• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Batu Apung (Pumice)

Batu apung adalah salah satu jenis agregat yang berasal dari alam, biasanya berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan terendapkan di dalam lapisan tanah selama bertahun-tahun. Batu apung adalah batuan alam yang berwarna terang,

mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat.

Gambar 2.2. Batu Apung

Batu apung memiliki densitas yang sangat kecil (<1 g/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki oleh batu apung antara lain: densitas 9,8 g/cm3, daya serap air 21 %, dan kuat tekan 30 MPa . Adapun kandungan komposisi kimia yang terdapat dalam batu apung diperlihatkan pada tabel 2.1. Dari tabel ini terlihat bahwa komposisi dominan dari batu apung berturut-turut adalah sebagai berikut : SiO2, Al2O3, K2O, Na2O dan Fe2O3, sedangkan senyawa lainnya relative kecil (<2%). Batu apung dapat digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan batako ringan, kerena mempunyai porositas tinggi, densitas rendah, isothermal tinggi, dan tahan terhadap goncangan gempa, (Juwairiah, 2009).

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Batu Apung

Komposisi % berat SiO2 59 Al2O3 16,60 Fe2O3 4,80 CaO 1,80 Na2O 5,2 K2O 5,40 MgO 1,80 LOI 1,60 Sumber : Juwairiah, 2009

2.4. Semen

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi semen non hidrolik dan hidrolik .

Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen penzzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen Portland ponzzoland, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.

( Mulyono,T. 2007)

Semen Portland adalah material yang mengandung paling tidak 75% kalsium silikat (3CaO.SiO2 dan 2CaO.SiO2), sisanya tidak kurang dari 5% berupa Al silikat, Al ferit silikat, dan MgO. Pada tabel 2.2, ditunjukkan komposisi kimia komponen yang ada di dalam semen portland.

Tabel 2.2. Komposisi Utama Semen Portland

Nama Kimia Rumus Kimia Singkatan % berat

Tricalcium Silicate 3CaO.SiO2 C3S 50

Dicalcium Silicate 2CaO.SiO2 C2S 25

Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetracalcium Aluminoferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8

Gypsum CaSO4.H2O CSH2 3,5

Sumber : Simbolon, T. 2007

Untuk menghasilkan semen Portland, bahan kapur dan lempung dibakar sampai meleleh sebahagian untuk membentukan klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai.

Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) membagi semen Portland menjadi lima jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu:

• Tipe I, semen Portland yang dalam penggunaanya tidak memerlukan persyratan khusus seperti jenis-jenis lainnya.

• Tipe II, semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

• Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.

• Tipe IV, Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah.

• Tipe V, Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.( Muliyono,T. 2007)

2.5. Pasir.

Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya.

Pada pembuatan batako ringan ini digunakan pasir yang lolos ayakan kurang dari 5 mm (ASTM E 11-70) dan harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia (1982: 23) agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:

1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras. 2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.

3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5 % maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.

4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.

5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.

6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton. (Wijanarko, W. 2008)

2.6. Air

Air yang dimaksud disini adalah air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan–bahan yang dapat menurunkan kualitas batako. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut :

a. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak daripada.beton.

b. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.

c. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang. Air yang digunakan dalam proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton akan sulit untuk dikerjakan, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka kekuatan beton akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah beton mengeras.

2.7. Akustik

Penataan bunyi pada bangunan merupakan dua tujuan, yaitu untuk kesehatan

(mutlak) dan untuk kenikmatan (diusahakan). Penataan bunyi melibatkan empat elemen yang harus dipahami yaitu sumber bunyi (Sound source), penerima bunyi

(receiver), media dan gelombang bunyi (soundwave). Sumber bunyi dapat berupa benda yang bergetar, misalnya tali suara manusia, senar gitar, loudspeaker, tepuk tangan. Penerima bunyi dapat berupa telinga manusia maupun micropon. Media adalah sarana bagi bunyi untuk merambat, dapat berupa gas, zat cair, maupun zat padat. Tanpa media maka gelombang bunyi tidak akan dapat merambat dari sumber ke penerima bunyi.

Gelombang bunyi dapat merambat langsung melalui udara dari sumbernya ke telinga manusia. Selain itu, sebelum sampai ke telinga manusia, gelombang bunyi dapat juga terpantul–pantul terlebih dahulu oleh permukaan bangunan, menembus dinding atau merambat melalui bangunan. Perjalanan bunyi dari sumber ke telinga akan sangat menentukan karakter ( kualitas dan kuantitas)

bunyi tersebut. Oleh karena itu pengolahan jalan bunyi tadi menjadi sangat penting untuk mendukung pengolahan bunyi agar sesuai keinginan penerima bunyi. Pemilihan bentuk, orientasi dan bahan permukaan ruang akan menentukan karakter jalan bunyi yang kemudian juga menentukan karakter bunyi.

2.7.1. Bunyi (Sound)

Bunyi adalah gelombang getaran mekanik dalam udara atau benda padat yang masih bisa ditangkap telinga normal manusia dengan rentang frekuensi antara 20 – 20.000 Hz. Kepekaan telinga manusia terhadap rentang ini semakin menyempit sejalan dengan pertambahan umur. Bunyi udara (airbone sound)

adalah bunyi yang merambat lewat udara sedangkan bunyi struktur (structural sound) adalah bunyi yang merambat melalui struktur bangunan.

Kecepatan rambat bunyi (sound velocity) adalah kecepatan rambat bunyi pada suatu media, diukur dengan m/s. Kecepatan bunyi adalah tetap untuk kepadatan media tertentu, tidak tergantung frekuensinya. Untuk kemudahan kecepatan rambat bunyi diudara adalah 340 m/s.

Tabel 2.3 Kecepatan bunyi dan suhu suhu ( 0C) kecepatan (m/s) -20 319,3 0 331,8 20 343,8 30 349,6

2.7.2. Taraf Intensitas Bunyi.

Intensitas ambang pendengaran (I0) adalah Intensitas terkecil yang masih dapat menimbulkan rangsangan pendengaran pada telinga manusia adalah 10-12 W/m2, sedangkan intensitas terbesar yang masih dapat diterima telinga manusia tanpa sakit adalah 1 W/m2, yang disebut intensitas ambang pendengaran.

Taraf Intensitas bunyi adalah logaritma perbandingan antara intensitas bunyi dengan intensitas ambang pendengaran manusia. Secara matematis dapat dituliskan (Giancholi, 2001) : 0 log 10 I I = β (2.1) dimana : β = Taraf intensitas (db) I = Intemsitas bunyi (W/m2)

I0 = Intensitas ambang pendengaran (10-12 W/m2)

2.7.3. Kebisingan ( Noise)

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau gangguan. Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun syaraf terganggu. Ambang bunyi (threshold of audibility) adalah intensitas bunyi sangat lemah yang masih didengar telinga manusia, berenergi 10-12 W/m2. Ambang bunyi

ini disepakati mempunyai tingkat bunyi 0 dB. Ambang sakit (threshold of poin)

adalah kekuatan bunyi yang menyebabkan sakit pada telinga manusia, berenergi 1 x 10-12 W/m2.

Kriteria kebisingan ( Noise Criterion ; NC: disebut juga bunyi latar yang diperkenankan agar aktivitas tak terganggu) adalah tingkat kebisingan terendah yang dipersyaratkan untuk ruang tertentu menurut fungsi utamanya

Pengurangan kebisingan (Noise Reduction; NR) adalah pengurangan kekutan bunyi, diukur dalam dB. Kriteria pengurangan kebisingan (Noise Reduction Criteria; NRC) merupakan perhitungan rata-rata, dibulatkan ke bilangan terdekat 0,05, antara 250, 500, 1000, 2000 ( 125 dan 4000 tidak ikut dihitung). Informasi NRC biasanya menyertai papan akustik (Satwiko, P. 2008)

2.8. Karakteristik Bahan

Dokumen terkait