• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1

2.3.1. Aplikasi Elektrolisis 12

2.3.1.1. Elektroplating / pelapisan logam

Secara sederhana, elektroplating dapat diartikan sebagai proses pelapisan logam, dengan menggunakan bantuan arus listrik dan senyawa kimia tertentu guna memindahkan partikel logam pelapis ke material yang hendak dilapis.

Pelapisan logam dapat berupa lapis seng (zink), galvanis, perak, emas, brass, tembaga, nikel dan krom. Penggunaan lapisan tersebut disesuaikan dengan

kebutuhan dan kegunaan masing-masing material. Perbedaan utama dari pelapisan tersebut selain anoda yang digunakan, adalah larutan elektrolisisnya.

Proses electroplating mengubah sifat fisik, mekanik, dan sifat teknologi suatu material. Salah satu contoh perubahan fisik ketika material dilapis dengan nikel adalah bertambahnya daya tahan material tersebut terhadap korosi, serta bertambahnya kapasitas konduktifitasnya. Adapun dalam sifat mekanik, terjadi perubahan kekuatan tarik maupun tekan dari suatu material sesudah mengalami pelapisan dibandingkan sebelumnya. Karena itu, tujuan pelapisan logam tidak luput dari tiga hal, yaitu untuk meningkatkan sifat teknis/mekanis dari suatu logam, yang kedua melindungi logam dari korosi, dan ketiga memperindah tampilan (decorative)

Mekanisme terjadinya pelapisan logam adalah dimulai dari dikelilinginya ion-ion logam oleh molekul-molekul pelarut yang mengalami polarisasi. Di dekat permukaan katoda, terbentuk daerah Electrical Double Layer (EDL) yang bertindak seperti lapisan dielektrik. Adanya lapisan EDL memberi beban tambahan bagi ion-ion untuk menembusnya. Dengan gaya dorong beda potensial listrik dan dibantu oleh reaksi-reaksi kimia, ion-ion logam akan menuju permukaan katoda dan menangkap elektron dari katoda, sambil mendeposisikan diri di permukaan katoda. Dalam kondisi equilibrium, setelah ion-ion mengalami discharge menjadi atom-atom kemudian akan menempatkan diri pada permukaan katoda dengan mula-mula menyesuaikan mengikuti susunan atom dari material katoda.

Skema Proses Electroplating

Perpindahan ion logam dengan bantuan arus listrik melalui larutan elektrolit sehinga ion logam mengendap pada benda padat yang akan dilapisi. Ion logam diperoleh dari elektrolit maupun berasal dari pelarutan anoda logam di dalam elektrolit. Pengendapan terjadi pada benda kerja yang berlaku sebagai katoda (Satoto, 2007)

Skema proses elektroplating/pelapisan logam dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2. Skema proses electroplating/pelapisan logam (Satoto,2007)

Reaksi kimia yang terjadi pada proses electroplating seperti yang terlihat pada Gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:

Reaksi pada katoda : Pembentukan lapisan Nikel Ni2+(aq) + 2e → Ni (s) Pembentukan gas Hidrogen 2H+(aq) + 2e→ H2 (g)

Reduksi oksigen terlarut

½ O2 (g) + 2H+ → H2O (l)

2.3.1.2. Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi merupakan proses koagulasi dengan menggunakan arus listrik searah melalui proses elektrokimia, yaitu dekomposisi elektrolit, di mana elektrodanya terbuat dari aluminium atau besi (Purwaningsih dalam Husni, 2010).

Proses ini juga merupakan gabungan dari proses elektrokimia dan proses flokulasi-koagulasi (Retno, 2008). Metode ini mempunyai kelebihan yaitu nilai efisiensinya cukup tinggi dan tidak diperlukan penambahan bahan kimia. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda (anoda)

Reaksi pada anoda : Pembentukan gas oksigen H2O (l) → 4H+(aq) + O2 (g) + 4e Oksidasi gas Hidrogen H2 (g) → 2H+(aq) + 2e

Reaksi pada katoda : M(aq)n+

+ ne-M(s)

2H2O(l) + 2e-H2(g) + 4OH

-sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah. Dengan demikian, bentuk kontaminan akan terendapkan dan dapat dengan mudah dihilangkan dengan cara pemisahan. Proses pengendapan terjadi sebagaimana proses koagulasi, dengan koagulan terbentuk dari elektroda reaktif, yang dipicu oleh arus listrik searah. Metode elektrokoagulasi telah banyak digunakan untuk pengolahan air limbah karena peralatannya sederhana dan mudah dioperasikan bila dibandingkan dengan metode yang lain serta tidak memerlukan tambahan bahan kimia dan efisiensi pengolahan yang dihasilkan cukup tinggi. Pada proses ini, pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya aluminium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen. (Holt et.al., 2005)

Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : Reaksi pada anoda :

M(s)M(aq)n+ + ne

-2H2O(l)+ 2e-4H+(aq) + O2(g) + 4e-

Gambar 2.3.Prinsip Elektrokoagulasi (Tjokrokusumo, 1995)

2.4. Persmaan-Persamaan Dasar Dalam Elektrolisa 2.4.1 Persamaan Nernst

Persamaan nernst merupakan persamaan yang dipergunakan untuk menghitung besar potensial dari sebuah sel elektrokimia sistem reversibel.

Persamaan ini hanya dapat digunakan pada kondisi kesetimbangan di permukaan elektroda.

E=E0+𝑅𝑇𝑛𝐹𝑙𝑛𝐶𝑜𝐶𝑟 (1) Misalkan untuk reaksi sederhana berukut:

O + ne̅R (2)

Potensial standar pada persamaan (1) digunakan untuk menghitung konsentrasi bulk untuk spesies O dan R (Zoski,2007)

2.4.2. Perpindahan massa

Laju perpindahan massa pada proses elektrolisa dibatasi oleh arus i1 (Ampere) yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

i1= n F A m C (3)

jika diketahui bahwa analit (C* = 20 mM) bereaksi seluruh pada elektroda dengan luas area A= 0.1 cm2 didalam sebuah sistem yang melibatkab n = 2 buah elektron, serta larutan di aduk dengan koefisien perpindahan massa m = 0,01 cm sec-1, maka dapat dihitung besarnya arus i1 yang membatasi perpindahan massa sebesar 4 mA (Zoski, 2007).

2.4.3. Hukum Faraday

Hukum Faraday menghubungkan jumlah muatan Q(Coulomb), yang melewati sel dengan jumlah produk N(mol), seperti yang terlihat pada persamaan (4)

Q= n F N (4)

Hukum Faraday dapat dipergunakan untuk beberapa penerapan seperti elektrogravimetri (mencari jumlah zat yang diendapkan pada elektroda) dan kalometri (mencari jumlah total arus yang dibutukan untuk mengelektrolisa sejumlah senyawa dengan sempurna), juga dapat dipergunakan untuk mencari jumlah elektron yang berpengaruh dalam suatu proses elektrolisa(Zoski,2007)

2.4.3.1 Hukum Faraday I

“Massa zat yang dihasilkan/dibebaskan di elektroda selama elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah listrik yang ditransfer pada elektroda tersebut.

Jumlah listrik yang dimaksud adalah muatan listrik yang mempunyai satuan Coulomb (C)”

2.4.3.2. Hukum faraday II

“Jika jumlah muatan listrik yang sama diberikan pada 2 elektroda atau lebih, maka massa zat yang dihasilkan/dibebaskan di elektroda berbanding lurus dengan berat ekivalen (e) unsur.”

𝑚 = (𝑄 𝐹)(𝑀

𝑍)

Di mana :

m = adalah massa zat yang dihasilkan/dibebaskan (g)

Q = adalah total muatan listrik yang dilewatkan pada zat (C) F = adalah tetapan atau konstanta Faraday (96500 C.mol-1) M = adalah massa molar zat

Z = adalah bilangan valensi ion (elektron yang ditransfer per ion)

Pada hukum pertama dinyatakan bahwa M, F, z adalah konstan. Jadi semakin besar Q maka m juga semakin besar

Pada hukum pertama dinyatakan bahwa Q, F, z adalah konstan. Jadi semakin M/z (massa ekivalen) besar maka m juga semakin besar

2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Elektrolisis

Faktor-faktor yang mempengaruhi elektrolisis antara lain adalah:

1. Penggunaan Katalisator

Misalnya H2SO4 dan KOH berfungsi mempermudah proses penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen karena ion-ion katalis mampu mempengaruhi kestabilan molekul air menjadi ion H dan OH yang lebih mudah di elektrolisis karena terjadi penurunan energi pengaktifan. Zat tersebut tidak mengalami perubahan yang kekal (tidak dikonsumsi dalam proses elektrolisis). Penggunaan asam sulfat sebagai katalis dalam proses elektrilisis menjadi pilihan utama dibandingkan KOH. Karena asam sulfat melepaskan H+ yang memudahkan membentuk gas hidrogen. Sedangkan KOH melepaskan OH- yang menghambat pembentukan gas hidrogen (Apriliana,2014)

2. Luas Permukaan elektroda yang Menyentuh Elektrolit

Semakin banyak luas permukaan elektroda yang menyentuh elektrolit maka semakin mempermudah suatu elektrilit untuk mentransfer elektronnya. Sehingga terjadi hubungan sebanding jika luasan yang tercelup sedikit maka semakin mempersulit elektrolit untuk melepaskan elektron dikarena sedikitnya luas penampang penghantar yang menyentuh elektrolit. Sehingga transfer elektron bekerja lambat dalam mengelektrolisis elektrolit.(Apriliana,2014)

3. Sifat Logam Bahan Elektroda

Penggunaan medan listrik pada logam dapat menyebabkan seluruh elektron bebas bergerak dalam metal, sejajar dan berlawanan arah dengan arah medan listrik. Ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk mengantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan yang bergerak akan berpindah, menghasilkan arus listrik. Konduktifitas listrik didefenisiskan sebagai ratio rapat arus terhadap kuat medan listrik.

Konduktifitas listrik dapat dilihat pada deret volta seperti, Li K Ba SR

Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Cd Co Ni Pb H Sb Bi Cu Hg Ag Pt Au.

Semakin kekanan maka semakin besar massa jenisnya.

4. Konsentrasi Pereaksi

Semakin besar konsentrasi suatu larutan pereaksi maka akan semakin besar pula laju reaksinya. Ini dikarenakan persentase katalis yang semakin tinggi dapat mereduksi hambatan pada elektrolit. Sehingga transfer elektron dapat lebih cepat mengelektrolisi elektrolit dan dapat ditarik garis lurus bahwa terjadi hubungan sebanding terhadap katalis dengan transfer elektron(apriliana, 2014)

2.6. Elektroda

Elektroda adalah suatu sistem dua fase yang terdiri dari sebuah penghantar elektrolit (misalnya logam) dan sebuah penghantar ionik (larutan) (Rivai,1995).

Eletrolida positif (+) disebut anoda sedangkan elektroda negatif (-) adalah katoda.

Reaksi kimia yang terjadi pada elektroda selama terjadi konduksi listrik disebut elektrolisis. Sel elektrolisis memerlukan energi untuk memompa elektron.(Brady.1999)

Karbon atau zat arang merupakan unsur kimia yang mempunyai sombil c dan nomor atom 6 pada tabel periodik. Sebagai unsur golongan 14 pada tabel periodek, karbon merupakan unsur non-logam dan bervalensi 4, yang berarti bahwa terdapat empat elektron yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan kokvalen.

Karbon merupakan zat yang telat ada semenjak proses terbentuk bumi.

Karbon terdapat pada semua benda mati dan makhluk hidup. Karbon terdapat di udara dalam bentuk gas karboh dioksida

Karbon memiliki beberapa jenis alotrop, yang paling terkenal adalah grafit, intan, dan karbon amorf. Sifat-sifat karbon bervariasi bergantung pada jenis alotropnya. Sebagai contohnya, intan berwarna transparan, sedangkan grafit berwarna hitam dan kusam. Intan merupakan salah satu materi terkeras didunia, sedangkan grafit cukup lunak untuk meninggalkan bekasnya pada kertas. Intan

memiliki konduktor listrik yang sangat rendah, sedangkan grafit adalah konduktor listrik yang sangat baik(Rivai, 1995)

2.6.1. Jenis-Jenis Elektroda 1. Elektroda jenis pertama

Pada elektroda ini ion analit berpartisipasi langsung dengan logamnya dalam suatu reaksi paruh yang dapat dibalik. Beberapa logam seperti Ag, Hg, Cu, dan Pb dapat bertindak sebagai elektroda indikator bila bersentuhan dengan ion mereka.

Ag+ + e Ag E0= +0.80 V

Secara umum, elektroda-elektroda ini jauh dari bermanfaat untuk logam di seluruh tabel periodik. Pada kenyataannya, potensial-pontesial yang stabil dan dapat diproduksi ulang tidak ditetapkan, hal ini bisa dicontohkan pada kasus besi, krom, nikel, kobalt, tungsten, dan aluminium.(Underwood,1998)

2. Elektroda jenis kedua

Ion-ion dalam larutan tidak bertukar elektron dengan elektroda logam secara langsung, melainkan konsentrasi ion logam yang bertukar elektron dengan permukaan logam. Elekrtoda ini berkerja sebagai elektroda refensi tetapi memberikan respon ketika suatu elektroda indikator berubah nilai ax

nya, misalnya KCl jenuh berarti X=

Cl(Underwood, 1998)

3. Elektroda Ketiga

Elektroda jenis ini dipergunakan sebagai elektroda indikator dalam titrasi EDTA potensiometrik dari 29 ion logam termasuk logam alkali dan alkali tanah serta logam transisi dan logam berat, elektrodanya sendiri berupa suatu tetesan atau genangan kecil raksa dalam suatu cangkir pada ujung tabung-J dengan suatu kawat sirkuit luar (Underwood,1998)

4. Elektroda Inert

Elektroda inert merupakan elektroda yang tidak masuk kedalam reaksi.

Contohnya adalah Platina (Pt), emas (Au), dan karbon (C). Elektroda ini berkerja dengan baik sebagai elektroda indikator. Fungsi logam platina (Pt) adalah membangkitkan kecenderungan sistem tersebut dalam mengambil atau melepaskan elektroda, sedangkan logam itu tidak ikut secara nyata dalam reaksi redoks. (Underwood,1998)

2.6.2. Potensial Elektroda

Suatu reaksi reduksi dapat menimbulkan potensial listrik tertentu yang disebut pontensial elektroda (E0). Makin mudah suatu unsur mengalami reduksi, makin besar E0 yang ditimbulkannya. Terdapat perbedaan potensial antara dua elektroda pada kondisi ada arus ataupun tidak ada arus. Dengan membuat potensial elektroda lebih negatif, energi elektron akan meningkat dan akan mencapai tingkat yang cukup untuk mengisi keadaan kosong pada spesi dalam elektrolit. Dalam hal ini terjadi aliran elektron dari elektroda kelarutan sehingga menimbulkan arus reduksi. Sedangkan dengan membuat potensial elektroda lebih positif, energi elektroda dapat direndahkan. Beberapa titik elektroda dalam larutan elektrolit akan mencari energi yang lebih sesuai pada elektroda dan menyebabkan terjadinya perpindahan elektron dari larutan elektrolit ke elektroda sehingga menimbulkan arus oksidasi(Putra,2000)

Tidaklah mungkin untuk mengukur potensial suatu setengah-sel tunggal, yang bisa adalah mengukur potensial antara dua setengah-sel. Jika diinginkan membandingkan potensial satu setengah sel dengan lainnya, harus dilakukan potensial masing-masing terhadap satu setengah-sel ketiga sebagai pembanding.

Karena pentingnya ion hidrogen dalam larutan air, ahli kimia memilih elektroda hidrogen dalam larutan air, ahli kimia memilih elektroda hidroden standrat sebagai elektroda pembanding standar sebagai elektroda pembanding standar dan secara sebarang memberikan harga voltase nol bagi potensialnya,. Secara ideal potensial elektroda standar akan diukur langsung, namun dalam praktek, elektroda hidrogen demikina sukar ditangani dalam eksperimen sehingga umumnya

digunakan elektroda-elektroda pembanding lain. Juga pengukuran yang sebenarnya di laboratorium(Keenan,1999)

2.7. Poly Aluminium Chloride(PAC)

Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid, dengan menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok.

Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat mengendapkan partikel-partikel koloid.

Dosis koagulan yang ditambahkan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi koagulasi.Dosis yang tepat diperlukan agar koagulasi berjalan secara efektif. Jika dosis kurang maka tidak akan terbentuk flok. Jika dosis berlebihan juga dapat menyebabkan flok yang terbentuk tidak sempurna dikarenakan berubahnya pH larutan (biasanya asam).

Dengan penambahan koagulan, partikel-partikel koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi partikel besar yang disebut flok.

Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat mengendap karena gaya gravitasi. Dalam pemakaian bahan kimia koagulan disebut juga flokulan.

Beberapa koagulan anorganik yang banyak digunakan dalam pengolahan air atau limbah cair di antaranya alumunium sulfat (alum), poli alumunium klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan lain-lain.

PAC adalah garam yang dibentuk oleh aluminium-aluminium Chlorida yang khusus diperuntukkan guna memberdaya koagulasi dan flokulasi

(Penggumpalan). Pada umumnya PAC dirumuskan dengan Alm (OH)n Cl (3m-n) . Bentuk PAC dapat berupa cairan jernih kekuningan atau serbuk berwarna kekuningan. PAC mengandung Al2O3 sebanyak 10-12% dan kandungan basa minimal 50%.

Gambar Poly Aluminium Chloride dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini

Gambar 2.4. Poly Aluminium Chloride (PAC)

PAC sebenarnya merupakan suatu senyawa kompleks berinti banyak dari ion-ion Aluminium yang terpolimerisasi yaitu suatu jenis dari polimer senyawa organik. PAC dengan arti vital yang kuat mengumpulkan setiap zat-zat yang tersuspensi atau yang secara koloidal tersuspensi dalam air, membentuk flok-flok (kepingan gumpalan-gumpalan) yang akan mengendap dengan cepat membentuk sludge (Lumpur endapan) yang dapat disaring dengan mudah.

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini menggunakan sampel limbah cair yang diperoleh pada bulan Desember 2017 dari salah satu industri elektroplating (pelapisan logam kromium) di Kecamatan Medan Johor, Sumatera Utara. Proses elektrolisis dan preparasi sampel dilakukan pada bulan Januari 2018 di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU, Medan, Analisa kandungan logam Kromium (Cr), zink (Zn) dan Kadmium (Cd) pada sampel secara kuantitatif dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dilakukan pada bulan Januari 2018 di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristan) Medan.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat-alat

1 Spektrofotometer Serapan Atom Shidamazu AA-7000

2 Power Supply Adaptor Montana

3 Elektroda Karbon Pensil

13 Neraca analitis Mettler AE200

14 Corong Kaca Pyrex

15 Indikator Universal 16 Penjepit tabung 17 pH Meter

18 Batang pengaduk kaca 19 Penjepit buaya

3.2.2. Bahan-bahan 1 Akuades(l)

2 HNO3(p) p.a (E. Merck)

3 NaOH(s) p.a (E. Merck)

4 Cr6+ p.a (E. Merck) 5 Zn2+ p.a (E. Merck) 6 Cd2+ p.a (E. Merck) 7 Indikator pH universal

8 Industri Pelapisan Logam di Kecamatan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara

3.3. Pengambilan Sampel

Sampel limbah cair diambil dari bak penampung (kedalaman=±2,5 ; kapasitas ± 3000 L) pada bagian permukaan dan pada kedalaman ± 50 cm dengan jarak ± 30 cm dari bagian pinggir bak penampung dengan waktu pengambilan sempel dilakukan pagi, siang dan sore hari. Kemudian sampel dicampur dalam suatu wadah agar homogen. Untuk keperluan satu tahap proses dilakukan pengambilan sampel air limbah sebanyak 20 liter. kemudian dimasukan ke dalam wadah yang tertutup rapat, sampel diawetkan dengan penambahan HNO3(p) hingga pH = 3. Jenis sampel uang diambil adalah limbah cair tanpa penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan limbah penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC).

3.4.Penentuan Kadar Zn, Cd, dan Cr dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam Sebelum Penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC)

a.Preparasi Sampel

Sebanyak 100 mL limbah cair Industri pelapisan logam tanpa penambahan PAC disaringan dengan menggunakan kertas saringan biasa kemudian filtratnya

dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL, ditambahkan 5 mL HNO3(p), dipanaskan di atas hotplate hingga Volume larutan menjadi ± 15 mL, ditambahkan 50 mL akuades, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml melalui kertas saringan Whatmann No. 42, diencerkan dengan akuades sampai garis batas, dihomogenkan.

b. Penentuan Kadar Zn, Cd dan Cr pada Sampel

larutan sampel yang telah dipreparasi dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom untuk Cr pada λspesifik = 357,9 nm, untuk Zn pada λspesifik = 213,9 nm, dan untuk Cd pada λspesifik = 228,8 nm.

3.5.Penentuan Kadar Zn, Cr dan Cd dalam Limbah Cair Setelah Penambahan Poly Aluminium Chlorida

a.Preparasi Sampel

Sebanyak 100 mL limbah cair Industri pelapisan logam tanpa penambahan PAC disaringan dengan menggunakan kertas saringan biasa kemudian filtratnya dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL, ditambahkan 5 mL HNO3(p), dipanaskan di atas hotplate hingga Volume larutan menjadi ± 15 mL, ditambahkan 50 mL akuades, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml melalui kertas saringan Whatmann No. 42, diencerkan dengan akuades sampai garis batas, dihomogenkan.

b. Penentuan Kadar Zn. Cr dan Cd pada sampel

larutan sampel yang telah dipreparasi dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom untuk Cr pada λspesifik = 357,9 nm, untuk Zn pada λspesifik = 213,9 nm, dan untuk cd pada λspesifik = 228,8 nm.

3.6. Proses Elektrolisis Limbah Cair Sebelum Penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC)

Sebelum proses elektrolisis dilakukan terlebihan dahulu diuji apakah larutan sampel yang digunakan merupakan larutan elektrolit atau bukan dimana jika larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik serta timbulnya gelembung gas dalam larutan.

3.6.1. Elektrolisis Limbah Cair dengan katoda dan Anoda Karbon a.Proses Elektrolisis dan Preparasi Sampel

sebanyak 500 mL limbah cair industri pelapisan logam tanpa penambahan PAC dimasukan ke dalam gelas beaker 1000 mL, diukur pH jika pH ≤ 7 ditambahkan NaOH 1 N dan dipasangkan rangkaian elektrolisis dengan elektroda Karbon, dicelupkan kedua elektrodabke dalam sampel dihubungkan pada sumber arus DC dengan kuat arus 1 dan tegangan 8 V, dilakukan proses elektrolisis selama 2 jam kemudian disaring kemudian filtratnya dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 mL, ditambahkan 5 mL HNO3(p), dipanaskan di atas hotplate hingga volume larutan menjadi ± 15 mL, ditambahkan 50 mL akuades, dimasukkan ke dalam labu takar melalui kertas saring Whatmann no. 42, diencerkan dengan akuades sampai gabis batas, dihomogenkan

b.Penentuan Kadar Zn, Cr dan Cd pada sampel

larutan sampel yang telah dipreparasi dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom untuk Cr pada λspesifik = 357,9 nm, untuk Zn pada λspesifik = 213,9 nm, dan untuk cd pada λspesifik = 228,8 nm.

3.6.2. Elektrolisis Limbah Cair dengan Variasi Tegangan a.Proses Elektrolisis dan Preparasi Sampel

Sebanyak 500 mL limbah cair industri pelapisan logam tanpa penambahan PAC dimasukan ke dalam gelas beaker 1000 mL, diukur pH jika pH ≤ 7 ditambahkan NaOH 1 N dan dipasangkan rangkaian elektrolisis dengan elektroda Karbon , dicelupkan kedua elektroda ke dalam sampel dihubungkan pada sumber arus DC

dengan kuat arus 1 A dan tegangan 8 V, dilakukan proses elektrosis selama 2 jam kemudian didiamkan, setelah didiamkan kemudian disaring kemudian filtratnya dimasukan ke dalam gelas beaker 100 mL, ditambahkan 5 mL, ditambahkan 50 mL akuades, dimasukan ke dalam labu takar melalui kertas saring Whatmann no.

42, diencerkan dengan akuades sampai garis batas, dihomogenka. Hal yang sama dilakukan untuk variasi tegangan 11, 14 dan 17 volt

b. Penentuan Kadar Zn, Cr dan Cd pada sampel

larutan sampel yang telah dipreparasi dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom untuk Cr pada λspesifik = 357,9 nm, untuk Zn pada λspesifik = 213,9 nm, dan untuk cd pada λspesifik = 228,8 nm.

2

1

3

4

3.11. Bagan Penelitian 3.11.1. Rangkaian Alat

Dihubungkan dengan kabel tembaga Dihubungkan dengan kedua elektroda

Adapun rangkaian alat elektrolisis yang digunakan seperti tautan pada gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1. Rangkaian Alat Elektrolisis Keterangan :

1. Sumber Arus Listrik 2. Kabel Tembaga 3. Elektroda

4. Reaktor (Wadah + Air)

Elektroda yang digunakan adalah elektroda Karbon dari pensil Catatan : Jarak antar elektroda ditetapkan sama sebesar ± 3 cm

Luas penampang elektroda ditetapkan sama sebesar ± 50 cm2 Adaptor 5 A

Rangkaian Alat

3.11.2. Penentuan Kadar Zn, Cd, dan Cr pada limbah cair Sebelum Penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC)

Disaring dengan kertas saring biasa

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL Ditambahkan dengan 5 mL HNO3(p)

Dipanaskan di atas hotplate hingga volume air menjadi ± 15 mL Ditambahkan dengan 50 mL akuades

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL melalui kertas saring Whatmann no. 42

Diencerkan dengan akuades sampai garis batas Dihomogenkan

Ditentukan kadar Zn, Cd dan Cr dengan SSA untuk Cr 𝜆spesifik = 357,9 nm, untuk Zn pada 𝜆spesifik = 213,9 nm, dan untuk Cd pada 𝜆spesifik = 228,8 nm

100 mL limbah cair pelapisan logam tanpa penambahan PAC

Endapan Filtrat

Hasil

3.11.3. Penentuan Kadar Zn, Cd, dan Cr pada Limbah cair Setelah Penambahan Poly Aluminium Chloride (PAC)

Disaring dengan kertas saring biasa

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL Ditambahkan dengan 5 mL HNO3(p)

Dipanaskan di atas hotplate hingga volume air menjadi ± 15 mL Ditambahkan dengan 50 mL akuades

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL melalui kertas saring Whatmann no.42

Diencerkan dengan akuades sampai garis batas Dihomogenkan

Ditentukan kadar Zn, Cd dan Cr dengan SSA untuk Cr 𝜆spesifik = 357,9 nm, untuk Zn pada 𝜆spesifik = 213,9 nm, dan untuk Cd pada 𝜆spesifik = 228,8 nm

100 mL limbah cair industri pelapisan loagam dengan penambahan PAC

Endapan Filtrat

Hasil

3.11.4.Elektrolisis Limbah Cair sebelum penambahan Poly Aluminium

3.11.4.Elektrolisis Limbah Cair sebelum penambahan Poly Aluminium

Dokumen terkait