• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Sistem Imun .1 Imunitas .1Imunitas

2.3.2 Antigen dan Antibodi

Antigen adalah zat apapun yang secara spesifik berikatan dengan molekul antibodi atau reseptor sel T. Walaupun semua antigen dapat dikenali oleh limfosit yang spesifik atau antibodi, tetapi hanya beberapa antigen saja yang mampu mengaktifasi limfosit. Molekul antigen yang

mampu menstimulasi respon imun ini disebut dengan immunogen (Abbas

et al., 2012).

Antibodi adalah protein tersirkulasi yang diproduksi oleh sel B di sumsum tulang belakang sebagai respon terhadap rangsangan imunogen (Abbas et al., 2012 ; Baratawidjaja dan Iris Renggaris, 2009). Antibodi mampu mengenali antigen yang berasal hampir dari setiap molekul biologis, termasuk metabolit sekunder sederhana, gula, lipid, autacoid, dan hormon, serta makromolekul seperti karbohidrat, fosfolipid, asam nukleat, dan protein. Hal ini berbanding terbalik dengan sel T yang lebih utama mengenali peptida (Abbas et al., 2012).

Baratawidjaja dan Iris Renggaris (2009) menjelaskan bahwa ketika darah dibiarkan membeku maka akan meninggalkan serum yang mengandung berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan tersebut mengandung molekul antibodi yang disebut globulin yang sekarang dikenal sebagai

immunoglobulin. Dua ciri yang penting dari imunoglobulin (Ig) adalah spesifitas dan aktivitas biologiknya, sedangkan fungsi utamanya adalah untuk mengikat antigen dan menghantarkannya ke sistem efektor pemusnahan. Ig dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik akan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Ada 5 jenis imunoglobulin, yaitu IgM, IgG, IgE, IgA, dan IgD. Berikut ini adalah kelas dan sifat dari kelima jenis imunoglobulin tersebut :

Tabel 2.6 Kelas dan sifat imunoglobulin (Abbas et al., 2012 ; Baratawidjaja dan Iris Renggaris, 2009)

Sifat utama Fungsi Ikatan sel

IgG

Paling banyak ditemukan dalam cairan tubuh terutama ekstravaskular untuk memerangi mikroorganisme dan toksinnya Opsonisasi antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity (ADCC) Aktivasi komplemen Imunitas neonatal Mononuklear, Limfosit, Neutrofil, Trombosit IgA

Ig utama dalam sekresi serumukosa untuk menjaga permukaan luar tubuh

Imunitas mukosal Limfosit,

Neutrofil

IgM

Merupakan aglutinator yang sangat efektif, diproduksi dini pada respon imun, menjadi pertahanan terdepan terhadap bakterimia

Aktivasi komplemen

Naive B cell antigen receptor

Limfosit, Reseptor sel B

IgD Umumnya ditemukan pada

permukaan limfosit - Reseptor sel B

IgE

Pengerahan agen anti mikrobial, meningkat pada infeksi parasit, berperan pada gejala alergi

Menimbulkan alergi, syok anafilaksis Pertahanan terhadap parasit Sel mast, Basofil, Limfosit 2.3.3 Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti dan disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia normal didapati jumlah leukosit

rata-rata 4.500 – 11.000 setiap mikroliter darah. Dilihat dengan mikroskop cahaya, sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit) yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, mempunyai bentuk inti yang bervariasi, dan sitoplasmanya homogen (Abbas et al., 2012 ; Effendi, 2003).

Leukosit terbagi atas dua kelompok, yaitu leukosit granulosit polimorfonukleus (sel yang mengandung granula dan mempunyai banyak bentuk nukleus) dan agranulosit mononukleus (sel tanpa granula dan satu nukleus). Jenis leukosit granulosit yaitu neutrofil, basofil dan eosinofil, sedangkan jenis leukosit agranulosit yaitu limfosit dan monosit (Sherwood, 2001). Masing – masing jenis leukosit tersebut memiliki fungsi yang beragam terkait dengan imunitas non-spesifik maupun imunitas spesifik sehingga membuat leukosit memiliki peranan yang sangat penting bagi pertahanan tubuh terhadap antigen dan infeksi.

Jumlah leukosit yang terlalu tinggi dalam darah disebut dengan

leukocytosis, sedangkan jika jumlahnya terlalu rendah disebut dengan

leukopenia. Leukositosis selain dapat disebabkan karena terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus dalam tubuh, tetapi juga dapat terjadi karena reaksi peradangan atau inflamasi seperti pada rheumatoid arthritis. Dalam suatu kasus, peningkatan leukosit yang ekstrim dapat menjadi indikasi penyakit leukemia. Leukopenia dapat terjadi karena beberapa hal seperti defisiensi imun, kerusakan hati, atau kerusakan limpa (Vieira, 2011).

2.3.4 Monosit

Monosit secara klasik didefinisikan sebagai sel sirkulasi darah yang membentuk sekitar 10% dari leukosit perifer pada manusia dan sekitar 4% dari leukosit pada tikus. Monosit darah mulai berkembang di sumsum tulang, kemudian dilepaskan ke sirkulasi perifer sebagai sel utuh. Waktu paruh monosit di sirkulasi perifer diperkirakan sekitar tiga hari pada manusia dan satu hari pada tikus (Yona dan Jung, 2009). Abbas et al.

(2012) menyatakan bahwa jumlah monosit dalam darah orang dewasa adalah 0 – 800 per µL darah, dan monosit yang berada dalam sirkulasi merupakan sel yang belum lengkap berdiferensiasi, monosit ini akan masuk ke dalam jaringan (biasanya karena terjadi pajanan antigen), kemudian akan mengalami pematangan dan menjadi makrofag sehingga monosit sering disebut sebagai prekursor makrofag.

Jumlah monosit yang lebih tinggi dari normal disebut dengan

monocytosis. Monositosis dapat terjadi karena berbagai kondisi seperti inflamasi, stres, atau penyakit autoimun. Jumlah monosit yang rendah disebut monocytopenia. Monositopenia merupakan suatu bentuk dari leukopenia (Vieira, 2011).

2.3.5 Limfosit

Sebanyak 20% dari total leukosit dalam sirkulasi darah orang dewasa adalah limfosit yang terdiri atas sel T dan sel B yang mampu mengenal antigen serta membedakannya dari sel jaringan sendiri sehingga limfosit menjadi kunci pengontrol sistem imun (Baratawidjaja dan Iris

Renggaris, 2009). Abbas et al. (2012) menyatakan bahwa jumlah total limfosit pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 5 × 1011 (2% ada dalam darah, 10% di sumsum tulang, 15% dalam jaringan limfoid mukosa saluran pencernaan dan pernafasan, dan 65% di organ limfoid terutama kelenjar getah bening dan limpa). Sel limfosit merupakan sel yang berperan utama dalam sistem imun spesifik, sel T pada imunitas seluler, dan sel B pada imunitas humoral.

Tingginya jumlah limfosit dari nilai normal biasanya dapat menjadi indikasi seseorang terkena infeksi antigen yang patogen, sedangkan jumlah limfosit yang lebih rendah dari nilai normal (lymphocytopenia) dapat disebabkan karena beberapa hal seperti stres, malnutrisi, atau invasi virus seperti HIV, lymphocytopenia dapat menyebabkan kemampuan tubuh untuk mengenali dan menyerang antigen patogen menjadi menurun (Vieira, 2011).

2.3.6 lmunisasi

Imunisasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respon memori terhadap patogen/toksin tertentu dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksik. Terdapat dua jenis imunisasi, yaitu imunisasi alamiah dan imunisasi buatan. Imunisasi alamiah merupakan imunisasi yang diperoleh manusia sejak lahir berupa antibodi yang didapatkan dari plasenta dan kolostrum ibu, disebut dengan imunisasi alamiah pasif, sedangkan imunisasi alamiah aktif berasal dari luar tubuh yang berupa

infeksi kuman yang dapat merangsang respon imun dan sel memori. Imuniasi buatan terdiri dari imunisasi buatan aktif dan imunisasi buatan pasif. Imunisasi buatan aktif berarti mendapatkan kekebalan dengan cara diberikan vaksin hidup / dilemahkan / dimatikan, sedangkan imunisasi buatan pasif terjadi bila seseorang menerima antibodi / produk sel dari orang lain yang telah mendapatkan imunisasi aktif (Baratawidjaja dan Iris Renggaris, 2009).

Imunisasi bertujuan untuk memberikan imunitas yang efektif dengan menciptakan ambang mekanisme efektor imun yang sesuai dan adekuat, beserta populasi sel memori yang dapat berkembang cepat pada kontak baru dengan antigen dan memberikan proteksi terhadap infeksi (Baratawidjaja dan Iris Renggaris, 2009).

2.3.7 Metode Hemaglutinasi Untuk Deteksi Antibodi pada Serum

Dokumen terkait