• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTROPOLOGI TERAPAN

1. Pengantar

Antropologi budaya sebagai ilmu murni yang hendak di kejar adalah dapat memahami gejala-gejala budaya, menemukan penjelasan mengenai variasi-variasi yand ada dalam pola budaya manusia di berbagai pelosok dunia.

Disamping menjadi ilmu murni, hasil-hasil dari ilmu ini juga hendak diterapkan, yaitu untuk digunakan dalam pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia. Akhir-akhir ini kesungguh-sungguhan untuk mencoba memanfaatkan pengetahuan antropologi untuk memperlancar jalannya program-program yang direncanakan untuk mencapai perubahan kebudayaan semakin besar.

Semua kebudayaan senantiasa mengalami perubahan. Perubahan kebudayaan dapat terjadi secara tidak sengaja seperti dalam hal suatu kelompok orang tertimpa bencana alam, misalnya meletusnya gunung berapi atau banjir, sehingga mereka terpaksa pindah dan dengan cara demikian mengubah banyak dari kebiasaan hidup mereka. Ada pula perubahan yang disengaja, tidak secara alami. Perubahan kebudayaan yang disengaja inilah yang direncanakan oleh antropologi, sehingga dinamakan antropologi terapan. Antropologi yang diterapkan tergantung pada pengetahuan seorang ahli antropologi mengenai hukum-hukum yang menguasai aneka ragam kebudayaan dan perubahan kebudayaan.

2. Penerimaan Antropologi yang Diterapkan

Di masa kini, hanya sedikit ahli antropologi yang melakukan kegiatan antropologi terapan. Beberapa penyebabnya, diantara lain:

1. Badan-badan internasional dan lembaga-lembaga pemerintah sering tidak merasa kebutuhan untuk berkonsultasi dengan mempekerjakan ahli antropologi.

2. Keengganan para ahli antropologi untuk turut dalam perubahan yang direncanakan. 3. Banyak ahli antropologi yang menolak untuk melaksanakan kegiatan antropologi

terapan karena merasa maksud para ahli antropologi yang berniat baik, untuk mencampuri kehidupan orang lain tidak dapat dibenarkan.

3. Etika dalam Antropologi Terapan

Masalah etika dalam antropologi terapan merupakan hal yang rumit dan menjadi bahan perdebatan ramai. Tahun 1946, Perkumpulan Antropologi Terapan membentuk suatu panitia mengenai soal-soal etika untuk menyusun kode tertentu yang akan menjadi pedoman bagi para ahli antropologi yang hendak menerapkan antropologi. Menghasilkan revisi, versi terakhir kode mereka disahkan oleh Perkumpulan pada tahun 1948

Pertimbangan etika utama adalah apakah suatu proyek perubahan yang direncanakan sungguh-sungguh akan bermanfaat bagi penduduk sasaran.

4. PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI TERAPAN

Pada awalnya,penerapan antropologi digunakan pejabat-pejabat dari beberapa negara besar di Eropa dalam pemerintahan kolonial masa itu. Namun sayangnya,pengetahuan yang mereka miliki terlalu sering digunakan untuk menekan kebutuhan dan keinginan dari penduduk bersangkutan,sehingga antropologi terapan memulai karirnya dalam cara yang sangat meragukan.

5. MENENTUKAN KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN UMUM DARI

PERUBAHANBERENCANA

Persoalan pertama yang dihadapi oleh antropolog terapan adalah memutuskan apakah suatu perubahan yang direncanakan akan bermanfaat bagi penduduk yang hendak dicapai. Karena sesungguhnya program perubahan berencana memang dapat membuahkan kebaikan-kebaikan dalam jangka pendek,namun perlu dipikirkan secara mendalam mengenai akibat-akibat dalam jangka panjang. Para antropolog juga dituntut untuk memperkirakan seluruh akibat yg mungkin timbul sebagai hasil dari salah satu program yang diusulkan itu.

Dalam suatu waktu,jika suatu perubahan kebudayaan yang diusulkan dalam jangka panjang jelas-jelas akan menghasilkan akibat yang parah, mereka menasehatkan agar program itu tidak dilaksanakan.

Untuk dapat menemukan manfaat secara menyeluruh dari perubahan terencana,.maka penting sekali untuk memahami segi yang paling mendasar dari kebudayaan masyarakat yang akan dipengaruhi. Biasanya kota-kota lah yang pertama memperlihatkan akibat perubahan,karena lapisan sosial yang lebih tinggi lebih dahulu menerima teknologi baru serta gagasan-gagasan baru. Contohnya kebiasaan makanan yang sering menjadi memburuk sebagai akibat sampingan yang umumnya terjadi akibat perubahan berencana.

6. Kesulitan-Kesulitan dalam Menyelenggarakan Perubahan Terencana

Sebelum suatu usaha ke arah perkenalan unsur-unsur baru dapat dilaksanakan, para pelaksana perubahan harus mempertimbangkan lebih dahulu apakah penduduk yang menjadi sasaran, sadar akan manfaat perubahan yang diusulkan. Di banyak daerah di mana terdapat persoalan kesehatan yang cuckup mengkhawatirkan, penduduk sasaran sering tidak menyadari masalah yang mereka hadapi. Dan tidak adanya kesadaran tersebut dapat merupakan penghalang besar dalam usaha memecahkan persoalan.

7. Penolakan Terhadap Perubahan Terencana di Kalangan Penduduk

Sasaran

Meskipun penduduk sasaran sadar akan kemungkinan manfaat yang diakibatkan oleh perubahan yang diusulkan, namun tidak selalu mudah untuk mengajak mereka menerima sesuatu unsur baru atau inovasi ataupun mengubah cara-cara mereka yang lama.

Penolakan masyarakat terhadap perubahan-perubahan kebudayaan itu, sering kali didasarkan pada faktor-faktor yang oleh para pelaksana proyek itu jarang sekali diperhitungkan. Faltor-faktor demikian secara kasar dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu halangan budaya, halangan sosial dan halangan di bidang psikologi.

Halangan budaya berkaitan dengan perilaku, sikap dan kepercayaan yang dimiliki bersama dalam masyarakat, yang cenderung menjadi halangan terhadap penerimaan suatu hal baru. Unsur-unsur kepercayaan juga dapat menghalangi penerimaan perubahan rencana. Halangan-halangan sosial terhadap perubahan terncana mungkin timbul bila pola-pola tradisional mengenai hubungan antar individu atau pranata-pranata sosial tradisinal bertetangga dengan inovasi hendak diterapkan itu.

Suatu masalah yang besar yang dihadapi seorang yang memperkenalkan hal-hal baru ialah, perlu adanya suatu program lanjutan yang efektif untuk setiap proyek yang dimulainya.

8. Masalah Etnosentrisme

Sering kali, para antropolog tidak peka terhadap perbedaan kebudayaan. Dalam artian mereka masih menggunakan tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan tempat asal mereka di negara sasaran program perubahan, tanpa memikirkan apakah tradisi-tradisi mereka itu dapat diterima di negara bersangkutan.

9. BAHAYA DARI PEMBAHARUAN SEMU

Salah satu hal yang harus diwaspadai oleh para pelaku pembaruan adalah memperkenalkan pembaruan palsu, yaitu suatu proses perubahan yang seolah-olah meningkatkan mutu hidup penduduk, tetapi dalam kenyataannya tidak membawa perbaikan.

10. Menemukan dan Mempergunakan Saluran Pengaruh Setempat

Dalam merencanakan proyek yang meliputi perkenalan unsur-unsur kebudayaan baru, administrator proyek itu harus berusaha untuk mengetahui jaringan-jaringan pengaruh yang umumnya terdapat pada rakyat yang akan jadi sasaran proyeknya. Sangat penting untuk mengetahui jaringan pengaruh semacam itu, agar dapat menentukan dengan cara bagaimana program perubahan itu diperkenalkan di deerah tersebut. Selain dari itu berguna pula untuk mengetahui pada saat mana dan dalam keadaan bagaimana suatu saluran akan lebih berhasil untuk menyebarkan informasi tertentu

BAB II

1. Kesatuan Sosial Dalam Etnografi

Seorang ahli antropologi Amerika, R. Naroll, pernah menyusun suatu daftar prinsip-prinsip yang biasanya dipergunakan oleh para ahli antropologi untuk menentukan batas-batas dari masyarakat bagian suku-bangsa yang menjadi pokok dan lokasi yang nyata dari deskripsi etnografi mereka. Dengan beberapa modifikasi oleh J.A Clifton dalam buku penjelasannya, Introduction to Cultural Antropology (1968 : Hlm. 15), maka daftar itu menjadi sepeti apa yang tercantum di bawah ini.

1. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekuensi interaksinya satu dengan yang lain merata tinggi.

2. Kesatuan masayrakat yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa.

3. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi

4. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.

5. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik.

6. Kesatuan masyarakat yang dibatasi olrh garis batas suatu daerah politikal-administratif.

7. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu pengalaman sejara yang sama.

8. Kesatuan masyarakat yang dibatasi satu desa atau lebih 9. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam.

2. Kerangka Etnografi

Bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku-bangsa di suatu komunitas di suatu daerah geografi ekologi, atau di suatu wilayah administratif tertentu yang menjadi pokok deskripsi sebuah buku etnografi, biasanya dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan menurut suatu tata urut yang sudah baku. Susunan tata-urut itu kita sebut saja “Kerangka Etnografi”.

3. Lokasi, Lingkungan Alam dan Demografi

Dalam menguraikan lokasi atau tempat tinggal dan penyebaran suku-bangsa yang menjadi pokok deskrpsi etnografi perlu dijelaskan ciri-ciri geografinya, yaitu iklimnya

(tropikal, mediteran, iklim sedang, iklim kutub), sifat daerahnya (pegunungan, dataran tinggi, dataran rendah, jenis kepulauan, derah rawa, hutan tropikal, saban, stepa, gurun dan sebagainya), suhunya dan curah hujannya. Etnografi juga harus dilengkapi dengan demografi, yaitu data mengenal jumlah penduduk, yang diperinci dalam jumlah wanita dan jumlah pria, dan sedapat mungkin juga menurut tingkat-tingkat umur dengan interval lima tahun, data mengenai laju kelahiran dan laju kematian, serta data mengenai orang yang pindah keluar masuk desa.

4. Asal Mula dan Sejarah Suku Bangsa

Dalam usaha ini seorang ahli antropologi perlu bantuan dari para ahli sejarah atau ahli-ahli ilmu bantu pada ilmu sejarah lainnya. Keterangan mengenai asal mula suku-bangsa yang bersngkutan biasanya yang harus dicari dengan mempergunakan tulisan para ahli prahistori yang pernah melakukan penggalian dan analisa benda-benda kebudayaan prehistori yang mereka temukan di daerah sekitar lokasi penelitian ahli antropologi.

5. Bahasa

Pengarang etnografi harus berusaha mengumpulkn data tentang ciri-ciri menonjol dari bahasa suku-bangsa itu, luas batas penyebarannya, variasi geografi, dan variasi menurut lapisan sosialnya.

Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku-bangsanya dapat diuraikan pengarang etnografi itu dengan cara menempatkannya setepat-tepatnya dalam rangka klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, sub-rumpun, keluarga, dan sub-keluarga, bahasanya yang wajar, dengan beberapa contoh fonetik, fenologi, sintaks, dan semantik, yang diambil dari bahan ucapan bahasa sehari-hari.

6. Sistem Teknologi

Teknologi tradisional mengenai paling sedikit delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia yang hidup dalam masyarakat kecil yang berpindah pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian, yaitu :

a. alat-alat produktif

b. alat-alat menyalakan api c. senjata

d. pakaian dan perhiasan

e. makanan, minuman, bahan pembangkit gairah, dan jamu-jamuan f. wadah

g. tempat berlindung dan perumahan h. alat-alat transpor

ALAM FIKIRAN PENDUDUK INDONESIA PURBA TENTANG

Dokumen terkait