• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri kandidat probiotik potensial yang telah diuji antagonistik secara in vitro dan tidak bersifat patogen diuji lagi kemampuan antagonistiknya dalam menghambat pertumbuhan atau perkembangan Sa5 secara in vivo pada ikan nila dengan metode injeksi (penyuntikan). Bakteri kandidat probiotik yang digunakan adalah isolat non-patogenik yang berhasil mempertahankan survival rate (SR) paling tinggi dalam uji patogenisitas. Ikan yang digunakan adalah ikan nila dengan bobot 12,48±0,29 g yang dipelihara dalam akuarium berukuran (60x35x30) cm dengan volume air 40 ℓ dan kepadatan 10 ekor per akuarium.

Konsentrasi (kepadatan) bakteri kandidat probiotik dan Sa5 yang digunakan dalam uji antagonistik in vivo adalah 106 CFU/mℓ, sesuai dengan konsentrasi yang digunakan dalam uji antagonistik in vitro. Injeksi bakteri dilakukan secara intraperitonial pada ikan nila dengan dosis 1 mℓ per 100 g bobot tubuh ikan (Sukenda 2000). Ikan dipelihara selama 17 hari dengan berbagai perlakuan (Gambar 1). Perlakuan yang diberikan pada uji antagonistik in vivo

7 A = simulasi pencegahan, kandidat probiotik diinjeksikan ke ikan uji terlebih

dahulu pada H-4 dan patogendiinjeksi pada H0,

B = injeksi bersama, kandidat probiotik dan patogen diinjeksikan ke ikan uji secara bersamaan pada H0,

C = simulasi pengobatan, patogen diinjeksikan ke ikan uji terlebih dahulu pada H0 dan kandidat probiotik diinjeksi pada H+4,

D = kontrol negatif, ikan uji diinjeksi dengan larfis pada H0, dan E = kontrol positif, ikan uji diinjeksi dengan patogen pada H0.

8

Keterangan: (SB) Sampling Bobot; (GD) Sampling Gambaran Darah; (K-) Kontrol Negatif; (K+) Kontrol Positif; (InjPro) Injeksi Probiotik; (InjPat) Injeksi Patogen; (InjLarfis) Injeksi Larutan Fisiologis.

Gambar 1 Jadwal perlakuan dan sampling selama uji antagonistik in vivo

9 2.9 Parameter Pengamatan

2.9.1 Konsumsi Pakan

Pakan harian diberikan secara ad satiation dengan stok pakan sebanyak 5 g per akuarium dan frekuensi pemberian 3 kali sehari. Jumlah konsumsi pakan harian selama uji antagonistik in vivo dihitung dengan mengurangkan stok pakan harian (a) dengan sisa pakan (b). Sisa pakan merupakan pakan yang tidak dikonsumsi oleh ikan pada setiap akuarium.

2.9.2 Survival Rate (SR)

Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) ikan nila pada uji patogenisitas dan uji antagonistik in vivo diamati setiap hari selama pemeliharaan lalu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

SR = survival rate (%)

Nt = jumlah ikan hidup pada hari pengamatan No = jumlah ikan hidup pada hari pengamatan

2.9.3 Gejala Klinis

Gejala klinis selama uji antagonistik in vivo diamati secara visual setiap hari sejak pemeliharaan dalam akuarium hingga akhir pengamatan uji in vivo

selama kurun waktu 17 hari. Gejala klinis yang diamati merupakan modifikasi metode pengamatan Aryanto (2011) dan Hardi (2011) meliputi perubahan pola renang dan tingkah laku, respons terhadap pakan, serta patologi makroskopis organ luar ikan.

2.9.4 Hematologi Ikan

Pengamatan hematologi ikan dilakukan sebanyak 5 kali selama pemeliharaan uji antagonistik in vivo dengan selang waktu sampling setiap 4 hari yaitu 2 hari sebelum injeksi perlakuan A (H-6), 2 hari setelah injeksi perlakuan A (H-2), 2 hari setelah injeksi patogen untuk setiap perlakuan selain kontrol negatif, 2 hari setelah injeksi probiotik perlakuan C (H6), dan pada akhir masa pemeliharaan (H10). Ikan uji adalah stok khusus yang digunakan untuk

10 pengamatan hematologi ikan. Sampel yang digunakan setiap sampling berjumlah 2 ekor ikan. Sebelum pengambilan sampel darah ikan, syringe dibilas dengan antikoagulan (natrium sitrat 3,8%) untuk mencegah pembekuan darah. Darah ikan diambil melalui vena caudal menggunakan syringe. Darah yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam eppendorf secara perlahan. Parameter hematologi ikan yang diamati adalah total eritrosit dan total leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973), kadar hematokrit (Anderson dan Siwicki 1993), kadar hemoglobin (Wedemeyer dan Yasutake 1977).

2.9.4.1 Perhitungan Total Eritrosit

Darah dihisap menggunakan pipet bulir merah sampai skala 0,5 lalu diencerkan dengan larutan Hayem sampai skala maksimum 101. Kedua ujung ditutup sejajar kemudian digoyangkan membentuk angka 8 selama 3-5 menit. Setelah itu, tetesan darah yang pertama dibuang lalu darah tersebut diteteskan ke hemasitometer yang telah ditutup dengan gelas objek pada bagian yang berlekuk. Perhitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan jumlah eritrosit dihitung pada 5 kotak besar pada hemasitometer dengan faktor pengencer 202. Berikut ini adalah rumus perhitungan total eritrosit:

2.9.4.2 Perhitungan Total Leukosit

Darah dihisap menggunakan pipet bulir putih sampai skala 0,5 lalu diencerkan dengan larutan Turk’s sampai skala maksimum 11. Kedua ujung ditutup sejajar kemudian digoyangkan membentuk angka 8 selama 3-5 menit. Setelah itu, tetesan darah yang pertama dibuang lalu darah tersebut diteteskan ke hemasitometer yang telah ditutup dengan gelas objek pada bagian yang berlekuk. Perhitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan jumlah eritrosit dihitung pada 5 kotak besar pada hemasitometer dengan faktor pengencer 22. Berikut ini adalah rumus perhitungan total leukosit:

11 2.9.4.3 Perhitungan Kadar Hematokrit

Darah dihisap dengan tabung kapiler (mikrohematokrit) hingga ¾ bagian tabung lalu ujung tabung ditutup dengan ditancapkan pada crytoceal. Setelah itu, tabung mikrohematokrit yang berisi darah disentrifuse pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit lalu dilihat endapan darahnya. Perhitungan kadar hematokrit dengan cara membandingkan panjang endapan darah (a) terhadap panjang total seluruh darah (b). Berikut ini adalah rumus perhitungan kadar hematokrit:

2.9.4.4 Perhitungan Kadar Hemoglobin

Perhitungan kadar hemoglobin (Hb) diawali dengan memasukkan HCl 0,1 N ke dalam Hb meter sampai skala 10 (skala merah) menggunakan pipet. Setelah itu darah dihisap menggunakan pipet Sahli hingga skala 0,2 mℓ lalu dimasukkan ke dalam tabung Hb meter dan dibiarkan sambil diaduk selama 3-5 menit dan dincerkan dengan ditambahkan akuades sedikit demi sedikit hingga warnanya sama dengan warna standar yang ada pada tabung Hb meter. Kadar hemoglobin dilihat pada skala berwarna kuning yang dinyatakan dalam satuan gram per 100 mℓ darah (g%).

2.10 Identifikasi Isolat Bakteri

Identifikasi yang dilakukan meliputi pengamatan morfologi koloni antara lain bentuk sel, penataan dan jenis Gram. Karakterisasi secara biokimia meliputi uji oksidatif/fermentatif, uji motilitas, uji katalase, dan uji oksidase.

2.11 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode ANOVA single factor untuk menjawab hipotesis penelitian apakah pengaruh perlakuan berbeda nyata atau tidak terhadap penghambatan pertumbuhan patogen oleh kandidat probiotik pada uji in vitro, SR pada uji patogenisitas dan uji in vivo, serta parameter hematologi ikan nila pada uji in vivo.

Hasil analisis yang menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap respons yang diamati dengan taraf nyata atau alpha (α) sebesar 5%, selanjutnya diuji lanjut dengan uji Duncan untuk mengetahui kelompok perlakuan

12 yang memberikan pengaruh berbeda terhadap masing-masing parameter pengamatan.

Data hasil uji ditabulasi menggunakan program MS. Excel 2010 dan dianalisis secara statistik menggunakan program SPSS 14.0. Data identifikasi isolat bakteri dianalisis secara deskriptif, yaitu membandingkan hasil uji dengan literatur pendukung berdasarkan Cowan dan Steel (1974).

13 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik

Bakteri kandidat probiotik yang berhasil diisolasi dari air kolam pembesaran ikan nila merah dan usus ikan nila merah, usus ikan nila hitam, usus ikan lele, serta usus ikan mas berjumlah 78 isolat. Seluruh isolat tersebut telah diidentifikasi melalui perwarnaan Gram dengan karakteristik anatomi mikroskopis seperti pada Tabel 1. Sebanyak 17 isolat berasal dari air kolam pembesaran ikan nila merah; 14 isolat dari usus ikan nila merah; 10 isolat dari usus ikan nila hitam; 20 isolat dari usus ikan lele; dan 17 isolat dari usus ikan mas. Berdasarkan hasil pewarnaan Gram diketahui 68 isolat diantaranya memiliki sifat Gram negatif dan 10 isolat sisanya memiliki sifat Gram positif, dengan 19 isolat diantaranya memiliki morfologi sel bulat (coccus) dan 59 isolat lainnya berbentuk batang (bacil).

Tabel 1 Karakteristik anatomi mikroskopis isolat bakteri kandidat probiotik hasil pewarnaan Gram

Asal isolat Lokasi Jenis Gram Morfologi sel

Positif (+) Negatif (-) Bacil Coccus

Air di sekitar inlet kolam pembesaran ikan nila merah Dept. BDP, FPIK IPB 2 8 5 5 Air di sekitar outlet kolam pembesaran ikan nila merah Dept. BDP, FPIK IPB 0 7 5 2 Usus ikan nila merah Daerah Parung, Kabupaten Bogor 5 9 9 5 Usus ikan nila hitam Daerah Ciseeng, Kabupaten Bogor 1 9 9 1 Usus ikan lele Daerah Parung, Kabupaten Bogor 2 18 15 5 Usus ikan mas Daerah Ciherang, Kabupaten Bogor 0 17 16 1 Subtotal 10 68 59 19 Total 78 78

14 Tidak semua isolat bakteri yang berhasil diisolasi dapat digunakan. Karena dalam 2 hingga 3 kali pemurnian dengan metode gores kuadran tidak semua isolat dapat dimurnikan menjadi koloni tunggal. Salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya mendapatkan koloni tunggal adalah koloni bakteri yang tumbuh menyebar pada media agar. Dengan demikian, hanya isolat yang teridentifikasi merupakan koloni tunggal saja (Lampiran 1) yang diuji lebih lanjut.

3.2 Uji Aktivitas Amilolitik dan Proteolitik

Pada Gambar 2a ditampilkan contoh hasil uji aktivitas amilolitik, koloni dengan tanda (+) memperlihatkan terbentuknya zona bening dan koloni dengan tanda (-) tidak membentuk zona bening. Gambar 2b menampilkan koloni yang menunjukkan aktivitas proteolitik.

A b

Keterangan: (+) terdapat aktivitas; (-) tidak terdapat aktivitas.

Gambar 2 Hasil uji aktivitas enzim (a) Amilolitik (b) Proteolitik

Uji aktivitas enzim (amilolitik dan proteolitik) menjadi salah satu tahap seleksi yang menentukan kandidat probiotik yang digunakan pada penelitian ini. Masing-masing 5 isolat yang menunjukkan aktivitas amilolitik dan proteolitik terbesar (Tabel 2) akan diujikan lebih lanjut.

Aktivitas amilolitik dan proteolitik menandakan adanya kemampuan bakteri dalam menghidrolisis karbohidrat dan protein, artinya bakteri tersebut mampu memanfaatkan sumber energi berupa pati dan protein yang ditambahkan pada media kultur sebagai sumber karbon. Amilolitik merupakan aktivitas bakteri dalam merombak pati dengan bantuan enzim amilase. Enzim amilase adalah enzim yang mampu menghidrolisis pati menjadi senyawa lebih sederhana seperti maltosa dan glukosa. Enzim ini dapat memecah atau menghidrolisis pati, glikogen dan turunan polisakarida dengan cara memecah ikatan glikosidik pati. (Rehm dan Reed 1987).

+ +

+ +

15 Tabel 2 Sepuluh isolat terpilih yang menunjukkan aktivitas amilolitik dan

proteolitik terbesar Isolat Diameter zona aktivitas amilolitik (mm) Diameter zona aktivitas proteolitik (mm) K2ic 21,5 - NB13a 18,0 13,0 NB13b 18,0 - NB21b 18,5 - RN11a - 12,5 RN21c - 10,0 RN21f - 14,0 RN21g - 6,0 L1k - 5,0 L2m 19,5 8,0

Keterangan: (-) tidak menunjukkan adanya aktivitas.

Bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler. Dekomposisi protein oleh mikroorganisme lebih kompleks daripada pemecahan karbohidrat dan hasil akhirnya juga beragam. Hal ini disebabkan struktur protein yang lebih kompleks. Mikroorganisme melalui suatu sistem enzim yang kompleks, mampu memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Durham et al. 1987). Menurut Price dan Stevens (1996) dalam

Yandri et al. (2008) protease merupakan enzim yang berfungsi memecah ikatan peptida untuk menghasilkan asam amino dan peptida sederhana lainnya. Enzim ini dapat diisolasi dari berbagai sumber seperti tanaman, hewan dan mikroba (fungi atau bakteri). Protease atau yang disebut endopeptidase merupakan salah satu enzim pencernaan yang penting, termasuk di dalamnya tripsin dan kemotripsin (Lemos et al. 2000).

Protease selain digunakan untuk metabolisme dan regulasi di dalam sel (intraseluler) juga mampu mendegradasi senyawa polimer sehingga mudah larut dan diserap oleh dinding sel apabila enzim tersebut dihasilkan secara ekstraseluler. Hal tersebut dapat memberikan pengaruh positif bagi ikan sebagai sumber mikronutrien dan menghasilkan kontribusi dalam melancarkan pencernaan ikan. Kemampuan suatu bakteri untuk menjadi sumber makro dan mikronutrien serta kontribusi enzimatiknya bagi pencernaan ikan merupakan bagian dari cara kerja probiotik (Verschuere et al. 2000). Karakteristik kandidat

16 probiotik dengan aktivitas enzimatik (amilolitik dan proteolitik) menjadi nilai lebih karena bermanfaat dalam merombak makronutrien, selain itu kandidat probiotik terpilih diharapkan juga memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan patogen sebagai parameter utama dalam penelitian ini.

3.3 Uji Sensitivitas Antibiotik

Pada Gambar 3 berikut diperlihatkan contoh hasil uji sensitivitas kandidat probiotik pada media agar dengan metode streak plate pada media agar dengan penambahan antibiotik Streptomisin 50 μg/mℓ.

Keterangan: (a) bakteri resisten antibiotik; (b) bakteri sensitif antibiotik.

Gambar 3 Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik Streptomisin 50 μg/mℓ Pada Tabel 3 disajikan hasil uji sensitivitas 10 bakteri kandidat probiotik terpilih dan bakteri Sa5 terhadap antibiotik Penisilin-G dengan konsentrasi 50 μg/mℓ, Streptomisin 50 μg/mℓ, Kanamisin 50 μg/mℓ, dan Rifampisin 25 μg/mℓ. Tabel 3 Sensitivitas kandidat probiotik dan Sa5 terhadap beberapa jenis

antibiotik

Isolat PG50 Strep50 Kan50 Rif25

K2ic R S S S NB13a R S S S NB13b R S S S NB21b R S S S RN11a R S S S RN21c R S S S RN21f R S S S RN21g S S S S L1k S S S S L2m R S S S Sa5 R S S S

Keterangan: (R) Resisten; (S) Sensitif; (PG50) media agar ditambahkan antibiotik Penisilin-G dengan konsentrasi 50 μg/mℓ; (Strep50) media agar +

Streptomisin 50 μg/mℓ; (Kan50) media agar + Kanamisin 50 μg/mℓ; (Rif25)

17 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa semua isolat sensitif terhadap antibiotik Strep50, Kan50 dan Rif25, sedangkan terhadap PG50, hampir semua isolat bersifat resisten kecuali RN21g dan L1k. Sifat resistensi terhadap antibiotik pada bakteri dapat disebabkan oleh dua jenis mekanisme yaitu mutasi kromosom dan akuisisi plasmid. Mutasi pada kromosom tidak dapat ditransfer pada bakteri lain, tetapi pada akuisisi plasmid mampu mentrasfer dengan cepat sifat resisten tersebut (Lewin 1922 dalam Schnick 2001). Sifat resisten pada mikroorganisme juga diakibatkan oleh, (1) kemampuan menghasilkan enzim yang mampu mengaktivasi antibiotik; (2) adanya penambahan substansi kimia pada struktur lain oleh sel bakteri sehingga antibiotik tidak dapat masuk ke dalam ribosom; (3) perubahan struktur protein pada dinding sel; (4) berkurangnya permeabilitas dinding sel sehingga antibiotik tidak dapat masuk ke dalam sel (Guilfoile 2007).

Pada Tabel 4 diketahui bahwa pada konsentrasi 100 μg/mℓ semua jenis isolat sensitif terhadap antibiotik jenis Penisilin-G, Streptomisin, Kanamisin, dan Rifampisin. Hal tersebut menurut Guilfoile (2007) berkaitan dengan kemampuan antibiotik dalam membunuh bakteri dengan mekanisme, antara lain (1) merusak kerja ribosom dalam mensintesis protein; (2) menghambat sintesis DNA sebagai sumber informasi genetik; (3) menghambat proses biokimia dalam sel; (4) menghambat sintensis komponen penyusun dinding sel; serta (5) mengganggu fungsi kerja membran sel. Dengan demikian, konsentrasi yang lebih pekat akan meningkatkan kemampuan antibiotik dalam merusak sistem dalam tubuh bakteri.

Tabel 4 Sensitivitas kandidat probiotik dan Sa5 terhadap beberapa jenis antibiotik pada konsentrasi 100 μg/mℓ

Isolat PG100 Strep100 Kan100 Rif100

K2ic S S S S NB13a S S S S NB13b S S S S NB21b S S S S RN11a S S S S RN21c S S S S RN21f S S S S RN21g S S S S L1k S S S S L2m S S S S Sa5 S S S S

Keterangan: (R) Resisten; (S) Sensitif; (PG100) media agar ditambahkan antibiotik Penisilin-G dengan konsentrasi 100 μg/mℓ; (Strep100) media agar + Streptomisin 100 μg/mℓ; (Kan100) media agar + Kanamisin 100 μg/mℓ;

(Rif100) media agar + Rifampisin 100 μg/mℓ; (Sa5) S. agalactiae tipe

18 3.4 Penyiapan Bakteri Resisten Antibiotik

Menurut Madigan et al. (2003) sifat resistensi pada bakteri dapat dipindahkan baik secara horizontal maupun vertikal. Baticados et al. (1990)

dalam Tendencia dan de la Pena (2001) melaporkan bahwa patogen penyebab

luminous disease seperti Vibrio harveyi dan Vibrio splendidus yang diisolasi dari larva udang resisten terhadap antibiotik Erythromycin, Kanamycin, Pencillin-G, dan Streptomycin.

Berdasarkan hasil uji sensitivitas pada Tabel 3, isolat Sa5 yang digunakan pada uji antagonistik in vitro dapat diberi penanda Strep50, Kan50 atau Rif25. Namun, pada penyiapan isolat resisten secara spontan, isolat Sa5 lebih cepat tumbuh pada media dengan penambahan Strep50 (Gambar 4) sehingga penanda yang digunakan adalah Strep50 dan kode isolat patogen diubah menjadi S.agalactiae StR.

Gambar 4 Isolat patogen Sa5 resistensi terhadap antibiotik Streptomisin pada media BHIA + Strep50

3.5 Uji Antagonistik In Vitro

Uji antagonistik dengan metode kultur bersama dilakukan untuk membandingkan kemampuan berbagai isolat kandidat probiotik yang paling baik dalam menghambat pertumbuhan patogen S. agalactiae StR secara in vitro. Berdasarkan analisis statistik diketahui semua isolat mampu menekan pertumbuhan S. agalactiae StR secara signifikan (P<0,05) jika dibandingkan dengan kontrol, Sa-StR (Lampiran 2). Isolat dengan penghambatan terbaik adalah L1k yang mampu menghambat pertumbuhan S. agalactiae StR hingga kepadatan 102 CFU/mℓ sedangkan isolat-isolat lain yakni RN21f, K21c dan NB21b mampu menghambat hingga kepadatan 103-104 CFU/mℓ. Selain itu, isolat dengan kode RN11a, NB13a, NB13b, RN21c, RN21g, dan L2m juga mampu

19 menghambat pertumbuhan S. agalactiae StR dengan kemampuan berbeda (Gambar 5). Empat isolat (L1k, RN21f, K21c, dan NB21b) dengan kemampuan penghambatan paling baik diantara isolat yang telah diuji akan diuji sifat patogenitasnya terhadap ikan nila.

Lactid Acid Bacteria (LAB) yang diisolasi dari saluran pencernaan mampu memproduksi komponen bakteriosin yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kompetisi dalam memperoleh energi di lingkungannya. Isolat LAB yang ditemukan dalam saluran pencernaan organisme akuatik seperti ikan mampu meningkatkan status kesehatan organisme tersebut (Verschuere et al. 2000).

Penghambatan bakteri kandidat probiotik terhadap bakteri patogen berbeda karena sejumlah probion sering memiliki inang dan patogen yang spesifik (Gram et al. 2001), sehingga media tumbuh dan patogen yang diujikan juga dapat mempengaruhi hasil uji antagonistik. Pelczar dan Chan (1998) menyatakan bahwa daya hambat yang berbeda dapat dipengaruhi beberapa faktor atau keadaan yang akan mempengaruhi efek antimikrobial.

Penelitian yang dilakukan Sugita et al. (1996) menghasilkan beberapa bakteri mikroflora usus ikan air tawar yang mempunyai kemampuan antibakterial terhadap beberapa isolat patogen antara lain Aeromonas hydrophilla. Pengaruh zat antibakteri yang diproduksi bakteri umumnya berkaitan dengan faktor-faktor yang berperan tunggal maupun kombinasi seperti produksi antibiotik, bakteriosin, siderofor, lisozim atau protease, mengubah nilai pH dengan dihasilkannya asam organik. Penelitian yang dilakukan ini tidak sampai menentukan faktor utama yang berperan dalam aktivitas antibakterial dari bakteri asal usus ikan air tawar. Dengan pengujian aktivitas antagonistik secara in vitro cukup untuk menentukan pengaruh penghambatan bakteri kandidat probiotik terhadap bakteri patogen.

Pada penelitian ini, uji antagonistik in vitro yang dilakukan tidak menggunakan media padat berupa agar sebagai media tumbuh. Hal ini dikarenakan tidak semua jenis bakteri mampu memproduksi inhibitory metabolites (senyawa penghambat) pada media padat (agar). Terdapat kemungkinan produksi inhibitory metabolites akan lebih banyak jika kultur dilakukan pada media cair (broth).

20

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).

Gambar 5 Kepadatan patogen S. agalactiae StR hasil uji antagonistik in vitro dengan metode kultur bersama kandidat probiotik

21 Perbedaan komposisi media juga mempengaruhi produksi senyawa penghambat (Verschuere et al. 2000). Selain itu, percobaan yang telah dilakukan sebelum uji antagonistik in vitro memperlihatkan hasil secara visual yang kurang baik, zona hambat yang dihasilkan oleh bakteri kandidat probiotik yang digoreskan terhadap bakteri patogen secara streakplate tidak terlihat jelas (Gambar 6). Hal tersebut membuktikan bahwa penghambatan pertumbuhan populasi tidak selalu dapat dilihat melalui metode zona bening (metode Kirby-Bauer), sehingga metode uji antagonistik in vitro yang digunakan adalah metode kultur bersama patogen dan kandidat probiotik pada media broth.

Sasanti (2008) juga melaporkan bahwa dari 110 isolat hasil isolasi dari terumbu karang, hanya 10 isolat saja yang potensial sebagai kandidat probiotik. Lima diantaranya terbukti mampu menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi MR 5339 Rf R walaupun tidak menunjukkan adanya zona hambat pada uji in vitro

dengan metode Kirby-Bauer.

Keterangan: Panah merah ( ) menunjukkan zona bening yang dihasilkan tidak terlihat jelas.

Gambar 6 Zona hambat yang dihasilkan kandidat probiotik terhadap patogen dengan metode cawan gores

Kepadatan bakteri kandidat probiotik serta S. agalactiae StR yang diuji dengan metode kultur bersama sebelumnya diukur dengan metode total plating count (TPC) dan optical density (OD) menggunakan spektrofotometer. Pengukuran OD dilakukan pada panjang gelombang ( ) 600 nm. Kepadatan bakteri diketahui dengan membandingkan nilai OD dengan jumlah koloni bakteri yang dikultur selama 24 jam (Lampiran 3).

3.6 Uji Patogenisitas Kandidat Probiotik

Uji patogenisitas kandidat probiotik dilakukan untuk menguji sifat patogen dari kandidat yang diisolasi dari alam. Paramater yang diamati adalah SR ikan

22 nila yang diinjeksi dengan isolat kandidat probiotik. Sebagai pembanding adalah perlakuan kontrol yang diinjeksikan patogen S. agalactiae isolat 5 (Sa5) yang dikultur selama 24 jam. Kandidat probiotik yang diuji antara lain L1k, RN21f, K21c dan NB21b yang memiliki kemampuan terbaik dalam menghambat pertumbuhan patogen. Gambar 7 menyajikan kondisi SR harian setiap perlakuan selama uji patogenisitas.

Keterangan: (K2ic) perlakuan injeksi kandidat probiotik kode K2ic; (NB21b) injeksi NB21b; (L1k) injeksi L1k; (RN21f) injeksi RN21f; (Sa5) injeksi patogen

S. agalactiae isolat 5 tipe non-hemolitik.

Gambar 7 Survival rate (SR) harian selama uji patogenisitas

Hal menarik dari Gambar 7 adalah pada perlakuan injeksi NB21b.

Survival rate pada perlakuan tersebut turun hingga 0% pada hari pertama. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan setiap 4 jam selama 24 jam pertama pascainjeksi, diketahui bahwa ikan pada perlakuan NB21b mulai mengalami kematian sejak 4 jam pertama dan berakhir pada 4 jam ke-2 tanpa mengalami gejala klinis yang jelas (Gambar 8), sehingga sementara dapat disimpulkan bahwa isolat NB21b bersifat mematikan ikan nila pada kepadatan injeksi 108CFU/mℓ.

A b C

Keterangan: (a) ikan mati tidak menunjukkan gejala klinis; (b) ikan mati dikumpulkan dalam baskom; (c) ikan mati dalam akuarium perlakuan.

23 Gambar 9 memperlihatkan SR perlakuan NB21b pada akhir pemeliharaan adalah 0%. Analisis statistik juga menunjukkan SR perlakuan NB21b berbeda nyata (P<0,05) terhadap semua perlakuan. Sedangkan tiga perlakuan lainnya yakni K2ic, L1k dan RN21f dapat mempertahankan SR ikan nila masing-masing sebanyak 80%, 100% dan 90%. Berdasarkan analisis statistik perlakuan K2ic berbeda nyata (P<0,05) terhadap L1k, namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap RN21f. Perlakuan L1k juga tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap RN21f. Kontrol positif Sa5 berbeda nyata (P<0,05) terhadap semua perlakuan (Lampiran 4).

Keterangan: (K2ic) perlakuan injeksi kandidat probiotik kode K2ic; (NB21b) injeksi NB21b; (L1k) injeksi L1k; (RN21f) injeksi RN21f; (Sa5) injeksi patogen

S. agalactiae isolat 5 tipe non-hemolitik; Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).

Gambar 9 Survival rate (SR) akhir uji patogenisitas

Kontrol positif yang digunakan (Sa5) menunjukkan gejala klinis sejak hari pertama pascainjeksi yakni stres yang ditandai dengan perubahan warna tubuh ikan nila menjadi lebih gelap dan garis-garis hitam vertikal pada tubuh ikan yang terlihat lebih jelas. Selanjutnya, ikan nila yang diinjeksi dengan patogen

S. agalactiae menunjukkan gejala-gejala penyakit Streptococcosis hingga hari ke-8 pemeliharaan. Berdasarkan hasil uji patogenisitas ini, dipilih satu isolat yang akan diuji kemampuan antagonistiknya secara in vivo yakni isolat L1k yang mampu mempertahankan SR paling tinggi. Selain itu, L1k dipilih karena pada uji antagonistik secara in vitro isolat ini juga memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan patogen paling optimal diantara isolat-isolat yang diujikan.

24 3.7 Uji Antagonistik In Vivo

Isolat L1k yang menunjukkan SR paling tinggi pada uji patogenisitas, diujikan lebih lanjut pada uji antagonistik secara in vivo untuk mengetahui kemampuannya dalam menghambat serangan penyakit Streptococcosis dari bakteri patogen S. agalactiae tipe non-hemolitik secara langsung pada tubuh ikan

Dokumen terkait