• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STRUKTUR PROSA NOVEL SANG PEMIMPI KARYA

2.1.2 Arai

Arai adalah sahabat Ikal yang selalu ada untuk Ikal. Arai selalu optimis dalam segala hal. Sikap optimisme Arai lah yang meyakinkan Ikal berani bermimpi besar. Arai masih bertalian darah dengan Ikal. Saat usianya masih kecil, ia sudah menjadi anak yatim-piatu karena ibunya meninggal saat hendak melahirkan adiknya, dan ayahnya ikut meninggal tak lama setelah kematian ibunya. Sejak saat itu Arai tinggal bersama Ikal, diasuh oleh orang tua Ikal. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (23) berikut.

(23) “Sesungguhnya, aku dan Arai masih bertalian darah. Neneknya adalah adik kandung kakekku dari pihak Ibu. Namun, sungguh malang nasibnya, ketika dia kelas satu SD, ibunya wafat saat melahirkan adiknya. Arai – baru enam tahun waktu itu – dan ayahnya gemetar di samping jasad sang Ibu yang memeluk bayi merah bersimbah darah. Anak-beranak itu meninggal bersamaan. Lalu, Arai tinggal berdua dengan ayahnya.Namun, kepedihan belum mau menjauhi Arai. Menginjak kelas tiga SD, ayahnya juga wafat. Arai menjadi yatim piatu, sebatangkara. Dia kemudian dipungut keluarga kami.’ (Hirata,2018: 18)

Sejak kecil, Arai sudah belajar menjadi orang yang tabah. Walau baru ditinggal mati oleh sang ayah, dan harus meninggalkan tempat kelahirannya, Arai langsung menguatkan dirinya sendiri. Saat Ikal dan Ayahnya datang menjemput Arai di gubuknya yang berada di hutan, dia langsung menabahkan hatinya untuk meninggalkan gubuknya. Ia tak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan. Ia langsung bersemangat menjalani hidupnya yang baru. Ia bersemangat menghadapi tantangan yang baru. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan (24), (25), dan (26).

(24) “.... Arai menengok ke belakang untuk melihat gubuknya terakhir kali. Wajahnya hampa. Lalu, dia berbalik cepat dan melangkah dengan tegap. Anak sekecil itu telah belajar menguatkan dirinya.” (Hirata, 2018 : 19)

(25) “.... Dia tersenyum penuh semangat. Agaknya dia juga bertekad memerdekakan dirinya dari duka mengharu biru yang membelenggunya seumur hidup. Dia telah berdamai dengan kesedihan dan siap menantang nasibnya. (Hirata,2018: 23)

(26) ““Dunia! Sambutlah aku...! Ini aku, Arai, datang untukmu...! ” pasti itu maksudnya” (Hirata,2018: 23)

Masa kecil nya yang harus menghadapi kenyataan pahit dengan kematian orang tuanya tidak membuat Arai tumbuh menjadi pribadi yang pemurung, justru sebaliknya, sikapnya yang tabah dan selalu semangat membuat ia menjadi pribadi yang periang. Bahkan dalam situasi yang membahayakan pun ia masih bisa bersenang-senang. Sikap periangnya terlihat pada suatu kejadian ketika mereka bersembunyi di sebuah peti ikan, menghindar dari kejaran Pak Mustar. Saat peti tersebut diangkat dan melewati pengamen ia malah gembira dan menjentikkan jemarinya mengikuti kerincing tamborin sambil tersenyum. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan (27) berikut.

(27) “Namun, aneh sekali tingkah Arai. Waktu peti melewati para pengamen, dia menjentikkan jemarinya mengikuti kerincing tamborin. Dia tersenyum. Aku mengerti bahwa baginya apa yang kami alami adalah sebuah petualangan yang asyik. Dia melirikku yang terjepit tak berdaya, senyumnya semakin girang” (Hirata,2018: 14)

Arai merupakan seorang yang kreatif, dan selalu punya banyak ide, yang disebut Ikal sebagai ide gila. Idenya lah yang menyelamatkan mereka lolos dari kejaran Pak Mustar, yaitu bersembunyi pada peti ikan seperti terdapat dalam kutipan (27) sebelumnya. Saat melihat Mak Cik Maryamah datang meminta beras kepada ibu

Ikal, ide Arai juga lah yang membuat Mak Cik Maryamah tak meminta-minta beras lagi. Arai bersama Ikal membelikan seluruh uang tabungannya untuk membeli terigu, gandum, dan gula, untuk dibuatkan kue oleh Mak Cik Maryamah, dengan demikian Arai bertujuan agar Mak Cik Maryamah berjualan kue sehingga Mak Cik Maryamah punya usaha dan mampu membeli beras. Hal tersebut tergambat dalam (Hirata,2018: 35-44).

Sikap kreatif Arai terkadang terwujud dalam kenakalannya. Saat Arai dan temannya mengaji, mereka sering dihukum Taikong Hamim dengan keras saat berbuat kesalahan. Arai yang tak terima dengan hukuman berniat membalas Taikong Hamim. Cara balas dendam yang dilakukannya kepada Taikong Hamim pun sangat kreatif, yaitu dengan cara mengucapkan amin dengan sangat tidak santun setiap kali Taikong Hamim yang menjadi imam shalat jamaah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan (28) berikut.

(28) “Setiap Taikong Hamim menjadi imam shalat jamaah dan tiba pada bacaan akhir Al-Fatihah: “Whalad dhooliin....”

“Arai langsung menyambut dengan lolongan seperti serigala mengundang kawin.

Aaamiiin... mmmiiin... mmmiiiiinnn...” (Hirata,2018: 52)

Kutipan (28) tersebut menggambarkan bagaimana kreatifnya seorang Arai, bahkan dalam membuat keonaran sekalipun. Dengan mengucapkan kata amin seperti kutipan di atas, Arai dapat terhindar dari hukuman Taikong Hamim.

Sikap Arai yang penuh semangat dibarengi juga dengan sikapnya yang optimis. Sikap optimisnya terlihat saat ia menceramahi Ikal terkait semangat Ikal yang menurun untuk bersekolah dan bekerja seperti terdapat dalam kutipan (20),(21),dan (22) sebelumnya. Sikap optimisnya juga terlihat saat ia berjuang keras mendapatkan cinta Nurmala, walaupun Nurmala tetap menolak cintanya. Arai tetap berjuang dan mengungkapkan sikap optimisnya kepada Ikal seperti terdapat dalam kutipan (29) berikut.

(29) ‘Tapi, bukan Arai namanya kalau tak berjiwa positif.’

“Nurmala ibarat melemparkan lumpur ke tembok itu” sambungnya optimis”

“Kau sangka tembok itu akan roboh dengan lemparan lumpur?” Tanyanya retoris”

“Tak akan! Lumpur itu akan membekas di sana, apa pun kulakukan, walaupun ditolaknya mentah-mentah akan membekas di hatinya,” kesimpulannya filosofis.” (Hirata,2018: 163)

Arai meyakini bahwa segala usaha yang dia lakukan untuk Nurmala pasti membekas di hati Nurmala, oleh karena itu ia tetap optimis dan berhasrat. Sikap penuh semangat dan optimisnya dibarengi juga dengan sikap ingin tahu yang tinggi sehingga Arai tumbuh menjadi seorang anak yang pintar. Kepintarannya terbukti karena setiap pembagian raport dia berada pada urutan ke-5 terbaik. Sifat ingin tahunya dapat dilihat dalam kutipan (30) dan (31) berikut.

(30) “Karena selalu ingin tahu dan terus bertanya, Arai berkembang menjadi anak yang pintar. Dia selalu ingin mencoba sesuatu yang baru” (Hirata,2018: 27)

(31) “Arai adalah orang yang selalu ingin tahu, ingin mencoba hal-hal baru, dia pembosan dan anti kemapanan.” (Hirata,2018: 232)

Arai adalah seoarang yang suka menolong, dan suka membuat kejutan. Ia merasa bahagia jika membahagiakan orang lain. Sikap suka menolongnya terlihat pada saat ia membantu Mak Cik Maryamah seperti dijelaskan sebelumnya. Arai suka membuat kejutan kepada Ikal dan Jimbron dengan kebaikan-kebaikan yang dia rahasiakan, seperti menaruh kuaci, permen gula merah, dan mainan di saku baju Ikal sewaktu kecil, menjahitkan sepatu Ikal yang sudah menganga, dan menjahit kancing baju Ikal yang lepas. Semua itu dia lakukan secara diam-diam, berharap tak ada yang tahu. Arai sangat suka menolong sahabat-sahabatnya terutama Ikal. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan (32) dan (33) berikut.

(32) “.... Dia mengejar layangan untukku, mengajariku berenang, menyelam, dan menjalin pukat. Sering ketika bagun tidur, aku menemukan kuaci, permen gula merah, dan mainan kecil dari tanah liat sudah ada di saku bajuku. Arai diam-diam membuatnya untukku.” (Hirata, 2018:26)

(33) “…. Aku sering melihat sepatuku menganga seperti buaya berjemur, tahu-tahu sudah rekat kembali, Arai diam-diam memakunya. Kancing bajuku yang lepas tiba-tiba lengkap lagi, tanpa banyak cincong, Arai menjahitnya. Jika terbangun malam-malam, aku sering mendapatiku telah berselimut, Arai menyelimutiku.” (Hirata,2018:160)

Sikapnya yang suka menolong dan membantu dibarengi juga dengan sikap setia kawannya. Arai bahkan sampai rela berkorban apa pun selama dia mampu demi sahabatnya. Hal ini diungkapkan oleh Ikal pada kutipan (34) berikut.

(34) “ Selama aku mengenal Arai, sejak kami masih sangat kecil dulu, satu hal utama dalam kepribadiannya adalah dia sangat setia kawan dan rela berkorban apa pun selama dia mampu demi kawan.” (Hirata, 2018: 182)

Sikapnya yang rela berkorban tersebut juga terlihat saat ia mewujudkan keinginan Jimbron yang sangat terbobsesi kepada kuda capo saat pertama kali melihatnya. Obesi tersebut sampai merubah Jimbron menjadi pribadi yang murung dan malas bekerja serta sekolah. Arai pun diam-diam membantu Jimbron mewujudkan obsesinya tersebut secara diam-diam. Arai rela membanting tulang bekerja di peternakan capo, tujuannya hanya satu agar bisa meminjam kuda dan membawanya kepada sahabatnya Jimbron, seperti terlihat dalam kutipan (35) berikut.

(35) “LUASNYA SAMUDRA dapat diukur, tapi luasnya hati siap sangka. Itulah hati Arai. Dua bulan, dia menyerahkan diri pada penindasan capo yang terkenal keras, semuanya demi Jimbron. Kerja di peternakan capo seperti kerja rodi. Karena itu, setiap pulang malam, dia langsung tertidur sebab dia remuk redam. Waktu dia mengatakan ingin jadi kuli bangunan di Gedong tempo hari, sebenarnya diam-diam dia melamar kerja pada capo dengan satu tujuan agar Jombron dapat mendekati Pangeran.” (Hirata, 2018: 193)

Dokumen terkait