• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aren sagu (Arenga microcarpa). Aren sagu adalah suatu jenis tumbuhan aren yang berbatang tinggi, sangat ramping dan berumpun banyak

Syarat Tumbuh Tanaman Aren

Tanaman Aren (Arenga pinnata) sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus, sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat (berlempung) dan berpasir. Tetapi tanah ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi (derajat keasaman tanah terlalu asam) (Soesono, 1991).

Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 mdpl. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m dan lebih dari 800 m, tanaman aren tersebut dapat tumbuh tetapi produksi buahnya kurang memuaskan (Soesono, 1991).

Banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada tumbuhnya tanaman aren. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun. Faktor lingkungan tumbuhnya juga berpengaruh. Daerah-daerah perbukitan yang lembab, dimana di sekelilingnya banyak tumbuh berbagai tanaman keras, tanaman aren dapat tumbuh dengan subur. Dengan demikian tanaman ini tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari (Sunanto, 1993).

Potensi Tanaman Aren (Arenga pinnata)

Tanaman aren memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial. Buahnya dapat dibuat kolang-kaling yang digemari oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Daunnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan dan bisa juga sebagai atap, sedangkan akarnya dapat dijadikan bahan obat-obatan. Dari batangnya dapat diperoleh ijuk dan lidi yang memiliki nilai ekonomis. Selain itu, batang usia muda dapat diambil sagunya, sedangkan pada usia tua dapat dipakai sebagai bahan furnitur. Namun dari semua produk aren, nira aren yang berasal dari lengan bunga jantan sebagai bahan untuk produksi gula aren adalah yang paling besar nilai ekonomisnya. Dalam gambar pohon industri (Gambar 1) adalah beberapa produk turunan dari aren yang berpotensi untuk dikembangkan (Bank Indonesia, 2008).

Gambar 1 Produk Turunan dari Tanaman Aren. Sumber : Bank Indonesia, 2008

Aren Akar Batang Arak Akar

Industri Alat Rumah Tangga/Bangunan Industri

Obat

Sagu Industri Makanan

Industri Lem Daun Industri Rokok Industri Botol Bunga Nira Industri Makanan dan Minuman Kolang-Kaling Gula Aren

Potensi/manfaat yang dapat dihasilkan dari tanaman aren (Arenga pinnata) ini, yaitu :

a. Gula Merah dan Gula Semut

Penyadapan Nira

Gula merah aren dibuat dari tanaman aren. Nira ini dihasilkan dari penyadapan tonggol (tandan) bunga jantan. Jika yang disadap tonggol bunga betina, maka akan diperoleh nira yang tidak memuaskan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Setiap tongkol bunga jantan dapat disadap selama 3-4 bulan, yaitu sampai tongkolnya habis atau mengering. Nira hasil sadapan selama periode ini, mula-mula jumlahnya sedikit kemudian jumlahnya meningkat sampai pertengahan masa sadap dan akhirnya kembali jumlahnya sedikit. Satu tongkol bunga dapat menghasilkan 4-5 liter nira (dua kali penyadapan), tergantung dari tingkat kesuburan pohon aren tersebut (Sunanto, 1993).

Untaian-untaian bunga jantan lebih pendek dari untaian-untaian bunga betina. Untaian buang jantan panjangnya hanya sekitar 50 cm, untaian bunga betina panjangnya dapat mencapai 175 cm. Persiapan penyadapan merupakan kegiatan yang sangat penting agar dapat memperoleh nira yang cukup banyak dan lama penyadapannya dapat lebih lama. Kegiatan ini terdiri dari pembersihan tandan, bunga dan memukul-mukul tandan. Pembersihan tandan dilakukan jika bunga jantan belum pecah kulitnya, yaitu dengan membersihkan ijuk yang ada di sekitar tandan dan sekaligus membuang (menghilangkan) dua pelepah daun yang berada di atas dan di bawah tandan bunga. Pembersihan ini dilakukan agar lebih mudah melakukan penyadapan.

Setelah di sekeliling tandan bersih, kemudian tandan diayun-ayunkan dan dipukul-pukul agar dapat memperlancar keluarnya nira melalui pembuluh kapiler (pembuluh phloem). Pemukulan dilakukan dengan kayu secara ringan (tidak terlalu keras) dan tandan jangan sampai terluka. Pengayunan dan pemukulan tersebut dilakukan berulang-ulang selama tiga minggu dengan selang waktu dua hari. Untuk melihat apakah bunga jantan yang sudah diayun dan dipukul itu sudah atau belum menghasilkan nira, maka tandan ditoreh (dilukai) jika torehan belum mengeluarkan cairan, maka tongkol perlu diayun-ayunkan dan dipukul-pukul lagi. Jika torehan sudah mengeluarkan cairan, maka sudah siap disadap niranya. Kemudian tandan bunga dipotong tepat pada torehan tersebut dengan sabit atau parang yang tajam. Setelah tandan dipotong, kemudian diletakkan sebuah bumbung bambu yang khusus dibuat untuk menampung nira di bawah tandan yang dipotong, atau ujung tandan yang sudah dipotong masuk sedikit dalam mulut bumbung. Agar kedudukan bumbung tersebut kuat, maka bumbung harus diikat dengan batang pohon aren atau pangkal tandan.

Penyadapan nira dilakukan 2 kali sehari (dalam 24 jam). Penyadapan pada sore hari, nira yang tertampung diambil pada pagi hari, dan penyadapan pagi hari niranya diambil pada sore hari. Setiap mengganti bumbung, tandan tempat keluarnya nira harus diiris tipis agar saluran atau pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar secara lancar. Setiap tandan bunga jantan dapat disadap selama 3-4 bulan, yaitu sampai tandannya habis atau mengering.

Nira hasil sadapan selama periode ini, mula-mula jumlahnya sedikit, kemudian jumlahnya meningkat sampai pertengahan masa sadap, dan akhirnya kembali jumlahnya sedikit. Satu tongkol bunga dapat menghasilkan 4-5 liter nira

per hari (dua kali penyadapan), tergantung dari tingkat kesuburan pohon aren. Jika pertumbuhannya subur, dapat tumbuh beberapa tongkol bunga jantan dan betina secara serentak. Pohon seperti ini dapat lebih menguntungkan karena pada satu pohon dapat disadap beberapa tongkol bunga jantan setiap harinya. Karena banyaknya nira, maka bumbung sebaiknya dibuat dari bambu jenis petung atau ori. Nira aren segar lebih jernih dan sedikit lebih kental jika dibandingkan dengan nira kelapa segar.

Pembuatan Gula Merah

Nira mempunyai sifat mudah menjadi asam karena adanya proses fermentasi oleh bakteri Saccharomyces sp. Oleh karena itu nira harus segera diolah setelah diambil dari pohon, paling lambat 90 menit setelah dikeluarkan dari bumbung. Nira dituangkan sambil disaring dengan kasa kawat yang dibuat dari bahan tembaga, kemudian diletakkan di atas tunggu perapian untuk segera dipanasi (direbus). Pemanasan ini berlangsung selama 1-3 jam, tergantung banyaknya (volume) nira. Pemanasan tersebut sambil mengaduk-aduk nira sampai nira mendidih. Buih-buih yang muncul di permukaan nira yang mendidih dibuang, agar dapat diperoleh gula aren yang berwarna tidak terlalu gelap (hitam), kering dan tahan lama. Pemanasan ini diakhiri setelah nira menjadi kental dengan volume sekitar 8%. Proses produksi gula cetak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu langsung dari nira aren atau dari gula semut reject. Proses produksi gula cetak yang menggunakan nira aren biasanya hanya dilakukan di tingkat pengrajin. Sedangkan, di tingkat industri, gula cetak diproduksi dari gula semut reject yaitu gula semut yang menggumpal dan tidak lolos ayakan.

Meskipun demikian, secara garis besar proses produksinya tidak ada perbedaan. Proses produksi dimulai dari penyadapan nira, pemasakan nira, pengadukan dan pencetakan gula aren. Penyadapan nira aren biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum menyadap, lodong atau bambu penampung diberi sedikit air kapur pada dasarnya yang bertujuan untuk mengurangi resiko rusaknya nira aren akibat pembiakan organisme mikro.

Nira hasil sadapan pagi disaring menggunakan ijuk dari pohon aren kemudian dituang di kuali dan dimasak hingga matang agar menjadi gula cetak setengah jadi kemudian disimpan. Tujuan memasak nira sebelum disimpan adalah untuk menjaga daya tahan, karena nira aren mentah hanya tahan 3 jam. Nira yang disadap sore, kemudian dicampur dengan nira pagi yang sudah dimasak untuk kemudian dimasak bersama. Dalam pemasakan nira ini, juga perlu ditambahkan minyak goreng atau minyak kelapa sebanyak 10 gram untuk tiap 25 liter nira. Pada proses memasak, sesekali dilakukan pengadukan. Setelah memasuki fase jenuh yang ditandai dengan terbentuknya buih, pengadukan dilakukan lebih sering hingga nira aren menjadi pekat. Pada fase ini juga dilakukan pembersihan dari buih dan kotoran halus. Kemudian gula aren dicetak di dalam cetakan dari kayu. Sebelum digunakan, cetakan tersebut terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan air kapur dan merendamnya dengan air bersih untuk memudahkan pelepasan gula aren nantinya. Lama pemasakan nira aren hingga dicetak adalah 3-4 jam (Bank Indonesia, 2008).

Untuk memperoleh gula aren yang berkualitas tinggi sangat tergantung pada kualitas nira yang diproses. Menurut Joseph et al (1994), nira yang disadap pada pagi hari memiliki pH yang lebih rendah daripada nira yang ditampung pada

sore hari. Nira yang disadap pada pada pagi hari kadar sukrosanya lebih rendah dari nira yang disadap sore hari. Hal ini karena siang hari penguapan lebih besar dari pada malam hari. Hasil analisis Joseph et al (1994) mengungkapkan bahwa perlakuan terhadap penampungan berpengaruh nyata terhadap kadar sukrosa nira yang disadap pada sore hari, tetapi tidak berpengaruh nyata pada sukrosa yang disadap pada pagi hari. Nira yang digunakan pada bahan baku gula sebaiknya di atas 12 persen (Rachman, 2009).

Gambar 2 Diagram Alur Proses Produksi Gula Aren Cetak dan Gula Semut oleh Pengrajin

Sumber : Rachman, 2009 Nira Aren

Penyaringan (membersihkan dari kotoran kasar)

Pemasakan (ditambah minyak kelapa) serta pembersihan dari buih dan kotoran halus

Pekatan nira (peet) Pencetakan dalam kojor Gula Cetak Pendinginan Didinginkan 10 menit tanpa diaduk Pengadukan Pensterilan Pengadukan Dipercepat

Kekhasan gula merah (aren dari segi) kimianya dibandingkan dengan gula lainnya adalah bahwa gula aren mengandung sukrosa lebih tinggi (84%) dibandingkan dengan gula tebu (20%) dan gula bit (17%). Dari segi kandungan gizinya, gula aren mengandung protein, lemak, kalium dan fosfor yang lebih tinggi dibandingkan dengan tebu dan gula bit (Rumukoi, 1990). Demikian juga jika dibandingkan dengan nira dari pohon kelapa, nira aren lebih manis dan aromanya lebih menyengat. Banyak keunggulan gula aren dibandingkan dengan gula kelapa, diantaranya adalah (Dyanti, 2002) kadar gula pereduksinya lebih rendah (10,31% vs 11,72%) sehingga hasil gulanya menjadi lebih keras dan kering dan kadar sukrosa gula aren juga lebih tinggi (Rachman, 2009).

Pembuatan Gula Semut

Proses produksi gula semut hampir sama dengan gula cetak, perbedaannya adalah gula aren semut proses pemasakan lebih lama dibandingkan pada gula aren cetak. Setelah nira aren yang dimasak berubah menjadi pekat, api kemudian dikecilkan. Setelah 10 menit, kuali diangkat dari tungku dan dilakukan pengadukan secara perlahan sampai terjadi pengkristalan.

Setelah terjadi pengkristalan, pengadukan dipercepat hingga terbentuk serbuk kasar. Serbuk yang masih kasar inilah yang disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas 5%. Gula semut setengah jadi dari pengrajin terlebih dahulu digiling dengan mesin penggiling untuk menghaluskan gula yang masih menggumpal. Setelah penggilingan, gula aren semut diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah

3%. Untuk memperoleh tiga tingkat kehalusan tersebut, gula yang sudah digiling diayak dengan ayakan dari ukuran yang paling besar terlebih dahulu, yaitu 10 mesh. Gula semut yang tidak lolos pada ayakan disebut dengan gula reject. Gula

reject tersebut kemudian dimasak kembali hingga meleleh dan mengental untuk

dibentuk menjadi gula cetak.

b. Pembuatan Tuak dan Cuka

Di banyak daerah di Indonesia, nira difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit (Wikipedia, 2009).

Nira aren yang manis jika dibiarkan masih tetap di dalam bumbung bambu akan mengalami proses fermentasi, karena di dalam nira terdapat bakteri

saccharomyces tuac. Nira yang sudah mengalami fermentasi ini disebut dengan

tuak yang mempunyai kadar etanol 4%. Tuak ini dijadikan lebih kental dan berwarna putih seperti susu encer, mempunyai rasa sedap agak sepet dan tidak pahit. Agar kadar alkoholnya dapat meningkat maka tempayan tersebut ditutup rapat sehingga oksigen dari udara luar tidak masuk. Jika proses fermentasi tersebut dibiarkan berlangsung terus, akan terbentuk asam cuka yang rasanya asam (Sunanto, 1993).

c. Kolang-Kaling

Kolang-kaling (buah atap) adalah nama cemilan kenyal berbentuk lonjong dan berwarna putih transparan dan mempunyai rasa yang menyegarkan. Kolang kaling yang dalam kolang-kaling, para pengusaha kolang kaling biasanya membakar buah aren sampai hangus, kemudian diambil bijinya untuk direbus selama beberapa jam. Biji yang sudah direbus tersebut kemudian direndam dengan larutan air kapur selama beberapa hari sehingga terfermentasikan. Kolang-kaling memiliki kadar air sangat tinggi, hingga mencapai 93,8% dalam setiap 100 gram-nya. Kolang kaling juga mengandung 0,69 gram satu gram dan serat kasar 0,95 gram. Selain memiliki rasa yang menyegarkan, mengkonsumsi kolang kaling juga membantu memperlancar kerja saluran cerna manusia. Kandungan karbohidrat yang dimiliki kolang kaling bisa memberikan rasa kenyang bagi orang yang mengkonsumsinya, selain itu juga menghentikan nafsu makan dan mengakibatkan konsumsi makanan jadi menurun, sehingga cocok dikonsumsi sebagai makanan diet (Wikipedia, 2009).

Tiap biji buah tanaman aren mengandung 3 biji buah, yang bentuk bijinya jika sudah tua seperti biji salak yang mendekati bentuk satu siung umbi bawang putih, kulit bijinya berwarna hitam kecoklat-coklatan dan keras. Buah aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning ; inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lunak. Dari inti biji buah aren setengah masak itu dapat dibuat kolang-kaling.

d. Tepung Aren

Tanaman aren yang sudah disadap atau berumur tua, batang pohonnya sudah tidak mengandung pati/tepung. Pengusaha tepung aren sudah berpengalaman dalam meramalkan atau menduga banyak sedikitnya tepung aren yang terkandung dalam batang suatu tanaman aren.

e. Pemanfaatan Batang dan Limbah Batang

Batang

Tanaman aren yang berumur tua, ditandai dengan tumbuhnya bunga yang dekat dengan permukaan tanah tempat tanaman aren tumbuh. Dari batang tanaman ini dapat diproduksi berbagai macam barang, baik barang untuk bangunan maupun peralatan rumah tangga. Kayu batang tanaman aren sangat keras dan kuat. Kayu batang pohon tanaman aren yang sudah berumur tua dapat digunakan sebagai bahan bangunan seperti misalnya : kusen-kusen, pintu dan jendela, talang air dan lain sebagainya.

Pemanfaatan Limbah Batang

1. Ampas serbuk, limbah serbuk yang diperoleh dari serbuk yang sudah diambil tepungnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan. Serbuk tersebut dapat dipisahkan menjadi tiga macam yaitu serbuk-serbuk kecil, serbuk-serbuk besar dan serat-serat panjang. Secara sederhana, keseluruhan serbuk tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, pupuk organik pada tanaman dan dapat memperbaiki struktur tanah

2. Kulit batang, dapat digunakan sebagai bahan bakar sehingga mempunyai nilai ekonomi jika dijual. Sebagai kulit batang pada pangkal batang tanaman aren sangat keras karena umumnya lebih tua dari pada batang bagian atas. Kulit

batang yang keras ini dapat digunakan untuk membuat tangkai kampak, tangkai cangkul dan lainnya.

Dokumen terkait