Pertama, budaya memiliki peranan untuk mendefinisikan batasan. Hal ini menciptakan perbedaan antara salah satu organisasi dengan yang lainnya. Kedua, menyampaikan suatu perasaan akan identitas bagi para anggota organisasi. Ketiga budaya akan memfasilitasi komitmen pada segala sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan diri sendiri perorangan. Keempat, mendorong stabilitas dari sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mengikat organisasi secara bersama-sama dengan menyediakan standar bagi apa yang seharusnya dikatakan dan dilakukan oleh para pekerja. Terakhir, merupakan pengambilan perasaan dan mekanisme pengendalian yang membimbing dan membentuk tingkah laku dan perilaku dari para pekerja.
Fungsi yang terakhir ini merupakan hal yang menarik bagi kita. budaya akan mendefinisikan aturan aturan dari permainan.
Kecenderungan saat ini menuju pada organisasi yang terdesentralisasi membuat buaya menjadi semakin penting daripada sebelumnya, tetapi secara ironis juga membuat penciptaan dari suatu budaya yang kuat menjadi semakin sulit. Ketika otoritas formal dan sistem kendali dikurangi, mka budaya yang
membagikan arti dapat menunjuk setiap orang dalam arahan yang sama. Namun, para pekerja yang terorganisasi dalam tim akan memperlihatkan kepatuhan yang semakin bedsr pada tim mereka dan nilainya daripada terhadap organisasi sebagai suatu keseluruhan. Dalam organisasi-organisasi virtual, kurangnya kontak berhadapan muka yang sering akan membuat penciptaan ari suatu rangkaian norma yang umum menjadi semakin sulit. Kepemimpinan yang kuat yang mengkomunikasikan dengan sering mengenai tujuan umum dan prioritas yang sangat penting dalam organisasi yang inovatif.
B. BUDAYA MENCIPTAKAN IKLIM
Puluhan dimensi iklim telah dipelajari, meliputi inovasi, kreativitas, komunikasi, kehangatan, dandukungan, keterlibatan, keselamatan, keadilan, keanekaragaman, serta layanan konsumen. Seseorang yang menghadapi iklim yang positf bagi kinerja maka akan berpikir untuk melakukan pekerjaan dengan baik yang lebih sering dan akan meyakini dukungan dari orang lain bagi keberhasilannya. Sesrong yang menghadapi iklim yang positif bagi keanekaragaman akan merasakan lebih nyaman berkolaborasi dengan para rekan kerja tanpa memperhatikan latar belakang demografis mereka. Iklim dapat berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan perilaku.
C. DIMENSI BUDAYA YANG ETIS
Budaya organisasi tidak netral dalam orientasietis mereka, bahkan ketika mereka tidak secara terbuka mengejar tujuan-tujuan etis. Dari watu ke waktu, iklim kerja yang beretika (ethical work climate[EWC]) atau konsepyang sebar mengenai perilaku yang benar dan salah di dalam tempat kerja, yang berkembang sebagai bagian dari iklim organisasional. Iklim yang beretika
mencerminkan nilai dari organisasi yang sebenarnya dan membentuk pengambilan keputusan yang etis bagi para anggotanya.
Para peneliti telah mengembangkan teori iklim yang beretika (ethical climate theory [ECT]) dan indeks iklim yang beretika (the ethica climate index [ECI]) untuk mengategorikan dan mengukur dimensi dari budaya organisasi yang beretika. Pada sembilan kategori iklim yang telah diidentifikasikan, lima ditemukan menjadi sangat umum dalam organisasi, yaitu instrumental, kepedulian, independensi, hukum dan kode, serta aturan. Masing-masing menjelaskan pola pikir yang umum, ekspetasi, serta nilai dari para manajer dan para pekerja dalam pengambilan keputusan mereka di sekitar asumsi bahwa para pekerja (dan perusahaan) termotivasi oleh kepentingan diri sendiri (egoistik). Dalam sebuah iklim kepedulian, sebaliknya para manajer akan beroperasional di bawah ekspetasi bahwa keputusan mereka akan memengaruhi secara positif terhadap sejumlah kemungkinan bagi para pemangku kepentingan (para pekerja, konsumen, pemasok).
Iklim etis independensi bergantung pada gagasan modal pribadi dari masing-masing individu untuk menentukan perilaku di tempat kerjanya. Iklim
hukum dan kode mensyaratkan bagi para manajer dan pekerja untuk menggunakan moral yang terstandardisasi secara eksternal yang melingkupi seperti misalnya kode etik profesional bagi norma, sedangkan iklim aturan cenderung untuk mengoperasionalkan dengan ekspektasi yang terstandardisasi secara internal dari, barang kali, sebuah kebijakan secara manual dari organsasional. Organisasi sering kali berlangsung melalui kategori yang berda sejalan dengan perpindahan mereka melalui siklus hidup bisnis mereka.
Iklim organisasi etis secara kuat memengaruhi cara para anggota individunya dalam merasakan bagaimana mereka berperilaku, sedemikian rupa sehingga para peneliti dapat memprediksikan hasil organisasional dari kategori iklimnya. Iklim instrumental secara negatif terkait dengan kepuasan kerja para pekerja dan komitmen organisasi, meskipun iklim—iklim tersebut menarik bagi kepentingan diri sendiri (bagi pekerja dan perusahaan). mereka secara positif terkait dengan keinginan perputaran, intimidasi di tempat kerja, dan perilaku yang menyimpang. Iklim kepedulian, independensi, aturan, serta hukum dan
kode juga menurunkan einginan perputaran para pekerja, intimidsi di tempat kerja, dan perilaku disfungsional.
D. BUDAYA DAN INOVASI
Sebagian besar perusahaan yang inovatif sering kali ditandai dengan keterbukaan mereka, tidak konvensional, kolaboratif, berbasis visi, budaya mempercepat. Perusahaan yang perinti sering kali memiliki budaya yang inovatif karena mereka biasanya kecil, gesit, dan menitikberatkan pada pemecahan permasalahan agar dapat bertahan hidup dan berkembang. Misalkan, pemimpin musik digital Echo Nest. Perusahaan yang aktif ini selalu bersifat tidak konvensional, fleksibel, dan terbuka, menjadi tuan rumah hari aplikasi musik “hack” dan memperbolehkan bagi para pihak lur untuk menggunakan teknoogi uniknya ntuk eksperimentasi nonkomersial.
Pada sisi lain spektrum perintis, misalnya Intuit yang telah berusia 30 tahun, salah satu dari 100 Perusahaan paling inovatif di dunia versi Forbes. Para pekerja Intuit menghadiri seminar-seminar untuk mengajarkan mereka bagaimana brpikir secara kreatif dan secara tidak konvensional. Sesi-sesi telah mengarahkan kepad para manajer berbicara melalui boneka dan mengadakan penjualan kue untuk menjual protipe aplikasi dengan bagi para pngusaha, Ries mempertimbangkan perusahaan perangkaat lunak tertua yang sama inovatifnya karena budayanya.
E. BUDAYA SEBAGAI SUATU ASET
Seperti yang telah kita bahas, budaya organisasi dapat menyediakanlingkungan positif yang beretika dan membantu perkembangan inovasi. Budaya dapat juga secara signifikan memberikan kontribusi pada dasar dari organisasi dalam banya cara.
ChildNet adalah sebuah agensi nirlaba kesejahteraan anak di Florida yang memiliki budaya organisasi yang digambarkan sebagai “kesuraman” ketika salah seorang anak asuhnya menghilang pada tahun 2000, hingga tahun 2007 ketika CEO dipecat di tengah tuduhan FBI atas penipuan dan pemalsuan. Namun, setelah upaya perubaan aluan yang intens yang ditujukan pada perubahan dari budaya organisasi, ChildNt menjadi agensi yang berperingkat teratas di Florida dalam waktu 4 tahun dan pemenang penghargaan Optima dari
Workface Management’s atas General Excellentc pada tahun 2012. Presiden dan CEO Emilio Benitez, orang yang mengambil alih pimpinan pada tahun 2008, memberi pengaruh transformasi dengan mengubah para staf eksekutif, mempekerjakan teknologi baru untuk mendukung para pekerja sosial di laangan dan para manajer di kantor pusat, mengakui tekanan para pekerjadan para manajer yang dirasakan dengan menetapkan program penghargaan pekerja, dan serta menciptakan diskusi silang departemen (kelompok kerja) untuk pemecahan prmasalahan yang kreatif. Diskusi mampu untuk menemukan solusi atas kasus-kasus para klien yang sulit, menghasilkan penempatan yang lebih baik bagi anak-anak asuh ke dalam rumah-rumah yan permanen.
Pada ChildNet, perubahan yangpositif terhadap inerjaorganisasinaltelah secara jelas dikaitkan dengan transformasi pada budaya organisasinya.
F. BUDAYA SEBAGAI SEBUAH KEWAJIBAN
Budaya dapat mendorong komtmen organisasional dan meningkatkan konsistensi perilaku pekerja, serta memberikan manfaat bagi organisasi. Budaya juga berharga bagi pekerja, karena menguraikan bagaimana hal-hal dilakukan dan mana yan penting. Namun, kita tidak boleh mengabaikan aspek budaya yang disfungsional secara potensial, terutama budaya yang kuat, terhadap efektivitas organisasi. Hewlett-Packard, pernah dikenal sebagai sebuah pabrikan komputer utama, telah kehilangan pangsa pasarnya dan keuntungan dengan cepat sebagai gangguan fungsi dari tim manajemen puncaknya telah mengalir keluar, sehingga menyisakan para pekerjanya menjadi dipisahkan, tidak kreatif, tidak dihargai, dam dipertentangkan.
1. Institusionalisasi
Institusionalisasi (institutionalization) merupakan sbuah kondisi yang terjadi ketika suatu organisasi mengambil hidup sendri, terpisa dari para anggotanya, serta memperoleh keabadian.
2. Hambatan bagi perubahan
Budaya merupakan sebuah kewajiban ketiks nilai yang berikana tidak sesuai dengan mereka yang memajukan efektivitas organisasi. Hal ini sangat mungkin ketika lingkungan organisasi menjalani perubahan yang cepat, serta budayanya yang telah mengakar tidak lagi cepat. Konsistensi perilaku, suatu aset dalam lingkungan yang stabil, kemudian
akan membebani organisasi dan menyulitkan untuk memberikan tanggapan terhadap perubahan.
3. Hambatan pada keanekaragaman
Merektut para pekerja yang baru yang berbeda dan mayoritas dalam ras, umur, gender, kecacatan, atau karakteristik lainnya yang menciptakansebuah paradoks. Manajemen ingin mendemonstrasikan dukungan bagi perubahandari para pekerja ini yang akan dibawa ke tempat kerja, tetapi para pendatang baru yang berharap untuk menyesuaikan harus menerima inti nilai budaya dariorganisasi. Oleh karena perilaku yang beranekaragam dan kekuaan yang unik cenderung untuk berkurang sebagaiman orang-orang berub=paya untuk berasimilasi, maka budaya yang kuat dapat menjadi kewajiban ketika mereka secara efektif menghilangkan keuntungan-keuntungan ini. sebuah budaya yang kuat yang membenarkan prasangka, mendukung bias, ataumenjadi tidak sensitif terhadap orang yang berbeda dapat merusak kebijakan formal korporat yang beranekaragam.
4. Hambatan pada akuisisi dan merger
Secara hitoris, ketika manajemen melihat pada keputusan akuisisi atau merger, faktor utamanya adalah keunggulan finansial dansinergi produk. Pada tahun belakangan ini, kompabilitas budaya telah menjadi perhatian utama. Semua hal adalah sama, apakah akuisisi benar-benar bekerja berhubungna dengan seberapa baik penyesuaian dari dua budaya organisasi tersebut.