• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Toba - Kepadatan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) dan Pola Pertumbuhannya di Perairan Haranggaol Danau Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Toba - Kepadatan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) dan Pola Pertumbuhannya di Perairan Haranggaol Danau Toba"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Danau Toba

Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water)secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water) yang berarti perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, telaga dan sebagainya; dan perairan lotik (lotic water) yang berarti perairan yang berarus deras, misalnya sungai, kali, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

Ekosistem Kawasan Danau Toba adalah seluruh wilayah daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba mencakup daerah hulu (Sub DAS Hulu) dari DAS Sungai Asahan. Danau Toba merupakan hulu dari sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. Ekosistem Kawasan Danaua Toba terletak di dataran tinggi Bukit Barisan di Provinsi Sumatera Utara, secara geografis terdapat antara koordinat 2°10’ LU - 3°0’ LU dan 98°20’ BT - 99°50’ BT. Ekosistem Kawasan Danau Toba mencakup daratan pulau Sumatera (mengelilingi bagian luar Danau Toba) seluas 190.314 ha; daratan pulau Samosir seluas 69.280 ha dan luas permukaan air Danau Toba 112.959 ha (Nasutionet al,2010).

(2)

2.2 Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensisBlkr.)

Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) merupakan ikan endemik dan bernilai ekonomis penting di danau Singkarak, Sumatera Barat (Kottelat, M. et al. 1993). Sebagai ikan endemik, Danau Singkarak merupakan habitat asli dari ikan bilih (Febriani, 2010). Pada tahun 2002, ± 90% dari hasil tangkapan nelayan di Danau Singkarak adalah ikan bilih (Kartamihardja & Sarnita, 2008).

Klasifikasi ikan Bilih (Mystacoleucus padangensisBlkr.) menurut Sa’anin (1979) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinoidea Genus :Mystacoleucus

Spesies :Mystacoleucus padangensisBlkr.

Ikan bilih (M. padangensis) mempunyai kekuatan berkompetisi yang tinggi dalam memanfaatkan sumberdaya pakan yang ada di perairan tersebut, karena jenis pakan utama ikan bilih berbeda dengan jenis pakan utama ikan lainnya. Pakan utama ikan bilih adalah plankton (berupa fitoplankton dan zooplankton). Sedangkan pakan pelengkapnya berupa detritus dan potongan tumbuhan. Ada 43 jenis (genus) dari plankton yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan oleh ikan bilih. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi jenis pakan ikan bilih beragam. Di samping beragam, ikan bilih juga selektif memilih jenis pakannya. (Azhar, 1993).

(3)

jari-jari lemah berjum

umlah 8-9 buah. Pada garis sisi (linea laterali d sebanyak 35 buah dan di atas garis sisi sebany pai ekor daerah bawah berwarna putih keperak

sisi atau bagian punggung berwarna agak gela miliki sungut (Yonwarson, 1996).

ambar 1.Mystacoleucus padangensisBlkr. n penelitian yang telah dilakukan oleh Azhar (

umum ikan bilih jantan berukuran lebih kecil bilih jantan pertama kali matang gonad pada ke s panjang 53,00-57,00 mm sampai pada kelas kan ukuran panjang ikan jantan yang paling

r kelas panjang tersebut ikan bilih jantan be puan reproduksinya. Sedangkan pada ikan bilih

i dicapai pada ukuran panjang 62,00-67,00 mm oduktif untuk ikan bilih betina melakukan reproduksi

62,00-67,00 mm sampai pada kelas panjang 80,00 g ini, ikan bilih betina belum bias atau berkura lam setahun ikan bilih dapat memijah lebih da

da musim.

populasi dan stok ikan tidak hanya terjadi aki ntensitas penangkapan, juga diperkirakan seba

roduksi dan perubahan ketersediaan makanan. nan ikan menjadi salah satu komponen dup ikan akan mempengaruhi dalam prose

(4)

2.3 Siklus Hidup Ikan Bilih

Ikan bilih melakukan reproduksi atau pemijahan dengan mengikuti aliran air di sungai yang bermuara di danau. Induk jantan dan betina beruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus berkisar antara 0,3-0,6 m/detik dan kedalaman antara 10-20 cm. Habitat pemijahan adalah perairan sungai yang jernih, dengan suhu air relatif rendah, berkisar 24,0-26,0°C, dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir (Sinaga, 2011).

Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hampir serupa dengan induk. Beberapa bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya perubahan tadi hanya merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan kemontokan ikan. Selain itu terdapat pula perubahan yang bersifat sementara misalnya perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad. Perubahan-perubahan itu dinamakan pertumbuhan allometrik atau heterogenik. Apabila pada ikan terdapat perubahan terus menerus secara proporsionil dalam tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometrik atau isogenik (Effendie, 2002).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampai di habitat pemijahan, betina melepaskan telur dan bersamaan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur. Telur yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam di dasar sungai (di kerikil atau pasir) untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau. Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi pada suhu air antara 27,0-28,0°C dan larva berkembang di danau menjadi dewasa (Sinaga, 2011).

(5)

2.4 Hubungan Panjang-Berat

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Dengan melakukan analisa hubungan panjang berat ikan tersebut maka pola pertumbuhan ikan dapat diketahui. Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh ikan tersebut gemuk atau kurus (Effendie, 1997).

Menurut Febriani (2010), ikan bilih jantan yang diperoleh mempunyai kisaran ukuran panjang yang lebih sempit dibanding ikan betina, namun mempunyai berat yang lebih besar. Menurut Raharjo et all., (2011), pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intrinsik (dalam) dan faktor ekstrinsik (luar).

Faktor intrinsik adalah faktor yang timbul dari dalam diri ikan itu sendiri, meliputi

antara lain sifat keturunan, umur/ukuran, ketahanan terhadap penyakit dan

kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor ekstrinsik meliputi sifat fisik dan

kimiawi perairan serta komponen hayati seperti ketersediaan makanan dan kompetisi.

2.5 Tingkat Kematangan Gonad

Menurut Sjafei dkk. (1992) perkembangan gonad dipengaruhi oleh faktor dalam (jenis ikan, hormon) dan faktor luar (suhu, pakan, intensitas cahya, pH, nitrogen dan metabolitnya, alkalinitas, kesadahan dan zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan diperairan). Faktor luar yang sering mendapat perhatian khusus untuk memacu perkembangan gonad adalah pakan. Menurut Kham (1998), Pada tahap perkembangan gonad sebagian besar metabolisme tertuju kepada gonad sehingga gonad akan mengalami perubahan histologik, morfologik, berat dan volume yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan tingkat kematangan gonad.

2.6 Perbandingan Jenis Kelamin (Sex Ratio)

(6)

mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie, 1997).

2.7 Faktor Fisik Kimia Perairan 2.7.1 Faktor Fisik Perairan

Pengukuran faktor lingkungan abiotik dalam studi ekologi penting dilakukan untuk mengetahui faktor yang besar pengaruhya terhadap keberadaan dan kepadatan populasi. Faktor lingkungkungan abiotik secara garis besar dapat dibagi atas faktor fisik dan kimia. Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air sehingga faktor fisik tersebut sering diukur di dalam studi ekologi perairan (Suin, 2002).

2.7.1.1 Suhu

Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak langsung terhadap kelarutan CO2yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O2yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan laut (Sitorus, 2009).

Menurut hukum Vant Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10°C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkat laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat, meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 2004).

(7)

penting karena dua lapisan memiliki sifat yang berbeda; lapisan bawah berisi DO lebih rendah dan lebih banyak nutrisi dari pada permukaan. Danau tropis yang dalam umumnya mengalami pembagian suhu sepanjang tahun (Arnel, 2002).

2.7.1.2 Intensitas Cahaya

Intensitas merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran ikan. Intensitas cahaya bagi organisme akuatik berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Apabila intensitas cahay berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air makin berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme untuk metanolisme (Barus, 1996). Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai kesatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan (Nybakken, 1992).

2.7.1.3 Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting dalam kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentifikasikan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton (Barus, 2001).

(8)

2.7.1.4 TSS(Total Supended Solid)

Zat padat tersuspensi (Total Supended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik. Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Sihombing, 2011).

Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 m) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter 0,45 m. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air, hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan, secara langsung TDS yang tinggi dapat menggangu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh ingsang (Sitorus, 1991).

2.7.1.5 TDS(Total Dissolved Solid)

Total Dissolved Solid merupakan jumlah kandungan zat padat terlarut dalam air juga mempengaruhi penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam badan perairan. Jika nilai TDS tinggi maka penetrasi cahaya akan bekurang, akibatnya proses fotosintesis juga akan berkurang yang akhirnya mengurangi tingkat produktifitas perairan (Sastrawijaya, 2000).

2.7.2 Faktor Kimia Perairan 2.7.2.1 pH (potential of Hydrogen)

(9)

pH merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam air. Biasanya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H, pH sangat penting sebagai parameter kualitas air, karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahui nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air (Rifai & Nasution, 1993).

Menurut Barus (2004), organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa. Nilai pH yang terlalu asam atau basa berbahaya bagi kelangsungan hidup plankton karena akan menyebabkan berbagai gangguan metabolisme dan respirasi. Toleransi organisme terhadap pH dibedakan menjadi stenion, yaitu organisme yang mempunyai toleransi sempit terhadap fluktuasi pH, dan euryion, yaitu organisme air yang mempunyai toleransi luas terhadap fluktuasi pH.

2.7.2.2 DO (Dissolved oxygen)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam suatu perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).

Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/L O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

(10)

hidup di air, karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan (Wardhana, 1995).

2.7.2.3 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam memecah bahan organik. Pengurairan organik melalui proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995). Dalam proses oksidasi secara biologis ini tentu saja dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi secara kimiawi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya organisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutukan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004).

2.7.2.4 COD(Chemical Oxygen Demand)

COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bias diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

Badan air yang memiliki COD > 10 ppm sangat mempengaruhi keberadaan dan kehidupan organisme perairan yang bersifat aerob, diantaranya adalah jenis ikan, karena sulitnya akan memenuhi oksigen. COD perairan yang dianggap baik bagi kehidupan organisme air (ikan) berkisar 1-5 ppm (Fardias, 1992).

2.7.2.5 Amoniak

(11)

ppm (Sylvester, 1958)dalamkham (1998), sedangkan Pescod (1973)dalamkham (1998) menyatakan kriteria perairan di daerah tropis kandungan amonia tidak lebih dari satu ppm.

Produk penguraian karbohidrat dianggap tidak mempunyai masalah yang serius bagi ekosistem periaran, karena berbagai jenis bakteri dan jamur dapat mengkonsumsinya. Yang dapat menimbulkan masalah adalah produk dari penguraian zat nutrisi lemak dan tertama protein yang berupa amonium (NH4+) atau amoniak (NH3). Dari hasil penelitian diketahui bahwa keseimbangan antara amonium dan amoniak didalam air sangat dipengaruhi oleh nilai pH air (Baur, 1987; Borneef 1982dalamBarus, 2004).

2.7.2.6 Fosfat

Referensi

Dokumen terkait

Studi Evaluasi Program Pen- didikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak..

Meskipun berasal dari software yang sama namun jenis file csv memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan jenis file xlsx jika dilihat dari

[r]

Jika anda ingin menjadi seorang blogger profesional, anda harus memiliki keahlian di tema blog anda, jika anda memiliki keahilian di bidang teknologi, anda dapat memposting

Pemanfaatan pelayanan antenatal care oleh ibu hamil merupakan manifestasi dalam upaya mencegah dan menanggulangi adanya penyakit atau gangguan yang dapat membahayakan

Metode ekstraksi daun surian menggunakan Microwave Assisted Extraction (MAE) yang optimum adalah dengan waktu 3 menit, rasio 1 :12 (m/v), konsetrasi etanol 56% dan daya 100

6) Tingkat depresi sebelum dilakukan terapi senam aerobik low impact Hasil tingkat depresi sebelum dilakukan terapi senam aerobik low impact, responden dengan kategori

Website Pemesanan obat yang penulis buat ini, diharapkan website ini dapat membantu dan mempermudah pelanggan untuk mencari informasi tentang obat, serta mempermudah dalam