HASIL DAN PEMBAHASAN
6. Aplocheilus pancha
Ikan kepala timah adalah sejenis ikan kecil penghuni perairan tawar, anggota suku Aplocheilidae. Ditemukan menyebar luas di Asia bagian selatan mulai dari Pakistan hingga Indonesia, ikan ini dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Blue panchax atau Whitespot, merujuk pada bintik putih yang ada di atas kepalanya yang serupa tetesan timah. Ikan yang bertubuh kecil, panjang tumbuh hingga 55 mm atau lebih. Kepala memipih datar dibagian depan tegak dan datar dibagian belakangnya. Ikan ini mempunya adaptasi yang tinggi, kepala timah ditemukan hidup diberbagai air tawar ingga payau. Ikan ini biasanya menghuni air yang mengenang dan ternaungi. Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 63 ekor yang tertangkap pada stasiun 1 dan 3 memiliki panjang tubuh rata-rata 3. cm sampai 5 cm. Jenis ikan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Aplocheilus panchax
7. Palaemonetes sp
Kelas Malacostraca Meliputi udang tingkat tinggi (berukuran besar). Cirinya: hidup sebagai zooplankton dan benthos. Terdapat 2 pasang antena sebagai alat peraba, merasakan, mengatur keseimbangan tubuh. Terdapat 2 pasang
maksila dan sepasang mandibula yang berfungsi untuk mengigit makanan. Terdapat 3 pasang kaki rahang untuk mengankap makanan. Pada penelitian ini jumlah individu udang diperoleh sebanyak 39 ekor.
Pada thorax terdapat 4 pasang kaki jalan sebagai alat gerak, dan sepasang
kaki gunting (Cheliped) yang berfungsi untuk menerkam dan memegang
makanan. Pada abdomen terdapat 5 pasang kaki renang, dan bagian ekor terdapat
telson dan uropod untuk berenang / kemudi. Palaemonetes sendiri merupakan bagian dari ordo Dekapoda yaitu dengan ciri memiliki 5 pasang anggota gerak pada thorax sehingga sering disebut juga hewan berkaki sepuluh. Kepala dan dada menjadi satu yang dilindungi karapaks. Jenis udang dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Palaemonetes sp.
Kepadatan Populasi ,Kelimpahan Relatif , dan Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Berdasarkan analisis data yang digunkan diperoleh nilai kepadatan populasi (K), Kelimpahan relatif (KR), dan frekuensi kehadiran (FK) nekton pada setiap staiun dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8.
Tabel 6. Kepadatan Populasi (K) Nektondi Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Taksa
Stasiun (Ind/m2)
I II III IV
Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Osteochilus hasselti 0,05 0,09 0,02 0,03 0,07 0,15 0,22 0,17 0,07 0,1 0,09 0,09 Cyclocheilichthys apogon 0,13 0 0,05 0,08 0,12 0,14 0,12 0,22 0,12 0,12 0,08 0,14 Notopterus notopterus 0 0 0,02 0,01 0,05 0,21 0 0 0,03 0 0,06 0,22 Trichogaster trichopterus 0,05 0,03 0,04 0,12 0,04 0 0,78 0,17 0,03 0,13 0,02 0 Pristolepis grooti 0,05 0 0,04 0,17 0,03 0,02 0,21 0,07 0,04 0 0,02 0,02 Aplocheilus panchax 0 0,13 0,23 0 0 0 0 0,08 0,19 0 0 0 Palaemonetes sp 0,02 0 0,07 0 0 0 0,05 0 0,25 0 0 0 TOTAL 0,3 0,25 0,47 0,41 0,31 0,52 1,38 0,71 0,73 0,35 0,27 0,47
Tabel 7. Kelimpahan Relatif (KR) Nektondi Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Taksa
Stasiun
I II III IV
Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Osteochilus hasselti 16 36 4 7 22 29 16 24 10 28 33 19 Cyclocheilichthys apogon 43 0 11 19 39 27 9 31 16 34 30 30 Notopterus notopterus 0 0 4 2 16 40 0 0 4 0 22 47 Trichogaster trichopterus 16 12 8 29 12 0 56 24 4 37 7 0 Pristolepis grooti 16 0 8 41 10 4 15 10 5 0 7 4 Aplocheilus panchax 0 52 49 0 0 0 0 11 26 0 0 0 Palaemonetes sp 7 0 15 0 0 0 3 0 34 0 0 0 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Tabel 8.Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Jenis Ikan Januari Februari Maret
Osteochilus hasselti 50 100 100 Cyclocheilichthys apogon 100 100 100 Notopterus notopterus 25 50 100 Trichogaster trichopterus 100 100 50 Pristolepis grooti 75 100 100 Aplocheilus panchax 0 50 50 Palaemonetes sp 50 0 50
Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi nekton
Secara umum, tingkat Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi di Danau Pondok Lapan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 9. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
INDEKS STASIUN
1 2 3 4
H' 0,1292 0,1400 0,1554 0,1330
E 0,0664 0,0719 0,0798 0,0683
C 0,0273 0,0403 0,2088 0,0312
Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Kemiripan Habitat Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Berdasarkan analisis data di peroleh nilai kemiripan habitat antar stasiun dan kemiripan habitat antar spesies di danau pondok lapan kecamatan salapian kabupaten langkat dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 10. Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
INDEKS STASIUN (%)
1 & 2 1 & 3 1 & 4 2 & 3 2 & 4 3 & 4
Ic 82.55 94 92.4 84.3 89.3 93.55
C 43 59 43 73 89 67
Analisis SPSS antara Kelimpahan Nekton dan Faktor Fisika Kimia Perairan
Berdasarkan analisis data yang menghubungkan antara kelimpahan nekton dengan faktor fisika kimia perairan di Danau Pondok Lapan kecamatan salapian kabupaten langkat yang menggunakan SPSS versi 21 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Analisis SPSS Antara Kelimpahan dengan faktor fisika kimia perairan di Danau Pondok Lapan
Kelimpahan Analisis korelasi kriteria/tingkat hubungan korelasi Suhu (oC) 0,143 Sangat tidak erat
Kekeruhan (cm) -0,43 Cukup erat Kecerahan (cm) 0,798 Sangat erat Kedalaman (m) 0,43 Cukup erat pH 0,43 Cukup erat DO 0,085 Sangat tidak erat BOD -0,025 Sangat tidak erat COD 0,45 Cukup erat
Pembahasan
Berdasarkan Tabel 2. Hasil analisis perairan yang diperoleh dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni fisika perairan dan kimia perairan
Fisika perairan a. Suhu
Suhu perairan pada keempat stasiun pengambilan contoh berkisar antara 30- 31oC dengan suhu terendah terdapat di stasiun II dan stasiun I. Suhu tertinggi pada stasiun IV . Suhu pada empat stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuasi secara berlebihan, karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu relatif sama, sehingga suhu tidak mengalami perubahan.
Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan waktu dan pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitar perairan tersebut diduga menghalangi penetrasi sinar matahari yang masuk kedalam perairan. Dari hasil pengamatan, nilai kisaran suhu keempat stasiun tersebut masih tergolong dalam kisaran suhu normal dan masih layak bagi organisme perairan. Berdasarkan Effendi (2003), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan nekton di perairan adalah 20-30 oC. Suhu rata rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Suhu rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
c. Kecerahan
Nilai kecerahan pada keempat stasiun diperoleh kisaran antara 86,3−116,6 cm. Nilai terendah pada stasiun I dan tertinggi pada stasiun III. Nilai kecerahan yang rendah disebabkan oleh kondisi perairan stasiun I yang keruh dari akibat banyaknya limbah rumah tangga, aktivitas MCK dan limbah dari perkebunan, sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar perairan. Berdasrkan Tarigan dkk., (2012) kecerahan rendah dikarenakan banyaknya aktivitas manusia yang menghasilkan limbah sehingga banyaknya partikel terlarut dan partikel tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut. Kisaran kecerahan ini masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan masih mendukung bagi kehidupan ikan.
Nilai kecerahan tertinggi pada stasiun III, Disebabkan kondisi air yang tidak terlalu keruh dan kurangnya aktivitas pada kedalaman tersebut. Adanya kegiatan memancing masyarakat hanya dipinggiran danau sehingga dasar perairannya tidak terlalu keruh. Berdasarkan Odum (1994), interaksi antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi
29,4 29,6 29,8 30 30,2 30,4 30,6 30,8 31 31,2 1 2 3 4 Stasiun
cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada kecerahan. Kecerahan rata-rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Kecerahan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
d. Kedalaman
Kedalaman danau dapat berubah-ubah sesuai keadaan lingkungan sekitarnya yang biasanya sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan keadaan substrat sendiri. Nilai kedalaman terendah pada stasiun II dan tertinggi di stasiun I dan III dengan kisaran antara 140 cm dan 340 cm. Hal ini dikarenakan pada stasiun II memang merupakan outlet tetapi kegiatan yang mempengaruhi kedalaman tidak ada. Substratnya sendiri memang berlumpur tetap tidak berpengaruh jauh terhadap kedalaman. Stasiun I dan III tinggi dikarenakan memang adanya aktivitas masyarakat yang sangat mendukung kedalaman dan juga sisa pupuk dari kegiatan pertanian yang sangat tampak pada permukaan perairan sendiri terkhusus stasiun I. Berdasarkan Mulya (2004) daerah buangan limbah atau masukan limbah industri dan aktvitas penduduk memiliki penetrasi cahaya yang rendah serta kedalaman yang tinggi. Ini juga menyebabkan keruhnya perairan di daerah tersebut. . Kedalaman rata-rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 18.
0 20 40 60 80 100 120 140 1 2 3 4 Stasiun
Gambar 18. Kedalaman rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
e. Kekeruhan
Kekeruhan air di Danau Pondok Lapan dapat ditimbulkan oleh adanya bahan- bahan anorganik dan organik. Kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun II berkisar antara 20 mg/l, hal ini disebabkan pada stasiun II karena pada stasiun ini masih dipenuhi oleh tumbuhan dan rawa. Kekeruhan rata-rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 19
Gambar 19. Kekeruhan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan. Kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I dan III berkisar antara 18 mg/l. Terjadi perbedaan antara tingkat kekeruhan dan kecerahan dan kedalaman.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 1 2 3 4 17 17,5 18 18,5 19 19,5 20 20,5 1 2 3 4 Stasiun
Dikarenakan kekeruhan di tasiun 2 dan 4 dipengaruhi vegetasi tumbuhan yang berlimpah. Berdasarkan Effendi (2003) Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmeregulasi ikan seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air
Kimia perairan a. pH
Nilai pH perairan dipengaruhi oleh aktifitas biologi, suhu, kandungan oksigen dan keberadaan ion-ion perairan. Perubahan nilai pH pada suatu perairan menunjukan terjadinya perubahan proses biologi dan penyediaan unsur-unsur hara dalam perairan tersebut. Menurut Cole (1983) menyatakan bahwa adanya perbedaan nilai pH pada
suatu perairan dikarenakan penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses
fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di dalam air
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH di Danau Pondok Lapan masih cenderung netral dengan nilai mendekati 7 yaitu 6,7-6,9 . Dengan demikian, dapat dikatakan nilai derajat keasaman di Danau Pondok Lapan masih cukup baik untuk perikanan. Hal ini sesuai dengan Barus, (2004) yang menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basah lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 – 8.5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH rata-rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. pH rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
b. DO (Dissolved Oxygen)
Berdasarkan hasil pengamatan, kandungan oksigen terlarut di Danau Pondok Lapan pada seluruh stasiun pengamatan berkisar antara 3,36 sampai 6,73 mg/l dengan nilai rata-rata sebesar 5,41 mg/l. Menurut Boyd (1990), kadar DO yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/l. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun II yang diduga oleh banyaknya rawa dan juga vegetasi tumbuhan serta merupakan outlet. Berdasrkan Siagian (2009) kandungan oksigen sangat berperan di dalam menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Okigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. DO rata-rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 21.
6,55 6,6 6,65 6,7 6,75 6,8 6,85 6,9 6,95 7 1 2 3 4 Stasiun
0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 Stasiun
Gambar 21 . DO rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Hasil pengamatan diperoleh nilai BOD5 di Danau Pondok Lapan berkisar antara 1,26 mg/l - 2,53 mg/l dengan rata-rata sebesar 1,87 mg/l. Hal ini sesuai dengan Brower, dkk. (1990) yang menyatakan bahwa perairan tergolong baik jika konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l dan apabila konsumsi
O2 berkisar antara 10 – 20 mg/l akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh
materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l. Kadar BOD5 tertinggi terdapat di stasiun I yaitu sebesar 2,53 mg/l. Hal ini disebabkan adanya pengaruh masukan bahan organik maupun anorganik dari limbah rumah tangga. Nilai BOD5 yang terendah terdapat pada stasiun II berkisar antara 1,5 mg/l. Waktu dan kondisi lokasi penelitian pada saat sampling dapat dilihat pada Lampiran 7. BOD rata-rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. BOD rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
d. COD
Hasil yang diperoleh dari pengukuran rata-rata COD antar stasiun berada pada kisaran 10 – 11,56 mg/l. Rata-rata nilai COD air tertinggi ditemukan pada stasiun IV sebesar 11,56 mg/l dan rata-rata nilai COD terendah ditemukan pada stasiun III sebesar 9,93 mg/l. Hal ini diduga karena dipengaruhi sebagian besar karena masuknya bahan organik, dan juga stasiun IV sendiri banyak vegetasi tumbuhannya tetapi jumlah ikan sendiri tidak banyak tertangkap pada stasiun IV.
Berdasarkan Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secra kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi
CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan COD dianggap
paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak.
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 1 2 3 4 Stasiun
Gambar 23. COD rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Pondok Lapan
Penangkapan nekton dilakukan pada 4 stasiun di daerah Danau Pondok Lapan selama bulan Januari hingga Maret 2015. Jenis nekton yang tertangkap adalah ikan dan udang, dari jenis ikan meliputi meliputi 5 ordo yaitu Cypriniformes (2 famili), Perciformes (2 famili), Osteoglossiformes (1 famili), Cyprinodontiformes (1 famili), sedangkan dari jenis udang ditemukan hanya 1 ordo yaitu Decopoda (1 famili). Ordo Cypriniformes terdiri dari famili Cyprinidae; Ordo Perciformes terdiri dari famili Osphronemidae dan famili Nandidae; Ordo Osteoglossiformes terdirI atas famili Notopteridae; Ordo Cyprinodontiformes terdiri dari famili Aplocheilidae, satu ordo dari kelompok udang adalah Decapoda terdiri dari famili palaemonidae yang hanya terdiri dari spesies Palaemonetes sp.
Sampling perolehan nekton tertinggi terdapat pada sampling ke I yakni pada saat bulan januari perolehan nekton sebesar 244 ekor dan terendah pada saat
sampling ke II yakni dengan perolehan nekton sebesar 154 ekor hal ini 9 9,5 10 10,5 11 11,5 12 1 2 3 4 Stasiun
dipengaruhi oleh musim karena musim akan mempengaruhi migrasi vertikal dan horizontal ikan, hal ini sesuai dengan pernyataan Gonawi (2009) yang menyatakan bahwa musim penghujan memiliki kelimpahan nekton yang tinggi terutama dari jenis ikan karena banyaknya nekton melakukan aktifitasnya baik melakukan pemijahan, mencari makan, dan migrasi.
Komposisi Nekton
Jenis nekton yang paling banyak ditemukan adalah dari famili
Osphronemidae yakni ikan sepat rawa (Trichogaster Trichopterus) dan famili
Cyprinidae yakni ikan Keperas (Cyclocheilichthys apogon) dan ikan Nilem
(Osteochilus hasselti). Selanjutnya famili Aplocheilida yakni ikan Kepala Timah (Aplocheilus panchax) lalu famili Notopteridae yakni ikan Belida (Notopterus notopterus), dan famili nandidae yakni ikan Katung (Pristolepis grooti) dan terakhirfamili Palaemonidae yakni jenis udang Putih kecil (Palaemonetes sp).
Berdasarkan stasiun pengamatan, nekton yang ditemukan di tiap stasiun adalah dari famili Cyprinidae meliputi jenis ikan Keperas dan ikan Nilem, famili Notopteridae meliputi jenis ikan Belida, Famili Osphronemidae meliputi ikan Sepat rawa dan famili Nandidae yakni ikan Katung. Hal ini mengindikasikan habitat Danau Pondok Lapan cocok untuk keempat famili tersebut sehingga dapat bertahan dan berkembang biak dengan baik.
Secara keseluruhan, nekton yang tertangkap paling banyak terdapat pada stasiun III yaitu sebanyak 282 ekor yang didominasi oleh famili Osphronemidae dari jenis ikan Sepat rawa (T. trichopterus) sebanyak 98 ekor. Perolehan tertinggi pada stasiun III dikarenakan pada stasiun tersebut waktu pengambilan sampel
pada siang hari sangat pas. Pergerakan ikan sepat dan juga umpan yang digunakan didalam bubu memang menarik ikan sepat untuk masuk kedalam perangkap. Daerah tersebut masih terdapat aktivitas masyarakat memancing yang meninggalkan sisa pakan yg menarik minat ikan sepat sendiri. Stasiun ini sendiri memiliki kisarahan suhu, ph yang normal Hal ini sesuai dengan Barus, (2004) yang menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basah lemah. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.
Perolehan nekton yang sedikit terdapat di stasiun I yaitu sebanyak 106 ekor. Perolehan nekton sedikit diduga disebabkan oleh kondisi perairan yang keruh akibat banyaknya sampah-sampah di pinggiran danau dan antropogenik serta pembuangan limbah domestik yang dapat menganggu keberadaan nekton.
Data persentase kelimpahan nekton di Danau Pondok Lapan dapat dilihat dari Gambar 23. Kelompok nekton yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi
adalah dari famili Osphronemidae yang meliputi jenis ikan Sepat Rawa (T.
Trichopterus ) dengan persentase sebesar 27% dan nilai kelimpahan relatif kedua terbesar yaitu famili Cyprinidae dengan persentase 24% dari jenis ikan Keperas (C. Apogon). Persentase kelimpahan nekton selama sampling dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Presentase Kelimpahan Nekton Danau Pondok Lapan
Kelimpahan Relatif, Kepadatan Populasi dan Frekuensi Kehadiran Nekton
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada stasiun 1-4 jenis nekton yang paling banyak tertangkap ialah Trichogaster trichopterus. Kepadatan populasi nekton tertinggi diperoleh pada bulan Januari di Stasiun 3 dengan dengan jumlah nekton 138 ekor. Hal ini diduga akibat pada waktu bulan Januari 2015 telah memasuki musim penghujan dan pertengahan bulan. Pada umumnya, nekton khususnya ikan menetapkan waktu pemijahan ketika musim hujan sedang berlangsung sehingga produksi ikan sedang mengalami titik tertinggi.
Dari data yang diperoleh jenis ikan yang memiliki kelimpahan relatif, kelimpahan populasi dan frekuensi kehadiran yang paling tinggi dibandingan dengan ikan-ikan yang lain adalah ikan sepat rawa (Trichogater trichopterus). Dikarenakan sepat rawa sendiri merupakan jenis nekton yang sering hidup di daerah yang memiliki vegetasi tumbuhan yang tinggi seperti rawa. Hal ini sesuai dengan Murjani (2009)
Osteochilus hasselti 19% Cyclocheilichthy s apogon 24% Notopterus notopterus 10% Trichogaster trichopterus 27% Pristolepis grooti 9% Aplocheilus panchax 11% Palaemonetes sp 0%
Ikan sepat rawa menyukai rawa-rawa, danau, sungai dan parit-parit yang berair tenang terutama yang banyak ditumbuhi tumbuhan air. Juga kerap terbawa oleh banjir dan masuk ke kolam-kolam serta saluran saluran air hingga ke sawah. Ikan ini sering ditemui di tempat-tempat yang terlindung oleh vegetasi atau sampah- sampah yang menyangkut di tepi air. Kepadatan populasi nekton dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Kelimpahan Populasi Nekton
Dibandingkan pada bulan Januari yang sehari sebelum melakukan sampling lokasi dituruni hujan. Hal ini bisa mempengaruhi terhadap hasil penangkapan nekton, biasanya bila sudah masuk musim penghujan nekton jenis ikan banyak melakukan aktifitasnya baik melakukan pemijahan, mencari makan, dan migrasi.
Nilai kelimpahan populasi terendah terdapat pada spesies Palaemonetes
sp. Pada stasiun 4 dan stasiun 2 di bulan februari dengan nilai kelimpahan populasi 0 ind/m2 . Hal ini ikarenakan kondisi fisika kimia sendiri pada waktu sampling sangat tidak mendukung kehidupan crustacea. Selain itu banyak terdapat rawa sehingga kurang mendukung atau tidak cocok bagi kehidupan crustacea.
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 JA N F E B MA R JA N F E B MA R JA N F E B MA R JA N F E B MA R I II III III STASIUN in d /m2