PERTUMBUHAN IKAN BILIH (
Mystacoleucus padangensis
Bleeker) DI PERAIRAN SUNGAI AEK ALIAN KECAMATAN
BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ANTRI POSTER SIANTURI
100302081
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
PERTUMBUHAN IKAN BILIH (
Mystacoleucus padangensis
Bleeker) DI PERAIRAN SUNGAI AEK ALIAN KECAMATAN
BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH:
ANTRI POSTER SIANTURI
100302081
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pertumbuhan Ikan Bilih(Mystacoleucus padangensis
Bleeker) Di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba SamosirSumatera Utara
Nama Mahasiswa : Antri Poster Sianturi
NIM : 100302081
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Pindi Patana, S.Hut, M.Sc Ir. Maragunung Dalimunthe, MAP Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Antri Poster Sianturi Nim : 100302081
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Ikan Bilih
(Mystacoleucus padangensis Bleeker) Di perairan Sungai Aek Alian
Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, September 2014
ABSTRAK
ANTRI POSTER SIANTURI. Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucus
padangensis Bleeker) Di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige
Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Di bawah bimbingan PINDI PATANA dan MARAGUNUNG DALIMUNTHE.
Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) merupakan komoditi perikanan yang banyak terdapat di perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir. Perairan Sungai Aek Alian selama ini menjadi salah satu sumber produksi ikan bilih di Kabupaten Toba Samosir. Keberadaan ikan ini cukup membantu perekonomian masyarakat sekitar tetapi kegiatan penangkapan menjadi tidak terkendali sehingga menyebabkan turunnya populasi ikan tersebut. Kondisi yang bersifat kontradiktif ini menyebabkan perlunya dievaluasi kembali jumlah potensi serta pola Ikan Bilih di kawasan Perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan faktor kondisi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (Hulu sungai), stasiun II (Tengah Sungai), dan stasiun III (Muara Sungai). Data yang digunakan adalah data primer . Data primer terdiri dari panjang total dan berat individu Ikan Bilih yang diperoleh dari lapangan.
Sampel Ikan Bilih yang diperoleh adalah 281 ekor yang terdiri dari 82 ekor Ikan Bilih jantan dan 199 ekor Ikan Bilih betina. Pola pertumbuhan Ikan Bilih adalah allometrik negatif dengan nilai b sebesar 2.870 untuk Ikan Bilih jantan dan 2.868 untuk Ikan Bilih betina. Perbandingan Ikan Bilih Jantan dan Ikan Bilih Betina adalah 1:2,427. Nilai Faktor kondisi (FK) Ikan Bilih yang diperoleh sebesar 0,930 untuk Ikan Bilih jantan dan 0,942 untuk Ikan Bilih betina yang berarti bahwabadan ikan kurus atau kurang montok.
Kata kunci : Pertumbuhan, Sumberdaya Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis
ABSTRACT
ANTRI POSTER SIANTURI. The Growth of Bilih Fish (Mystacoleucus padangensis Bleeker) in the Aek Alian River District of Toba Samosir. under the guidance of PINDI PATANA dan MARAGUNUNG DALIMUNTHE.
Bilih Fish (Mystacoleucus padangensis Bleeker) is fishing commodities which are avalable in the Aek Alian River District Toba Samosir. Aek Alian River in the District Toba Samosir recently be a source of fish production Bilih Fish (Mystacoleucus padangensis Bleeker) The existence of this fish is enough help the economy around but the activities of the catch of being unmanageable so as to cause a drop in the populations of fish. The condition of having the character of contradictory this will cause the need to be evaluated the amount returned the potential dan management pattern fish of Bilih in the area District Toba Samosir. This Study has the objective on accessing the growth and condition factor in the Aek Alian River District Toba Samosir. Research conducted in may to juni 2014. The research method used was Purposive Random Sampling. Stations that used consists of the station I (upstream), station II (midstream), and III (estuaries). Data used was primary data. Primary data consisted of a total length and weight in individual fish of Bilih obtained from the field.
The samples of Bilih fish are 281 which consist of 82 male Bilih fish and 199 Female Bilih fish. The growth pattern of Bilih fish is negative allometrict with value of b was 2.870 male Bilih fish and 2.868 Female Bilih fish. The comparison of male and female Bilih fish is 1:2.427. The value of the Factor condition which shows of Bilih fish was 0.930 male Bilih fish and 0.942 Female Bilih fish which means that body bony fish or less fat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lobutolong , sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Hotman Sianturi dan Ibu Tiarma Siahaan. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar (SD) Negeri No. 173328 Pangasean Kecamatan Lintongnihuta tahun 1998 − 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2004
− 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 2007 − 2010. Penulis diterima di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli sampai Agustus 2013 di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Benih Ikan Dinas Pertanian dan Kelautan Pemerintah Kota Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) Di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara”. Skripsi ini diajukan sebagai satu dari beberapa syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yaitu kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Maragunung Dalimunthe, MAP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan dorongan serta semangat dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan kepada seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
dan kakak kandung saya yang telah memberikan dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman mahasiswa program studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang terdiri atas abang-kakak senior angkatan 2009, khususnya teman-teman angkatan 2010, dan adik-adik yunior angkatan 2011 sampai angkatan 2013 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis membuat tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis mengharapkan semoga Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan melipatgandakan berkatNya atas semua kebaikan yang telah kita lakukan dan biarlah Ia senantiasa menyertai kita dengan kasih setiaNya untuk setiap apapun yang kita kerjakan. Amin.
Medan, September 2014
Pengukuran Ikan Sampel ... 22
Pengukuran Faktor Fisika Kimia Perairan ... 23
Analisis Data ... 24
Hubungan Panjang Berat ... 24
Nisbah Kelamin ………... 25
Faktor Kondisi ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27
Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih ... 27
Nisbah Kelamin Ikan Bilih ... 30
Faktor Kondisi Ikan Bilih ... 31
Kualitas Air ... 32
Pembahasan ... 33
Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih ... 33
Nisbah Kelamin Ikan Bilih ... 35
Faktor Kondisi Ikan Bilih ... 36
Kualitas Air ... 37
Pengelolaan Suberdaya Ikan Bilih ... 39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41
Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4
2. Peta lokasi Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir……….. 19
3. Lokasi Stasiun I bagian hulu perairan Sungai Aek Alian ... 21
4. Lokasi Stasiun II bagian tengah perairan Sungai Aek Alian ... 21
5. Lokasi Stasiun III bagian muara prairan Sungai aek Alian... 22
6. Hubungan panjang dan berat ikan bilih jantan ... 29
7. Hubungan panjang dan berat ikan bilih betina ... 29
8. Hubungan panjang dan berat ikan bilih secara total ... 29
9. Nilai Proporsional Ikan Bilih ... 31
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ... 23
2. Kisaran Ukuran Ikan Bilih ... 27
3. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih ... 28
4. Nilai Koefisien Korelasi (r) Ikan Bilih... 30
5. Nisbah Kelamin Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) berdasarkan jenis kelamin di perairan Sungai Aek Alian…… ... 30
6. Faktor Kondisi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) berdasarkan jenis kelamin di perairan Sungai Aek Alian ... 31
7. Hasil pengukuran kualitas air di lokasi penelitian Perairan Sungai Aek Alian ... 32
8. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih pada tiga wilayah Perairan ... .. 34
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman 1. Dokumentasi Kegiatan di Lokasi Penelitian ... 46 2. Dokumentasi Alat Penelitian ... 47 3. Data Hubungan Panjang Berat ... 48 4. Data Parameter Kualitas air Perairan Sungai Aek
ABSTRAK
ANTRI POSTER SIANTURI. Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucus
padangensis Bleeker) Di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige
Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Di bawah bimbingan PINDI PATANA dan MARAGUNUNG DALIMUNTHE.
Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) merupakan komoditi perikanan yang banyak terdapat di perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir. Perairan Sungai Aek Alian selama ini menjadi salah satu sumber produksi ikan bilih di Kabupaten Toba Samosir. Keberadaan ikan ini cukup membantu perekonomian masyarakat sekitar tetapi kegiatan penangkapan menjadi tidak terkendali sehingga menyebabkan turunnya populasi ikan tersebut. Kondisi yang bersifat kontradiktif ini menyebabkan perlunya dievaluasi kembali jumlah potensi serta pola Ikan Bilih di kawasan Perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan faktor kondisi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (Hulu sungai), stasiun II (Tengah Sungai), dan stasiun III (Muara Sungai). Data yang digunakan adalah data primer . Data primer terdiri dari panjang total dan berat individu Ikan Bilih yang diperoleh dari lapangan.
Sampel Ikan Bilih yang diperoleh adalah 281 ekor yang terdiri dari 82 ekor Ikan Bilih jantan dan 199 ekor Ikan Bilih betina. Pola pertumbuhan Ikan Bilih adalah allometrik negatif dengan nilai b sebesar 2.870 untuk Ikan Bilih jantan dan 2.868 untuk Ikan Bilih betina. Perbandingan Ikan Bilih Jantan dan Ikan Bilih Betina adalah 1:2,427. Nilai Faktor kondisi (FK) Ikan Bilih yang diperoleh sebesar 0,930 untuk Ikan Bilih jantan dan 0,942 untuk Ikan Bilih betina yang berarti bahwabadan ikan kurus atau kurang montok.
Kata kunci : Pertumbuhan, Sumberdaya Ikan Bilih, Mystacoleucus padangensis
ABSTRACT
ANTRI POSTER SIANTURI. The Growth of Bilih Fish (Mystacoleucus padangensis Bleeker) in the Aek Alian River District of Toba Samosir. under the guidance of PINDI PATANA dan MARAGUNUNG DALIMUNTHE.
Bilih Fish (Mystacoleucus padangensis Bleeker) is fishing commodities which are avalable in the Aek Alian River District Toba Samosir. Aek Alian River in the District Toba Samosir recently be a source of fish production Bilih Fish (Mystacoleucus padangensis Bleeker) The existence of this fish is enough help the economy around but the activities of the catch of being unmanageable so as to cause a drop in the populations of fish. The condition of having the character of contradictory this will cause the need to be evaluated the amount returned the potential dan management pattern fish of Bilih in the area District Toba Samosir. This Study has the objective on accessing the growth and condition factor in the Aek Alian River District Toba Samosir. Research conducted in may to juni 2014. The research method used was Purposive Random Sampling. Stations that used consists of the station I (upstream), station II (midstream), and III (estuaries). Data used was primary data. Primary data consisted of a total length and weight in individual fish of Bilih obtained from the field.
The samples of Bilih fish are 281 which consist of 82 male Bilih fish and 199 Female Bilih fish. The growth pattern of Bilih fish is negative allometrict with value of b was 2.870 male Bilih fish and 2.868 Female Bilih fish. The comparison of male and female Bilih fish is 1:2.427. The value of the Factor condition which shows of Bilih fish was 0.930 male Bilih fish and 0.942 Female Bilih fish which means that body bony fish or less fat.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem perairan tawar diakui Bank Dunia kaya akan biodiversitas tetapi selama ini kurang mendapat perhatian dalam proses pembangunan. Akibatnya berbagai aktivitas pembangunan mengancam kelestarian kekayaan biota perairan tawar. Salah satunya ikan air tawar yang mudah terkena dampak berbagai kegiatan manusia di daratan sekitarnya, seperti konversi hutan menjadi pemukiman transmigran dan limbah industri. Penurunan kekayaan jenis ikan air tawar dipercepat karena terjadinya kerusakan ataulenyapnya habitat (Wargasasmita, 2002).
Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Veronica, 2013).
Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir, menjadi sumber mata pencaharian warga masyarakat sekitar selama tujuh tahun lebih. Sungai Aek Alian yang bermuara ke Danau Toba itu memiliki kekayaan alam berupa ikan Bilih dari perairan Danau Toba.
Dalam istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan panjang atau berat dalam suatu waktu. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis. Kondisi lingkungan yang kurang tepat, suatu jenis ikan akan mencapai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi yang optimal, demikian pula di daerah beriklim panas, pertumbuhan ikan lebih cepat bila dibandingkan dengan di daerah dingin (Effendie,1997).
Ikan bilih yang ada di Sungai Aek Alian berasal dari Danau Toba yang di introduksikan dari habitat aslinya yaitu Danau Singkarak. Introduksi ikan bilih yang dilakukan dari Danau Singkarak ke Danau Toba mungkin akan mengalami perubahan aspek biologi salah satunya komposisi ukuran panjang dan berat .Permasalahan yang dirasakan pada saat ini tingginya intensitas penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat. Otoritas pengelola belum memandang perlu melakukan pengelolaan perikanan bilih di perairan Sungai Aek Alian. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran pertumbuhan ikan bilih di perairan sungai Aek Alian.
Perumusan Masalah
sumber mata pencaharian bagi sebagian masyarakat Kecamatan Balige. Untuk menjaga populasi ikan bilih agar tetap tersedia di Sungai Aek Alian perlu adanya keseimbangan antara penangkapan dengan potensi yang tersedia, sehingga terjadi pemanfaatan yang berkesinambungan.
Perairan Sungai Aek Alian selama ini menjadi sumber produksi ikan bilih.Keberadaan ikan bilih di perairan Sungai Aek Alian merupakan hasil penebaran (restocking) di era pemerintahanPresiden Megawati Soekarno Putri di perairan Danau Toba. Penebaran tersebut cukup membantu perekonomian penduduk sekitar danau.Introduksi ikan bilih yang berasal dari Danau Singkarak ke Danau Toba mungkin akan mengalami perubahan aspek biologi salah satunya komposisi ukuran panjang dan berat.Sehingga Perlu dilakukan kajian mengenai ikan bilih di Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan suatu masalah :
1. Bagaimana pertumbuhan ikan bilih di Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan ? 2.Bagaimana nisbah kelamin dan faktor kondisi ikan bilih di Sungai Aek Alian
Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir ?
Kerangka Pemikiran
Penangkapan yang dilakukan oleh nelayan secara berkelanjutan akan mempengaruhi jumlah populasi sekaligus pertumbuhan ikan bilih seperti panjangnya, kemontokan dan nisbah kelaminnya. Analisis panjang dan beratdilakukan untuk derivat dari pertumbuhan ialah faktor kondisi atau indeks ponderal. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dari segi kapasitas fisik untuk survival, reproduksi beserta pertumbuhannya sehingga rekomendasi pengelolaan dapat dilakukan dengan baik .
Kerangka Pemikiran yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pengolahan data
Analisis Panjang Analisis Berat
Faktor Kondisi dan nisbah kelamin Tingkat Pertumbuhan
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui aspek biologi ikan bilih yang meliputi komposisi ukuran panjang dan berat,;
2. Untuk mengetahui nisbah kelamin danfaktor kondisi ikan bilih di Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba samosir Propinsi Sumatera Utara.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Bilih
Ikan bilih adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Jenis ikan ini merupakan salah satu andalan komoditas ikan yang dapat dieksploitasi dari danau Singkarak oleh nelayan di kabupaten Tanah Datar dan Solok propinsi Sumatera Barat. Ikan ini dijual dalam bentuk segar dan olahan pengeringan ataupun digoreng yang dikemas dalam wadah plastik. Komoditas ini mampu menopang aktifitas perekonomian di sekitar danau Singkarak (Koeshendrajana, 2010).
Ikan bilih merupakan salah satu jenis ikan yang bukan asliDanau Toba, dan merupakan ikan introduksi dariDanau Singkarak, Sumatera Barat. Ikan ini bersifatendemik di Danau Singkarak dan daerahpengembangannya terbatas, dan di dunia hanyaditemukan di Danau Singkarak. Oleh karena itu,Danau Singkarak merupakan habitat asli dari ikanbilih (Umar, 2011).
sebenarnya adalah ikan bilih terus melekat dan populer sampai sekarang(Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Mystacoleucus padangensis Bleeker nama ilmiah untuk ikan Bilih yang
merupakan ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Sebagai ikan endemik, ikan Bilih hidup dalam geografis yang terbatas sehingga di dunia hanya ditemukan di Danau Singkarak. Oleh karena itu Danau Singkarak merupakan habitat asli dari ikan bilih. Secara sistematik, ikan Bilih termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Sub Famili : Cyprinidae Genus : Mystacoleucus
Species : Mystacoleucus padangensis Bleeker
Menurut Rivai dkk., (1983) dalam Koeshendrajana dkk., (2010) ciri-ciri umum dari penggolongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan dan ekor. Ukuran ikan bervariasi, mulai dari kecil sampai dengan yang berukuran besar. Kebanyakan ikan berbentuk topedo, pipih dan ada yang berbentuk tidak teratur.
danau. Ikan jantan dan betina beruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus air berkisar antara 0,3-0,6 m/s dan kedalaman 10-20 cm. Habitat pemijahan ikan Bilih adalah perairan sungai yang jernih dengan suhu yang relatif rendah serta dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau berpasir. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi pemijahan ikan Bilih adalah arus air dan substrat dasar. Setelah sampai di habitat pemijahan, ikan betina melepaskan telur dan pada waktu yang bersamaan ikan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur-telur tersebut. Telur ikan Bilih yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam di dasar sungai untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke dalam danau. Ikan Bilih memijah setiap hari sepanjang tahun mulai dari sore hari sampai pagi esok harinya. Puncak pemijahan ikan Bilih terjadi pada pagi hari mulai jam 5 sampai dengan jam 9. Pemijahan ikan Bilih bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu kali periode pemijahan (Koeshendrajana dkk., 2010).
Introduksi Ikan Bilih
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia dan terletak pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut. Luas danau ini sekitar 1.129,7 km
2
dengan ukuran keliling 194 km dan panjang 87 km dan lebar 31 km serta kedalaman maksimum 455 m. Danau Toba berbentuk elips dengan jumlah teluk yang sedikit dan daerah litoral yang sempit. Keadaan ini didukung oleh pantainya yang sangat curam, dasar perairan litoral umumnya pasir berbatu dan daerah sekelilingnya merupakan daerah perbukitan yang gundul. Bagian yang landai terletak sebelah tenggara dan selatan Pulau Sumatera serta bagian barat dengan daratan Pulau Samosir. Danau Toba meliputi 7 wilayah kabupaten yaitu kabupaten Simalungun, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir dan Humbang Hasundutan. Sumber air Danau Toba berasal dari puluhan sungai yang mengalir dan berasal dari tepi luar Danau Toba dan Pulau Samosir yang bermuara ke Danau Toba sebagai sumber air permukaan. Air Danau Toba mengalir ke arah Pantai Timur Pulau Sumatera melalui Sungai Asahan sepanjang 150 km (Koeshendrajana dkk., 2010).
4,1-5,7 cm dan berat 0,9-1,5 g per ekor. Habitatpemijahan ikan bilih cukup tersedia dan lebihbanyak/luas dari pada di Danau Singkarak(Kartamihardja dan Sarnita, 2008).
Ekosistem Sungai
Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara kompnen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pada batas-batas kisaran tertentu pengaruh bahan asing masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan (Barus, 2004).
Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungansekitarnya. Organisme air diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, benthos dan ikan. Sungai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tanggam, pertanian, industri, sumber mineral dan pemanfaatan lainnya. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya, bagi mahluk hidup yang bergantung bagi sumberdaya air (Effendie, 2003 diacu oleh Sukarsih, 2013).
rawa atau ke sungai yang lain. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.
Sungai merupakan salah satu sumber mata air yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia selain danau, waduk, bendungan dan sumur. Sungai berdasarkan tempatnya di bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Bagian hulu sungai memiliki ciri-ciri yaitu arusnya deras, daya erosi besar dan arah erosi nya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan lerengnya cembung (convecs) , kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi pengendapan. Bagian tengah sungai mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya erosin ya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan sampi ng (vertikal dan horizontal), palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi penge ndapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai 1800 atau lebih dan bagian hilir sungai memiliki ciri-ciri yaitu arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan dan di bagian muara kadang-kadang terjadi delta (Saputra, 2010).
Secara alami bentuk atau morfologi sungai akan berubah dengan kurun waktu yang berbeda antara sungai satu dengan lainnya. Menghindari kompleksitas dinamika morfologi sungai secara prinsip dapat dilakukan dengan cara tanpa mengusik sistem alur ataupun sistem lahan di daerah tangkapan sungai, dan dalam hal ini sangat tidak mungkin dilakukan (Jansen, 1979 diacu oleh Legono, 2000).
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Asdak, 1995).
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) (Maryono, 2005). Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems). Setiap sistem dan Sub-Sub sistem di dalamnya saling berinteraksi. Tiap komponen tersebut memiliki sifat yang khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Gangguan terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal (Kartodihardjo, 2008 diacu oleh Jauhari, 2012).
Walaupun pemahaman terhadap komponen lingkungan hidup di sekitar sungai (tepian sungai) sama pengertiannya dalam DAS, akan tetapi jangkauan wilayahnya lebih sempit, yaitu antara 100-500 meter pada kanan dan kiri badan sungai. Pengertian komponen lingkungan hidup pada tepian sungai meliputi (a) badan sungai, (b) bantaran sungai, dan (c) hamparan lahan sejauh minimal 100 meter dari kanan dan kiri sungai(Waryono, 2004 diacu oleh Jauhari, 2012).
Pola Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, berupa panjang atau berat dalam waktu tertentu, lebih lanjut dijelaskan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor dalam yang sukar dikontrol seperti keturunan seks, umur, parasit, dan penyakit serta faktor luar yang mencakup makanan dan suhu perairan. Kondisi lingkungan yang kurang tepat, suatu jenis ikan akan mencapai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi yang optimal, demikian pula di daerahberiklim panas, pertumbuhan ikan lebih cepat bila dibandingkan dengan di daerah dingin (Effendie, 1979).
Pertumbuhan adalah manifestasi dari kelebihan energi yang diperoleh melalui makanan, setelah dikurangi dengan pemakaian dalam aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hariyang meliputi biotik dan abiotik (Huet, 1971 diacu oleh Desrita, 2007).
Hubungan Panjang Berat
Analisis hubungan bobot panjang bertujuan untuk menyatakan hubungan matematis antara panjang dan bobot ikan, sehingga dapat dikonversi dari panjang ke bobot dan sebaliknya. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur variasi bobot harapan ikan untuk suatu ukuran panjang tertentu, baik secara individu maupun secara berkelompok, sebagai suatu petunjuk tentang kemontokan ikan, kesehatan ikan, perkembangan gonad, dan sebaginya (Ayoade dan Ikulala, 2007 diacu oleh Biring, 2011 ).
Menurut Effendi (1997) bahwa hubungan dan bobot ikan tidak mengikuti hukum kubik (berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya), karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena adanya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu: (1) temperatur dan kualitas air; (2) ukuran; (3) umur dan jenis ikan itu sendiri; (4) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber yang sama. Selain faktor-faktor yang di atas pertumbuhan juga dipengaruhi kematangan gonad ikan itu sendiri. Ikan selalu tumbuh sehingga panjang dan berat selalu berubah sehingga digunakan rumus adalah
W = aLb
dinamakan alometrik negatif, bila pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya, jika b > 3 dinamakan alometrik positif yang menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya lebih cepat dibanding dengan pertambahan panjangnya.
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan jumlah ikan betina yang dinyatakan dalam persen dari jumlah total individu. Nisbah kelamin menunjukkan banyaknya individu yang menyusun suatu populasi (Fonteneau dan Marcilla, 1993 diacu oleh Jayadi, 2011).
Seksualitas ikan perlu diketahui karena dapat digunakan untuk membedakan antara ikan jantan dengan ikan betina. Ikan jantan adalah ikan yang dapat menghasilkan spermatozoa, sedangkan ikan betina adalah ikan yang dapat menghasilkan sel telur atau ovum (Effendie, 1997).
Ikan jantan dapat dibedakan dari ikan betina dengan melihat ciri-ciri seksual primer dan sekunder. Ciri seksual primer adalah organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Ciri-ciri seksual sekunder adalah dengan melihat warna tubuh (sexual dichromastism), morfologi dan bentuk tubuh (sexual dimorphism) yang digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada ikan. Testis beserta salurannya merupakan ciri seksual primer ikan jantan, sedangkan ovari beserta salurannya merupakan ciri seksual primer ikan betina (Effendie, 1997).
Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dengan angka dan nilai yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, makanan, dan tingkat kematangan gonad (TKG). Dimana perhitungannya berdasarkan kepada panjang dan berat ikan (Effendie, 1997).
Faktor kondisi dari suatu jenis ikan tidak tetap sifatnya. Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak dari kondisi ikan dapat mempengaruhi ikan tersebut. Bila kondisinya kurang baik, mungkin disebabkan populasi ikan terlalu padat dan sebaliknya bila kondisinya baik,maka kemungkinan terjadi pengurangan populasi atau ketersediaan makanan di perairan cukup melimpah (Masriwaty, 2002 diacu oleh Biring, 2011).
Effendie (1997) menyatakan bahwa berat ikan di anggap ideal jika sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan itu berlaku untuk ikan kecil dan besar. Bila tidak terdapat perubahan berat tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tersebut. Nilai faktor kondisi akan mengalami perubahan jika terjadi perubahan kondisi perairan dan biologi ikan. Bila faktor kondisi berkisar antara 3-4 menunjukkan tubuh ikan agak pipih dan bila berkisar 1-2 menunjukkan tubuh ikan kurang pipih.
Parameter Fisika Kimia Perairan 1. Suhu
oleh temperatur. Menurut hokum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan metabolism dari organisma sebesar 2 – 3 kali lipat (Barus, 2004).
Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm & Meijering, 1990).
Diperairan tropis variasi suhu optimalperairan berkisar antara 27oC dan 32oC. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota di perairan. Suhu alami tertinggi diperairan tropis berada dekat ambang batas penyebab kematian biota. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang kecil saja dari alam dapat menimbulkan kematian atau paling tidak mengakibatkan gangguan fisiologis biota (Haryono, 1984).
2. Arus
waktu tergantung dari fluktuasi debit, aliran air, dan kondisi substrat yang ada (Barus, 2004).
3. Kelarutan Oksigen (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air., terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisma air. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/L (Barus, 2004).
Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor temperatur dan oleh jumlah garam terlarut dalam air. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan (Baur, 1987).
4. pH (Derajat Keasaman)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulanMei 2014 sampai dengan Juni 2014. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kelurahan Siahaan Balige, Kecamatan Balige,Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun yang berbeda yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian muara perairan sungai Aek Alian. Sampel ikan yang akan diidentifikasi akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Peta Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tangkap jala digunakan untuk mengambil sample ikan bilih. Kertas milimeter yang berketelitian 1 mm untuk mengukur panjang total yang diukur mulai dari ujung paling depan bagian kepala sampai ke ujung terakhir bagian ekor. Timbangan (kg) dengan ketelitian 0,01gram untuk menimbang bobot ikan. Papan preparat digunakan untuk meletakkan ikan yang ingin diukur. GPS (Global Positioning System) untuk menentukan titik koordinat. pH meter untuk mengukur pH perairan. DO meter untuk mengukur oksigen terlarut di perairan. Termometer air raksa untuk mengukur suhu perairan. Bola duga untuk mengukur kecepatan arus perairan. Tongkat berskala untuk mengukur kedalaman perairan. Kalkulator sebagai alat bantu menghitung dan kamera untuk dokumentasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan bilih sebagai sampel yang diteliti dan kertas label untuk penandaan sampel, dandokumen lain yang berkaitan dengan lokasi penelitian. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2.
Metode Pengambilan Sampel
Deskripsi Area
Stasiun I : Merupakan bagian hulu dari perairan sungai Aek Alian pada titik koordinat 02º20’09.3”LU099º04’05.04”BT seperti pada
Gambar 3.
Gambar 3. Lokasi Stasiun I bagian hulu perairan Sungai Aek Alian
Stasiun III : Merupakan bagian muara dari perairan Sungai Aek Alian pada titik koordinat 02º20’25.8” LU 099º03’52.6”BT seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Lokasi Stasiun III bagian muara prairan Sungai aek Alian
Pengukuran Ikan Sampel
Pengukuran Faktor Fisika Kimia Perairan
Pengukuran suhu air menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke badan air selama beberapa menit kemudian dilihat suhu air tersebut. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun.
DO diukur dengan menggunakan DO meter yang dimasukkan langsung ke badan air selama beberapa menit kemudian dilihat DO air tersebut. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun.
Pengukuran pH menggunakan pH meter yang dimasukkan kebadan air selama beberapa menit kemudian dilihat pH air tersebut. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun.
Pengukuran kecepatan arus menggunakan bola duga. Diambil jarak 5 m dari suatu titik ke titik lainnya, kemudian benda tersebut diletakkan mengikuti arah arus pada titik awal, dan dihitung waktu yang ditempuh dari satu titik ke titik lain. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun.
Kedalaman diukur dengan tongkat berskala yang dimasukkan kedalam sungai sampai ke dasar, kemudian diukur kedalaman sungai. Pengukuran ini dilakukan setiap lokasi penangkapan pada tiap stasiun. Parameter Kualitas air yang diukur dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian
No Parameter Satuan Alat Lokasi 1 Suhu oC Thermometer In situ
2 PH - pH-Meter In situ
3 DO mg/L DO Meter In situ
4 Arus m/s Bola Duga In situ
Analisis Data
Hubungan Panjang Berat
Analisa pertumbuhan panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di alam untuk mencari hubungan antara panjang dan berat tubuh ikan digunakan persamaan sebagai berikut (Effendie, 1997).
W = aLb Keterangan
W = Berat tubuh ikan bilih (gram) L = Panjang ikan bilih (mm) a dan b = Konstanta
untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus digunakan persamaan sebagai berikut:
Log10 W = Log10 a + b Log10 L
Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai Y dan log L, sebagai X, maka dapat persamaaan regresi
Y= a + bx
Dengan pendekatan regresi linear maka hubungan kedua parameter tersebut dapat dilihat. Nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis.
Keterangan yang digunakan adalah
1. Jika nilai b = 3 maka disebut pola pertumbuhan isometrik (Pola pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan berat).
a. Jika b > 3 disebut pola pertumbuhan allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan).
b. Jika b < 3 disebut pola pertumbuhan allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan).
Untuk menguji apakah b = 3 atau b ≠ 3 dapat digunakan uji-t atau uji lanjut untuk membandingkan nilai yang diperoleh (thitung) dengan nilai pada tabel
(ttabel) dengan menggunakan rumus :
t
hitung = √Keterangan :
x = nilai rata-rata µ0 = nilai tengah binom
S = variansi N = jumlah sampel
Nisbah Kelamin Ikan Bilih
Nisbah kelamin penting untuk melihat perbandingan ikan bilih jantan atau betina yang ada pada suatu perairan. Persamaan untuk mencari nisbah kelamin adalah (Effendie, 1997) :
p
x 100%Keterangan :
P = Proporsi ikan bilih (jantan/betina) N = Jumlah jantan atau betina
Faktor Kondisi
Salah satu derivat penting dari pertumbuhan ialah faktor kondisi. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendi, 1997).
Menganalisis faktor kondisi (FK) ikan bilih terlebih dahulu ikan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Setelah pola pertumbuhan panjang dan bobot tersebut diketahui, maka dapat ditentukan kondisi dari ikan bilih tersebut (Effendi, 2002).
FK b
Keterangan :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) yang berhasil dikumpulkan selama penelitian sebanyak 281 ekor, yang terdiri dari 82 ekor ikan jantan dan 199 ekor ikan betina. Kisaran panjang baku (SL) untuk ikan jantan adalah 82 – 158 mm, berat tubuh 6,4 – 37 gram, sedangkan untuk ikan betina panjang baku berkisar antara 81 – 158 mm, berat tubuh 6,1 – 31,2 gram. Kisaran ukuran ikan bilih selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran Ukuran Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) setiap pengambilan sampel dari Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir.
Waktu Jenis Sumber : Data Primer, 2014
Persamaan dan pola pertumbuhan berdasarkan hubungan panjang berat ikan jantan dan ikan betina pada pengambilan sampel di Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis
Bleeker) setiap pengambilan sampel dari Sungai Aek Alian. Waktu
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai “b” ikan bilih jantan berkisar antara 2,77 – 2,96 dan ikan bilih betina berkisar antara 2,59 – 3,09. Keseluruhan ikan bilih jantan dan ikan bilih betina di Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir memiliki nilai b < 3, sehingga dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Sungai Aek Alian adalah allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan berat.
Gambar 6. Hubungan panjang dan berat ikan bilih jantan
Gambar 7. Hubungan panjang dan berat ikan bilih betina
Hubungan Perubahan panjang dengan berat ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) jantan, betina dan gabungan (jantan dan betina) erat atau dapat dilihat dengan nilai koefisien korelasinya (R). Nilai koefisien korelasi untuk ikan ini berkisar antara 0,81 – 0,82.
Tabel 4. Nilai Koefisien Korelasi (R) Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis
Bleeker) Selama Penelitian.
No Jenis Kelamin Koefisien Korelasi
1 Jantan ( J ) 0,82
2 Betina ( B ) 0,81
3 Gabungan (G) 0,82
Nisbah Kelamin Ikan Bilih
Jumlah frekuensi ikan bilih jantan di perairan Sungai Aek Alian sebanyak 82 ekor dan jumlah frekuensi ikan bilih betina sebanyak 199 ekor. Perbandingan ikan bilih jantan dan ikan bilih betina sebesar 1:2,4. Jumlah ikan bilih betina lebih dominan dibandingkan dengan jumlah ikan bilih jantan. Hal ini terlihat dari nilai proporsi betina yang lebih besar dibandingkan nilai proporsi jantan. Untuk lebih jelas nilai nisbah kelamin ikan bilih disajikan dalam Tabel 5.
Gambar 9. Nilai Proporsional Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) jantan dan betina di perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir.
Faktor Kondisi Ikan Bilih
Hasil perhitungan faktor kondisi (FK) ikan bilih jantan maupun betina berdasarkan pertumbuhan allometrik negatif berada dalam kisaran 1 – 1,4. Ikan bilih di perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir mempunyai bentuk tubuh kurang pipih (kurus), sesuai dengan harga FK yang diperoleh. Untuk lebih jelas nilai FK ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) disajikan dalam Tabel 6.
Kualitas Air
Kondisi lingkungan perairan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan bilih. Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi, diantaranya kondisi lingkungan perairan pada habitatnya. Hasil pengamatan kondisi kualitas perairan setiap stasiun di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Hasil pengukuran kualitas air di lokasi penelitian perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir
No Parameter Satuan Hasil Pengukuran Stasiun 1 (Hulu Sungai)
1 Suhu oC 24,3 – 24,7
2 PH - 7,4 – 7,7
3 DO mg/L 8,39 – 8,45
4 Arus m/s 0,96 – 1,17
5 Kedalaman m 0,8 – 1,8
Stasiun 2 (Tengah Sungai)
1 Suhu oC 24,7 – 24,8
2 PH - 7,6 – 7,8
3 DO mg/L 7,71 – 7,75
4 Arus m/s 2,25 – 2,96
5 Kedalaman m 0,6 – 1,1
Stasiun 3 (Muara Sungai)
1 Suhu oC 24,8 – 25,2
2 PH - 7,5 – 7,7
3 DO mg/L 6,12 – 6,53
4 Arus m/s 4,20 – 4,76
Pembahasan
Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih
Dari hasil analisis hubungan panjang berat maka diperoleh persamaan hubungan panjang berat ikan bilih jantan adalah W = 0.00002L2.870 dengan kisaran nilai b sebesar 2.870, persamaan hubungan panjang berat ikan bilih betina W = 0.00002L2.868 dengan kisaran nilai b sebesar 2.868. Berdasarkan nilai b yang diperoleh diketahui bahwa ikan bilih di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir memiliki pertumbuhan allometrik negatif, yang berarti pertumbuhan panjang ikan tidak sebanding dengan pertambahan beratnya (allometrik negatif) atau pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan beratnya. Hal ini diduga karena pergerakan yang lebih banyak dari ikan unutk melawan kecepatan arus pada perairan tempat ikan hidup.
Menurut Nofrita (2013) Populasi ikan bilih di Danau Singkarak mempunyai ukuran panjang berkisar 57,54-112,08 mm dengan berat berkisar 1,72-14,30 g dengan nilai b sebesar 3,004 sedangkan di Danau Toba mempunyai ukuran panjang berkisar 62,95-151,78 mm dengan berat berkisar 2,41-36,47 dengan nilai b sebesar 3,224. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (2002), bahwa nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari 3 pertumbuhan ikan dikatakan
allometric. Jika nilai b < 3, maka pertambahan panjang ikan tersebut tidak seimbang dengan pertambahan beratnya.
pertambahan berat. Untuk lebih jelas hubungan panjang berat di Danau Singkarak, Danau Toba, dan Sungai Aek Alian dapat di lihat pada Tabel 8 dibawah ini. Tabel 8. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih pada tiga wilayah Perairan
Ket : * (Nofrita, 2013)
Perbedaan tampilan pertumbuhan diduga karena adanya perbedaan kecepatan arus, ketersediaan makanan, faktor fisika dan kimia perairan atau kondisi lingkungan pada suatu perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nofrita (2013) bahwa perbedaan tampilan pertumbuhan dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan serta kondisi biologis masing-masing individu ikan. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling dan juga kondisi biologis.
Bervariasinya nilai hubungan panjang berat ikan dipengaruhi juga oleh jenis kelamin ikan dan tingkat kematangan gonad. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pulungan dkk., (2000) bahwa nilai b dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : spesies ikan itu sendiri, kondisi perairan, jenis ikan, tingkat kematangan gonad (TKG), tingkat kedewasaan ikan, musim dan waktu penangkapan. Effendie (1997) bervariasinya nilai hubungan panjang berat karena adanya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu: (1) temperatur dan kualitas air; (2) ukuran; (3) umur dan jenis ikan itu sendiri; (4) jumlah ikan-ikan
Lokasi
Persamaan hubungan panjang berat ikan bilih yang diperoleh untuk ikan jantan, betina dan gabungan memiliki nilai rata-rata koefisien korelasi 0,82. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pertambahan panjang ikan dengan pertambahan beratnya dimana dengan adanya pertambahan panjang akan diikuti dengan pertambahan beratnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudjana (1996), bahwa nilai koefisien korelasi menyatakan adanya hubungan linear langsung antara kedua variabel. Hal ini diduga karena kondisi perairan yang mampu mendukung kehidupan ikan bilih dengan baik.
Nisbah Kelamin Ikan Bilih
Hasil perhitungan nisbah kelamin menunjukkan bahwa jumlah ikan bilih betina lebih mendominasi dibandingkan dengan jumlah ikan bilih jantan. Hal ini terlihat dari proporsi betina 71 % yang lebih besar dibandingkan nilai proporsi jantan 29 % . Perbandingan nisbah kelamin ikan jantan dan ikan betina dalam penelitian ini berkisar 1:2,4. Dalam menentukan jenis kelamin, dilakukan berdasarkan ciri seksual primer dengan membedah bagian perut untuk melihat gonadnya.
disebabkan pola tingkah laku bergerombol antara ikan jantan dan ikan betina, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan. Effendie (2002), bahwa jumlah ikan betina lebih banyak dibandingkan dengan ikan jantan karena dipengaruhi pola distribusi ketersediaan makanan, kepadatan populasi dan keseimbangan rantai makanan.
Faktor Kondisi Ikan Bilih
Berdasarkan hasil analisis faktor kondisi (FK) ikan bilih di perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir, menunjukkan bahwa nilai FK ikan bilih selama pengamatan berkisar antara 1 – 1,4 untuk ikan bilih jantan, dan 1 – 1,1 untuk ikan bilih betina. Dari hasil pengukuran yang dilakukan memperlihatkan bahwa nilai rata-rata FK ikan bilih betina adalah 0,94 lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata FK ikan bilih jantan adalah 0,93 diduga karena bobot gonad dan pergerakan ikan betina lebih banyak dibandingkan dengan ikan jantan . Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwarni (2009) bahwa ikan-ikan betina memiliki nilai faktor kondisi yang relatif lebih besar dibanding ikan jantan, disebabkan karena bobot gonad betina lebih besar dari ikan jantan. Peningkatan nilai faktor kondisi relatif terdapat pada waktu matang gonad dan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan. Dengan demikian fluktuasi faktor kondisi pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh bobot gonad tetapi juga oleh aktifitas selama pematangan dan pemijahan.
sedangkan ikan bilih jantan mempunyai faktor kondisi sebesar faktor kondisi sebesar 1 – 1,4 artinya bahwa ikan bilih jantan tergolong ikan yang bentuk badannya kurang pipih atau gemuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendie (1997), bahwa ikan yang nilai faktor kondisinya 1 – 3, maka ikan tersebut tergolong ikan yang bentuk badannya kurang pipih.
Nilai faktor kondisi yang bervariasi pada penelitian ini diduga disebabkan oleh jenis kelamin, umur, ukuran ikan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lagler (1965) dalam sumarni (2009) bahwa variasi nilai faktor kondisi bergantung pada makanan, umur, spesies, jeniskelamin, dan tingkat kematangan gonad.
Kualitas Air
Kondisi lingkungan perairan merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi atau distribusi biota dari suatu perairan. Demikian juga dengan ikan bilih, distribusinya di alam juga dipengaruhi faktor eksternal, diantaranya kondisi lingkungan perairan pada habitatnya.
Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan bahwa rata-rata suhu yang didapatkan selama penelitian pada stasiun 1 adalah 24,50C, pada stasiun 2 adalah 24,70C, pada stasiun 3 adalah 250C. Kisaran suhu tersebut masih merupakan kisaran suhu normal yang masih dapat ditoleransi ikan bilih.Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartamihardja (2010), bahwa ikan bilih menyukai perairan yang jernih dan suhu perairan sekitar 26 – 280C.
rata nilai pH air tertinggi ditemukan pada stasiun 2 sebesar 7,7 dan rata- rata nilai pH terendah ditemukan pada stasiun 1 sebesar 7,6. Secara umum nilai pH yang didapatkan dari semua stasiun penelitian, baik pada stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 mampu mendukung kehidupan ikan bilih. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/2004, bahwa kisaran pH yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah 6.50 – 8,50.
Kelarutan Oksigen (DO) pada perairan Sungai Aek Alian Kabupaten Toba Samosir memiliki kisaran DO rata-rata yang hampir sama pada setiap stasiun. Pada stasiun 1 memiliki DO rata-rata yaitu 8,42 mg/L, pada stasiun 2 memiliki DO rata-rata yaitu 7,73 mg/L, dan stasiun 3 memiliki DO rata-rata yaitu 6,32 mg/L, besaran DO di Sungai Aek Alian berada pada persyaratan hidup ikan bilih yaitu 6 – 8,5 mg/L. Hal ini sesuai dengan PP. No 82 Tahun 2001 yaitu lebih besar dari 4mg/L sesuai dengan pembudidayaan ikan air tawar.
suatu batasan mengenai kecepatan arus, karena kecepatan arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit, aliran air, dan kondisi substrat yang ada.
Hasil pengukuran kedalaman perairan Sungai Aek Alian, pada stasiun 1 memiliki kedalaman rata-rata yaitu 0,98 m, pada stasiun 2 memiliki kedalaman rata-rata yaitu 1,12 m, dan stasiun 3 memiliki kedalaman rata-rata yaitu 2,6 m. Hal ini sesuai dengan kebiasaan hidup ikan bilih yang tergolong kepada ikan yang hidup dipermukaan atau ikan pelagis.
Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker)
Populasi ikan bilih di Sungai Aek Alian perlu diperhatikan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Adapun upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian ikan bilih adalah sebagai berikut :
a. Pengaturan Alat Tangkap
Alat tangkap yang digunakan harus alat tangkap yang ramah lingkungan, yaitu ukuran mata jaring yang digunakan hanya untuk menangkap ikan-ikan dewasa. Apabila mata jaring alat tangkap yang digunakan terlalu kecil maka ikan-ikan yang masih kecil akan tertangkap, sehingga populasi ikan bilih akan cepat punah tidak dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. b. Pengaturan Zonasi Penangkapan
ikan dewasa tertangkap maka akan terjadi penggantian oleh benih ikan dari lokasi lubuk larangan / reservat.
c. Pengawasan Sumberdaya Ikan Bilih
Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan bilih dengan cara menumbuh kembangkan sistem pengawasan masyarakyat dalam bentuk kelompok masyarakyat pengawas (POKMASWAS). Hal ini dimaksudkan agar kearifan lokal yang ada dimasyarakyat dapat dimanfaatkan untuk mengawasi sumberdaya perikanan di Sungai Aek Alian dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti penggunaan alat tangkap yang terlarang atau introduksi jenis ikan baru yang dapat merugikan populasi ikan lain, seperti berkembangnya ikan sapu kaca di Sungai aek alian yang memangsa telur atau larva ikan bilih.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pola pertumbuhan ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) jantan dan betina berdasarkan hubungan panjang berat di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir mempunyai sifat pertumbuhan allometrik negatif dengan nilai b = sebesar 2.870 untuk ikan bilih jantan, dan nilai b = 2.868 untuk ikan bilih betina.
2. Ikan bilih jantan dan ikan bilih betina di Perairan Sungai Aek Alian mempunyai ukuran tubuh pipih atau tidak gemuk dengan nilai faktor kondisi berkisar antara 1 – 1,4. Perbandingan nisbah kelamin ikan bilih jantan dan ikan bilih betina adalah 1:2,4.
Saran
1. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah daerah di wilayah sekitar Danau Toba untuk mengawasi pemanfaatan sumberdaya perikanan, seperti ikan bilih sehingga tidak mengalami kepunahan.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Baur, W. H. 1987. Gewassergute Bestimmen und Beurteilen. -2. Aufl. Paul Parey Verlag, Hamburg. Berlin.
Barus, S, R, D. 2011. Bioekologi Ikan Bilih(Mystacoleucus padangensis). [Tesis] Program Magister Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam . Universitas Sumatera Utara. Medan.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press. Medan.
Biring, D. 2011. Hubungan Bobot Panjang dan Faktor Kondisi Ikan Pari (Dasyatis kuhlii, Muller & Henle, 1841) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar Sulawesi Selatan. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin
Brehm, J. dan Meijering. 1990. Fliessgewasserkunde. -2. Aufl. Quelle & Meyer Verlag, Heidelberg. Wiesbaden.
Depertemen Kehutanan. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial Tentang Pedoman Monitoring Dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta
Desrita. 2007. Aspek Biologi Ikan Bunga Air (Clupeichthys bleekeri) Di Hulu Sungai Kampar Kanaan, Kecamatan XIII Koto Kampar, Provinsi Riau. [Tesis]. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekan Baru.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Yogyakarta.163 P.
Ginting, D. W., Purnomo, P. W., Ghofar1,A. 2013. Potensi dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Danau Toba Sumatera Utara. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Gurning, H., Pulungan, C.P., Putra, R.M. 2014. Reproductive Biology of
Haryono. 1984. Biologi Umum. Intan Pariwara. Jakarta.
Jauhari, I.M. 2012. Prediksi Erosi Di Sub-Sub DAS Lengkese, Sub DAS Lengkese, Hulu DAS Jeneberang dibawah bimbingan Usman Arsyad dan Andang Suryana Soma. Fakultas Kehutanan. Universitas
Hasanuddin.
Jayadi, M. I. 2011. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Pari (Dasyatis kuhlii Muller & Henle, 1841) yang Didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere Makassar [Skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan.Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kartamihardja, E.S. dan A.S. Sarnita. 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba: Keberhasilan introduksi ikan dan implikasi pengelolaan dan prospek masa depan. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Peri kanan, Departemen KeIautan dan Perikanan. 50 hal.
Kartamihardja, E. S. dan Sarnita, A. S. 2010. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba: Keberhasilan Introduksi Ikan Implikasi Pengelolaaan dan Prospek Masa Depan. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan Dan Perikanan.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendaian Pencemaran Air.Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendaian Pencemaran Air.Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. Koeshendrajana, S., Sari, D.Y., Reswati, E., dan Hafsaridewi, R. 2010. Valuasi
Sosial Ekonomi Dampak Penebaran Ikan Bilih di Danau Toba, Sumatera Utara. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Legono, D., dan Rahardjo, A.P. 2000. Otomatisasi Sistem Pemantauan di Bidang Keairan dengan Sumberdaya Lokal. Seminar Komputerisasi Hidrometri. UNY.
Maryono, A. 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai, Edisi Kedua. Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Nofrita., Dahelmi., Syandri, H., Tjong, D. H. 2013. Hubungan Tampilan
Pulungan, C.P., Putra, R.M., Efriyeldi, D.E. 2000. Distribusi Ikan Air Tawar dari Waduk PLTA Koto Panjang Riau. Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 34 Hal.
Rivai, S.A.N., N, Sukaya dan Z. Nasution. 1983. Biologi Perikanan. Edisi I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Saputra, E. 2010. Analisis Cemaran Logam Tembaga Di Sungai Code Secara Spektroskopi Serapan Atom. [Skripsi]. Program Studi Kimia. Fakultas Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Edisi VI. Tarsito Bandung. 508 Hal.
Sukarsih, E. 2013.Status Trofik dan Status Sungai Tuntang Hulu Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Berdasarkan Parameter Nitrogen, Fosfat dan Metode Storet. [Skripsi]. Jurusan Pendidikan Biologi. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.IKIP PGRI. Smarang.
Suwarni. 2009. Hubungan Panjang-Bobot Dan Faktor Kondisi Ikan Butana (Acanthurus mata) Yang Tertangkap Di Sekitar Perairan Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Umar, C., dan Kartamihardja, E. S. 2011. Hubungan Panjang – Berat, Kebiasaan Makan dan Kematangan Gonad Ikan Bilih (Mystaecoleucus
padangensis) Di Danau Toba Sumatera Utara. Pusat Penelitian
Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan. Ancol. Jakarta
Wargasmita, S. 2002. Ikan Air Tawar Endemik Sumatera Yang Terancam Punah (The freshwater fishes of endemic of Sumatra that threatened species). Jurusan Biologi dan Pusat Studi Biodiversitas & Konservasi FMIPA-UI. UI Depok, 16424..
Waryono., T. 2004. Ancaman Degradasi Kawasan Tadah Air dan Aspek
Pengelolaannya. Lokakarya Aliran Permukaan dan Pengendalian Banjir Sejak dari Sumbernya, Bogor.
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan di Lokasi Penelitian
Sungai Aek Alian Pengambilan Sampel Ikan Bilih
Pengukuran Sampel Ikan Bilih Ikan Bilih yang dikeringkan
Laporan 2. Alat Penelitian
Jala Ikan Timbangan Digital
GPS (Global Positioning System) Kertas Milimeter
Lampiran 3. Lanjutan Jenis
Kelamin
Panjang (mm)
(x) Bobot (gr)
x – x rata-rata
(x – xrata-rata)2
Jantan 1 2 3 4
111 10.6 -13.76 189.23
126 22 1.24 1.55
Lampiran 3. Lanjutan
Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih Betina Jenis Kelamin Panjang (mm)
Lampiran 3. Lanjutan
Jenis Kelamin Panjang (mm)
Lampiran 3. Lanjutan
Jenis Kelamin Panjang (mm)
Lampiran 3. Lanjutan
Jenis Kelamin Pajang (mm)
Lampiran 3. Lanjutan
Jenis Kelamin Panjang (mm)
(x) Bobot (gr) x – x rata-rata (x – xrata-rata)
2
Betina 1 2 3 4
Lampiran 3. Lanjutan
Lampiran 3. Lanjutan
Gabungan Panjang (mm)
(x)
Bobot (gr) x – x rata-rata
(x –x rata-rata)2
1 2 3 4
111 10.6 -16.41 269.15
126 22 -1.41 1.98