• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asam lemak bebas (ALB) merupakan parameter awal yang menentukan kerusakan CPO. Tandan buah segar (TBS) mengandung enzim lipolitik yang dapat menghidrolisa trigliserida membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Secara alami, hidrolisa terjadi secara biokimia ketika tandan dipisahkan dari pohon sawit.

Reaksi hidrolisis trigliserida : O CH2 O C R CH2 OH O O CH O C R + 3 H2O CH OH + 3 R C OH O CH2 O C R CH2 OH

Trigliserida Gliserol Asam lemak

Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3 molekul asam lemak. Asam-asam lemak termasuk asam lemak esensial yang dapat mencegah timbulnya gejala arteriosclerosis karena penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol (Yazid, 2006).

Asam-asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama. Sifat trigliserida tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini tergantung pada panjang rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air.

Sebaliknya, semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan menyebabkan titik leleh yang lebih tinggi. Asam-asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai serupa. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit adalah asam palmitat, yang merupakan asam lemak jenuh, dan asam oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (Pahan, 2006).

Minyak terdapat dalam vakuola sel dan enzim terdapat pada sitoplasma, yaitu lapisan yang mengelilingi vakuola sel. Ketika tandan dilepaskan dari pohon maka enzim akan mulai bereaksi menghasilkan asam lemak bebas, biasanya hanya dibawah 1%. Namun, ketika ada gesekan atau gerakan, misalnya transportasi, sitoplasma dapat rusak sehingga enzim mengalami kontak dengan minyak.

Enzim ini dapat diinaktifkan dengan panas, yaitu proses sterilisasi pada suhu 55°C selama 90 menit di PKS. Proses ini diharapkan dapat menghambat kenaikan ALB bukan memperbaiki ALB.

Pengaruh mikroba juga dapat mempercepat naiknya ALB. Bahkan, jika TBS terkontaminasi mikroba, selain hidrolisa juga terjadi oksidasi trigliserida. Akibatnya, asam lemak bebas minyak akan naik, berbau tengik dan menurunkan nilai kejernihannya. Sterilisasi tidak dapat menghentikan oksidasi yang reaksinya relatif cepat.

Agar memperoleh CPO dengan kadar asam lemak minimal, selain transportasi yang cepat dan hati-hati, yang paling penting adalah lama waktu antara panen dengan proses pengolahan. Jika digunakan siklus panen 7 hari, maka TBS harus diolah sebelum 3 ½ hari, atau semakin cepat TBS diolah maka akan semakin baik.

Penanganan TBS ketika di PKS juga harus diperhatikan. Pengisian TBS ke lori sterilisasi sangat menentukan kualitas CPO yang dihasilkan. Mengingat mikroba juga berperan aktif dalam kenaikan ALB, maka diusahakan penanganan TBS dengan higinitas dan sanitasi yang baik. Misalnya tidak meletakkan TBS di tempat yang kotor atau terkontaminasi (Siahaan, 2008).

Pembentukan ALB terutama terjadi selama buah belum diolah. Walaupun buah yang mentah akan menghasilkan minyak berkadar ALB yang rendah, namun kadar minyak yang dihasilkannya juga ikut rendah. Produksi ALB pada CPO

dipengaruhi oleh keaktifan enzim lipase untuk menghidrolisis asam lemak. Minyak sawit yang bermutu baik adalah yang berkadar ALB rendah dan mempunyai daya pemucatan yang tinggi.

Untuk memperoleh minyak sawit dengan daya pucat yang tinggi, oksidasi harus ditekan serendah-rendahnya. Sedangkan pada penyimpanan, baik kadar ALB maupun daya pemucatan tersebut hendaklah dapat dipertahankan cukup lama tanpa banyak berubah.

Karena buah sawit sendiri mengandung zat-zat antioksidan, seperti tokoferol dan sterol, minyak sawit kasar (CPO) akan lebih tahan terhadap oksidasi pada waktu penyimpanan dibandingkan dengan minyak sawit yang telah dirafinasi (dimurnikan). Namun karena oksidasi dapat dikatalisis oleh logam, terutama logam tembaga dan besi, maka untuk menghasilkan minyak sawit dengan tingkat oksidasi rendah supaya tahan lama disimpan, pada pengolahan dan penyimpanannya agar memakai logam baja tahan karat (stainless steel) dan tidak memakai alat yang terbuat atau dilapisi tembaga (Mangoensoekarjo, 2003).

Semakin banyak kandungan air dan tercapainya kondisi optimum reaktif enzim maka semakin tinggi juga kandungan asam lemak bebas pada CPO. Untuk menghindari kondisi ini, maka diperlukan penanganan TBS yang efisien, efektif dan benar. Kadar air pada CPO merupakan penentu parameter standar lain.

Semakin banyak kandungan air pada CPO maka akan mempercepat hidrolisa trigliserida, memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba dan mempengaruhi densitas CPO, dan merangsang reaksi kontaminasi lain seperti logam. Oleh karena itu, kadar air pada CPO harus diusahakan sesuai dengan standar (Siahaan, 2008).

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit

Asam lemak Jumlah atom C Minyak sawit (%)

1. Asam lemak jenuh - Oktanoat - Dekanoat - Laurat - Miristat - Palmitat - Stearat

2. Asam lemak tidak jenuh - Oleat - Linoleat 8 10 12 14 16 18 18 18 - - 1 1 – 2 32 – 45 2 – 7 38 – 50 5 – 14 (Sumber : Fauzi, 2008)

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :

a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.

b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.

c. Adanya mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) yang dapat hidup pada suhu dibawah 50°C.

d. Terjadinya reaksi oksidasi akibat kontak langsung antara minyak dan udara. e. Penumpukan buah yang terlalu lama.

f. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik (Tim Penulis, 2000).

Asam lemak bebas (ALB) merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan tidak berikatan lagi dengan gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena terjadinya

reaksi hidrolisis terhadap minyak yang akan menyebabkan ketengikan. Keberadaan ALB menjadi indikator kualitas minyak, semakin tinggi kadar ALB maka mutu minyak akan semakin rendah (Aji, 2010).

Hal-hal yang sering terjadi dan menyebabkan rusaknya kualitas minyak nabati. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal dalam pelaksanaan penyimpanan produk minyak nabati. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan minyak nabati, yaitu :

a. mencegah kerusakan kualitas akibat oksidasi

Langkah perusakan akibat oksidasi yaitu terbentuknya peroksida. Hal ini dipercepat oleh adanya peningkatan temperatur, desakan oksigen, bertambahnya kepekatan hasil oksidasi, dan katalisator logam oksidator. Sehubungan dengan keadaan tersebut, sangat disarankan melakukan seluruh aktivitas dengan temperatur serendah mungkin. Umumnya, minyak produksi didinginkan sampai temperatur sekitar 50-70°C.

b. mencegah kontaminasi oleh air dan kotoran

Kontaminasi oleh air sering disebabkan karena kebocoran pipa uap pemanas dalam tangki timbun. Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kontaminasi oleh hidrolisis. Kadar kotoran yang tinggi disebabkan oleh kurang bersihnya tangki timbun atau kurang baiknya proses atau peralatan pengolahan.

c. mencegah kontaminasi oleh jasad renik dan hidrolisis

Jasad renik, terutama ragi, jamur, dan beberapa bakteri sering kali menghasilkan enzim lipase. Proses hidrolisis biasa terjadi akibat aktivitas enzim lipase. Untuk mengurangi kegiatan enzim, penimbunan produk dilakukan pada temperatur sekitar 55°C (Pahan, 2006).

Dokumen terkait