STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI DANAU PONDOK
LAPAN KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT
NURUL AZMI
110302069
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI DANAU PONDOK
LAPAN KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
NURUL AZMI
110302069
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI DANAU PONDOK
LAPAN KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
NURUL AZMI
110302069
Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
JudulPenelitian : Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Nama : Nurul Azmi
Nim : 110302069
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Ahmad Muhtadi, S.Pi, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Nurul Azmi
NIM : 110302069
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Struktur Komunitas Nekton di
Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian akhir
skripsi ini.
Medan, Juni 2015
ABSTRAK
NURUL AZMI. Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh YUNASFI dan AHMAD MUHTADI.
Nekton merupakan organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan amfibi dan serangga air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas nekton dan hubungannya dengan fisika kimia periaran. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari-Maret 2015. Data yang diperoleh yaitu komposisi jenis dan kelimpahan nekton, serta kualitas air sebagai pendukung. Pengambilan nekton dilakukan dengan menggunakan beberapa alat tangkap seperti Jaring dan pancing. Hasil penelitian menunjukan terdapat 5 Ordo, dimana 4 ordo dari jenis ikan dan 1 ordo dari jenis udang. Ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) merupakan ikan yang tertangkap paling banyak yaitu sebesar 141 ekor dengan kelimpahan relatif 56%. Keanekaragaman nekton di Danau Pondok Lapan termasuk rendah yaitu sebesar 0,1. Nilai indeks dominansi secara umum mendekati angka 0 yaitu 0,2. Hal tersebut menunjukan bahwa hampir tidak ada spesies yang mendominasi. Nilai keseragaman cenderung mendekati angka 0 yaitu sebesar 0,07. Angka tersebut menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama. Hasil analisis korelasi SPSS menunjukkan bahwa suhu,kedalaman,kecerahan pH dan DO dan COD memiliki kolerasi positif dengan kelimpahan nekton sedangkan kekeruhan dan COD memiliki kolerasi negatif atau memilki hubungan yang tidak dengan kelimpahan nekton.
ABSTRACT
NURUL AZMI. Community Structure of Nekton in Pondok Lapan Lake Salapian Distruct of Langkat. Supervised by YUNASFI and AHMAD MUHTADI.
Nekton is organisms that can swim and move on their own accord with
example amphibians and aquatic insect. This study aims to determine the structure of nekton community and relation about physical and chemical conditions in the Lake Pondok Lapan . This study was carried out from January to March 2015. Data collection were nekton species composition and abundance, as well as water quality data as a supporter. Nekton retrieval used fish nett and fishing rod. The results showed there were 5 of the Ordo, of which 4 ordo belongs to fish and 1 ordo of shrimp. Sepat rawa (Trichogaster trichopterus) was found to be caught at most in the amount of 141 and 56% relative abundance. Diversity nekton in Pondok Lapan lake including low at 0,1. General dominance index value approaching 0 is equal to 0.2. It shows that almost no one species dominates. Value uniformity tends to approach the number 0 is equal to 0.07. The figure shows the number of individuals of each type of deployment is not the same. SPSS correlation analysis results showed that temperature, depth, brightness pH ,DO and COD has a positive correlation with the abundance of nekton while turbidity and COD have a negative correlation or do not have the relationship with the abundance of nekton.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan, Provinsi Sumatera Utara
pada tanggal 18 September 1993 dari Ayahanda
Gunawan dan Ibunda Sukarmini. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis mengawali pendidikan sekolah dasar
Negri 106146 pada tahun 1999-2005, Penulis
meneruskan pendidikan menengah pertama dari
tahun 2005-2008 di SMP SUPRIYADI Medan. Penulis menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMA Kartika I-2 Medan dengan jurusan IPA pada
tahun 2008-2011.
Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui
jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di UPTD Balai Benih Ikan di Kabupaten Sumedang Jawa Barat.
Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi anggota Ikatan Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Struktur Komuntias Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat ”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan
studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ayahanda Gunawan dan Ibunda Sukarmini yang selalu memberi motivasi dan
dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih
juga kepada adik tercinta Tifani Ulfa.
2. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Ahmad Muhtadi Rangkuti, S. Pi, M. Si selaku anggota komisi pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Penulis mengucapkan seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan. Penulis juga mengucapkan Terima kasih
kepada Desy Ariska, Meyna Melia Utari, Tri Woro Widyastuti, Syafrida
Siregar, Ridhliya Farisha, Vienna Prilyastanti, Margareth Thacher, Ahmad
Rizki, Fahmi Fadhli Rais, Muhammad Ma’rufi, Dede Yuanda dan seluruh
teman-teman seperjuangan di angkatan 2011 Program Studi Manajemen
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.
Medan, Mei 2015
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 2
Kerangka Pemikiran ... 3
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau ... 5
Ekosistem Danau Pondok Lapan ... 6
Nekton ... 7
Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton... 8
Identifikasi Nekton ... 8
Karakteristik dan Struktur Komunitas Nekton di Danau ... 10
Faktor Abiotik Yang Dapat Mempengaruhi Nekton ... 11
a.Suhu ... 11
b.Kekeruhan ... 12
c. Kecerahan ... 13
d. Kedalaman ... 14
e. pH ... 14
f.DO ... 15
g.BOD ... 16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ... 18
Alat dan Bahan ... 18
Metode Pengambilan Sampel ... 19
Deskripsi Area ... 20
Stasiun I ... 20
Stasiun II ... 20
Stasiun III ... 20
Stasiun IV ... 21
Identifikasi Morfometrik Ikan ... 22
Pengukuran Faktor Fisika Kimia ... 22
Suhu ... 22
Kecerahan ... 23
Kekeruhan ... 23
Kedalaman... 23
Ph ... 23
DO ... 23
BOD ... 24
COD ... 24
Analisis Data ... 24
Kepadatan Populasi ... 24
Kepadatan Relatif ... 25
Frekuensi Kehadiran ... 25
Indeks Diversitas Shanonn ... 26
Indeks Evenness/ Indeks Keseragaman ... 26
Indeks Dominansi ... 26
Kemiripan Habitat Antar Stasiun ... 27
Kemiripan Habitat Antar Spesies ... 27
Analisis Hasil Data ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 29
Kondisi Habitat Danau Pondok Lapan ... 29
Klasifikasi Nekton ... 30
Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Pondok Lapan... 31
Kepadatan Populasi Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat ... 37
Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Nekton ... 38
Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Spesies... 38
Analisis SPSS... 39
Pembahasan ... 39
Fisika Perairan ... 39
Kimia Perairan ... 43
Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Pondok Lapan... 47
Komposisi Nekton ... 48
Kepadatan Populasi Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Nekton ... 50
KemiriPan Habitat Antar Stasiun dan Spesis di Danau Pondok
Lapan... 56
Analisis SPSS antara Kelimpahan Dengan Faktor Fisika dan Kimia Perairan... 58
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 60
Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3
2. Klasifikasi Danau Berdasarkan Tingkat Kesuburannya ... 6
3. Lokasi Penelitian di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian ... 18
4. Stasiun1 ... 20
5. Stasiun 2 ... 20
6. Stasiun 3 ... 21
7. Stasiun 4 ... 21
8. Skema Ikan Untuk Menunjukkan Ciri-Ciri Morfologi Utama ... 22
9. Osteochilus hasselti ... 32
10. Cyclocheilichthys apogon ... 32
11. Notopterus notopterus ... 33
12. Trichogaster trichopterus... 34
13. Pristolepis grooti ... 34
14. Aplocheilus panchax ... 34
15. Palaemonetes sp ... 36
16. Suhu Rata-Rata Pada Setiap Stasiun Pengamatan ... 39
17. Kecerahan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 41
18. Kedalaman rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 42
19. Kekeruhan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 42
20. pH rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 44
22. BOD rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 46
23. COD rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 47
24. Presentase Kelimpahan Nekton Danau Pondok Lapan ... 50
25. Kelimpahan Populasi Nekton ... 51
26. Kelimpahan Relatif Nekton ... 52
27. Frekuensi kehadiran nekton ... 53
28. Keanekaragaman,Keseragaman, dan Dominansi ... 54
29. Grafik Indeks Similaritas Canberra ... 56
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Koefisien Korelasi dan Interpretasinya ... 28
2. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan ... 29
3. Rata- Rata Morfometrik Nekton di Danau Pondok Lapan ... 30
4. Klasifikasi Nekton yang Didapat Pada Setiap Stasiun Penelitian di Beberapa Lokasi di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat ... 30
5. Jumlah Spesies Per Stasiun Di Danau Pondok Lapan ... 31
6. Kepadatan Populasi (K) Nekton di Danau Pondok Lapan ... 37
7. Kelimpahan Relatif (KR) Nekton di Danau Pondok Lapan ... 37
8. Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan ... 37
9. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Nekton ... 38
10. Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Spesies di Danau Pondok Lapan ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel ... 66
2. Alat dan Bahan yang Digunakan Selama Sampling ... 67
3. Jenis Nekton Tertangkap ... 68
4. Bagan KerjaMetode Winkler untuk Mengukur Kelarutan
Oksigen (DO) ... 74
5. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 75
ABSTRAK
NURUL AZMI. Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh YUNASFI dan AHMAD MUHTADI.
Nekton merupakan organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan amfibi dan serangga air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas nekton dan hubungannya dengan fisika kimia periaran. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari-Maret 2015. Data yang diperoleh yaitu komposisi jenis dan kelimpahan nekton, serta kualitas air sebagai pendukung. Pengambilan nekton dilakukan dengan menggunakan beberapa alat tangkap seperti Jaring dan pancing. Hasil penelitian menunjukan terdapat 5 Ordo, dimana 4 ordo dari jenis ikan dan 1 ordo dari jenis udang. Ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) merupakan ikan yang tertangkap paling banyak yaitu sebesar 141 ekor dengan kelimpahan relatif 56%. Keanekaragaman nekton di Danau Pondok Lapan termasuk rendah yaitu sebesar 0,1. Nilai indeks dominansi secara umum mendekati angka 0 yaitu 0,2. Hal tersebut menunjukan bahwa hampir tidak ada spesies yang mendominasi. Nilai keseragaman cenderung mendekati angka 0 yaitu sebesar 0,07. Angka tersebut menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama. Hasil analisis korelasi SPSS menunjukkan bahwa suhu,kedalaman,kecerahan pH dan DO dan COD memiliki kolerasi positif dengan kelimpahan nekton sedangkan kekeruhan dan COD memiliki kolerasi negatif atau memilki hubungan yang tidak dengan kelimpahan nekton.
ABSTRACT
NURUL AZMI. Community Structure of Nekton in Pondok Lapan Lake Salapian Distruct of Langkat. Supervised by YUNASFI and AHMAD MUHTADI.
Nekton is organisms that can swim and move on their own accord with
example amphibians and aquatic insect. This study aims to determine the structure of nekton community and relation about physical and chemical conditions in the Lake Pondok Lapan . This study was carried out from January to March 2015. Data collection were nekton species composition and abundance, as well as water quality data as a supporter. Nekton retrieval used fish nett and fishing rod. The results showed there were 5 of the Ordo, of which 4 ordo belongs to fish and 1 ordo of shrimp. Sepat rawa (Trichogaster trichopterus) was found to be caught at most in the amount of 141 and 56% relative abundance. Diversity nekton in Pondok Lapan lake including low at 0,1. General dominance index value approaching 0 is equal to 0.2. It shows that almost no one species dominates. Value uniformity tends to approach the number 0 is equal to 0.07. The figure shows the number of individuals of each type of deployment is not the same. SPSS correlation analysis results showed that temperature, depth, brightness pH ,DO and COD has a positive correlation with the abundance of nekton while turbidity and COD have a negative correlation or do not have the relationship with the abundance of nekton.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Pondok Lapan merupakan danau buatan yang terletak di antara
perkebunan sawit. Adapun fungsi utama danau ini adalah sebagai sumber air bagi
masyarakat sekitar untuk kegiatan pertanian. Data-data tentang danau tersebut
sangatlah terbatas. Data-data terkait sumberdaya yang terdapat di danau sangat
diperlukan untuk pengelolaan yang lebih tepat. Diantara beberapa-beberapa data
yang dimaksud adalah organisme penyusun danau, seperti ikan, udang, plankton
dll. Ikan dan udang termasuk organisme nekton.
Nekton merupakan organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif
dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi dan serangga air besar (Odum,
1994). Banyaknya spesies nekton di suatu periran dapat memberikan gambaran
tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut.
Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai macam jenis organisme
dan ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu. Komunitas merupakan
satu kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi
metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem. Keragaman spesies yang
tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena
dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi pula dan melibatkan
transfer energi (jaring-jaring makanan), predasi, kompetisi dan pembagian
relung). Dalam siklus hidupnya, ikan sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan perairan karena ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap
Konsep komunitas dapat diterapkan untuk menganalisis lingkungan
perairan, Oleh karena itu penelitian ini berkaitan dengan penelaahan habitat dan
struktur komunitas nekton pada Danau Pondok Lapan, dimana sebelumnnya
belum pernah dilakukan penelitian di danau ini. Diharapkan penelitian ini akan
memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengelolaan danau tersebut.
Perumusan Masalah
Berbagai kegiatan yang terdapat di sekitar perairan Danau Pondok Lapan
seperti aktivitas masyarakat maupun aktivitas industri dapat memberikan dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan satu
diantaranya yaitu dampak terhadap lingkungan yang sedikit banyak bepengaruh
terhadap nekton. Berkembangnya aktivitas tersebut maka secara langsung maupun
tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap
kehidupan biota terutama komunitas nekton. Sejauh ini belum diketahui
bagaimana kondisi fisika kimia dan keberadaan jenis serta komunitas nekton pada
perairan Danau Pondok Lapan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana jenis nekton secara morfometrik yang terdapat di Danau Pondok
Lapan?
2. Bagaimana komunitas dan jenis nekton apa saja yang terdapat di Danau
Pondok Lapan?
Kerangka Pemikiran
Sampai saat ini belum diketahui bagaimana kondisi fisik kimia dan
keberadaan jenis serta keanekaragaman nekton di Danau Pondok Lapan. Faktor
kecerahan, kedalaman dan kandungan organik berpengaruh terhadap pertumbuhan
nekton. Aktivitas Masyarakat di Danau Pondok Lapan dapat berakibat langsung
terhadap Hidrologi danau tersebut dan habitat yang terdapat di Danau Pondok
Lapan seperti pembuangan limbah perkebunan yang dapat mengganggu
pertumbuhan nekton. Aktivitas Masyarakat yang terdapat di sekitar perairan
Danau Pondok Lapan seperti kegiatan perkebunan serta pemukiman penduduk
dapat memberikan dampak positif maupun dampak yang negatif. Dengan
berkembangnya aktivitas tersebut maka secara langsung maupun tidak langsung
dapat menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap kehidupan biota
terutama nekton. Secara ringkas pemaparannya dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Danau Pondok
Lapan
Nekton
Morfometri, dan Kelimpahan Nekton
Hidrologi Kualitas Air Habitat
Aktivitas Masyarakat
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengidentifikasi jenis nekton secara morfometrik di perairan Danau
Pondok Lapan.
2. Untuk mengetahui struktur komunitas nekton di periran Danau Pondok Lapan
Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
3. Untuk mengetahui hubungan fisika kimia perairan terhadap indeks
keanakeragaman, keseragaman dan dominansi jenis nekton.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur
komunitas nekton di Danau Pondok Lapan dan juga dapat memberikan informasi
bagi pemerintah setempat tentang Danau Pondok Lapan sebagai bahan acuan
untuk aspek pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam di
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Danau
Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam, dengan tepi yang
umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air
terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau
dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi
akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).
Karakteristik dasar ekosistem perairan tergenang yaitu memiliki arus yang
stagnan (bahkan hampir tidak ada arus), organismenya tidak terlalu membutuhkan
adaptasi khusus, ada stratifikasi suhu (khusus perairan tergenang dengan
kedalaman lebih dari 100 meter), ada stratifikasi kolom air (pada perairan dalam),
substrat dasar umumnya berupa lumpur halus, residence time relatif lebih lama. (Suwignyo, 2003).
Menurut Effendi (2000) berdasarkan tingkat kesuburannya (trophic status)
perairan tergenang khususnya danau dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai
berikut:
1. Oligotrofik (miskin unsur hara dan produktivitas rendah), yaitu perairan
dengan produktivitas primer dan biomassa yang rendah. Perairan ini
memiliki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung
jenuh dengan oksigen.
2. Mesotrofik (unsur hara dan produktivitas sedang), yaitu perairan dengan
produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan
3. Eutrofik (kaya unsur hara dan produktifitas tinggi), yaitu perairan dengan
kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini
memiliki tingkat kecerahan yang rendah.
4. Hiper-eutrofik, yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas
primer sangat tinggi.
5. Distrofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik.
Danau ini diklasifikasikan sebagai danau yang banyak menerima bahan
organik dari tumbuhan yang terdapat di daratan sekitarnya. Produktivita
primer danau distrofik biasanya rendah. Klasifikasi danau berdasarkan
tingkat kesuburannya dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2. Klasifikasi danau berdasarkan tingkat kesuburannya.
Ekosistem Danau Pondok Lapan
Danau Pondok Lapan adalah sebuah danau buatan yang terdapat di
Kabupaten Langkat. Danau ini terletak pada koordinat 3o30’44,73”LU
-3o30’26,29”LU dan 98o17’65”BT - 98o17’29,60”BT. Danau Pondok Lapan
terletak di antara perkebunan sawit milik negara dan juga swasta. Danau ini
menjadi satu diantara tempat favorit masyarakat Langkat khususnya di Kecamatan
Salapian, untuk bersantai atau sambil memancing. Dikarenakan pemanfaatan yang
Melihat fungsi dan manfaat Danau Pondok Lapan, keberadaanya kurang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini karena danau ini dibuat untuk pengairan
atau irigasi pertanian. Namun masyarakat sekitar tidak memiliki minat untuk
bertani, mereka lebih memilih untuk berkebun seperti sawit dan karet. Data-data
tentang danau tersebut sangatlah terbatas. Saat ini diperlukan data dasar untuk
keperluan seperti penelitian. Sehingga nantinya akan dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan yang lebih bermanfaat serta berkelanjutan.
Nekton
Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan
kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi dan serangga air besar. Banyaknya spesies
nekton di suatu periran dapat memberikan gambaran tentang komunitas nekton
yang kompleks di perairan tersebut (Odum, 1994).
Ikan merupakan organisme air yang bernafas menggunakan insang
bergerak menggunakan sirip (fin). Ikan juga memiliki gelembung udara yang
berfungsi sebagai alat mengapung, melayang atau menenggelamkan diri pada
dasar perairan. Ikan tersebar diberbagai jenis perairan diseluruh permukaan bumi.
Ikan mempunyai pola adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang baik, sehingga
ikan mempunyai penyebaran yang luas. Hal ini dikarenakan ikan memiliki
mobilitas yang tinggi (Barus, 2004).
Ekosistem perairan tawar diakui Bank Dunia kaya akan biodiversitas tetapi
selama ini kurang mendapat perhatian dalam proses pembangunan. Akibatnya
berbagai aktivitas pembangunan mengancam kelestarian kekayaan biota perairan
kegiatan manusia di daratan sekitarnya, seperti konversi hutan menjadi
pemukiman transmigran dan limbah industri. Penurunan kekayaan jenis ikan air
tawar dipercepat pula oleh kerusakan atau lenyapnya habitat
(Wargasasmita, 2002).
Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton
Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui
keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu
komunitas. Keanekaragaman jenis (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C)
merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu
lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi. Suatu lingkungan yang stabil
dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beraneka
ragam tanpa ada suatu spesies yang dominan (Odum, 1994).
Krebs (1972) mengasumsikan bahwa ekosistem yang baik mempunyai
ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan penyebaran jenis individu yang
hampir merata di setiap perairan. Perairan yang tercemar pada umumnya
kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis tertentu.
Identifikasi Morfometrik
Morfometrik merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan jenis ikan
dan menentukan unit stok pada suatu perairan dengan berdasarkan atas perbedaan
morfologi spesies yang diamati. Pengukurn morfometrik dapat dilakukan antara
lain pengukuran panjang standart, moncong atas atau bibir, sirip punggung atau
Evaluasi berbagai karakteristik ikan merupakan bagian penting dari setiap
studi aspek biologi yang bertujuan untuk perbaikan genetik dari stok ikan. Variasi
fenotipe antara strain dan korelasi antara studi karakteristik baik di alam maupun
di dalam ruangan. Memiliki pertumbuhan tertentu berupa karakteristik yag paling
menonjol, yang dapat digunakan sebagai indikator untuk meningkatkan
reproduksi dalam budidaya (Akhter dkk., 2003).
Menurut Kusrini dkk., (2008). Pengukuran secara morfometrik merupakan
suatu teknik yang lebih baik untuk membedakan bentuk tubuh pada populasi.
Pengukuran keragaman genetik berdasarkan karakter fenotip dengan metode
morfometrik lebih mudah dilakukan dengan biaya yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan pengukuran berdasarkan karakter genotipnya. Morfometrik
dapat dilakukan dengan tujuan antara lain untuk membedakan
strain/spesies/populasi menentukan jarak gnetik dan mencari indikator morfologi
untuk tujuan seleksi.
Pengukuran karakter morfometrik perlu diperhatikan, agar tidak terjadi
kesalahan. Hal tersebut penting karena karakter morfometrik salah satu cara
identifikasi. Cara pengukuran yang dipakai harus mengikuti kaidah yang berlaku,
contoh: untuk mengukur panjang standar diukur dari bagian terdepan moncong
atau bibir atas sampai pangkal sirip ekor. Pangkal sirip ekor dapat diketahui
dengan cara menekukkan sirip ekornya (Nurdawati dkk., 2007).
Perbedaan morfologi antar populasi atau spesies digambarkan sebagai
kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau dengan anatomis tertentu.
Jika suatu spesies mempunyai bentuk tubuh lebih sempit dan dalam daripada
deskripsi kualitatif. Deskripsi kualitatif diaggap belum memadai belum memadai,
sehingga seringkali diperlukan ekspresi kuantitatif dengan mengambil ukuran dari
individu. Manfaat dari studi morfometri secara kuantitatif yaitu dapat
membedakan individu antar jenis kelamin atau speiesnya, menggambarkan
pola-pola keragaman morfometrik antar populasi maupun spesies (Suci, 2007).
Karakteristik dan Struktur Komunitas Nekton di Danau
Pengkajian komunitas biota merupakan dasar dari pengkajian ekosistem
secara keseluruhan maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui struktur
komunitas ikan berdasarkan keanekaragaman, kelimpahan relatif, dominansi,
keseragaman dan indeks similaritas (Odum, 1994). Menurut Kordi (2007) bahwa
secara alami, kandungan mineral tawar sangat beragam, tergantung pada sumber
dan lokasinya. Dalam ekosistem air tawar, kadar garam yang terlarut dalam air
tawar <0.05 %, di mana natrium mempunyai konsentrasi tinggi dibandingkan
dengan kalium dan magnesium.
Menurut Odum (1994) komunitas adalah kumpulan dari populasi-populasi
yang terdiri dari spesies yang berbeda yang menempati daerah tertentu.
Komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama
seperti spesies dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, habitat
fisik dari komunitas, dan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional. Komunitas dapat
dikaji berdasarkan klasifikasi sifat-sifat struktural (struktur komunitas). Struktur
komunitas dapat dapat dipelajari melalui komposisi ukuran dan keanekaragaman
pada habitat akan berpengaruh pada tingkat spesies sebagai komponen terkecil
penyusun populasi yang akan membentuk komunitas.
Brower,dkk (1990) menyatakan suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman spesies yang tinggi. Jika kelimpahan spesies yang ada atau
individu antar spesies secara keseluruhan yang sama banyak, atau hampir sama
banyak menurut ukurannya. Pada nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks
keseragaman (E) dan indeks dominansi (C).
Welcome (1985), menyatakan bahwa ikan air tawar dapat dibagi kedalam
dua golongan. Jenis pertama adalah black fish, ikan ini memiliki kemampuan adaptasi tinggi diseluruh habitat air tawar, ikan black fish tahan terhadap perubahan lingkungan dan umumnya memiliki alat pernafasan tambahan. Jenis
kedua adalah white fish (ikan putihan), termasuk jenis ikan yang aktif bermigrasi selama hidupnya dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ikan black fish memiliki kemampuan beradaptasi lebih dari ikan jenis white fish dan dapat ditemukan diberbagai tipe habitat. Jenis ikan black fish kebanyakan hidup di aliran sungai.
Faktor Abiotik Yang Dapat Mempengaruhi Nekton a. Suhu
Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis
dan fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai
pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik
juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga
kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000).
Cahaya matahari masuk sampai pada kedalaman tertentu pada semua
danau, sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat
dibanding air yang dingin, sehingga lapisan air yang hangat disebut epilimnion
dan lapisan air yang dingin disebut hipolimnion. Penampang melintang dari
tengah danau dan bagian dimana air keluar dari danau dan menunjukkan bahwa
kedalaman termoklin lebih kurang sama sepanjang badan danau, akan tetapi aliran
air yang naik dekat bendungan menimbulkan sedikit gangguan (Damanik, dkk.,
1987).
Setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap
nilai suhu air. Terdapat organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas
(euryterm) dan ada jenis yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit (stenoterm). Suhu juga sangat mempengaruhi laju pertumbuhan dari organisme air (Barus, 2004).
b. Kekeruhan
Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air
yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi
penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat
menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan
biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan
resuspensi sedimen di dasar danau. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan
organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan yang tinggi
menyebabkan penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas
fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, yang berakibat produktivitas perairan
menjadi turun (Wetzel, 2001).
Effendi (2003) menyatakan kekeruhan yang terjadi pada perairan
tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa
koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan
terganggunya sistem osmeregulasi ikan seperti pernafasan dan daya lihat
organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.
c. Kecerahan
Effendi (2003) menyatakan kecerahan air tergantung pada warna dan
kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi yang ditentukan secara
visual dengan menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan
dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu
pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.
Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.
Menurut Jubaedah (2006) cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa,
menghindar diri dari predator, atau untuk beruaya. Pada daerah gelap yang
penetrasi cahayanya kurang, hanya akan dihuni oleh ikan buas atau predator yang
lebih menyukai tempat gelap. Effendi (2003) menyatakan nilai kecerahan
waktu pengukran, kekuruhan dan tersuspensi serta ketelitian seseorang yang
melakukan pengukuran kecerahan sebaiknya diakukan pada saat cuaca cerah.
d. Kedalaman
Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses
respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi
pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas
cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air. Kedalaman kompensasi
sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi
secara harian dan musiman (Effendi, 2003).
Dengan bertambahnya kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang
efektif, maka akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu
kedalaman yang disebut Compensation Depth, yaitu kedalaman tempat oksigen
yang dihasilkan melalui proses fotosintesis sebanding dengan oksigen yang
dibutuhkan untuk respirasi. Kadar oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu
perairan menunjukkan terjadinya penguraian zat-zat organik dan menghasilkan
gas berbau busuk dan membahayakan organisme (Wijana, 2010).
e. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor
kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di
suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam
garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar
perairan (Sutika, 1989).
Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai
nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah.
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara
7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa
akan membahayakan kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan
meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme
(Barus, 2004).
f. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian
besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Pada
ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan. Kelarutan
maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/l
O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air
(Barus, 2004).
Menurut Sastrawijaya (2000), Disolved Oxygen (DO) merupakan
banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Kehidupan di air dapat bertahan
jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air. Barus
antara 6 - 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran
ekosistem tersebut.
g. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD (Biochemichal Oxgen Demand) menyatakan jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroorganisma aerobi dalam proses penguraian senyawa
organik, yang diukur pada temperatur 20°C. Untuk menguraikan senyawa organik
yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme
membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20
hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa
hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang
diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum
dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan,
tersedianya mikroorganisma anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik
tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
penguraian itu (Barus, 2004).
Menurut Brower, dkk., (1990), nilai konsentrasi BOD menunjukkan
kualitas suatu perairan, perairan tergolong baik jika konsumsi O2 selama periode 5
hari berkisar sampai 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila
konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat
pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD
h. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg 02/l. Dengan
mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen
yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang
mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan
secara biologis (Barus, 2004).
COD (Chemical Oxygen Demand) erat kaitannya dengan BOD. Banyak
zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan
pengujian BOD5 tetapi senyawa-senyawa organik itu tetap menurunkan kualitas
air. Oleh karena itu perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah
masuk dalam perairan dan dapat bersifat toksik bagi Organisme. Untuk itulah
tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD dilakukan dengan mengambil
contoh dengan volume tertentu yang kemudian dipanaskan dengan larutan kalium
dikromat dengan kepekatan tertentu yang jumlahnya sedikit di atas yang
diperlukan. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, COD
contoh dapat dihitung, dan dapat dilihat nantinya apa pengaruhnya pada
makrozoobentos. Semakin tinggi kadar CO2 maka keanekaragaman bentos
semakin rendah dan sebaliknya jika kadar CO2 rendah keanekaragaman bentos
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Maret
2015 di perairan Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
Setelah didapat nekton akan dihitung kelimpahan dan morfometrinya. Rencana
[image:37.595.114.512.309.592.2]kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 3. Lokasi Penelitian di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: ember
kertas label, alat tulis, kamera digital, GPS, dan peralatan analisis kualitas air
seperti termometer, pH meter, labu Erlenmeyer 125 ml, Beaker glass, dan gelas ukur. Bahan yang digunakan diantaranya adalah es, KOH-KI, MnSO4, H2SO4,
amilum, NA2S2O3 dan akuades.
Metode Pengambilan Sampel
Pengumpulan Data
Nekton diambil menggunakan alat tangkap jaring, bubu dan pancing.
Sampel nekton yang didapat kemudian dihitung kelimpahan dan morfometrinya
dan didokumentasikan. Identifikasi untuk jenis ikan menggunakan buku
identifikasi Kottelat dkk. (1993). Dan udang dengan menggunakan buku
identifikasi James G. Needham dan Paul R. Needham (1992). Contoh nekton yang
telah diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan jenisnya.
Pengambilan sampling nekton dilakukan menggunakan metode purposive
sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan pertimbangan- pertimbangan yang dibuat oleh peneliti dengan menentukan empat
stasiun penelitian.
Deskripsi Area Stasiun I
Stasiun I merupakan outlet atau daerah keluaran air Danau Pondok Lapan, yang secara geografis terletak pada 3o30’27,02” LU dan 98o17’22,47” BT . Lokasi
Gambar 4. Stasiun I
a. Stasiun II
Stasiun II merupakan daerah outlet atau daerah keluaran air danau yang berjarak sekitar 533 meter dari stasiun I, terletak di Danau Pondok Lapan
Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, secara geografis terletak pada
[image:39.595.194.466.457.627.2]3o30’43,97” LU dan 98o17’25,24” BT. Lokasi stasiun II dapat dilihat pada
Gambar 5
b. Stasiun III
Stasiun III merupakan daerah kontrol yang terletak sekitar 191 meter dari
staiun II, terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’38,05” LU dan 98o17’26,95”
[image:40.595.182.447.219.389.2]BT. Lokasi stasiun III dapat dilihat pada Gambar 6
Gambar 6. Stasiun III
c. Stasiun IV
Stasiun IV ini merupakan daerah perkebunan yang berjarak sekitar 234
meter dari stasiun III, terletak di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat, yang secara geografis terletak pada 3o30’30,90” LU dan
98o17’28,81” BT. Lokasi stasiun IV dapat dilihat pada Gambar 7.
[image:40.595.181.445.565.744.2]Identifikasi Morfometrik Ikan
Pengukuran karakter morfometrik menurut (Kottelate, 1993). Pengukuran
[image:41.595.134.469.175.337.2]karakter morfometrik ikan dapat dilihan pada Gambar 8
Gambar 8. Skema Ikan Untuk Menunjukkan Ciri Ciri Morfologi Utama
Keterangan : A: sirip punggung E: sungut
B: sirip ekor F: sirip dada
C: gurat sisi G: sirip perut
D: lubang hidung H: sirip dubur
a: panjang total g: panjang sirip punggung
b: panjang standart h; diameter mata
c: panjang kepala i: tinggi batang ekor
d: panjang batang ekor j: tinggi badan
e: panjang moncong k: panjang sirip dada
f: tinggi sirip punggung l: panjang sirip perut
Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan
Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa faktor fisika dan
kimia perairan mencakup:
a. Suhu Air
Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan
kedalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada
termometer tersebut (Odum, 1994). Pengukuran suhu air dilakukan setiap
b. Kecerahan
Keceraha diukur menggunakan keping secchi yang dimasukkan kedalam
badan air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali
yang masuk kedalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap
pengamatan di lapangan.
c. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan di lakukan dengan mengambil sampel air dari
permukaan perairan dan di masukkan kedalam botol kemudian dilakukan
analisis di laboratorium setelah diambil airnya di lokasi pengamatan.
d. Kedalaman
Pengukuran kedadalaman dengan menggunakan meteran tanah yang
kemudian diberi alat pemberat.
e. pH (Derajat Keasaman)
Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH
meter kedalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada
alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran
pH dilakukan setiap pengamatan di lapangan.
f. DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen (DO) diukur menggunakan Metoda Winkler. Sampel air diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol BOD
kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Prosedur Metode Winkler
g. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan Metode Winkler.
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan mengukur DO awal atau enisiasi dari
DO pada hari ke-5. Prosedur Metode Winkler dilampirkan pada Lampiran 2.
h. COD (Chemical Oxygen Demand) (Alaerts dan Sri, 1984)
Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan metode Refluks dapat
dilihat pada Lampiran 3. Sampel air diambil dari danau kemudian diberi
perlakuan sesuai dengan metode Refluks.
COD = ((A-B) x N x 8000)/(volume sampel)
Keterangan :
A : Volume FAS yang dibutuhkan blanko (ml)
B : Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk sampel (ml) Batas COD (100-300) mg/L
N : Normalitas larutan FAS
Analisis Data
Data nekton yang diperoleh, diolah dengan menghitung, kepadatan
populasi, kelimpahan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon,
indeks Eveness, indeks dominansi, kemiripan habitat antar stasiun dan spesies dan
analisis hasil data dengan persamaan sebagai berikut :
a. Kepadatan Populasi (K) (Barus, 2004)
Kepadatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang
terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
K = Jumlah Individu Suatu Spesies
b. Kepadatan Relatif (KR) (Brower, dkk., 1990)
Perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis terhadap kelimpahan
seluruh individu yang tertangkap dalam suatu komunitas, yang dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
KR = ni
Ʃ N x 100 %
Keterangan :
KR : Kelimpahan Relatif
ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Jumlah individu seluruh spesies
c. Frekuensi Kehadiran (FK) (Barus, 2004)
Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran
suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
FK = Jumlah Plot yang Ditempati Suatu Jenis
Jumlah Total Plot x 100 %
Keterangan :
FK = 0 - 25% : Kehadiran sangat jarang FK = 25 - 50% : Kehadiran jarang
FK = 50 - 75% : Kehadiran sedang
FK = 75 - 100% : Kehadiran sering/absolute
Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme,
apabila nilai FK > 25%
d. Indeks Diversitas Shannon’s (H’) (Ludwiq dan Reynodl, 1988)
Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaan populasi
organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi
perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynold,
1988):
H’ = - ∑
�
���
�
log
�
���
�
atau-∑ Pi log Pi
Keterangan :
H’ : Indeks Diversitas
ni : Jumlah spesies ke-i
N : Jumlah semua spesies
pi : Peluang kepentingan untuk tiap spesies = ni/N)
e. Indeks Evenness / Indeks Keseragaman (E)
Diversitas maksimun (Hmaks) terjadi bila kelimpahan semua speies di
semua stasiun merata, atau apabila H’ = Hmaks = log2 rasio keanekaragaman
yang terukur dengan keanekaragaman maksimum dapat dijadikan ukuran
keseragaman (E), yaitu: (Odum, 1994).
E =
H′ ln S
Keterangan :
E : Keseragaman
S : Jumlah Jenis
H’ : Keanekaragaman Makrozoobenthos
d. Indeks Dominansi
Untuk mengetahui ada tidaknya, digunakan indeks dominan Simpson
(Odum, 1971) :
C = ∑
(
niN
)
Keterangan:
C : Indeks Dominansi Simpson Ni : Jumlah Individu spesies ke-i N : Jumlah individu semua spesies
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1 indeks 1 menunjukkan
dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu
stasiun). Sedangkan indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis yang ditemukan
tidak ada yang dominansi.
e. Kemiripan Habitat Antar Stasiun (Krebs, 1989)
Kemiripan habitat antar stasiun berdasarkan kesamaan sifat fisika dan
kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Similaritas Canberra :
Ic = 1 - 1
n
�∑
�
�X1i− X2j�
X1i + X2j
�
�
�=1
�
Keterangan :
Ic = Indeks Similaritas Canberra
n = Jumlah Parameter yang Dibandingkan
X1j dan X2j = Nilai Parameter ke-i dan ke-j Pada Daerah yang Berbeda
f. Kemiripan Habitat Antar Spesies (Krebs, 1989)
Kemiripan habitat antar spesies berdasarkan kesamaan sifat fisika dan
kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indeks Matrik Canberra :
C = 1
n
�∑
�
�Xij− Xik�
Xij + Xik
�
�
�=1
�
Keterangan :
C = Perbedaan Koefisien Matrik Canberra antara sampel j dan k n = Jumlah Spesies Dalam Sampel
Analisis Hasil Data
Analisis hasil data dilakukan secara deskriptif melalui penyajian grafik dan
tabel untuk mengetahui nilai kepadatan, kelimpahan relatif, keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi ikan. Untuk mengetahui hubungan antara
keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan dengan faktor fisika kimia
perairan dapat digunakan analisis regresi linier berganda. Analisis dilakukan
dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS versi 21.00.
Interpretasi dari besarnya nilai hubungan antara keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi ikan dengan sifat fisika dan kimia perairan dapat
[image:47.595.105.516.373.469.2]diklasifikasikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Koefisien Korelasi dan Interpretasinya
Nilai Korelasi Interpretasi
0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Habitat Danau Pondok Lapan
[image:48.595.114.525.330.541.2]Pengambilan sampel air dilakukan sebelum pengambilan sample nekton, untuk melihat seberapa besar pengaruh perubahan kondisi perairan terhadap struktur komunitas sumberdaya hayati nekton di danau tersebut. Hasil pengukuran parameter fisik-kimia perairan selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan.
Parameter Satuan
STASIUN
I II III IV
Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Fisika
Suhu oC 29 32 30 30 30 30 30 31 31 31 31 31
Kekeruhan
(TSS) mg/L 9 14 31 9 18 33
5
17 32 9 22 26
Kecerahan Cm 89 90 80 112 111 98 119 118 113 103 103 95
Kedalaman Cm 340 340 340 140 140 140 340 340 340 240 240 240
Kimia
pH - 6,6 7,2 6,9 6,6 6,7 6,8 6,8 7 7 6,7 7 6,9
DO mg/L 5,6 7,4 7,2 3,5 3,4 3,2 5,4 6,2 6 6 6 5,2
BOD mg/L 2,6 2,6 2,4 1,5 1,2 1,1 1,6 2,2 2,1 1,8 1,8 1,7
COD mg/L 5,7 7,9 16,4 6,2 10 18 3,8 9,2 17 6,7 12 15,8
Perhitungan morfometrik nekton adalah cara untuk mendeskripsikan jenis ikan dan menentukan unit stok pada suatu perairan dengan berdasarkan atas
perbedaan morfologi spesies yang diamati. Pengukuran morfometrik dilakukan
antara lain pengukuran panjang standart, moncong atas atau bibir, sirip punggung
atau tinggi batang ekor hasil pengukuran morfometrik nekton rata rata di Danau
Tabel 3. Rata- Rata Morfometrik Nekton di Danau Pondok Lapan
Jenis Nekton TL SL HL CPL SNL DD DBL ED CPD BD PFL VPL
Osteochilus hasselti 15,1 11,4 2,7 1,36 0,57 2,31 4,72 0,61 1,82 3,45 2,17 2,02
Cyclocheilichthys apogon 11,3 9,1 2,75 0,5 0,5 2,45 1,82 0,76 1,04 3,51 2,17 2,27
Notopterus notopterus 18,5 16 3,5 0,2 1,4 2,1 0,5 0,8 0,5 4,5 2,5 1
Trichogaster trichopterus 6,6 5,3 1,45 0,4 0,2 1,08 1,23 0,36 0,75 2,1 1,2 1,63
Pristolepis grooti 8,4 6,8 2,5 0,3 0,3 1,6 4 0,5 1,2 3,4 1,9 1,8
Aplocheilus panchax 4,2 3,5 0,4 0,2 0,2 0,3 0,6 0,3 0,4 0,6 0,7 1
Klasifikasi Nekton
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh klasifikasi nekton yang didapat
pada beberapa stasiun lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Nekton yang Didapat Pada Setiap Stasiun Penelitian di Beberapa Lokasi di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Filum Kelas Ordo Family Genus Spesies
Chordata Actinopterygii
Cypriniformes
Osteochilus Osteochilus hasselti
Cyclocheilichthys Cyclocheilichthys apogon
Osteoglossiformes Notopteridae Notopterus Notopterus notopterus
Perciformes Osphronemidae Trichogaster Trichogaster trichopterus Nandidae Pristolepis Pristolepis grooti
Aplocheilus Aplocheilus panchax
Arthropoda Malacostraca Decapoda Palaemonidae Palaemonetes Palaemonetes sp
Dari Tabel 4. Dapat dilhat bahwa jenis nekton yag didapat di Danau
Pondok Lapan adalah 6 jenis nekton dan 1 crustacea. Terdiri dari 2 filum dan 2
kelas, 5 ordo, 6 famili, 7 genus dan 7 spesies. Dari ketujuh spesies nekton yang di
dapat, dapat dihitung jumlah spesies per stasiun yang ada di Danau Pondok Lapan
[image:49.595.114.530.341.470.2]Tabel 5. Jumlah Spesies Per Stasiun di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Spesies
Stasiun
Total
I II III IV
Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Osteochilus hasselti 5 9 2 3 7 15 22 17 7 10 9 9 115
Cyclocheilichthys apogon 13 0 5 8 12 14 12 22 12 12 8 14 132
Notopterus notopterus 0 0 2 1 5 21 0 0 3 0 6 22 60
Trichogaster trichopterus 5 3 4 12 4 0 78 17 3 13 2 0 141
Pristolepis grooti 5 0 4 17 3 2 21 7 4 0 2 2 67
Aplocheilus panchax 0 13 23 0 0 0 0 8 19 0 0 0 63
Palaemonetes sp 2 0 7 0 0 0 5 0 25 0 0 0 39
TOTAL 30 25 47 41 31 52 138 71 73 35 27 47 617
Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Pondok Lapan
Data keseluruhan hasil tangkapan nekton selama penelitian di Danau Pondok Lapan dapat dilihat pada Lampiran . Jenis- jenis Nekton dan udang yang diperoleh selama penelitian adalah:
1. Osteochilus hasselti
Ikan ini biasa disebut oleh masyarakat sekitar dan para pemancing adalah
ikan paitan. Memiliki tanda hitam pada ekor dan sisiknya berwarna oranye pada
sekitar batas operculum sampai pada sirip anus dan memiliki garis panjang
berwarna hitam sepanjang tubuh. Pada penelitian ini jumlah individu ikan ini
Gambar 9. Osteochilus hasselti 2. Cyclocheilichthys apogon
Keperas atau seren adalah sejenis
(kerabat
atau
ikan karper. Pada penelitian ini jumlah individu ikan ini diperoleh sebanyak 132 ekor. Di daerah ini sendiri ikan keperas disebut dengan ikan mata merah oleh para pemancing dan juga masyrakat sekitar karena ciri yang paling menonjol yaitu matanya yang berwarna merah. Tubuh berwarna cokelat kekuningan, sisi punggungnya cokelat gelap. Pangkal sisik-sisik dengan bintik berwarna gelap. Satu bintik hitam
besar terdapat di batang ekor.Keperas menyebar luas mulai dari
pada Gambar 10.
3. Notopterus notopterus
Ikan ini mempunyai beberapa nama, diantaranya ikan lopis, belida atau
ikan pipih. Belida merupakan jenis ikan sungai yang tergolong dalam suku
Notopridae (ikan berpunggung pisau). Ikan belida memiliki ciri Bentuk badannya yang pipih dengan kepala yang berukuran kecil dan di bagian tengkuknya terlihat
bungkuk dan juga memiliki sirip dubur yang sangat panjang yang berawal dari
tepat di belakang sirip perut sampai ke bagian sirip ekor. Jumlah individu ikan ini
selama penelitian diperoleh sebanyak 60 ekor yang tertangkap kelimpahan terjadi
pada stasiun 2 dan 4 memiliki panjang tubuh rata-rata 17. Cm sampai 19 cm. Jenis
ikan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Notopterus Notopterus
4. Trichogaster trichopterus
Ikan sepat rawa biasanya mempunyai ukuran tubuh sedang, panjang sepat rawa
mampu mencapai 25 cm; namun umumnya kurang dari 20 cm. Lebar pipih,
dengan mulut agak meruncing. Warna yang liar biasanya kehitaman sampai
agak kehijauan pada hampir seluruh tubuhnya. Terkadang sisi tubuh nampak
hanya terlihat pada individu berwarna terang, terdapat di sisi tubuh mulai dari
belakang mata hingga ke pangkal ekor. Pada penelitian ini jumlah individu
ikan ini diperoleh sebanyak 141 ekor. Jenis ikan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. TrichogasterTrichopterus 5. Pristolepis grooti
Ikan Katung mempunyai ciri-ciri diantaranya badan berbentuk lonjong .
Bibirnya dapat ditonjolkan ke depan (protaktil), badan dan kepala bersisik kasar
,mata terletak sedikit ke atas dari sudut mulut. Ikan ini sendiri dikenal dengan ikan
kepar oleh masyarakat sekitar Danau Pondok Lapan. Memiliki panjang rata rata
sekitar 10-12 cm. Pada penelitian ini jumlah individu ikan ini diperoleh sebanyak
67 ekor. Jenis ikan dapat dilihat pada Gambar 13.
6. Aplocheilus panchax
Ikan kepala timah adalah sejenis ikan kecil penghuni perairan tawar,
anggota suku Aplocheilidae. Ditemukan menyebar luas di Asia bagian selatan
mulai dari Pakistan hingga Indonesia, ikan ini dikenal dalam bahasa Inggris
sebagai Blue panchax atau Whitespot, merujuk pada bintik putih yang ada di atas kepalanya yang serupa tetesan timah. Ikan yang bertubuh kecil, panjang tumbuh
hingga 55 mm atau lebih. Kepala memipih datar dibagian depan tegak dan datar
dibagian belakangnya. Ikan ini mempunya adaptasi yang tinggi, kepala timah
ditemukan hidup diberbagai air tawar ingga payau. Ikan ini biasanya menghuni air
yang mengenang dan ternaungi. Jumlah individu ikan ini selama penelitian
diperoleh sebanyak 63 ekor yang tertangkap pada stasiun 1 dan 3 memiliki
panjang tubuh rata-rata 3. cm sampai 5 cm. Jenis ikan dapat dilihat pada Gambar
14.
Gambar 14. Aplocheilus panchax
7. Palaemonetes sp
Kelas Malacostraca Meliputi udang tingkat tinggi (berukuran besar).
Cirinya: hidup sebagai zooplankton dan benthos. Terdapat 2 pasang antena
maksila dan sepasang mandibula yang berfungsi untuk mengigit makanan.
Terdapat 3 pasang kaki rahang untuk mengankap makanan. Pada penelitian ini
jumlah individu udang diperoleh sebanyak 39 ekor.
Pada thorax terdapat 4 pasang kaki jalan sebagai alat gerak, dan sepasang
kaki gunting (Cheliped) yang berfungsi untuk menerkam dan memegang
makanan. Pada abdomen terdapat 5 pasang kaki renang, dan bagian ekor terdapat
telson dan uropod untuk berenang / kemudi. Palaemonetes sendiri merupakan bagian dari ordo Dekapoda yaitu dengan ciri memiliki 5 pasang anggota gerak pada thorax sehingga sering disebut juga hewan berkaki sepuluh. Kepala dan dada
[image:55.595.213.423.374.530.2]menjadi satu yang dilindungi karapaks. Jenis udang dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Palaemonetes sp.
Kepadatan Populasi ,Kelimpahan Relatif , dan Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Berdasarkan analisis data yang digunkan diperoleh nilai kepadatan
populasi (K), Kelimpahan relatif (KR), dan frekuensi kehadiran (FK) nekton
Tabel 6. Kepadatan Populasi (K) Nektondi Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Taksa
Stasiun (Ind/m2)
I II III IV
Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Osteochilus hasselti 0,05 0,09 0,02 0,03 0,07 0,15 0,22 0,17 0,07 0,1 0,09 0,09
Cyclocheilichthys
apogon 0,13 0 0,05 0,08 0,12 0,14 0,12 0,22 0,12 0,12 0,08 0,14
Notopterus notopterus 0 0 0,02 0,01 0,05 0,21 0 0 0,03 0 0,06 0,22
Trichogaster
trichopterus 0,05 0,03 0,04 0,12 0,04 0 0,78 0,17 0,03 0,13 0,02 0
Pristolepis grooti 0,05 0 0,04 0,17 0,03 0,02 0,21 0,07 0,04 0 0,02 0,02
Aplocheilus panchax 0 0,13 0,23 0 0 0 0 0,08 0,19 0 0 0
Palaemonetes sp 0,02 0 0,07 0 0 0 0,05 0 0,25 0 0 0
[image:56.595.112.510.362.531.2]TOTAL 0,3 0,25 0,47 0,41 0,31 0,52 1,38 0,71 0,73 0,35 0,27 0,47
Tabel 7. Kelimpahan Relatif (KR) Nektondi Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Taksa
Stasiun
I II III IV
Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Osteochilus hasselti 16 36 4 7 22 29 16 24 10 28 33 19
Cyclocheilichthys apogon 43 0 11 19 39 27 9 31 16 34 30 30
Notopterus notopterus 0 0 4 2 16 40 0 0 4 0 22 47
Trichogaster trichopterus 16 12 8 29 12 0 56 24 4 37 7 0
Pristolepis grooti 16 0 8 41 10 4 15 10 5 0 7 4
Aplocheilus panchax 0 52 49 0 0 0 0 11 26 0 0 0
Palaemonetes sp 7 0 15 0 0 0 3 0 34 0 0 0
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Tabel 8.Frekuensi Kehadiran Nekton di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Jenis Ikan Januari Februari Maret
Osteochilus hasselti 50 100 100
Cyclocheilichthys apogon 100 100 100
Notopterus notopterus 25 50 100
Trichogaster trichopterus 100 100 50
Pristolepis grooti 75 100 100
Aplocheilus panchax 0 50 50
[image:56.595.117.439.609.733.2]Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi nekton
Secara umum, tingkat Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi di
[image:57.595.109.444.199.278.2]Danau Pondok Lapan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 9. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
INDEKS STASIUN
1 2 3 4
H' 0,1292 0,1400 0,1554 0,1330
E 0,0664 0,0719 0,0798 0,0683
C 0,0273 0,0403 0,2088 0,0312
Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Kemiripan Habitat Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Berdasarkan analisis data di peroleh nilai kemiripan habitat antar stasiun
dan kemiripan habitat antar spesies di danau pondok lapan kecamatan salapian
kabupaten langkat dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 10. Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
INDEKS STASIUN (%)
1 & 2 1 & 3 1 & 4 2 & 3 2 & 4 3 & 4
Ic 82.55 94 92.4 84.3 89.3 93.55
C 43 59 43 73 89 67
Analisis SPSS antara Kelimpahan Nekton dan Faktor Fisika Kimia Perairan
Berdasarkan analisis data yang menghubungkan antara kelimpahan nekton
dengan faktor fisika kimia perairan di Danau Pondok Lapan kecamatan salapian
Tabel 11. Nilai Analisis SPSS Antara Kelimpahan dengan faktor fisika kimia perairan di Danau Pondok Lapan
Kelimpahan Analisis korelasi kriteria/tingkat hubungan korelasi Suhu (oC) 0,143 Sangat tidak erat
Kekeruhan (cm) -0,43 Cukup erat Kecerahan (cm) 0,798 Sangat erat Kedalaman (m) 0,43 Cukup erat pH 0,43 Cukup erat DO 0,085 Sangat tidak erat BOD -0,025 Sangat tidak erat COD 0,45 Cukup erat
Pembahasan
Berdasarkan Tabel 2. Hasil analisis perairan yang diperoleh dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni fisika perairan dan kimia perairan
Fisika perairan
a. Suhu
Suhu perairan pada keempat stasiun pengambilan contoh berkisar antara
30- 31oC dengan suhu terendah terdapat di stasiun II dan stasiun I. Suhu tertinggi
pada stasiun IV . Suhu pada empat stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami
fluktuasi secara berlebihan, karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu
relatif sama, sehingga suhu tidak mengalami perubahan.
Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan waktu dan
pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitar perairan tersebut diduga
menghalangi penetrasi sinar matahari yang masuk kedalam perairan. Dari hasil
pengamatan, nilai kisaran suhu keempat stasiun tersebut masih tergolong dalam
kisaran suhu normal dan masih layak bagi organisme perairan. Berdasarkan
Effendi (2003), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan nekton di perairan
Gambar 16. Suhu rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
c. Kecerahan
Nilai kecerahan pada keempat stasiun diperoleh kisaran antara 86,3−116,6
cm. Nilai terendah pada stasiun I dan tertinggi pada stasiun III. Nilai kecerahan
yang rendah disebabkan oleh kondisi perairan stasiun I yang keruh dari akibat
banyaknya limbah rumah tangga, aktivitas MCK dan limbah dari perkebunan,
sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar perairan. Berdasrkan Tarigan
dkk., (2012) kecerahan rendah dikarenakan banyaknya aktivitas manusia yang
menghasilkan limbah sehingga banyaknya partikel terlarut dan partikel
tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut. Kisaran kecerahan ini
masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan masih
mendukung bagi kehidupan ikan.
Nilai kecerahan tertinggi pada stasiun III, Disebabkan kondisi air yang
tidak terlalu keruh dan kurangnya aktivitas pada kedalaman tersebut. Adanya
kegiatan memancing masyarakat hanya dipinggiran danau sehingga dasar
perairannya tidak terlalu keruh. Berdasarkan Odum (1994), interaksi antara faktor
kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi 29,4
29,6 29,8 30 30,2 30,4 30,6 30,8 31 31,2
1 2 3 4
cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada
[image:60.595.162.464.139.301.2]kecerahan. Kecerahan rata-rata disetiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Kecerahan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan
d. Kedalaman
Kedalaman danau dapat berubah-ubah sesuai keadaan lingkungan sekitarnya yang biasanya sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan keadaan substrat sendiri. Nilai kedalaman tere