i
ASPEK EKOBIOLOGI IKAN BILIH (
Mystacoleucus
padangensis
) DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA
PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
SUNARTI SINAGA 100805079
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ASPEK EKOBIOLOGI IKAN BILIH (
Mystacoleucus
padangensis
) DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA
PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SUNARTI SINAGA 100805079
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
PERSETUJUAN
Judul : Aspek Ekobiologi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangesis) Di Perairan Danau Toba Desa Pangururan Kabupaten Samosir
Kategori : Skripsi
Nama : Sunarti Sinaga
Nomor Induk Mahasiswa : 100805079
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Disetujui di Medan, Januari 2015
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr.Hesti Wahyuningsih, M.Si Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc NIP. 19691018 199412 2 002 NIP. 19581016 198703 1 003
Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
ASPEK EKOBIOLOGI IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA PANGURURAN KABUPATEN
SAMOSIR
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Februari 2015
v
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas segala berkat, anugerah dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “ASPEK EKOBIOLOGI IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana sains pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ing Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan atas segala waktu yang telah disediakan bagi penulis. Terima kasih juga kepada ibu Mayang Sari Yeanny, M.Si selaku dosen penguji I dan ibu Masitta Tanjung, M.Si selaku dosen penguji II atas segala masukan dan arahan yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis juga mengucapakan banyak terima kasih kepada ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku ketua Departemen Biologi FMIPA USU, ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku dosen pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi mulai awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini, ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku kepala Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, bapak Mizwar Budi mulya, S.si M.si selaku editor jurnal online, kak Ros dan bang Ewin selaku staff pegawai di Departemen Biologi, dan kepada seluruh dosen di Departemen Biologi atas segala ilmu pengetahuan dan perkuliahan yang telah diberikan yang sangat bermanfaat sebagai bekal di masa depan.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada orang tua tercinta: Ayahanda Binnen Sinaga dan Ibunda Selli Sirait (Alm) atas dukungan doa, materi, semangat, nasihat dan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis. Terimakasih juga kepada abang dan kakak tersayang: bang Tua, bang Riwandi, bang Rademan, kak Ramah, kak Roma, kak Hotma, abang ipar dan kakak ipar serta keponakan terhebat: Akbar, Zahra, Chelsea, Putri, Sabda, Listra, Bryan, Christian yang turut memberi semangat dan sukacita kepada penulis hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Kepada semua kakak stambuk 2008, 2009: bang Imam, kak Bertua, bang Aan, kepada semua adik 2011, 2012, 2013 dan 2014, kepada adik asuh ku (Yolanda 012), saudara asuh ku (Ledi 010), kakak asuh ku (Sister 08), kepada HIMABIO, PKBKB, IPKB, BIOPALAS, BIMA lovers: Hendika, kak Yuli, kak grace, kak Erlinda, Tonis, Berlina, Siska, Corry, atas doa dan semangatnya serta teman-teman yang lain yang turut membantu dalam penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pada penulis dan para pembaca serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih, semoga kasih-Nya beserta kita, Amin.
Medan, Februari 2015
vii
ASPEK EKOBIOLOGI IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang berjudul “Aspek ekobiologi ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) di sekitar danau Toba desa Pangururan” pada bulan Juli 2014 hingga bulan Agustus 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek ekobiologi ikan bilih meliputi kepadatan ikan bilih, hubungan panjang-bobot, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur ikan bilih.Penelitian ini menggunakan metode purposive random sampling. Pengambilan sampel ikan dilakukan di tiga stasiun Hasil penelitian diperoleh hubungan panjang bobot bersifat allometrik negatif, kepadatan ikan bilih lebih banyak diperoleh pada sore hari dibanding pagi hari. Berdasarkan hasil pengamatan ikan bilih tingkat kematangan ikan bilih yang diperoleh terdapat pada TKG I-TKG IV. Ikan bilih yang matang gonad diperoleh fekunditas berkisar 7000 hingga
25.000 butir telur dengan diameter telur berkisar antara539μm hingga 630μm.
ASPECTS ECOBIOLOGY OF IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) IN THE WATERS OF LAKE TOBA
ABSTRACT
The Aspects Ecobiology Of ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) in The Water of Lake Toba has been researched from July, 2014 to September, 2014. The purpose of this research was to determine the aspects ekobiologi of ikan bilih such as density, long-weight relationship, TKG, diameter’s egg and fecundity of mystacoleucus padangensis. Sampling was carried out at three stations. Result of research showed the long-weight relationship is negative allometric. The fish density obtained more in the afternoon than the morning. From the observation of gonads mature of fish bilih obtained average fecundity 7.000 to 25.000 eggs with diameters ranging up 539 μm to 630 μm.
ix
BAB 3 BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat 11
3.2 Alat dan Bahan 11
3.3 Deskripsi Area 11
3.4.1 Pengambilan Sampel Ikan Bilih 13
3.4.2 Parameter yang diukur 13
3.4.3 Faktor fisik-kimia 14
3.5 Analisa Data 16
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter Fisik Kimia Air 18
4.2 Kepadatan Ikan Bilih 19
4.3 Hubungan Panjang – Bobot 21
4.4 Tingkat Kematangan Gonad 23
4.5 Fekunditas Ikan Bilih 25
4.6 Diameter Telur Ikan 26
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 28
5.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Faktor Fisik-Kimia perairan 16
Tabel 1 Nilai Parameter Fisik-Kimia Air 18
Tabel 2 Kepadatan Ikan Bilih 20
Tabel 3 AnalisaHubungan Panjang-Bobot 22
Tabel 4 Tingkat Kematangan Gonad 23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Peta Lokasi 32
Lampiran B Bagan Kerja DO (Disolved Oxygen 33
Lampiran C Bagan Kerja BOD 34
Lampiran D Data Perhitungan Panjang Bobot 35
Lampiran E Data Mentah Morfologi Ikan 41
Lampiran F Data Mentah Fekunditas 48
Lampiran G Data Perhitungan IKG 49
Lampiran H Foto Alat dan Bahan 50
Lampiran I Foto Kerja 52
ASPEK EKOBIOLOGI IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang berjudul “Aspek ekobiologi ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) di sekitar danau Toba desa Pangururan” pada bulan Juli 2014 hingga bulan Agustus 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek ekobiologi ikan bilih meliputi kepadatan ikan bilih, hubungan panjang-bobot, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur ikan bilih.Penelitian ini menggunakan metode purposive random sampling. Pengambilan sampel ikan dilakukan di tiga stasiun Hasil penelitian diperoleh hubungan panjang bobot bersifat allometrik negatif, kepadatan ikan bilih lebih banyak diperoleh pada sore hari dibanding pagi hari. Berdasarkan hasil pengamatan ikan bilih tingkat kematangan ikan bilih yang diperoleh terdapat pada TKG I-TKG IV. Ikan bilih yang matang gonad diperoleh fekunditas berkisar 7000 hingga
25.000 butir telur dengan diameter telur berkisar antara539μm hingga 630μm.
viii
ASPECTS ECOBIOLOGY OF IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) IN THE WATERS OF LAKE TOBA
ABSTRACT
The Aspects Ecobiology Of ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) in The Water of Lake Toba has been researched from July, 2014 to September, 2014. The purpose of this research was to determine the aspects ekobiologi of ikan bilih such as density, long-weight relationship, TKG, diameter’s egg and fecundity of mystacoleucus padangensis. Sampling was carried out at three stations. Result of research showed the long-weight relationship is negative allometric. The fish density obtained more in the afternoon than the morning. From the observation of gonads mature of fish bilih obtained average fecundity 7.000 to 25.000 eggs with diameters ranging up 539 μm to 630 μm.
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) merupakan salah satu jenis ikan introduksi dari Danau Singkarak, Sumatera Barat. Ikan ini bersifat endemik di Danau Singkarak dan daerah pengembangannya terbatas. (Umar dan Kartamihardja, 2011).
Fungsi ikan bilih cukup besar bagi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar Danau Singkarak, karena memiliki nilai ekonomis tinggi serta gizi yang tinggi untuk masyarakat. Hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan jaring insang (gillnet), alahan, jala serta bahan peledak menunjukkan 90% ikan tertangkap, yaitu ikan bilih. Ikan bilih ini dieksploitasi dan penangkapannya dilakukan setiap hari dengan produksi sekitar 1 ton. Hasil tangkapan ikan Bilih ini selain dikonsumsi lokal juga diekspor ke Malaysia dan Singapura dalam bentuk olahan (Syandri (1993) dalam Patriono et al., (2010).
2
biologi perikanan (Bagenal, 1978) serta faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan ikan. Hal ini berkaitan erat dengan aspek ekobiologi ikan bilih.
Secara umum ikan bilih menyukai perairan yang jernih, suhu perairan rendah (26-28 ºC) dan daerah litoral perairannya berbatu kerikil dan atau pasir. Berdasarkan karakteristik limnologisnya, danau Toba memiliki karakteristik limnologi yang secara umum disukai ikan bilih, yaitu berair jernih, suhu air relatif dingin dan dasar perairan berpasir. Karakteristik limnologi danau toba ini hampir sama dengan karakteristik limnologi yang dimiliki danau Singkarak yang menyebabkan ikan bilih dapat hidup. Seperti halnya di Danau Singkarak, di Danau Toba juga terdapat sungai yang rnasuk danau dengan air yang jernih, suhu air yang dingin (25-27,5 ºC) dan dasar perairan berbatu atau berpasir. Sungai yang masuk danau Toba tercatat sebanyak 152 buah sungai dan 212 anak sungai dimana sebanyak 71 buah sungai selalu berair sepanjang tahun. Sungai yang masuk ke danau tersebut umumnya berair jernih, berbatu dan atau berpasir sehingga sangat sesuai sebagai tempat pernijahan ikan bilih (Kartamihardja dan Purnomo, 2006).
Danau Toba merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan dengan fungsi danau sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sumber air minum bagi masyarakat sekitar, sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan serta menunjang berbagai jenis kegiatan industri dan pariwisata. Tidak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial unyuk pengembangan kepariwisataan di Provinsi Sumatera Utara (Barus, 2007).
3
1.2 Permasalahan
Ikan bilih (Mystacoleucus padangens) saat ini banyak digemari oleh masyarakat, selain dengan harga yang murah dengan protein yang cukup tinggi juga mudah didapat dan sangat cepat berkembang. Ikan bilih di introduksi dari danau singkarak sebagai habitat asal ke Danau Toba sebagai habitat baru sangat mudah berkembang, untuk itu perlu diteliti bagaimana aspek biologi yang dimiliki oleh ikan bilih tersebut sehingga mudah berkembang dan beradaptasi dengan habitat baru.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek ekobiologi ikan bilih meliputi kepadatan, hubungan panjang-bobot, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur ikan bilih.
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi awal mengenai aspek biologi ikan bilih
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Danau Toba
Di dalam ekosistem terdapat komunitas, populasi dan individu serta karakteristiknya. Interaksi antar populasi dalam suatu ekosistem, relung dan habitat organisme akan membentuk ekosistem tersendiri. Konsep-konsep ini sangat berperan dalam memahami tipologi ekosistem (Salmah, 2010).
Danau Toba merupakan ekosistem yang memiliki sumber daya akuatik yang bermanfaat bagi manusia harus diperhatikan kelestariannya. Secara geografis Danau Toba terletak diantara 98ºBT-99ºBT dan 20ºLU-30ºLU dan terletak pada ketinggian 995 meter (Dinas Perikanan, 1993). Luas permukaan danau ini kurang 1.100 km persegi, dengan total volume air sekitar 1.258 km3, merupakan danau paling luas di Indonesia (Barus, 2007).
Barus (2004) menyatakan bahwa, perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. berdasarkan proses terjadinya danau dikenal danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat aktivitas gunung merapi). Danau tektonik umumnya sangat dalam sedangkan danau vulkanik umumnya memiliki sumber air atau gas panas.
Salah satu upaya peningkatan produktivitas perairan umum misalnya danau adalah kegiatan introduksi ikan, yaitu memindahkan atau menebarkan ikan dari suatu perairan ke perairan yang lain dimana jenis ikan yang ditebarkan pada awalnya tidak terdapat di perairan tersebut (Panjaitan, 2010).
5
2.2 Ikan Bilih
2.2.1 Sistematika Ikan Bilih
Ikan bilih atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan endemik yang hidup di danau Singakarak, Sumatera Barat (Kottelat, M. et al. 1993).
Secara sistematik ikan bilih dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Kartamihardja dan Sarnita, 2008):
Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Sub Famili : Cyprininae Genus : Mystacoleucus
Species : Mystacoleucus padangensis Bleeker Synonim : Capoeta padangensis Bleeker Puntius padangensis Bleeker Systomus padangensis Bleeker
Gambar 2.1. Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
Menurut Azhar (1993), tanda - tanda Mystacoleucus padangensis Bleeker antara lain sebagai berikut:
6
diraba. Sirip dubur tidak mempunyai jari-jari keras, hanya terdapat 8-9 jari-jari lemah
b. Badan bulat panjang dan pipih, tinggi badan 2-3 cm, panjang badan maksimum 11,6 cm
c. Sisiknya kecil-kecil dan tipis, terdapat 37-39 baris antara tengah-tengah dasar sirip punggung dan gurat sisi (lateral line).
d. Tubuh ditutupi oleh sisik yang berwarna keperak-perakan. Punggung dan ekor bagian sebelah sirip berwarna kehitam-hitaman.
2.2.2 Biologi ikan Bilih
Penentuan ukuran ikan diperlukan antara lain untuk mengetahui status kesehatan dan pertumbuhan ikan. Panjang total ikan yaitu ukuran panjang maksimum ikan dari ujung anterior pada keadaan mulut terkatup dan sirip ekor terkatup. Lingkaran tubuh dapat diukur menggunakan pengukur kain atau menggunakan benang yang dilingkarkan ke tubuh selanjutnya ditera dengan penggaris atau meteran biasa. Pengukuran lingkaran tubuh dilakukan pada bagian tubuh yang terlebar dan tergemuk. Pengukuran lingkar tubuh sangat penting untuk melihat status atau kondisi relative ikan . bentuk dasar tubuh eksternal ikan sangat bervariasi: fusiform, membulat, panjang, pipih dorsoventral atau latero-lateral dan dilengkapi beberapa sirip. Ikan memiliki variasi warna menurut spesies, jenis kelamin, perkembangan masa birahi, atau sebagai bentuk penyamaran. Tubuh ikan sebagian besar tertutup oleh sisik, sisik-sisik tersebut merupakan salah satu bentuk proteksieksternal. Diantara spesies-spesies ikan, sisik tubuh memiliki variasi bentuk dan ukuran. Sisik dapat dijumpai pada ikan bertulang rawan maupun bertulang keras. Sisik dapat dengan mudah lepas dari kulit tanpa menyebabkan stress yang berlebihan. Sisik juga dapat menjadi petunjuk umur ikan (Irianto, 2005).
7
2.2.3 Ekologi Ikan Bilih
Secara umum ikan bilih menyukai perairan jernih, suhu perairan rendah (26-28 oC) dan daerah litoral perairannya berbatu kerikil dan atau pasir. Berdasarkan sifat dan kebiasaan makannya, ikan bilih termasuk ikan benthopelagis, yaitu jenis ikan yang dapat memanfaatkan jenis makanan yang berada di dasar perairan mupun di lapisan tengah dan permukaaan air (panjaitan, 2010).
Kartamihardja dan Sarnita (2008) dalam Panjaitan (2010) menyatakan bahwa, makanan utama ikan bilih di habitat aslinya Danau Singkarak adalah detritus dan zooplankton sedangkan di perairan Danau Toba makanan utama ikan bilih adalah detritus dan fitoplankton serta makanan tambahannya adalah zooplankton dan seresah. Makanan utama ikan bilih di kedua perairan tersebut hampir sama hanya sedikit berbeda dalam prosentase komposisinya. keberadaan ikan bilih di perairan Danau Toba tidak menunjukan kompetisi makanan yang dilihat berdasarkan indeks kesamaan jenis. Dengan demikian ikan bilih di perairan Danau Toba dapat memanfaatkan jenis makanan alami yang tersedia serta mengisi relung (niche) makanan yang masih kosong.
2.2.4 Reproduksi Ikan Bilih
8
Menurut Kartamihardja dan Sarnita (2008), pola tingkah laku pemijahan ikan bilih dimanfaatkan nelayan di danau Singakarak untuk menangkap menggunakan alat penangkap dipasang di aliran sungai oleh masyarakat setempat disebut alahan. Alahan ini menangkap ikan bilih yang akan memijah, sehingga jika terus-menerus dilakukan tanpa pengelolaan yang baik, populasi ikan bilih akan menurun dan menjadi langka atau punah. Penangkapan ikan bilih diperparah karena ikan yang sudah terperangkap di alahan tersebut ditangkap menggunakan alat tangkap listrik (setrum). Hal ini menyebabkan kematian induk ikan dan telur-telur yang baru dipijahkan. Pemijahan adalah suatu peristiwa pertemuan antara ikan jantan dan betina yang bertujuan untuk pembuahan telur oleh spermatozoa. Pada ikan umumnya pembuahan berlangsung secara eksternal, yaitu di luar tubuh (Sumantadinata, 1996). Panjaitan (2010) menyatakan bahwa Ikan bilih melakukan pemijahan pada kondisi perairan mempunyai arus jernih, dangkal. Substrat dasar terdiri atas kerikil dan karakal. Suhu perairan berkisar antara 24°C sampai dengan 26°C. Berdasarkan kriteria kondisi perairan tempat ikan bilih memijah, maka dapat dinyatakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus dan substrat dasar.
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Dalam individu terdapat telur yang dinamakan vitellogenesis yaitu terjadi pengendapan kuning telur pada tiap– tiap individu telur. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan dalam gonad. Dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan atau tahap–tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan–ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak (Effendie, 2002).
9
2.3 Faktor Fisik Kimia Air 2.3.1 Suhu
Perubahan suhu akan mengubah pola sirkulasi, stratifikasi dari gas terlarut sehingga akan memengaruhi kehidupan organisme air (Haryanto et al., 2008). Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik, misalnya, dapat menyebabkan organisme aquatik terganggu, sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002).
2.3.2 pH
kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion Aluminium yang bersifat toksik. Nilai pH suatu ekosistem air dapat berfluktuasi terutama dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis (Barus, 2004).
2.3.3 Arus
Arus merupakan faktor ekologis yang penting terutama pada perairan yang arusnya cukup tinggi. Arus dapat memengaruhi distribusi gas terlarut, garam, dan makanan serta organisme dalam air. Arus yang cukup tinggi akan memaksa organisme yang hidup di dalamnya melakukan adaptasi untuk dapat bertahan sehingga pada perairan yang berarus cepat mempunyai karakteristik tertentu dengan bentuk yang dikenal streamline guna memudahkan bergerak dengan air dibanding bentuk organisme yang biasa berada di air tergenang (Haryanto et al., 2008).
2.3.4 Kekeruhan / Turbiditas
10
jenis alga tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas perairan tersebut cukup tinggi (Haryanto et al., 2008).
2.3.5 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)
Sumber oksigen terlarut dalam air adalah udara melalui difusi dan agitasi air, fotosintesis dari makhluk hidup yang terdapat dalam air tersebut (Haryanto, 2008). Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untukproses respirasi bagi sebagian besar organisme air (Barus, 2004).
2.3.6 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 20 ºC (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga (Barus, 2004).
2.3.7 COD (Chemical Oxygen Demand)
Pengukuran terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia dikenal dengan COD yang dinyatakan dalam O2/l. Dengan
mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang mengatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak secara biologis (Barus, 2004).
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan Agustus 2014. Pengambilan sampel ikan bilih dilaksanakan di Danau Toba sekitar Desa Pangururan serta pengukuran panjang, bobot dan reproduksi dilakukan di laboratorium Pengelolaan sumber daya alam departemen Biologi Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah: sulangat/bagan (liff net) sebagai alat penangkap ikan, tanggok, jaring, ember, toples, penggaris, dissecting set timbangan, pinset, gelas ukur, botol film, kertas grafik dan senter sedangkan bahan yang digunakan adalah Alkohol 70%.
3.3 Deskripsi Area a. Stasiun 1
Stasiun ini terletak di desa Tanjung bunga yang secara geografis terletak pada 02 º 36’9.57” LU & 98 º 41’18.15” BT. Daerah ini merupakan daerah bebas aktivitas.
12
b. Stasiun 2
Stasiun ini terletak di desa Tanjung bunga yang secara geografis terletak pada 02 º36’8.53” LU & 98 º 41’27.20” BT. Daerah ini merupakan daerah keramba.
Gambar 2. Stasiun 2 (Daerah keramba) c. Stasiun 3
Stasiun ini terletak di desa Parbaba yang secara geografis terletak pada
02 º36’8.53” LU & 98 º 41’27.20” BT, Daerah ini merupakan daerah pemukiman
penduduk.
13
3.4 Cara Kerja Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel Ikan Bilih
Pengambilan sampel ikan bilih dengan cara menggunakan bagan sebanyak 2 kali dalam 24 jam yaitu pukul 18.00 WIB hingga pukul 05.00 WIB kemudian dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Ikan yang didapat dimasukkan ke dalam ember dan dihitung kepadatan semua ikan bilih yang didapat tersebut kemudian diambil 20 ekor setiap pengambilan pagi dan sore secara acak untuk diteliti lebih lanjut dan dilakukan pengukuran panjang-bobot ikan bilih. Ikan yang sudah diukur panjang-bobot diseleksi dengan memisahkan ikan jantan dengan ikan betina serta ditentukan faktor fisik kimia air di setiap stasiun meliputi suhu, pH,penetrasi cahaya, DO (Dissolved Oxygent), BOD (Biochemical Oxygent Demand).
3.4.2 Parameter Yang Diukur a. Kepadatan Ikan Bilih
Ikan bilih yang didapat setiap pengambilan dihitung jumlah dengan cara menimbang semua ikan bilih yang didapat dan menimbang ikan bilih sebanyak 1 kg dan dihitung jumlah ikan 1kg kemudian dihitung jumlah semua ekor ikan bilih yang didapat dengan cara: jumlah ekor ikan bilih 1kg dikali dengan berat seluruh ikan bilih. Untuk menghitung kepadatan ikan bilih dapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
�=jumlah individu ikan luas bagan
Dengan luas bagan = 21 m x 21 m
b. panjang bobot ikan bilih
14
banyak lendirnya harus dibuang. Panjang ikan dinyatakan dalam mm dan berat ikan dalam gram.
c. Tingkat Kematangan Gonat (TKG) Ikan Bilih Betina
Ikan bilih yang sudah diukur panjang-bobot dipisahkan ikan bilih betina dan ikan jantan kemudian ikan betina dibedah dan diambil gonadnya. Gonad ikan betina ditimbang dan ditentukan tingkat kematangan gonad ikan bilih betina.
Penentuan TKG dilihat sesuai dengan menurut Effendie (2002) sebagai berikut:
Tingkat Ciri – ciri
I Tidak masak. Gonad sangat kecil seperti benang dan transparan. Penampang gonad pada ikan jantan pipih dengan warna kelabu, penampang pada ikan betina bulat dengan warna kemerah – merahan. II Permulaan masak. Gonad mengisi ¼ rongga tubuh. Warnanya pada
ikan jantan kelabuatau putih, bentuknya pipih, sedangkan pada ikan betina warnanya kemerah – merahan atau kuning dan bentuknya bulat. Telur tidak tampak.
III Hampir masak. Gonad mengisi ½ rongga tubuh. Gonad pada ikan jantan berwarna putih. Pada ikan betina berwarna kuning. Bentuk telur tampak melalui dinding ovarium.
IV Masak. Gonad mengisi ¾ rongga tubuh. Gonad ikan jantan berwarna putih berisi cairan berwarna putih. Gonad betina berwarna kuning, hampir bening. Telur dapat terlihat. Kadang – kadang dengan tekanan halus pada perutnya ada yang menonjol pada lubang pelepasannya. V Salin. Hampir sama dengan tahap kedua dan sukar dibedakan. Gonad
jantan berwarna putih, kadang – kadang dengan bintik coklat. Gonad betina berwarna merah. Lembik dan telur tidak tampak
d. Fekunditas Ikan Bilih
15
diukur volumenya dengan menggunakan teknik pemindahan air. Dimasukkan air misalnya 50cc kedalam tabung kemudian dimasukkan gonad yang telah kering udara tadi kedalam tabung. Air yang di dalam tabung akan naik setelah diisi oleh gonad misalnya 75cc. maka isi gonad yang dimasukkan ialah 25cc. setelah diketahui isi gonad, diambil dan dikeringkan udara lagi.diambil sebagian kecil dari telur tadi kemudian diukur lagi isinya dengan menggunakan teknik pemindahan air pula. Setelah diketahui isinya sebagian dari telur yang diambil dihitung jumlah telurnya. Dengan menggunkan rumus:
X : x = V : v
Dimana : X = jumlah telur di dalam gonad yang akan dicari (fekunditas) x = jumlah telur dari sebagian gonad
V = isi (volume) seluruh gonad (diketahui) v = isi (volume) sebagian gonad diketahui
rumus di atas digunakan dengan dugaan bahwa tiap-tiap telur sama volumenya (Effendie (1992).
e. Diameter Telur Ikan Bilih
Pengukuran diameter telur ikan bilih betina dilakukan pada TKG II-TKGIV. Gonad ikan bilih yang sudah diketahui TKG masing-masing ikan pada setiap stasiun digabungkan berdasarkan TKG masing-masing. Gonad yang berisi telur tersebut dibawa ke laboratorium untuk diukur diameter telur ikan dengan menggunakan mikroskop stereo. Pengukuran diameter telur ikan bilih betina dipisahkan berdasarkan TKG masing-masing ikan.
3.4.3. Faktor Fisik Kimia Perairan
Faktor fisik kimia perairan yang diukur mencakup: a. Suhu
suhu air diukur dengan termometer air raksa berskala 0-100 oC yang dimasukkan pada perairan kira-kira 3 menit sampai penunjuk pada skala konstan. Diamati dan dibaca suhu yang tertera pada termometer.
b. Penetrasi Cahaya
16
c. Intensitas Cahaya
intensitas cahaya diukur menggunakan lux-meter. Dicatat angka yang mungcul pada lux-meter tersebut.
d. pH
pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi, kemudian dimasukkan pH meter ke dalam air lalu dibaca skala yang tertera pada pH meter tersebut.
e. DO (Dissolved Oxygen) (mg/l)
pengukuran oksigen terlarut menggunakan metode winkler, yaitu dengan memasukkan sampel air ke dalam botol winkler.
f. BOD5 (Biochemical Oxygen demand) (mg/l)
pengukuran BOD5 dilakukan dengan metode winkler. Sampel air yang diambil
dari dalam perairan diinkubasi selama 5 hari kemudian dimasukkan ke dalam botol winkler.
Tabel 3.1 Faktor Fisik-Kimia Perairan No Parameter
Fisik-Kimia
Satuan Alat Tempat
Pengukuran
1 Suhu °C Termometer In situ
2 Penetrasi cahaya meter Keping secchi In situ
3 pH air - pH meter In situ
4 DO mg/L Botol winkler In situ
5 BOD5 mg/L Botol winkler In situ
3.5 Analisis Data
a. Hubungan Panjang Berat Ikan
Hubungan panjang berat ikan contoh dapat dianalisis dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Efendie (1992):
� = ���
Keterangan : W = berat ikan
L = Panjang total ikan a dan b = konstanta
17
(allometrik positif) bila nilai b lebih besar dari 3 (b > 3) dan pertumbuhan panjang lebih cepat (allometrik negative) bila b lebih kecil dari 3 (b < 3) (Effendie (1992). b. Indeks Kematangan Gonad
IKG =��
�� x 100%
Dengan : IKG = Indek kematangan gonad Bg = Berat gonad dalam gram
Bt = Berat tubuh dalam gram (Effendie, 1992)
Dengan nilai indek tersebut akan didapatkan bahwa sejalan dengan perkembangan gonad, indek itu akan semakin besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Effendie (1992).
c. Kepadatan Ikan Bilih Kepadatan populasi (K)
� =jumlah individu ikan luas bagan
18
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter fisik kimia air
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di danau Toba sekitar desa Pangururan didapatkan nilai faktor fisik - kima kualitas air sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai pengukuran parameter kualitas air di danau Toba desa Pangururan
19
daripada stasiun 1 dan 3 disebabkan adanya kegiatan budidaya keramba yang dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat kecerahan suatu perairan. Sulardiono (2009) menyatakan penurunan tingkat kecerahan akibat dari kegiatan keramba jaring apung disebabkan oleh sisa pakan yang tersuspensi dan tingginya jasad renik seperti plankton. Nilai pH yang lebih rendah terdapat pada stasiun 2, dapat disebabkan limbah pakan yang tersuspensi. Menurut Haro, dkk., (2013) Nilai pH yang lebih rendah dapat dihubungkan dengan nilai BOD5 yang lebih tinggi. Menurut Sastrawijaya (2000) pH air akan menurun menuju suasana asam disebabkan pertambahan bahan-bahan organik yang kemudian membebaskan CO2 jika mengurai. Nilai DO jika dilihat dari tabel secara keseluruhan nilai DO yang terendah terdapat pada stasiun 2 yang merupakan daerah budidaya keramba. Menurut Marganof (2007) laju konsumsi oksigen pada budidaya KJA (Keramba jarring apung) dua kali lebih tinggi daripada laju konsumsi oksigen di perairan yang tidak terdapat KJA. Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun 2. Menurut Anggoro (1996) menumpuknya bahan pencemar organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh organisme pengurai juga semakin meningkat, sehingga konsentrasi BOD5 juga meningkat. Oleh karena itu, adanya perbedaan nilai BOD5 pada stasiun penelitian mengindikasikan perairan yang terdapat aktivitas KJA menghasilkan limbah yang berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh organisme pengurai, sehingga berakibat semakin meningkatnya BOD5 di perairan.
4.2 Kepadatan Ikan bilih
20
sensitif terhadap cahaya dan dominan berkumpul disekitar adanya cahaya tersebut.
Tabel 2. Kepadatan, panjang total dan bobot ikan bilih di perairan Danau toba desa Pangururan
Keterangan: Stasiun 1. Daerah bebas aktivitas (kontrol); Stasiun 2. Daerah keramba; Stasiun 3. Daerah pemukiman penduduk
Ayodhyoa, (1981) menyatakan bahwa tertariknya ikan pada cahaya sering disebutkan karena terjadinya peristiwa fototaksis, dimana cahaya merangsang dan menarik ikan untuk berkumpul pada sumber cahaya atau bisa juga karena rangsangan cahaya (stimulus) maka kemudian ikan akan memberikan respons. Tingkah laku ikan sangat dipengaruhi oleh cara ikan beradaptasi dengan lingkungannya. Ikan yang peka terhadap cahaya terang cenderung aktif bergerak di siang hari dan disebut ikan diurnal, sedangkan ikan yang peka terhadap cahaya gelap disebut ikan nocturnal karena ikan ini aktif bergerak di malam hari (Fujaya, 2004).
21
ikan bilih yang bertahan dengan jumlah yang sedikit. Jumlah ikan bilih yang paling banyak tertangkap terdapat pada stasiun 3 sore dan stasiun 3 juga mewakili dengan bobot dan panjang ikan bilih terbesar dari keseluruhan stasiun. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena stasiun 3 merupakan daerah pemukiman dimana zat-zat organik hasil buangan limbah rumah tangga yang langsung ke perairan mendukung pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton merupakan pakan alami utama ikan bilih.
Kartamihardja dan Sarnita (2008) menyatakan bahwa makanan utama ikan bilih di habitat aslinya Danau Singkarak adalah detritus dan zooplankton sedangkan di perairan Danau Toba makanan utama ikan bilih adalah detritus dan fitoplankton serta makanan tambahannya adalah zooplankton dan seresah.
4.3 Hubungan Panjang bobot ikan bilih
Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b. Bila harga b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat). Jika b > 3, dinamakan pertumbuhan allometrik positif (ikan montok, pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang). Jika b < 3, dinamakan pertumbuhan allometrik negatif (ikan kurus, pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat) (Effendie, 1997). Hubungan panjang bobot ikan bilih yang berada di danau Toba dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis hubungan panjang bobot ikan bilih yang terdapat di danau Toba
Stasiun Waktu sampling
Nilai b Pola pertumbuhan
1 Sore 2,51 Allometrik negatif
Pagi 1,67 Allometrik negatif
2 Sore 1,62 Allometrik negatif
Pagi 1,53 Allometrik negatif
3 Sore 2,09 Allometrik negatif
Pagi 1,55 Allometrik negatif
22
bahwa ikan bilih yang diperoleh pada lokasi penelitian memiliki pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat sehingga merupakan ikan-ikan kurus dan memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif.
Pola pertumbuhan ikan bilih ditemukan juga pada penelitian Barus (2011) terhadap ikan bilih di danau Toba. Pada penelitian tersebut diperoleh nilai b gabungan antara muara sungai dan KJA (keramba jarring apung) adalah 2,92. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis (Jenning et al., 2001) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese, 2006). Menurut Muchlisin (2010b) yang menyatakan bahwa besar kecilnya nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif (ikan pelagis) menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif (kebanyakan ikan demersal). Mungkin hal ini terkait dengan alokasi energi yang dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan. Hasil penelitian juga menunjukkan nilai koefesien korelasi (r) (Gambar 4.1) senilai 0,842. Nilai koefesien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat antara pertambahan berat dengan pertambahan panjang dan sebaliknya. Hasil
analisis hubungan panjang bobot ikan bilih juga dapat digambarkan pada Gambar 4.1 berikut ini :
Gambar 4.1 hubungan panjang bobot ikan bilih
23
Salah satu aspek biologi reproduksi ialah tingkat kematangan gonad (TKG) yaitu tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Keterangan tentang TKG ikan diperlukan untuk mengetahui perbandingan antara ikan yang berada diperairan, ukuran atau unsur ikan pertama kali matang gonadnya, dan apakah ikan sudah memijah atau belum (Nikolsky, 1963 dan Effendie, 2002).
Tabel 4. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan bilih betina di danau Toba Stasiun TKG Panjang total
ikan bilih
Keterangan: TKG I: Tidak masak gonad; TKG II : Permulaan masak gonad; TKG III: Hampir masak gonad; TKG IV : Masak Gonad; TKG V : Salin
24
ikan. Dengan demikian, pada saat penangkapan ikan bilih pada penelitian ini belum saatnya untuk memijah tetapi jika dibandingkan dengan stasiun 2 dan 3 dimana tidak terdapat ikan bilih yang memijah di daerah tersebut melainkan ikan bilih yang tertangkap banyak pada tahap TKG III dan TKG II atau tahap pematangan gonad. Hal ini disebabkan bahwa pada stasiun 2 dan 3 merupakan daerah aktifitas dan keramba yang menghasilkan makanan bagi ikan bilih seperti sisa pakan hasil dari kegiatan keramba sehingga ikan lebih banyak disana melakukan aktivitas makan untuk proses pematangan gonad ikan bilih sedangkan stasiun 1 yang merupakan daerah bebas aktivitas yang memungkinkan untuk ikan bilih memijah karena stasiun 1 merupakan daerah yang cocok untuk ikan bilih memijah dan memiliki nilai faktor fisik yang sesuai, selain itu air yang jernih dan merupakan stasiun yang paling dekat dengan sungai yang masuk ke danau dibanding stasiun 2 dan stasiun 3 .
Panjaitan (2010) menyatakan bahwa Ikan bilih memijah menuju perairan yang memiliki arus jernih dengan menggunakan orientasi visual dan insting, telur yang dipijahkan dikolom air pada sungai yang berarus hanyut ke perairan danau kemudian menetas dan tumbuh menjadi dewasa. Menurut Umar & Kartamihardja (2010) menyatakan bahwa waktu pemijahan ikan bilih mulai dari sore hari sampai dengan pagi hari. Puncak pemijahan ikan bilih terjadi pada pagi hari mulai dari jam 05.00 WIB sampai dengan jam 09.00 WIB seperti diperlihatkan dengan banyaknya telur yang dilepaskan. Pemijahan ikan bilih terjadi hampir diseluruh aliran sungai yang bermuara di danau dan habitat pemijahan umumnya berair jernih, dasar berbatu, kerikil atau berpasir.
25
gonad semakin meningkat sehingga mempengaruhi nilai IKG ikan tersebut. Sesuai dengan Syandri (1993) bahwa secara umum bertambahnya tubuh akan mengakibatkan bertambahnya berat gonad.
4. 5 Fekunditas Ikan Bilih
Fekunditas mutlak ikan Bilih yang berada pada tingkat kematangan gonad IV dihitung berdasarkan metode volumetrik. Fekunditas ikan bilih yang dihitung adalah ikan bilih yang berada pada TKG IV (matang gonad). Sesuai Tabel 4. ikan bilih yang berada pada TKG IV hanya ada 3 ekor dan fekunditas masing – masing ikan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 5. Fekunditas ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) di danau Toba No Panjang
(cm)
Berat tubuh (g) Berat gonad (g) (Fekunditas) (butir)
1 9 6,6 0,2 7.000
2 16 45,5 3,3 21.375
3 16,2 49,3 3,8 25.000
26
tertentu, pada umur yang berbeda-beda memperlihatkan fekunditas yang bervariasi sehubungan dengan persediaan makanan tahunan (Febianto, 2007).
Hasil perhitungan fekunditas mutlak diperoleh jumlah telur yang bervariasi menurut panjang total ikan, berat tubuh, dan berat gonad. Ikan dengan ukuran yang sama belum tentu memiliki fekunditas yang sama pula. Hal ini disebabkan oleh faktor ikan dalam pegambilan makanannya yang berbeda, juga karena faktor lain seperti habitat yang berbeda, yang mana setiap individu meskipun satu spesies dan memiliki ukuran yang sama pun akan memiliki fekunditas yang berbeda serta bervariasi jumlahnya (Patriono 2010).
4.6 Diameter Telur Ikan Bilih
Ukuran telur dilihat umumnya untuk membandingkan ukuran diameter telur pada masing – masing tingkat kematangan gonad. Ukuran diameter telur dapat dilihat pada Gambar 4.61. hasil pengamatan mikroskop stereo
Gambar a Gambar b
Gambar c
Keterangan : Gambar a: TKG II; gambar b :TKG III; gambar c: TKG IV
27
kasat mata bentuk telur tidak tampak. Gambar b. menunjukkan telur ikan bilih pada TKG III dengan diameter telur ikan bilih berkisar antara 498-530 μm. Tahap TKG III juga dapat dikatakan ikan bunting atau hampir masak dan dengan kasat mata bentuk telur dapat dilihat. Gambar c. menunjukkan telur ikan bilih pada TKG IV dengan dengan diameter telur berkisar antara 539-630 μm. Tahap TKG IV telur ikan bilih dapat dikatakan masak dan siap dipijahkan. Pada tahap ini bentuk telur dapat terlihat jelas dan dengan tekanan halus pada perutnya telur keluar melalui lubang pelepasannya. Ukuran diameter telur ikan berbeda-beda tergantung pada tingkat kematangan gonad ikan baik antar spesies maupun individu dalam spesies. Hal ini disebabkan adanya perubahan lingkungan seperti musim yang mempengaruhi kualitas air dan yang terutama disebabkan ketersediaan pakan alami (plankton) semakin banyak di perairan yang mempengaruhi kegiatan reproduksi ikan. Semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula (Arief, 2009).
28
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan aspek ekobiologi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di perairan danau Toba desa Pangururan adalah:
- kepadatan ikan bilih yang diperoleh pada waktu sampling sore hari lebih banyak dibandingkan pagi hari dan kepadatan ikan bilih tertinggi terdapat pada stasiun 3 yang merupakan daerah pemukiman penduduk
- pola pertumbuhan ikan bilih yang diperoleh adalah allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibanding pertumbuhan bobot)
- Ikan bilih yang diperoleh berada pada TKG I- TKG IV dengan Fekunditas ikan bilih yang diperoleh sebesar 7000-25000 butir telur dan diameter telur ikan bilih yang diperoleh berkisar antara 245-630 μm.
5.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, S. 1996. Dampak Pencemaran terhadap Fisik-Kimia Air. Materi Kursus AMDAL. PPLH UNDIP. Semarang.
Azhar, 1993, Studi Ekologi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) di Danau Singkarak, Sumatera Barat Tesis S2, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor
Ayodhyoa, A. U. 1981. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Bagenal, T.B., 1978, Aspects of Fish Fecundity, Ecology of Freshwater Fish Reproduction, Blackwell Scientific Publications, Oxford,
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press: Medan
Barus, S. R. 2011. Aspek Ekobiologi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) di Perairan Danau Toba Sumatera Utara .Tesis S2, Program Majister Biologi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU. Medan Diana, E. 2007. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Wader (Rasbora argyrotaenia) di Sekitar Mata Air Ponggok Klaten Jawa Tengah. Skripsi Program Sarjana Sains, Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Effendie, I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia. Bogor Effendie, I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor
Effendie, I.M., 1997, Biologi Perikanan, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta Febianto, Samsin. 2007. Aspek biologi reproduksi ikan lidah pasir (cynoglossus lingua Hamilton-Buchana, 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, JawaTimur. IPB: Bogor.
Froese, R. 2006. Cube law, condition factor and weight length relationship: history, meta-analysis and recommendations. Journal of Applied Ichthyology, 22: 241-253.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Cetakan pertama. Rineka Putra. Jakarta.
30
Universitas Sumatera Utara
Haryanto, S., dan Bambang, I. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Airlangga Unversity Press: Surabaya
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada Unversity Press: Yogyakarta
Jennings, S., M.J. Kaiser, J.D. Reynolds. 2001. Marine fishery ecology. Blackwell Sciences, Oxford.
Junaidi, E., Enggar, dan Fifi. 2009. Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) yang Masuk ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak. Jurnal Penelitian Sains: Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia. Edisi Khusus desember 2009
Maniagasi, R, S.S. Tumembouw, Y. Mundeng. 2013. Analisis Kualitas Fisika Kimia Air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. Volume 1 Nomor 2.
Marganof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Muchlisin, Z.A. 2010b. Diversity of freswater fishes in Aceh Province, Indonesia with emphasis on several biological aspects of the Depik (Rasbora tawarensis) an endemic Species in Lake Laut Tawar. Disertasi Ph.D Universiti Sains Malaysia, Penang.
Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press.London. 352 p. Kartamihardja, E. S. 2006. Keberhasilan Introduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) ke Habitatnya yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV Jatiluhur, 29-30 Apstus 2006
Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A. S, 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Panjaitan, P. 2010. Kajian Bio-Ekologi Populasi Ikan Bilih di Perairan Danau Toba. Visi. Volume 18(2). Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nomensen: Medan
Panjaitan, P.2008. Dampak Budidaya Ikan Sistem Jala Apung Terhadap Ekosistem Perairan Danau Toba. Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen. Medan.
31
Salmah, S. 2010. Penataan Bantaran Sungai Ditinjau dari Aspek Lingkungan. Trans Info Media: Jakarta.
Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Suin, M. 2002. Metoda Ekologi. Penerbit Universitas Andalas: Padang
Sumantadinata, K. 2006. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya: Bogor
Sukimin, S., S. Isdrajat, & Y. Vitner. 2002. Petunjuk Praktikum Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sulardiono, B. 2009. Analisis Dampak Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung Terhadap Tingkat Saprobitas Perairan di Waduk Wadaslintang Kabupaten Wonosobo. Pena Akuatika Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 2009
Syandri, H. 1996. Aspek reproduksi ikan bilih, Mystacoleucus padangensis Bleeker dan kemungkinan pembenihannya di danau Singkarak.
Syandri, 1993, Beberapa Tipe Reproduksi dan Pola Pemijahan Ikan, Paper, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Tang, U.M. dan Affandi, R. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan Iniversitas Riau, Pekanbaru.
Zairin, M. 2002. Memproduksi Ikan Jantan dan Ikan Betina. Penebar Swadaya: Jakarta
Umar, C. dan Kartamihardja, E.S. 2011. Hubungan Panjang - Berat, Kebiasaan Makan dan Kematangan Gonad Ikan Bilih (Mystaecoleucus padangensis) di Danau Toba, Sumatera Utara. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan: Ancol-Jakarta
32
LAMPIRAN
Lampiran A
Keterangan :
Stasiun1 Daerah bebas aktivitas (02 º 36’9.57” LU & 98 º 41’18.15” BT) Stasiun 2 Daerah keramba (02 º36’8.53” LU & 98 º 41’27.20” BT)
33
Lampiran B. Bagan Kerja DO
Sampel Air
34
LampiranC. Bagan Kerja BOD5
(Michael, 1984; Suin, 2002, hlm: 60)
Keterangan :
• Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO
• Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir dihitung nilai DO akhir diinkubasi selama 5 hari pada
temperatur 20°C dihitung nilai DO awal
Sampel Air
Sampel Air Sampel Air
35
Lampiran D. Data Perhitungan Panjang Bobot a. Stasiun 1 pagi
No panjang berat Jenis kelamin Log (L) Log (W)
Log (L)*Log
(W) Log L2
1 9.2 9.2 Betina 0.963787827 0.963787827 0.928886976 0.928886976 2 9.5 9.9 Betina 0.977723605 0.995635195 0.973456032 0.955943448
3 10 9.6 Betina 1 0.982271233 0.982271233 1
4 12.5 22.4 Betina 1.096910013 1.350248018 1.481100571 1.203211577 5 13 25.9 Betina 1.113943352 1.413299764 1.574335877 1.240869792 6 13.5 26.5 Betina 1.130333768 1.423245874 1.608742872 1.277654428 7 13.7 26.5 Betina 1.136720567 1.423245874 1.617832857 1.292133648 8 14 30.1 Betina 1.146128036 1.478566496 1.694626513 1.313609474 9 14 28.3 Betina 1.146128036 1.451786436 1.663933136 1.313609474 10 14.5 34.7 Jantan 1.161368002 1.540329475 1.788889365 1.348775637 11 14.5 34 Betina 1.161368002 1.531478917 1.77861061 1.348775637 12 14.6 34 Betina 1.164352856 1.531478917 1.783181851 1.355717573 13 15 40.1 Jantan 1.176091259 1.603144373 1.885444084 1.38319065 14 15.2 34.5 Jantan 1.181843588 1.537819095 1.817461637 1.396754266 15 15.5 41.8 Betina 1.190331698 1.621176282 1.929737517 1.416889552 16 15.9 46.3 Betina 1.201397124 1.665580991 2.001024213 1.44335505 17 16 45.5 Betina 1.204119983 1.658011397 1.996444654 1.449904933 18 16 45.1 Betina 1.204119983 1.654176542 1.991827029 1.449904933 19 16 41 Betina 1.204119983 1.612783857 1.94198527 1.449904933 20 16.2 49.3 Betina 1.209515015 1.692846919 2.047523766 1.46292657
36
b. Stasiun 1 sore
Panjang Berat Jenis kelamin Log (L) Log (W)
Log (L)*Log
(W) Log L2
1 10 9.1 Jantan 1 0.959041392 0.959041392 1
37
c. Stasiun 2 pagi
No Panjang Berat Jenis kelamin Log (L) Log (W)
Log (L)*Log
(W) Log L2
1 9 6.6 Betina 0.954242509 0.819543936 0.782043662 0.910578767 2 9 8.3 Jantan 0.954242509 0.919078092 0.877023385 0.910578767 3 9.6 8.9 Betina 0.982271233 0.949390007 0.932558492 0.964856775
4 10 9.6 Betina 1 0.982271233 0.982271233 1
5 10 20.2 Betina 1 1.305351369 1.305351369 1
6 10.5 11 Betina 1.021189299 1.041392685 1.063459066 1.042827585 7 10.5 10.3 Betina 1.021189299 1.012837225 1.034298536 1.042827585 8 10.8 12.3 Betina 1.033423755 1.089905111 1.126333833 1.067964658 9 11.4 15.6 Betina 1.056904851 1.193124598 1.261019176 1.117047865 10 12 17.8 Jantan 1.079181246 1.250420002 1.349429816 1.164632162 11 12 21.4 Betina 1.079181246 1.330413773 1.435757594 1.164632162 12 12.5 21.9 Jantan 1.096910013 1.340444115 1.470346571 1.203211577 13 13 20.7 Betina 1.113943352 1.315970345 1.465916418 1.240869792 14 13 24.5 Jantan 1.113943352 1.389166084 1.547452325 1.240869792 15 13.4 25.3 Jantan 1.127104798 1.403120521 1.581463872 1.270365226 16 13.5 26 Betina 1.130333768 1.414973348 1.599392157 1.277654428 17 13.5 24.1 Betina 1.130333768 1.382017043 1.562140532 1.277654428 18 13.5 26.4 Betina 1.130333768 1.421603927 1.606886924 1.277654428 19 14 29.3 Betina 1.146128036 1.46686762 1.681218104 1.313609474 20 14 27.5 Betina 1.146128036 1.439332694 1.649659553 1.313609474
38
d. Stasiun 2 sore
No panjang berat Jenis Kelamin Log (L) Log (W)
Log (L)*Log
(W) Log L2
1 9.5 8.6 Jantan 0.977723605 0.934498451 0.913681195 0.955943448
2 10 9.2 Jantan 1 0.963787827 0.963787827 1
3 10.5 12.1 Jantan 1.021189299 1.08278537 1.105728833 1.042827585 4 11 11.5 Betina 1.041392685 1.06069784 1.104602972 1.084498725 5 11 12.7 Jantan 1.041392685 1.103803721 1.149493121 1.084498725 6 11 13.7 Jantan 1.041392685 1.136720567 1.183772484 1.084498725 7 11 12.8 Jantan 1.041392685 1.10720997 1.153040363 1.084498725 8 11.5 15.1 Jantan 1.06069784 1.178976947 1.250538302 1.125079909 9 11.5 12.9 Jantan 1.06069784 1.11058971 1.178000107 1.125079909 10 11.5 17.3 Jantan 1.06069784 1.238046103 1.313192828 1.125079909 11 12 20.3 Betina 1.079181246 1.307496038 1.411025203 1.164632162 12 12 19.7 Betina 1.079181246 1.294466226 1.396963675 1.164632162 13 12 16.4 Jantan 1.079181246 1.214843848 1.311036698 1.164632162 14 12 15.8 Jantan 1.079181246 1.198657087 1.293568249 1.164632162 15 12.5 19.4 Jantan 1.096910013 1.28780173 1.412602612 1.203211577 16 12.5 18.2 Jantan 1.096910013 1.260071388 1.382184923 1.203211577 17 13 23.8 Jantan 1.113943352 1.376576957 1.53342875 1.240869792 18 13 22.2 Betina 1.113943352 1.346352974 1.499760946 1.240869792 19 13 23.4 Jantan 1.113943352 1.369215857 1.525228902 1.240869792 20 13 23.6 Jantan 1.113943352 1.372912003 1.529346199 1.240869792
39
e. Stasiun 3 pagi No
panjang bobot Jenis kelamin Log (L) Log (W)
Log (L)*Log
(W) Log L2
1 10 10.1 Jantan 1 1.004321374 1.004321374 1
2 10 10.5 Jantan 1 1.021189299 1.021189299 1
3 10 10.8 Jantan 1 1.033423755 1.033423755 1
4 11.2 19.5 Jantan 1.049218023 1.290034611 1.353527564 1.100858459 5 12 20.7 Jantan 1.079181246 1.315970345 1.420170517 1.164632162 6 12.5 20.6 Jantan 1.096910013 1.31386722 1.44119411 1.203211577 7 12.5 21.6 Jantan 1.096910013 1.334453751 1.463775682 1.203211577 8 12.9 18.7 Jantan 1.11058971 1.271841607 1.412494201 1.233409505 9 13 17.9 Jantan 1.113943352 1.252853031 1.395607305 1.240869792 10 13 19.2 Jantan 1.113943352 1.283301229 1.429524873 1.240869792 11 13 26.5 Jantan 1.113943352 1.423245874 1.58541528 1.240869792 12 13 26.9 Jantan 1.113943352 1.42975228 1.592663048 1.240869792 13 13.2 19.2 Jantan 1.120573931 1.283301229 1.438033903 1.255685935 14 13.5 39.2 Betina 1.130333768 1.593286067 1.800945044 1.277654428 15 13.5 36.6 Betina 1.130333768 1.563481085 1.767255467 1.277654428 16 14 34.4 Betina 1.146128036 1.536558443 1.761092709 1.313609474 17 14.2 32.7 Betina 1.152288344 1.514547753 1.745195722 1.327768429 18 14.5 43.1 Betina 1.161368002 1.63447727 1.898229602 1.348775637 19 14.5 34.5 Betina 1.161368002 1.537819095 1.78597389 1.348775637 20 15 29 Betina 1.176091259 1.462397998 1.719913503 1.38319065
40
f. Stasiun 3 sore
No panjang bobot Jenis kelamin Log (L) Log (W)
Log (L)*Log
(W) Log L2
1 10 9.3 Jantan 1 0.968482949 0.968482949 1
2 10.5 11.2 Jantan 1.021189299 1.049218023 1.071450217 1.042827585 3 10.5 12.9 Jantan 1.021189299 1.11058971 1.134122328 1.042827585 4 11 13.1 Jantan 1.041392685 1.117271296 1.163518155 1.084498725 5 11.5 20.4 Jantan 1.06069784 1.309630167 1.38912189 1.125079909 6 11.5 12.1 Jantan 1.06069784 1.08278537 1.148508104 1.125079909 7 11.9 14.2 Betina 1.075546961 1.152288344 1.239340227 1.156801266 8 12 17.9 Jantan 1.079181246 1.252853031 1.352055495 1.164632162 9 12 15.8 Betina 1.079181246 1.198657087 1.293568249 1.164632162 10 12 18.2 Jantan 1.079181246 1.260071388 1.359845411 1.164632162 11 12 17.3 Jantan 1.079181246 1.238046103 1.336076136 1.164632162 12 12 17.7 Jantan 1.079181246 1.247973266 1.346789345 1.164632162 13 12 19.7 Jantan 1.079181246 1.294466226 1.396963675 1.164632162 14 12 17.2 Betina 1.079181246 1.235528447 1.333359129 1.164632162 15 12.2 16.1 Jantan 1.086359831 1.206825876 1.311047154 1.180177682 16 12.5 19 Jantan 1.096910013 1.278753601 1.402677629 1.203211577 17 12.5 16.8 Betina 1.096910013 1.225309282 1.34405402 1.203211577 18 13 17.5 Jantan 1.113943352 1.243038049 1.384673971 1.240869792 19 13 19.6 jantan 1.113943352 1.292256071 1.43950006 1.240869792 20 13.5 23.8 Jantan 1.130333768 1.376576957 1.555991419 1.277654428
41
Lampiran E. Data Perhitungan IKG a. Stasiun 1
Stasiun 1 Pagi Stasiun 1 sore
No BT BG IKG BT BG IKG
42
b. Stasiun 2
Stasiun 2 Pagi Stasiun 2 Sore
No BT BG IKG BT BG IKG
1 6.6 0.2 3.03030303 8.6 0.2 2.3255814 2 8.3 0.3 3.61445783 9.2 0.6 6.52173913 3 8.9 0.5 5.61797753 11.5 0.7 6.08695652
4 9.6 0.6 6.25 12.1 0.6 4.95867769
5 10.3 0.4 3.88349515 12.7 0.6 4.72440945
6 11 0.5 4.54545455 12.8 0.8 6.25
43
c. Stasiun 3
Stasiun 3 pagi Stasiun 3 sore
No BT BG IKG BT BG IKG
1 10.1 0.5 4.95049505 9.3 0.5 5.37634409 2 10.5 0.9 8.57142857 11.2 0.9 8.03571429 3 10.8 0.5 4.62962963 12.1 0.6 4.95867769 4 17.9 1.1 6.1452514 12.9 0.7 5.42635659 5 18.7 0.6 3.20855615 13.1 0.9 6.87022901 6 19.2 1.3 6.77083333 14.2 1.7 11.971831 7 19.2 0.7 3.64583333 15.8 0.9 5.69620253 8 19.5 0.8 4.1025641 16.1 0.9 5.59006211 9 20.6 1.3 6.31067961 16.8 0.8 4.76190476 10 20.7 1.7 8.21256039 17.2 1.3 7.55813953 11 21.6 1.1 5.09259259 17.3 0.8 4.62427746 12 26.5 1.4 5.28301887 17.5 0.4 2.28571429 13 26.9 1 3.71747212 17.7 0.9 5.08474576 14 29 3.1 10.6896552 17.9 0.6 3.35195531 15 32.7 1.5 4.58715596 18.2 1.4 7.69230769 16 34.4 3.1 9.01162791 19 0.8 4.21052632 17 34.5 3.7 10.7246377 19.6 0.9 4.59183673 18 36.6 2.7 7.37704918 19.7 1.1 5.58375635
19 39.2 4.9 12.5 20.2 1.9 9.40594059
44