STUDI KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN
DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN
SAMOSIR
SKRIPSI
RESI PEBRINA SEMBIRING
040805030
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN
DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN
SAMOSIR
SKRIPSI
RESI PEBRINA SEMBIRING
040805030
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : STUDI KEANAKARAGAMAN PLANKTON DI
PERAIRAN DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
Kategori : SKRIPSI
Nama : RESI PEBRINA SEMBIRING Nomor Induk Mahasiswa : 040805030
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Oktober 2009
Komisi pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Prof. Dr. Ing. Ternala, A. Barus, M.Sc Mayang Sary Yeanny, S.Si, M.Si
NIP: 131 695 907 NIP: 132 206 571
Diketahui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
STUDI KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2009
PENGHARGAAN
Puji Syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “STUDI
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR”, yang merupakan
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih saya sampaikan bapak dan ibu dosen yang tercinta: Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku dosen pembimbing II, Prof. Dr.Retno Widhiastuti, M.S., dan Etti Sartina Siregar, S.Si, M.Si yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan serta waktu dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc, selaku Dosen Penasehat Akademik, dan Kepada Bapak Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, dan Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Dr. Eddy Marlianto M.Sc, selaku Dekan Fakultas FMIPA USU, semua dosen Departemen Biologi FMIPA USU, penulis juga ucapkan terima kasih kepada Bapak Sukirmanto dan Ibu Nurhasni Muluk selaku laboran di laboratorium dan Ibu Rosliana Ginting dan Bang Erwin selaku Pegawai administrasi Program Studi Biologi FMIPA USU.
Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku yang tersayang: S. Sembiring dan R. Tarigan yang telah memberi doa, harapan, dukungan, materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada abangku Wira Frankly Sembiring, Adekku Kurniawan Sembiring, A.Md, Darma Lestari Sembiring dan adekku yang paling manis Monalisa Marini Sembiring yang telah memberi doa dan semangat kepada saya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bengkila dan Bibi yang telah memberi motivasi, dorongan dan semanagat kepada saya untuk penyusunaan skripsi ini. Kepada Saudara sepupuku Fitri, Rotua, Karolin, Olan dan Ibeth yang telah banyak memberikan dorongan, doa dan motivasi kepada saya.
Mely, Icha dan K’Hetty. Rasa terima kasih yang terdalam penulis sampaikan atas motivasi, dukungan dan kebersamaan yang telah diberikan selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2009
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dengan judul Studi Keanekaragaman Plankton di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Purposive Random Sampling yaitu menentukan 4 stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan 3 ulangan dan 4 kedalaman yang berbeda pada masing-masing stasiun penelitian (0 meter, 4 meter, 8 meter dan 11 meter).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 kelas plankton yang terdiri dari kelas fitoplankton yang tergolong dalam 18 famili dan 30 genus serta 5 kelas zooplankton yang tergolong dalam 7 famili dan 15 genus. Total kelimpahan plankton tertinggi berdasarkan stasiun terdapat pada stasiun I sebesar 14945,22 ind/l dan total nilai kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 3836,55 ind/l. Total kelimpahan plankton berdasarkan kedalaman terdapat pada kedalaman 8 meter stasiun I sebesar 16452,78 ind/l dan kelimpahan terendah terdapat pada kedalaman 4 meter stasiun IV sebesar 3101,90 ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 3,11 dn terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 2,63. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,89 dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 0,83.
Uji statistik menunjukkan kelimpahan plankton berdasarkan stasiun berbeda signifikan sedangkan berdasarkan kedalaman tidak berbeda signifikan. Dari hasil analisis korelasi hubungan antara faktor fisik kimia dengan indeks keanekaragaman berkisar antara berhubungan sedang dan kuat.
THE STUDY OF DIVERSITY PLANKTON IN DANAU TOBA DISTRICT 0F PANGURURAN REGENCY OF SAMOSIR
ABSTRACT
Have been done research about The Study of Diversity Plankton in Danau Toba District of Pangururan Regency of Samosir. This research is done with Purposive Random Sampling that is determining 4 research station of pursuant to difference of society activity in area. Samples were taken by 3 restating and 4 deepness at each station (0 metre, 4 metre, 8 metre and 11 metre).
The result of research show that there were 7 class of plankton which included 2 class fitoplankton which devided into 18 family and 30 genus and 5 class 0f zooplankton which devided into 7 family and 15 genus. Total highest abundance pursuant to station obtained at station I that is 14945,22 ind/l while the lowest there is at station IV that is 3836,55 ind/l. At 8 metre deepness highest abundance at station I that is 16452,78 ind/l and the 4 metre lowest at station IV that is 3101,90 ind/l. The highest value of diversity index at station I that is 3,11 and the lowest at station IV that is 2,63. The highest value of equitability index at station II that is 0,89 and the lowest a station IV that is 0,83.
According to statistical test that abundance of plankton at station was significance diffrence while the abundance of plankton at deepness not significance diffrence. From result of correlation analisys known that the relation between variety index and chemical physical factor value range from middle relation and strong.
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran ix
Bab.1 Pendahuluan 1
2.3. Faktor Fisik- Kimia Perairan yang Mempengaruhi
Keanekaragaman Plankton
3.4 Pengambilan Sampel 16
3.5 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 16
3.6 Pengamatan di Laboratorium 18
3.7 Analisis Data 19
Bab.4 Hasil dan Pembahasan 22
4.1. Faktor Biotik Lingkungan 35
4.2 Analisis Sidik Ragam 35
4.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman
pada Masing-masing Stasiun Penelitian
37
4.4. Faktor Abiotik Lingkungan 38
4.5 Analisis Korelasi Pearson untuk Faktor Fisik- Kimia dan
Nilai Keanekaragaman (H’) dengan Metoda Komputerisasi SPSS Ver. 16.00
43
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Peta Lokasi Penelitian 49
Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO
Lampiran C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5
Lampiran D. Bagan Kerja Kandungan Nitrat ( NO
51
3
-Lampiran E. Bagan Kerja Analis Fosfat (PO
) 52
4
-Lampiran F. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai
) 53
Besaran Temperatur air 54
Lampiran G. Data Mentah Plankton 55
Lampiran H. Foto Beberapa Plankton yang Didapatkan pada Stasiun Penelitian 71
Lampiran I. Contoh Perhitungan 73
Lampiran J. Faktor Fisik Kimia Perairan 78
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor
Fisik Kimia Perairan
18
Tabel 2. Hasil Identifikasi Plankton yang Diperoleh 22
Tabel 3. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan pada Masing-masing Penelitian
24
Tabel 4. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 8 Meter pada Masing-masing Penelitian
26
Tabel 5. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 4 Meter pada Masing-masing Penelitian
28
Tabel 6. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 8 Meter pada Masing-masing Penelitian
31
Tabel 7. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran yang Didapatkan di Kedalaman 8 Meter pada Masing-masing Penelitian
33
Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Populasi Plankton Perstasiun 35
Tabel 9. Nilai LSD 0,05 Dibandingkan dengan Rataan Masing-masing 36
Perlakuan
Tabel 10. Analisis Sidik Ragam Populasi Plankton Perkedalaman 36
Tabel 11. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton yang Diperoleh pada Masing-masing stasiun Penelitian
37
Tabel 12. Faktor Fisik Kimia Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten samosir
38
Tabel 13. Nilai Analisis Korelasi Keanekaragaman Plankton dengan Faktor Fisik Kimia Perairan
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dengan judul Studi Keanekaragaman Plankton di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Purposive Random Sampling yaitu menentukan 4 stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan 3 ulangan dan 4 kedalaman yang berbeda pada masing-masing stasiun penelitian (0 meter, 4 meter, 8 meter dan 11 meter).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 7 kelas plankton yang terdiri dari kelas fitoplankton yang tergolong dalam 18 famili dan 30 genus serta 5 kelas zooplankton yang tergolong dalam 7 famili dan 15 genus. Total kelimpahan plankton tertinggi berdasarkan stasiun terdapat pada stasiun I sebesar 14945,22 ind/l dan total nilai kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 3836,55 ind/l. Total kelimpahan plankton berdasarkan kedalaman terdapat pada kedalaman 8 meter stasiun I sebesar 16452,78 ind/l dan kelimpahan terendah terdapat pada kedalaman 4 meter stasiun IV sebesar 3101,90 ind/l. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 3,11 dn terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 2,63. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,89 dan terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 0,83.
Uji statistik menunjukkan kelimpahan plankton berdasarkan stasiun berbeda signifikan sedangkan berdasarkan kedalaman tidak berbeda signifikan. Dari hasil analisis korelasi hubungan antara faktor fisik kimia dengan indeks keanekaragaman berkisar antara berhubungan sedang dan kuat.
THE STUDY OF DIVERSITY PLANKTON IN DANAU TOBA DISTRICT 0F PANGURURAN REGENCY OF SAMOSIR
ABSTRACT
Have been done research about The Study of Diversity Plankton in Danau Toba District of Pangururan Regency of Samosir. This research is done with Purposive Random Sampling that is determining 4 research station of pursuant to difference of society activity in area. Samples were taken by 3 restating and 4 deepness at each station (0 metre, 4 metre, 8 metre and 11 metre).
The result of research show that there were 7 class of plankton which included 2 class fitoplankton which devided into 18 family and 30 genus and 5 class 0f zooplankton which devided into 7 family and 15 genus. Total highest abundance pursuant to station obtained at station I that is 14945,22 ind/l while the lowest there is at station IV that is 3836,55 ind/l. At 8 metre deepness highest abundance at station I that is 16452,78 ind/l and the 4 metre lowest at station IV that is 3101,90 ind/l. The highest value of diversity index at station I that is 3,11 and the lowest at station IV that is 2,63. The highest value of equitability index at station II that is 0,89 and the lowest a station IV that is 0,83.
According to statistical test that abundance of plankton at station was significance diffrence while the abundance of plankton at deepness not significance diffrence. From result of correlation analisys known that the relation between variety index and chemical physical factor value range from middle relation and strong.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Ekosistem air di daratan (inland water) secara umum dibagi menjadi dua tipe yaitu
perairan lentik (perairan tenang misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga, dan kolam)
dan perairan lotik (yang berarus deras misalnya sungai, kali, kanal dan parit).
Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air.
Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat dan terjadi akumulasi massa
air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai
kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan
cepat (Barus, 2004, hlm: 21).
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia, terletak di pegunungan
Bukit Barisan dengan luas permukaan ±112.970 Ha dengan perairan terdalam berkisar
±435 m dan terletak pada ketinggian ±995 m di atas permukaan laut (Dinas Perikanan
Daerah Tkt I Sumut, 1993). Berdasarkan letak geografisnya, Danau Toba terletak
diantara 2-30 LU dan 98-990 BT.
Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir
dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk keperluan aktivitas persawahan,
pemukiman keramba, objek wisata dan lain sebagainya. Aktivitas yang dilakukan di
sekitar Danau Toba akan akan mempengaruhi faktor fisik kimia perairan. Perubahan
ini akan mempengaruhi keanekaragaman plankton dan organisma lainnya yang
terdapat dalam perairan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai studi
keanekaragaman plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten
1.2 Permasalahan
Danau Toba Kecamatan pangururan Kabupaten Samosir sebagai perairan
yang cukup luas saat ini mengalami peningkatan berbagai aktivitas manusia yang
hidup di sekitarnya diantaranya berfungsi sebagai sumber air minum bagi masyarakat
yang tinggal di sekitarnya dan sebagai sumber air untuk kebutuhan pertanian.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan mempengaruhi faktor fisik-kimia perairan dan
keanekaragaman plankton. Sejauh ini masih sedikit sekali informasi tentang
keanekaragaman plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten
Samosir, oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui
bagaimana keanekaragaman plankton pada masing- masing stasiun pengamatan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui keanekaragaman plankton di setiap stasiun dan kedalaman
b. Untuk mengetahui hubungan faktor fisik-kimia perairan terhadap keanekaragaman
plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.
1.4 Hipotesis
a. Terdapat perbedaan keanekaragaman plankton di setiap stasiun pengamatan dan
kedalaman
b. Adanya hubungan antara faktor fisik-kimia perairan dengan keanekaragaman
1.5 Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang keanekaragaman plankton di perairan Danau
Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.
b. Memberikan informasi mengenai hubungan faktor fisik- kimia perairan terhadap
keanekaragaman plankton di perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Danau
Ekosistem danau dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona
substrat dasar dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan
bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan
zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam
dan tidak dapat ditembus cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah
tepi merupakan habitat nekton dan plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya
dikenal zona pleustal, yaitu zona permukaan perairan yang merupakan habitat bagi
kelompok neuston dan pleuston. Berdasarkan daya tembus cahaya matahari ke dalam
lapisan air, dapat dibedakan antar zona fotik di bagian atas, yaitu zona yang dapat
ditembus cahaya matahari dan zona afotik di bagian bawah yang tidak dapat ditembus
oleh cahaya matahari (Barus, 2004. hlm: 102).
Menurut Soegianto (2005, hlm: 96), danau memiliki tiga zona yang berbeda:
1) zona litoral, dekat pantai di mana tumbuhan berakar dapat dijumpai, 2) zona
limnetik (lapisan permukaan perairan terbuka), sinar matahari mampu menembus zona
ini, dan didominasi oleh fitoplankton dan ikan yang berenang bebas, dan 3) zona
profundal yakni zona perairan dalam yang tidak dapat ditembus sinar matahari dan
dihuni oleh organisma yang membuat liang di dasar perairan.
Meskipun di lapisan bawah beberapa danau tidak terdapat hewan, tetapi
mungkin organisme anaerobik terdapat di semua dasar danau. Di dasar ini terdapat
banyak materi organik, oleh karena semua organisme yang mati dari bagian atas
perairan akan tenggelam ke dasar. Materi organik inilah yang kemudian digunakan
Danau sering diklasifikasikan berdasarkan produksi bahan organiknya. Danau
oligotrofik merupakan danau yang dalam dan tidak banyak mengandung nutrien, dan
fitoplankton pada zona limnetiknya tidak begitu produktif. Danau eutrofik merupakan
danau yang umumnya lebih dangkal, dan kandungan nutrien pada airnya tinggi.
Sebagai akibatnya fitoplankton menjadi sangat produktif dan air sering sekali menjadi
keruh (Campbell, 2000, hlm: 279).
2.2 Plankton
2.2.1 Defenisi Plankton dan Pembagiannya
Plankton adalah organisma baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya berukuran
relatif kecil (mikro), hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya
gerak/walaupun ada daya gerak relatif lemah sehingga distribusinya sangat
dipengaruhi oleh daya gerak air, seperti arus dan lainnya (Nybakken, 1992, hlm: 38).
Plankton diaplikasikan untuk seluruh hewan dan tumbuhan yang hidup secara bebas di
air karena keterbatasan pergerakannya atau secara pasif melawan arus perairan karena
memiliki flagel (Heddy & Kurniati, 1996, hlm: 16-17).
Plankton merupakan organisma perairan pada tingkat (tropik) pertama dan
berfungsi sebagai penyedia energi. Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua
golongan, yakni: fitoplankton yang merupakan golongan tumbuhan umumnya
mempunyai klorofil (plankton nabati) dan zooplankton (golongan hewan) atau
plankton hewani (Wibisono, 2005, hlm: 155).
Berdasarkan daur hidupnya plankton dibedakan menjadi dua yakni plankton
yang bersifat planktonik hanya pada sebagian daur hidupnya, misal embrio disebut
meroplankton, sedangkan organisma seluruh daur hidupnya bersifat plankton disebut
Menurut Basmi (1995, hlm: 23-25), pengelompokkan plankton berdasarkan
beberapa hal berikut:
a. Nutrien pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:
1. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang
mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorgaik
menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal
dari sinar surya.
2. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak
mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari
sisa-sisa organisme lain yang telah mati.
3. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung
pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa
organisme seperti detritus. Disamping itu plankton itu juga mengkonsumsi
fitoplankton.
b. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:
1. Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar.
2. Haliplankton, yakni plankton yang hidup dilaut.
3. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau.
4. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di air kolam.
c. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas:
1. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik.
2. Epiplankton, yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.
3. Bathiplankton, yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga
umumnya tanpa sinar.
d. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang
dari perairan itu sendiri dan ada yang berasal dari luar, terdiri atas:
1. Autogenetik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri
2. Allogenetik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut
Berdasarkan ukuran tubuhnya plankton dapat dibedakan menjadi lima yaitu:
megaplankton (organisme planktonik yang besarnya lebih dari 2 mm), makroplankton
(memiliki ukuran antara 0,2 mm - 2,0 mm), mikroplankton (memiliki ukuran antara 20
µ m - 0,2 mm), nanoplankton (organisme planktonik yang sangat kecil yang berukuran
2 µ m – 20 µ m) dan ultraplankton (organisme planktonik yang berukuran kurang dari
2 µ m). Nanoplankton dan ultraplankton tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring
plankton baku (Nybakken, 1992, hlm: 37).
2.2.2 Ekologi Plankton
Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya
sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mensintesa senyawa
organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati, 1996,
hlm: 18). Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton
bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer.
Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang
dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus, 2004, hlm: 40-43).
Fitoplankton ada yang dapat tertangkap dengan jaring plankton tetapi lebih
banyak lagi yang sangat halus, lolos tidak tertangkap. Fitoplankton yang sangat halus
ini disebut nanoplankton, ukurannya kurang dari 20 µm,dan sangat rapuh hingga sulit
diawetkan. Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan, baru kemudian
dinoflagellata. Alga biru jarang dijumpai, tetapi sekali muncul sering populasinya
sangat besar ( Nontji, 1993, hlm: 129).
Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen
primer. Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi komponen
ekosistem lainnya khususnya ikan. Posisinya di dasar piramida makanan
mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton,
maka seketika komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung
eutrifikasi air. Keasaman air juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton
(Monk, et al, 2000, hlm: 174).
Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan
berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang akan mempengaruhi tingkatan trofik
perairan tersebut. Fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh
perubahan berbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi populasi plankton
adalah ketersedian nutrisi di suatu perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor
yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya ledakan
populasi fitoplankton dan proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrifikasi yang
dapat menurunkan kualitas perairan (Barus. 2004, hlm: 31).
Zooplankton yang merupakan plankton yang bersifat hewani sangat beraneka
ragam dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun dari
sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting yaitu subklas
kopepoda. Kopepoda ialah Crustaceae holoplanktonik berukuran kecil yang
mendominasi zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992, hlm: 41).
2.3 Faktor Fisik Kimia yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton
Menurut Nybakken (1992, hlm: 40-42), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam
ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti
plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan
mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisma dengan faktor-faktor
abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan
(Barus, 2004, hlm: 24).
Faktor abiotik (fisika kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan
plankton antara lain:
Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua danau,
sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding
air yang dingin, sehingga lapisan air yang dingin disebut epilimnion dan lapisan air
yang dingin disebut hipolimnion. Pemisah dari kedua lapisan tersebut dinamakan
metalimnion dan diantara kedua lapisan tersebut terjadi peningkatan suhu yang tajam
yang disebut termoklin (Whitten, 1987, hlm: 204).
Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air
merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai
gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik
sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu
sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan
aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu
ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari,
pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi
(penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi
(Brehm & Maijer 1990 dalam Barus, 2004, hlm: 44)
b. Penetrasi Cahaya
Menurut Haerlina (1987, hlm: 5-6), penetrasi cahaya merupakan faktor
pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton). Penetrasi cahaya mempengaruhi
migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme
tertentu. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari,
juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda lain yang terdapat di dalam air,
misalnya oleh plankton dan humin yang terdapat di dalam air (Barus, 2004, hlm: 43).
Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman
berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini
sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini
dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya
matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan
(Suin, 2002, hlm: 42).
c. DO (Disolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.
Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan,
terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor
suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air terdapat pada
suhu 0 oC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Dengan terjadinya peningkatan suhu akan
menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin
rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut
(Barus, 2004, hlm : 56).
Stratifikasi suhu mempunyai pengaruh yang menarik terhadap air di bagian
dasar danau. Organisma-organisma yang berfotosintesis tumbuh subur pada air di
bagian permukaan yang dirembes oleh banyak cahaya, dan hal ini yang menyebabkan
epilimnion mendapatkan persediaan oksigen yang cukup. Tetapi dalam air keruh di
lapisan hipolimnion mungkin hampir tidak ada fotosintesis, dan hampir tidak ada
produksi oksigen di sana. Namun hewan-hewan juga hidup di dasar danau, dan
membutuhkan oksigen untuk pernapasannya. Kekurangan oksigen ini menjadi lebih
parah karena aktivitas pengurai yang terus-menerus berlangsung. Hal ini disebabkan
karena biota di permukaan yang bercahaya akan mengeluarkan kotoran,
bangkai-bangkai dan sisa-sisa ke dalam hipolimnion dan bakteri memakannya selama jatuh ke
dasar. Bakteri-bakteri pengurai itu dapat dengan cepat mengurangi oksigen terlarut
pada hipolimnion sampai hampir habis, dan tidak ada jalan bagi ekosistem untuk
mencapai lapisan-lapisan ini kecuali jika lapisan-lapisan tersebut bercampur aduk
(Whitten, 1987, hlm: 207).
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik,
yang diukur pada temperatur 200 C. Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa
untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga secara
sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat
bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini,
sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama
5 hari, jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%,
maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 (lima) hari yang
disebut BOD5 (Barus, 2004, hlm: 65-66).
B0D (Biochemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan oleh organisma dalam lingkungan air. Proses penguraian bahan buangan
organik melalui proses oksdasi oleh mikroorganisma memerlukan waktu yang cukup
lama, hal ini sangat tergantung pada kerja dari bakteri yang menguraikannya
(Wardana, 1995, hlm: 77).
e. pH
Organisma akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH yang
netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. pH yang ideal
bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisma karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan
mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang
tentunya akan mengancam kelangsungan organisma akuatik. Sementara pH yang
tinggi akan menyebabkan antara keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam
air akan terganggu, di mana kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisma
Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH
atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH
tanah. Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran pH air adalah cara pengambilan
sampelnya harus benar sehingga pH yang diperoleh benar (Suin, 2002, hlm: 54). Nilai
pH air yang normal adalah netral yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang
tercemar misalnya oleh limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya
dan pengolahnnya sebelum dibuang (Kristanto, 2002, hlm: 73).
f. Kandungan Nitrat dan Fospat
Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia
bahan nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fospat (Nybakken, 1992, hlm: 41).
Nutrien sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam perkembangannya dalam jumlah
besar maupun dalam jumlah yang relatif kecil. Setiap unsur hara mempunyai fungsi
khusus pada pertumbuhan dan kepadatan tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi
lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi
dalam metabolisme karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil,
sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel dan cangkang
(Isnansetyo & Kurniastuti, 1995, hlm: 16).
Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang berasal
dari industri, bahan peledak, piroteknik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat
biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di
daerah yang diberi pupuk yang diberi nitrat/nitrogen (Alaerts & Sri 1987, hlm: 161).
Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi berbagai
organisma akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran
energi dari organisma yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fosfat berperan
sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisma. Peningkatan konsentrasi fospat
dalam suatu ekosistem perairan akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan
eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar
oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan
berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004, hlm: 43).
BAB 3
BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba pada bulan Februari 2009.
Untuk identifikasi di laboratorium dilakukan bulan Maret sampai dengan April 2009
di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen
Biologi FMIPA USU.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan
sampel plankton adalah ”Purposive Random Sampling” pada 4 stasiun pengamatan.
Pada masing-masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan pada setiap kedalaman
yang berbeda.
3.3 Deskripsi Area
Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten
Samosir. Daerah Pangururan ini merupakan daerah padat penduduk. Di perairan
Pangururan ini terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti persinggahan kapal,
PDAM, pasar tradisional dan perairan ini juga digunakan oleh masyarakat sebagai
eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar
oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan
berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004, hlm: 43).
BAB 3
BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba pada bulan Februari 2009.
Untuk identifikasi di laboratorium dilakukan bulan Maret sampai dengan April 2009
di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen
Biologi FMIPA USU.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan
sampel plankton adalah ”Purposive Random Sampling” pada 4 stasiun pengamatan.
Pada masing-masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan pada setiap kedalaman
yang berbeda.
3.3 Deskripsi Area
Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba di Kecamatan Pangururan, Kabupaten
Samosir. Daerah Pangururan ini merupakan daerah padat penduduk. Di perairan
Pangururan ini terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti persinggahan kapal,
PDAM, pasar tradisional dan perairan ini juga digunakan oleh masyarakat sebagai
a. Stasiun I
Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara
geografis terletak pada 02o37’14,4”LU dan 098o40’31,5”BT. Daerah ini merupakan
jatuhan air belerang dari bukit dan juga merupakan daerah objek wisata yang banyak
dikunjungi orang.
Gambar 1. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun I
b. Stasiun II
Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara
geografis terletak pada 02o21,2’23.3”LU dan 098o41’26,5” BT. Daerah ini merupakan
Gambar 2. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun c. Stasiun III
Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara
geografis terletak pada 02o35’56,4” LU dan 098o42’10.9” BT. Daerah ini merupakan
daerah PDAM dan banyak terdapat tumbuhan air ((Eichornia sp).
Gambar 3. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun III
d. Stasiun IV
Stasiun ini terletak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir yang secara
geografis terletak pada 02o34’10,1” LU dan 098o41’23,2” BT. Daerah ini merupakan
Gambar 4. Foto Lokasi Penelitian untuk Stasiun IV 3.4 Pengambilan Sampel
Sampel air pada masing-masing stasiun pengamatan diambil berdasarkan kedalaman 0
m, 4 m, 8 m, dan 11 m. Untuk setiap kedalaman dilakukan ulangan sebanyak tiga
kali. Untuk sampel air pada permukaan (0 m), diambil dengan menggunakan ember 5
L sebanyak 25 L. Dituang kedalam plankton net. Air yang tersisa di dalam bucket di
ambil dan dimasukkan kedalam botol film dan ditetesi lugol sebanyak 3 tetes.
Kemudian botol film ditutup dan diberi label.
Untuk pengambilan sampel air pada kedalaman 4m, 8 m dan 11 m dilakukan
dengan menggunakan lamnot. Panjang tali lamnot disesuaikan dengan kedalaman
yang di inginkan kemudian dimasukkan ke dalam badan air untuk mendapatkan
sampel air sebanyak 25 L. Sampel air yang diperoleh dituang ke dalam plankton net.
Air yang tersisa di dalam bucket diambil dan dimasukkan ke dalam botol film dan
ditetesi lugol sebanyak 3 tetes. Kemudian botol film ditutup dan diberi label.
3.5 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan
Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup :
Air diambil, kemudian dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur dengan
menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama ±10 menit
kemudian di baca skalanya.
3.5.2 Penetrasi Cahaya
Diukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan
air sampai keping sechii antara terlihat dengan tidak, kemudian diukur panjang talinya
yang masuk kedalam air.
3.5.3 Kedalaman
Diukur dengan tali berskala yang diberi pemberat, lalu dimasukkan kedalam
badan air sampai mencapai dasar perairan. Kemudian dibaca skala pada tali yang
sejajar dengan permukaan air.
3.5.4 pH (Derajat Keasaman)
pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter
ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pada pembacaan pada
alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.
3.5.5 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan Metoda Winkler. Sampel
air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian
dilakukan pengukuran oksigen terlarut (Lampiran B).
Nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut: (Lampiran C).
KEJENUHAN (%) =
[ ]
(u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
2
Sesuai dengan besarnya suhu
(t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)
3.5.7 BOD5
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan Metoda Winkler. Sampel air yang
diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler. Pengukuran BOD
dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera
Utara Medan (Lampiran D)
3.5.8 Kadar Nitrat dan Fosfat
Pengukuran kadar nitrat dan fospat dengan metode Spektrofotometer, bagan
kerja terlampir (Lampiran E dan Lampiran F).
Tabel 1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan
7 BOD5 mg/l Metoda Winkler dan Inkubasi Laboratorium
3.6 Pengamatan di laboratorium
Sampel plankton yang diperoleh dari lapangan dibawa ke laboratorium Ekologi
Tumbuhan FMIPA USU dengan menggunakan termos es yang berisi es agar suhu
tidak terlalu tinggi, kemudian disimpan di lemari es, selanjutnya diamati di bawah
mikroskop dengan menggunakan buku acuan identifikasi Edmondson (1963), Bold &
Wynne (1985), dan Pennak (1989).
3.7 Analisis Data
Data plankton yang diperoleh dihitung nilai kelimpahan populasi, kelimpahan relatif,
frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Weinner, indeks ekuitabilitas dan
analisis korelasi dengan persamaan menurut Michael (1984) dan Krebs (1985)
sebagai berikut :
3.7.1 Kelimpahan Plankton
Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan
menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut
Isnansetyo & Kurniatuty (1995), yaitu :
N =
T = luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2)
L = luas satu lapang pandang (mm2
V = volume konsentrasi plankton pada bucket (ml) )
P = jumlah plankter yang dicacah p = jumlah lapang yang diamati
Karena sebagian besar dari unsur – unsur rumus ini telah diketahui pada
Haemocytometer, yaitu T = 196 mm2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm3) dan luas
penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang
pandang (l) dengan jumlah lapang yang diamati. Sehingga rumusnya menjadi:
N =
3.7.2 Kelimpahan relatif ( KR)
KR =
3.7.3 Frekuensi Kehadiran (FK)
FK = x100%
3.7.4 Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’)
H’ = −
∑
pi ln piPi = ni/N
dimana :
H’ = indeks diversitas Shannon – Wienner
pi = proporsi spesies ke –i
ni = Jumlah individu satu jenis
dengan nilai H’: 0<H’<2,302 = keanekaragaman rendah
2,302<H’<6,907 = keanekaragaman sedang
H’>6,907 = keanekaragaman tinggi
3.7.5 Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)
(E) =
max '
H H
dimana :
H’ = indeks diversitas Shannon – Wienner
H max = keanekaragaman spesies maximum
= ln S (dimana S banyaknya spesies)
3.7.6 Uji F dan Analisis Korelasi
Uji F digunakan untuk mencari perbedaan nilai kelimpahan plankton antar stasiun dan
kedalaman sedangkan analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
lingkungan yang berkorelasi dengan keanekaragaman plankton. Uji F dihitung dengan
menggunakan LSD (Leat Significance Difference) sedangkan analisis korelasi
dihitung menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metoda komputerisasi SPSS
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor Biotik Lingkungan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di perairan Danau Toba Kecamatan
Pangururan, Kabupaten Samosir didapatkan 7 kelas plankton yang terdiri dari 2 kelas
fitoplankton yang tergolong dalam 18 famili dan 30 genus serta 5 kelas zooplankton
yang tergolong dalam 7 famili dan 15 genus seperti pada Tabel 2. berikut:
Tabel 2. Hasil identifikasi plankton yang diperoleh
Kelompok Kelas Famili Genus
Fitoplankton Bacillariophyceae Chaetoceraceae 1. Chaetoceros
Cymbellaceae 2. Cymbella
Epithemiaceae 3. Rhopalodia
Fragillariaceae 4. Asterionella
Naviculaceae 9. Gyrosigma 10.Navicula 11.Neidium 12.Pinnularia
Nitzchiaceae 13.Nitzchia
Surirellaceae 14.Surirella
Chlorophyceae Chlorocaceae 15.Cholorococcum
Desmidiaceae 16.Closterium
17.Cosmarium 18.Desmidium 19.Staurastrum
Hydrodictiaceae 20.Hydrodiction
21.Pediastrum
Mesotaniaceae 22.Gonatozygon
Oocytaceae 23.Ankistrodesmus
Palmellaceae 24.Gleocystis
25.Sphaerocystis
Protococcaceae 26.Protococcus
Tribonemataceae 27.Tribonema
Ulotrichasceae 28.Ulothrix
Volvocaceae 29.Volvox
Zygnemataceae 30.Spirogyra
Zooplankton Crustaceae Bosminidae 31.Bosmina 32.Dapinia 33.Diacyclops 34.Eucyclops 35.Macrocyclops 36.Megacyclops
Diaptomidae 37.Diaptomus
38.Eudiaptomus
Filosa Euglyphidae 39.Euglypha
Granulo-reticulosa Raphidiophriidae 40.Raphidiophrys
Lobosa Arcellidae 41.Arcella
Centropyxidae 42.Centropyxis
4.1.1 Kelimpahan Plankton, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Pada Masing-masing Stasiun Penelitian
Dari hasil perhitungan terhadap plankton, maka diperoleh nilai kelimpahan
plankton (Ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) pada
masing-masing stasiun penelitian seperti pada Tabel 3. berikut ini:
18. Desmidium 20,41 0,14 25 51,01 0,61 75 1255,09 15,91 50 40,81 1,06 75
Dari Tabel 3 nilai kelimpahan plankton tertinggi, kelimpahan relatif dan
frekuensi kehadiran terdapat pada stasiun I dari genus Staurastrum sebesar 1734,69
ind/l, 11,61 % dan 100%. Tingginya nilai kelimpahan plankton pada stasiun I karena
nilai fospat yang tinggi sehingga nutrisi plankton terpenuhi untuk mendukung
kehidupan plankton. Pada Stasiun I ini nilai fospat sebesar 0,625 mg/l (Lampiran J).
optimal diperlukan konsentrasi fospat pada kisaran 0,27 mg/l – 5,51 mg/l. Menurut
Nybakken (1992, hlm : 41). Fospat merupakan unsur dalam air dan unsur yang paling
penting bagi plankton. Fospat dapat berasal dari sedimen yang terfiltrasi ke dalam air
tanah dan masuk ke dalam sistem perairan terbuka (Barus, 2004, hlm: 70). Nilai
terendah terdapat pada stasiun IV dari genus Bosmina dan Centropyxis dengan nilai
kelimpahan , kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 20,40 ind/l, 0,53 %
dan 25 %, hal ini disebabkan nilai fospat yang rendah pada stasiun IV sebesar 0,073
mg/l sehingga tidak mendukung untuk kehidupan plankton (Lampiran J).
Tabel 4. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 0 meter di Setiap Stasiun Penelitian
29. Volvox 122,44 0,84 66,67 122,44 2,07 66,67 163,26 2,42 66,67 81,63 1,49 33,33
Dari Tabel 4 dapat dilihat nilai kelimpahan plankton, kelimpahan relatif dan
frekuensi Kehadiran di kedalaman 0 meter pada masing masing stasiun penelitian.
Pada keempat stasiun kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada genus Staurastrum.
Pada stasiun I nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran secara
berurutan sebesar 2612,24 ind/l, 17,98% dan 100%. Pada stasiun II kelimpahan ,
kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran secara berurutan sebesar 1469,38 ind/l,
24,83% dan 100%. Pada stasiun III nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi
kehadiran secara berurutan sebesar 1531,83 ind/l, 23,64% dan 100%. Pada stasiun IV
nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran secara berurutan sebesar
1510,20 ind/l, 27,61% dan 100%. Tingginya nilai kelimpahan Staurastrum pada
keempat stasiun penelitian ini diakibatkan oleh penyebaran faktor fisik kimia perairan
seperti suhu, penetrasi dan intensitas cahaya yang hampir konstan sehingga sangat
Dari Tabel 4 dapat dilihat nilai kelimpahan plankton terendah, kelimpahan
relatif dan frekuensi kehadiran pada setiap stasiun. Pada stasiun I terdapat genus
Bosmina dan Daphnia dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi
kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,28% dan 33,33%. Pada stasiun II terdapat genus
Closterium, Desmidium, dan Protococcus dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif
dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,69% dan 33,33%. Pada stasiun III
terdapat genus Protococcus dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi
kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,69% dan 33,33% dan stasiun IV terdapat genus
Ankistrodesmus, Diaptomus, Raphiodiophrys, Arcella, Keratella dan Trichocerca
dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81
ind/l, 0,75% dan 33,33%.
Secara keseluruhan dari keempat stasiun penelitian diketahui bahwa total
kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun I dengan nilai 14530,40 ind/l dan
terendah terdapat pada stasiun IV dengan nilai 5469,27ind/l, hal ini disebabkan karena
nilai fospat yang rendah pada stasiun ini sebesar 0,073 (Lampiran J). Menurut Barus
(2004, hlm: 52) kelimpahan plankton akan meningkat jika di perairan tersebut terdapat
nutrisi yang mendukung pertumbuhannya. Nutrisi bagi pertumbuhan plankton berasal
dari bangkai plankton, sisa-sisa tanaman dan hewan, kotoran hewan, limbah industri,
limbah rumah tangga dan limbah pertanian.
Tabel 5. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 4 meter di Setiap Stasiun Penelitian
Dari Tabel 5 dapat dilihat kelimpahan plankton tertinggi pada keempat stasiun
terdapat pada genus Staurastrum. Pada stasiun I kelimpahan, kelimpahan relatif dan
frekuensi kehadiran tertinggi sebesar 1673,46 ind/l, 12,54% dan 100%. Pada stasiun II
Kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 1061,22 ind/l,
13,00% dan 100%. Pada stasiun III kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi
kehadiran 1306,12 ind/l, 17,88%, dan 100%, Sedangkan pada stasiun IV kelimpahan,
kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 775,51 ind/l, 25,00% dan 100%.
Dari keempat stasiun penelitian diperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada
genus Staurastrum, dari kelas Chlorophyceae. Hal ini disebabkan karena kondisi
perairan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya baik dari kondisi lingkungan
maupun ketersediaan nutrisi yang berlimpah sehingga pertumbuhannya cepat. Pada
setiap stasiun penelitian suhu sebesar 250C (Lampiran J). Suhu ini optimum bagi
kelangsungan hidup dan pertumbuhan plankton. Menurut Isnansetyo & Kurniastuti
(1995, hlm: 36) Suhu yang optimum bagi kelangsungan hidup Chlorophyceae adalah
23 – 250C. Kelompok fitoplankton yang mendominasi perairan tawar umumnya
berasal dari kelas Chlorophyceae (Barus, 2004, hlm: 27).
Berdasarkan nilai kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran plankton pada
setiap stasiun penelitian maka hanya Staurastrum yang dapat hidup dengan baik pada
keempat stasiun penelitian dengan nilai kelimpahan relatif > 10% dan frekuensi
kehadiran > 25%. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suin (2002), apabila
didapatkan nilai kelimpahan relatif > 10% dan frekuensi kehadiran > 25%
menunjukkan bahwa organisma tersebut dapat hidup dan dapat berkembang biak
dengan baik pada habitat tersebut.
Kelimpahan plankton terendah pada keempat stasiun terdapat pada genus yang
berbeda. Pada stasiun I terdapat genus Trichocerca dengan nilai kelimpahan,
kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,30% dan 33,33%.
Pada stasiun II terdapat genus Centropyxis dengan nilai kelimpahan, kelimpahan
relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,50% dan 33,33%. Pada stasiun
III terdapat genus Cymbella, Volvox, Spirogyra dan Arcella dengan nilai kelimpahan,
stasiun IV terdapat 13 genus yakni Chaetoceros, Rhopalodia, Surirella, Hydrodyction,
Ankistrodesmus, Gleocystis, Spirogyra, Diacyclops, Diaptomus, Arcella, Mytillina dan
Keratella dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar
40,81 ind/l, 1,31% dan 33,33%.
Secara keseluruhan total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun I
yakni 13346,75 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun IV yakni 3101,90 ind/l. Hal
ini disebabkan karena adanya kandungan fospat yang relatif tinggi sehingga nutrisi
untuk pertumbuhan plankton terpenuhi. Menurut Barus (2004, hlm: 31) bahwa
fluktuasi dari populasi plankton dipengaruhi oleh perubahan berbagai kondisi
lingkungan, salah satunya adalah ketersediaan nutrisi di perairan. Unsur nutrisi berupa
nitrogen dan fospor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan
terjadinya pertumbuhan populasi plankton.
Tabel 6. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 8 meter di Setiap Stasiun Penelitian
L. Oocystaceae
Dari Tabel 6 kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada genus Staurastrum
dengan nilai yang berbeda-beda pada setiap stasiunnya. Pada stasiun I kelimpahan,
kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi sebesar 1795,91 ind/l, 10.92%
dan 100%. Pada stasiun II kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran
sebesar 1551,02 ind/l, 12,79% dan 100%. Pada stasiun III kelimpahan, kelimpahan
relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 1755,10 ind/l, 20,00%, dan 100%, sedangkan
pada stasiun IV kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar
kedalaman 8 meter ini dibandingkan dengan kedalaman yang lain, hal ini karena
fospat yang tinggi sebesar 0,577 mg/l (Lampiran J) dan juga karena 8 meter masih
batas penetrasi cahaya sehinggga fitoplankton masih dapat melakukan fotosintesis.
Kelimpahan plankton terendah pada keempat stasiun terdapat pada genus yang
berbeda. Pada stasiun I terdapat genus Gleocystis dan Centropyxis dengan nilai
kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81 ind/l, 0,25%
dan 33,33%. Pada stasiun II terdapat genus Ankistrodesmus, Euglypha, Arcella dan
Mytillina dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar
40,81 ind/l, 0,33% dan 33,33%. Pada stasiun III terdapat genus Chaetoceros, Volvox
dan Spirogyra dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran
sebesar 40,81 ind/l, 0,46% dan 33,33% dan stasiun IV terdapat genus 7 genus yaitu
genus yaitu Chaetoceros, Gleocystis, Volvox, Spirogyra, Centropyxis, Keratella dan
Trichocerca dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran
sebesar 40,81 ind/l, 1,15% dan 33,33%.
Secara keseluruhan total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun I
yakni 16452,78 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun IV yakni 3550,90 ind/l. Hal
ini disebabkan karena adanya kandungan fospat yang relatif tinggi sehingga nutrisi
untuk pertumbuhan plankton terpenuhi. Tingginya nilai kelimpahan plankton pada
stasiun I karena nilai fospat yang tinggi sehingga nutrisi plankton terpenuhi untuk
mendukung kehidupan plankton. Fospat merupakan unsur dalam air dan unsur yang
paling penting bagi plankton (Nybakken, 1992, hlm : 41).
Tabel 7. Nilai Kelimpahan Plankton (ind/l), Kelimpahan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) yang Didapatkan Pada Kedalaman 11 meter di Setiap Stasiun Penelitian
TOTAL 10489,39 100 - 5795,80 100 - 8857,04 100 - 3224,39 100 -
Dari Tabel 7 kelimpahan plankton tertinggi pada kedalaman 11 meter
berbeda-beda setiap stasiunya. Pada stasiun I kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada
genus Diaptomus dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran
sebesar 1673,46 ind/l, 15,95% dan 100%. Pada stasiun II kelimpahan plankton
tertinggi terdapat pada genus Diacyclops dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif
dan frekuensi kehadiran sebesar 979,59 ind/l, 16,90% dan 100%. Pada stasiun III
kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada genus Diaptomus dengan nilai
kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 1020,40 ind/l, 11,52%
dan 100%. Pada stasiun IV kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada genus
Diacyclops, dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif da frekuensi kehadiran
sebesar 367,34 ind/l, 11,39% dan 100%.
Kelimpahan plankton tertinggi pada kedalaman 11 meter ini dari kelompok
zooplankton. Hal ini karena kedalaman 11 meter ini merupakan lapisan yang tidak
dapat ditembus cahaya sehingga pertumbuha fitoplankton tidak maksimum. Pada
umumnya zooplankton hidup pada kolom air yang sedikit cahaya atau bahkan tanpa
cahaya. Menurut Haerlina (1987, hlm: 10) zooplankton melakukan proses migrasi
vertikal karena tidak menyukai intensitas cahaya matahari yang tinggi.
Kelimpahan plankton terendah pada kedalaman 11 meter berbeda-beda setiap
stasiunya. Pada stasiun I kelimpahan plankton terendah terdapat pada genus Neidium
dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 40,81
ind/l, 0,39% dan 33,33%. Pada stasiun II kelimpahan plankton terendah terdapat pada
genus Arcella dengan nilai kelimpahan, kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran
sebesar 81,63 ind/l, 1,41% dan 66,67%. Pada stasiun III kelimpahan plankton terendah
terdapat pada genus Nitzchia, Pediastrum dan Bosmina dengan nilai kelimpahan,
kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran sebesar 122,44 ind/l, 1,38% dan 66,67%.
Pada stasiun IV kelimpahan plankton terendah terdapat pada genus Nitzchia, Surirella,
Arcella, Centropyxis, Mytillina dan Trichocerca, dengan nilai kelimpahan,
Penyebaran plankton di dalam badan air tidaklah sama pada setiap kedalaman
yang berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan
adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor-faktor abiotik
lainnya di kedalaman air yang berbeda. Selain itu kelimpahan plankton pada suatu
badan air sering bervariasi antar lokasi (Suin, 2002, hlm: 118).
Secara keseluruhan total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun I
yakni 10489,39 ind/l dan terendah terdapat pada stasiun IV yakni 3224,39 ind/l. Hal
ini disebabkan adanya kandungan fospat yang relatif tinggi sehingga nutrisi untuk
pertumbuhan plankton terpenuhi.
4.2 Analisis Sidik Ragam
Berikut adalah Tabel Analisis Sidik Ragam yang telah dilakukan terhadap populasi
plankton yang terdapat di seluruh stasiun dan seluruh kedalaman
Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Populasi Plankton Perstasiun Sumber Variasi Derajat
Bebas
Berdasarkan Tabel 8 karena F = 4,37 maka F > 2,67 pada level 0.05 dan 3,91 pada
level 0,01 sehingga daerah penolakan yang diterima adalah tolak H0. H0 merupakan
U1 = U2 = U3 = U4 atau perbedaan rataan berbeda sehingga diperlukan uji signifikan
selanjutnya. Setelah dilakukan uji signifikan selanjutnya untuk perstasiun maka
diperoleh hasilnya sebagai berikut:
Tabel 9. Nilai LSD0,05 Dibandingkan dengan Rataan Masing-masing Perlakuan
Beda Antara Beda Rataan
LSD 0.05 Kesimpulan
Stasiun I vs II 12,64 9,62* Beda nyata
Stasiun I vs III 10,49 9,94* Beda nyata
Stasiun I vs IV 18,55 10,58** Beda sangat nyata
Stasiun II vs III 2,15 9,88 Beda tidak nyata
Stasiun III vs IV 8,06 10,80 Beda tidak nyata
Dari Tabel di atas dapat dilihat kelimpahan pada stasiun I berbeda sangat nyata
dengan stasiun IV. Pada stasiun I terdapat nilai fospat yang tinggi sehingga
kelimpahan plankton tinggi dibandingkan dengan stasiun IV yang merupakan lokasi
kontrol.
Tabel 10. Analisis Sidik Ragam Populasi Plankton Perkedalaman Sumber Variasi Derajat
Bebas
Berdasarkan Tabel 10 karena F = 0,46 maka F < 2,67 pada level 0.05 dan 3,91
pada level 0,01 sehingga daerah penolakan yang diterima adalah terima H0. H0
merupakan U1 = U2 = U3 = U4 atau perbedaan rataan tidak berbeda nyata sehingga
tidak diperlukan uji signifikan selanjutnya.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa angka statistik F lebih kecil dari harga tabel.
Dimana harga statistik F yang diperoleh dari hasil perhitungan sebesar 0,46 sedangkan
harga F tabel sebesar 2,67 pada level 0,05 dan 3,91 pada level 0,01 sehingga
disimpulkan daerah penolakan yang dipakai adalah H0 = U1 = U2 = U3 = U4 atau
rataan tidak berbeda nyata. Dengan kata lain tidak ada perbedaan yang nyata antara
kelimpahan plankton antar kedalaman.
4.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks keseragaman (E) Plankton Yang Diperoleh pada Masing-masing Kedalaman Setiap Stasiun Pengamatan
Berdasarkan nilai pi ln pi masing-masing individu maka diperoleh nilai indeks
Keanekaragaman (H’) dan nilai indeks Keseragaman (E) seperti pada Tabel 11.
Tabel 11. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Plankton Yang Diperoleh Pada Masing-Masing Kedalaman Setiap Stasiun Pengamatan
0M 4M 8M 11M
Rata-rata
0M 4M 8M 11M Rata-
rata
(H’) 3,11 3,19 3,31 2,84 3,11 2,67 3,33 3,26 2,75 3,00
(E) 0,85 0,88 0,89 0,89 0,88 0,85 0,91 0,88 0,92 0,89
Parameter
STASIUN III STASIUN IV
0M 4M 8M 11M Rata
-rata
0M 4M 8M 11M
Rata-rata
(H’) 2,72 2,59 2,90 3,07 2,82 2,54 2,75 2,74 2,50 2,63
(E) 0,86 0,77 0,82 0,95 0,85 0,80 0,84 0,83 0,84 0,83
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa indeks rata-rata keanekaragaman tertinggi
didapatkan pada stasiun I sebesar 3,11. Hal tersebut menunjukkan bahwa stasiun I
cocok untuk pertumbuhan plankton akibat fospat yang tinggi sehingga nutrisi plankton
terpenuhi. Indeks rata-rata keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun IV sebesar
2,63 karena merupakan daerah kontrol sehingga masukan nutrisi tidak ada dan
didapatkan spesies-spesies yang mendominasi. Menurut Barus (2004, hlm: 121)
bahwa suatu komunitas dinyatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi
apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang
relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari
sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata maka komunitas tersebut
mempunyai keanekaragaman yang rendah.
Indeks rata-rata keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,89.
karena penyebaran plankton merata dan tidak spesies yang mendominasi. Indeks
keseragaman yang terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 0,83 karena terdapat
spesies yang mendominasi. Menurut Suin (2002, hlm: 146) bahwa pola penyebaran
plankton di dalam air tidak sama pada kedalaman yang berbeda. Tidak samanya
penyebaran plankton dalam badan air disebabkan oleh adanya perbedaan suhu, kadar
4.4 Faktor Abiotik Lingkungan
Faktor abiotik merupakan faktor yang penting untuk diketahui nilainya karena sangat
mempengaruhi faktor biotik lainnya di suatu perairan. Faktor abiotik yang diukur
meliputi faktor fisika-kimia lingkungan. Adapun hasil pengukuran faktor fisika-kimia
lingkungan yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian, seperti pada Tabel 12
berikut ini:
Tabel 12. Faktor Fisika-Kimia Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir
Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
A. FISIKA
Stasiun I = Masukan Air Belerang Stasiun II = Keramba Ikan
Stasiun III = PDAM
Stasiun IV = Lokasi Kontrol
Parameter Fisika
1. Suhu
Dari hasil pengukuran suhu pada masing-masing stasiun penelitian , suhu relatif
konstan yakni 250C pada keempat stasiun dan kedalaman yang berbeda. Suhu yang
konstan disebabkan karena adanya pencampuran air yang merata sehingga perbedaan
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa suhu Danau Toba tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang besar. Menurut Barus (2004, hlm: 46) bahwa fluktuasi suhu di
perairan tropis yang umumnya sepanjang tahun mempunyai fluktuasi suhu udara yang
tidak terlalu tinggi sehingga mengakibatkan fluktuasi suhu air tahunan juga tidak
terlalu besar. Secara umum kisaran suhu tersebut merupakan kisaran normal bagi
organisma air termasuk plankton
2. Penetrasi Cahaya dan Intensitas Cahaya
Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa penyebaran penetrasi cahaya dan intensitas
cahaya pada keempat stasiun penelitian adalah sama sebesar 8 meter dan 1000
candella. Kesamaan nilai penetrasi cahaya dan intensitas cahaya pada masing-masing
stasiun penelitian diakibatkan oleh waktu pengukuran yang sama serta kejernihan air
yang merata. Faktor cahaya matahari masuk ke badan air akan mempengaruhi sifat
optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi
akan dipantulkan ke permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, maka
internsitas cahaya akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif
maupun secara kuantitatif (Barus, 2004, hlm: 43).
Parameter Kimia
1.pH (Derajad Keasaman)
Nilai rata-rata pH tertinggi terdapat pada staasiun IV sebesar 7,3 dan nilai rata-rata pH
terendah terdapat pada stasiun I sebesar 7,02. Rendahnya nilai pH pada stasiun I
Namun dari nilai pH yang diperoleh menunjukkan bahwa pada keempat
stasiun masih mendukung pertumbuhan dan perkembangan organisma air dapat hidup
dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara
asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisma air
pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Nilai pH pada suatu ekosistem perairan
dapat berfluktuasi terutama dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis ( Barus, 2004, hlm:
61-63).
2. Oksigen Terlarut
Dari hasil pengukuran terhadap oksigen terlarut maka diperoleh nilainya antara
6,125-6,7 mg/l. Nilai rata-rata oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 6,125-6,7
mg/l. Menurut Barus (2004, hlm: 56) sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah
penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan dan udara dan dari
proses fotosintesis. Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun I dengan nilai
rata-rata sebesar 6,125 mg/l. Rendahnya nilai oksigen terlarut disebabkan oleh adanya
kandungan belerang yang mengakibatkan difusi oksigen yang tidak sempurna.
3. Kejenuhan Oksigen
Nilai rata-rata kejenuhan oksigen tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 82,72%.
Tingginya nilai kejenuhan oksigen pada stasiun ini karena daerah ini tidak ada
aktivitas sehingga tidak banyak senyawa organik yang terdapat di dalam air. Nilai
rata-rata kejenuhan oksigen terendah terdapat pada stasiun I sebesar 75,52%.
Nilai kejenuhan air ini menggambarkan kondisi oksigen yang terdapat di
dalam badan air. Semakin tinggi nilai kelarutan oksigen maka semakin besar pula nilai
kejenuhannya. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen maka semakin kecil defisit