK(T) JK(P) 0,802258394 0,323940096 0,034163256 SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Fhit < F0,05 Perlakuan 2 0,034163256 0,017081628 0,530527735 4,256 8,022 Error 9 0,28977684 0,032197427 Total 11 0,323940096

Lampiran 6. ANOVA Ekskresi Nitrogen Endogenous pada Berbagai Perlakuan NEe

Perlakuan Ulangan Exi. Exij Ex.^2 : r

kkal/kg I II III IV I 0,066910058 0,041283213 0,04485869 0,030255577 0,183307538 0,009108962 0,008400413 II 0,066910058 0,041283213 0,04485869 0,030255577 0,183307538 0,009108962 0,008400413 III 0,066910058 0,041283213 0,04485869 0,030255577 0,183307538 0,009108962 0,008400413 E 0,549922614 0,027326885 0,02520124 FK JK(T) JK(P) 0,02520124 0,002125645 0 SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Fhit < F0,05 Perlakuan 2 0 0 0 4,256 8,022 Error 9 0,002125645 0,000236183 Total 11 0,002125645

37 Lampiran 7. Standar Deviasi Energi Metabolis Semu dan Energi Metabolis Murni pada Berbagai Perlakuan

Energi Metabolis Semu Rataan EMS Ragam EMS Energi Metabolis Murni Rataan EMS Ragam EMS

(kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg)

2151,12 2230,43 6289,48 2091,92 2171,23 6289,48

2251,30 2230,43 435,52 2192,10 2171,23 435,52

2215,18 2230,43 232,52 2155,98 2171,23 232,52

2304,12 2230,43 5429,58 2244,92 2171,23 5429,58

2230,43 3096,78 2171,23 3096,78

Standar Deviasi 55,65 Standar Deviasi 55,65

Energi Metabolis Semu Rataan EMS Ragam EMS Energi Metabolis Murni Rataan EMS Ragam EMS

(kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg)

2601,10 3023,96 178806,91 2534,22 2957,07 178806,91

3424,33 3023,96 160296,55 3357,44 2957,07 160296,55

2634,04 3023,96 152034,78 2567,16 2957,07 152034,78

3436,36 3023,96 170075,01 3369,47 2957,07 170075,01

3023,96 165303,31 2957,07 165303,31

Standar Deviasi 406,58 Standar Deviasi 406,58

Energi Metabolis Semu Rataan EMS Ragam EMS Energi Metabolis Murni Rataan EMS Ragam EMS

(kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg) (kkal/kg)

1872,68 2016,84 20780,83 1817,64 1961,80 20780,83

2151,38 2016,84 18100,18 2096,33 1961,80 18100,18

1924,11 2016,84 8598,81 1869,07 1961,80 8598,81

2119,19 2016,84 10475,20 2064,14 1961,80 10475,20

2016,84 14488,76 1961,80 14488,76

38 Lampiran 8. Standar Deviasi Energi Metabolis Semu dan Energi Metabolis Murni (Terkoreksi Nitrogen) pada Berbagai Perlakuan,

Dokumen terkait