ANALISA ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI CPO FRESH, CPO OUTSPEC, DAN CPO BLENDING DI PTPN III
PERDAGANGAN PKS SEI MANGKEI
TUGAS AKHIR
NIRMA PURBA 082409065
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISA ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI CPO FRESH, CPO OUTSPEC, DAN CPO BLENDING DI PTPN III
PERDAGANGAN PKS SEI MANGKEI
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
NIRMA PURBA 082409065
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISA ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI
CPO FRESH, CPO OUTSPEC, DAN
CPO BLENDING DI PTPN III PERDAGANGAN PKS SEI MANGKEI
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : NIRMA PURBA
Nomor Induk Mahasiswa : 082409065
Program Studi : D3 KIMIA INDUSTRI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juni 2011
Disetujui oleh
Program Studi D3 Kimia
Ketua, Dosen Pembimbing
(Dra. Emma Zaidar Nst., M.Si) (Sovia Lenny, S.Si., M.Si.) NIP : 195512181987012001 NIP : 197510182000032001
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
(Dr. Rumondang Bulan, MS.)
PERNYATAAN
ANALISA ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI CPOFRESH, CPO OUTSPEC, DAN CPO BLENDING DI PTPN III
PERDAGANGAN PKS SEI MANGKEI
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.
Tugas Akhir ini berjudul “Analisa asam lemak bebas (ALB) dari CPO fresh, CPO outspec, dan CPO blending di PTPN III Perdagangan PKS Sei Mangkei ”. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Jurusan Kimia Industri D3 Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak menemukan masalah, namun berkat bantuan dari semua pihak, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda M. Purba dan Ibunda S. Br saragih yang sangat penulis sayangi dan yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil, serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Ibu Sovia Lenny, S.Si.,M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan FMIPA USU Medan.
4. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst.,MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
5. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst.,M.Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Industri FMIPA USU yang telah banyak membimbing dan membantu dalam kelancaran studi penulis.
6. Bapak/Ibu staf pengajar khususnya program studi Kimia Industri FMIPA USU yang telah banyak membimbing penulis selama perkuliahan.
7. Adik-adik penulis, Erikson Purba, Novita Purba, dan Ivana Roseva Purba yang sangat penulis sayangi dan yang selalu memberikan dukungan kepada penulis sampai selesainya penulisan karya ilmiah ini.
8. Abang Vierman Jaya yang selalu menjadi motivator bagi penulis dan tidak pernah berhenti memberikan pengetahuan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
9. Sahabat-sahabat penulis Hesti Dora, Benget, Mujur, Winda, dan Sarma yang menjadi sahabat penulis selama kuliah dan Praktek Kerja Lapangan (PKL). 10.Anggota Korea Lovers, Kenny Siwon Ursula dan Erni Yonghwa Tamba,
yang selalu menjadi sahabat terbaik penulis dalam berbagi suka dan duka. 11.Rekan-rekan mahasiswa Kimia Industri ’08 dan Staf PTPN III Perdagangan. 12.Bapak/Ibu pegawai PTPN III Perdagangan PKS Sei Mangkei yang
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan dalam materi dan cara penyajian penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.
Medan, Juni 2011
ABSTRAK
ANALYSIS FREE FATTY ACID (FFA) OF CPO FRESH, CPO OUTSPEC, AND CPO BLENDING
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan iii
Pernyataan iv
Penghargaan v
Abstrak vii
Abstrack viii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit 5
2.2. Fraksi-Fraksi Buah Kelapa Sawit 7
2.3. Minyak Dan Lemak 8
2.3.1. Sifat Minyak Dan Lemak 9
2.3.2. Sumber Minyak Dan Lemak 11
2.4. Minyak Kelapa Sawit (CPO) 13
2.4.1. Pengolahan Minyak Kelapa Sawit 14 2.4.2. Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit 17
2.5. Asam Lemak Bebas (ALB) 18
2.6. Penyebab Kerusakan Minyak 24
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1. Metode Percobaan 29
3.1.1. Alat 29
3.1.2. Bahan 30
3.2. Prosedur Percobaan 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Percobaan 33
4.2. Perhitungan 35
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 40
5.2. Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS) 8 Tabel 2.2. Standar Kualitas Minyak Kelapa Sawit 14
ABSTRAK
ANALYSIS FREE FATTY ACID (FFA) OF CPO FRESH, CPO OUTSPEC, AND CPO BLENDING
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit (CPO) mempunyai arti yang
sangat penting. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut dalam CPO akan
menurunkan mutu dan harga jualnya, maka perlu diupayakan agar kualitas CPO selalu
dapat dijaga. Salah satu standar mutu CPO yang harus diperhatikan adalah kadar asam
lemak bebasnya (Tim Penulis, 2000).
Asam lemak bebas (ALB) adalah suatu asam yang dibebaskan pada proses
hidrolisis lemak oleh enzim. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang juga
terdapat dalam buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding
sel pecah atau rusak karena proses pembusukan atau karena pelukaan mekanik,
tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan
reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat sehingga membentuk gliserol dan
asam lemak bebas (Mangoensoekarjo, 2003).
Pembentukan asam lemak bebas juga dapat terjadi oleh adanya
mikroorganisme pada keadaan lembab dan kotor. Oleh sebab itu, pada saat
pengolahan harus diperhatikan kondisi buah kelapa sawit yang akan diolah
menekan produksi asam lemak bebas didalam minyak sawit (CPO) yang dihasilkan
(Pahan, 2006).
Setelah proses pengolahan selesai, CPO yang dihasilkan setelah pengolahan
akan disimpan sementara didalam storage tank (tangki timbun). Kadar ALB pada CPO akan selalu bertambah seiring dengan adanya penyimpanan CPO tersebut
didalam tangki timbun sebelum dipasarkan. Oleh sebab itu, sebelum dipasarkan, harus
terlebih dahulu dilakukan analisa untuk mengetahui kadar ALB dalam minyak
sawit (Tim Penulis, 2000).
Kadar asam lemak bebas yang memenuhi standar mutu PKS adalah maksimal
3,5% dan untuk eksport (perdagangan) adalah maksimal 5%. Asam lemak bebas pada
CPO didalam storage tank tidak dapat dihilangkan, melainkan akan selalu bertambah
terlebih dalam waktu penyimpanan yang cukup lama. Jika kadar ALB pada CPO >
5%, maka CPO tersebut sudah dinyatakan outspec atau melewati batas standar mutu
dan tidak layak untuk dipasarkan. ALB pada CPO outspec tersebut hanya dapat
diturunkan dengan cara melakukan blending (pencampuran) dengan CPO yang
memiliki kadar ALB rendah (CPO fresh), sehingga CPO outspec tersebut tidak
Proses blending (pencampuran) CPO tersebut dilakukan dengan menggunakan
rumusan secara teoritis sehingga menghasilkan kadar ALB CPO blending secara
teoritis. Akan tetapi setelah dilakukan proses analisa, kadar ALB CPO blending secara
teoritis akan menghasilkan nilai yang berbeda dengan kadar ALB CPO blending
secara analisa. Atas dasar inilah penulis ingin membuat karya ilmiah berjudul
“Analisa Asam Lemak Bebas (ALB) dari CPO Fresh, CPO Outspec, dan CPO
Blending di PTPN III Perdagangan PKS Sei Mangkei”.
1.2. Permasalahan
Menentukan persentase kadar asam lemak bebas (ALB) dari CPO fresh, CPO outspec,
dan CPO blending secara analisa, kemudian membandingkan hasil yang diperoleh
dengan persentase kadar asam lemak bebas secara teoritis.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui kadar ALB dari CPO blending secara analisa.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan kadar
ALB dari CPO blending secara analisa dan secara teoritis.
3. Untuk mengetahui pengaruh suhu yang digunakan pada proses
1.4. Manfaat
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Mengetahui prosedur yang tepat dalam pembuatan CPO blending sehingga
diperoleh kadar ALB yang memenuhi standar mutu.
2. Meningkatkan pencapaian sasaran mutu CPO yang terbaik dengan
mempelajari faktor-faktor yang dapat memperlambat kenaikan asam lemak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan
minyak adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Warna daging buahnya
ialah putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi
matang (Ketaren, 2008).
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas itu
dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan
warna kulit buahnya. Berikut ini merupakan varietas dari kelapa sawit, yaitu :
1. Dura
Ciri-ciri: - tempurung tebal (2 - 8 mm).
- tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung.
- daging buah relatif tipis, yaitu 35 - 50% terhadap buah.
- kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah.
- dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina.
2. Pisifera
Ciri-ciri: - ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada.
- daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura.
- daging biji sangat tipis.
dipakai sebagai pohon induk jantan.
3. Tenera
Ciri-ciri: - hasil dari persilangan Dura dan Pisifera.
- tempurung tipis (0,5 - 4 mm).
- terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung.
- daging buah sangat tebal (60 - 96% dari buah).
- tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil).
4. Macro carya
Ciri-ciri: - tempurung tebal sekitar 5 mm.
- daging buah sangat tipis.
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan
jumlah rendemen minyak kelapa sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling
tinggi terdapat pada varietas tenera yaitu mencapai 22 - 24%, sedangkan pada varietas
dura hanya 16 – 18% (Fauzi, 2008).
2.2 Fraksi-Fraksi Buah Kelapa Sawit
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat
dipengaruhi oleh perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh
adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan buah ke pabrik.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB)
minyak sawit yang dihasilkan (Fauzi,2008).
Penentuan kriteria matang panen sangat penting bagi mutu produk akhir
karena terkait dengan tingkat kematangan buah. Kandungan minyak maksimal dengan
Penentuan kriteria matang panen yang berbeda akan menghasilkan mutu buah yang
berbeda pula. Panen sebaiknya dilakukan pada saat buah berumur 15-17 minggu
karena selain sudah menurunnya kadar lemak, juga tidak terjadi peningkatan asam
lemak bebas (Seto, 2001).
Buah yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit disebut tandan buah segar
(TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Apabila pemanenan buah dilakukan dalam
keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam
persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya jika pemanenan dilakukan dalam
keadaan buah belum matang, selain kadar ALB nya rendah, rendemen minyak yang
diperoleh juga rendah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS
yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk
kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat
kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1,
Tabel 2.1 Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS)
Fraksi Jumlah brondolan Tingkat kematangan
00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah
0 1 – 12,5% buah luar membrondol Mentah
1 12,5 – 25% buah luar membrondol Kurang matang
2 25 – 50% buah luar membrondol Matang I
3 50 – 75% buah luar membrondol Matang II
4 75 – 100% buah luar membrondol Lewat matang I
5 Buah dalam juga membrondol, ada buah yang
busuk
Lewat matang II
(Sumber : Fauzi, 2008)
2.3 Minyak Dan Lemak
Minyak dan lemak mempunyai struktur kimia umum yang sama. Dalam
penggunaan secara umum, kata “lemak” (fat) dipakai untuk menyebut trigliserida yang padat pada suhu udara biasa, sedangkan kata “minyak” (oil) dipakai untuk menyebut senyawa yang cair pada suhu tersebut.
Perbedaan antara lemak dan minyak disebabkan karena terdapatnya
asam-asam lemak yang berbeda. Lemak mengandung sejumlah besar asam-asam-asam-asam lemak
jenuh yang terdistribusi diantara trigliserida-trigliserida, sedangkan minyak memiliki
sejumlah besar asam lemak tidak jenuh. Adanya asam-asam lemak tidak jenuh akan
menyebabkan lebih rendahnya titik lincir (slip point) yaitu suhu dimana lemak atau
minyak mulai mencair.
Pada umumnya, lemak diperoleh dari bahan hewani, sedangkan minyak dari
non-trigliserida; khususnya senyawa kompleks asam lemak yang mengandung fosfat
yang dinamakan fosfolipida (Gaman, 1981).
Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang
menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam
lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam lemak
jenuh yang mengandung atom karbon C1-C8 berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari
C8 akan berbentuk padat.
Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak
sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih
dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak
sawit berwarna kuning karena mengandung beta karoten yang merupakan bahan
vitamin A (Pahan, 2006).
2.3.1 Sifat Minyak Dan Lemak
1. Kelarutan
Lemak dan minyak tidak larut dalam air. Namun begitu, karena adanya suatu
substansi tertentu, yang dikenal sebagai agensia pengemulsi, dimungkinkan
terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air. Campuran ini dinamakan
emulsi. Emulsi ini dapat berupa emulsi lemak dalam air; misalnya susu, atau air dalam
lemak; misalnya mentega. Lemak dan minyak larut dalam pelarut organik seperti
minyak tanah, eter, dan karbon tetraklorida. Pelarut-pelarut tipe ini dapat digunakan
2. Pengaruh panas
Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik
suhu, yaitu :
a. Titik cair
Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida,
mereka mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentangan
suhu. Suhu pada saat lemak terlihat mulai mencair disebut titik lincir. Kebanyakan
lemak mencair pada suhu antara 30°C dan 40°C. Titik cair untuk lemak adalah
dibawah suhu udara biasa.
b. Titik asap
Jika minyak atau lemak dipanaskan sampai suhu tertentu, maka akan mulai
mengalami dekomposisi, menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan asap
dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan minyak dan lemak akan mulai
berasap pada suhu diatas 200°C. Umumnya minyak nabati mempunyai titik asap lebih
tinggi daripada minyak hewani. Dekomposisi trigliserida menghasilkan sejumlah kecil
gliserol dan asam lemak.
c. Titik nyala
Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, maka akan menyala.
Suhu ini dikenal sebagai titik nyala. Minyak yang terbakar jangan dimatikan dengan
air karena akan menyebarkan atau memperluas kebakaran. Matikan alat pemanas dan
oksigen dihentikan dengan menutup wadah minyak yang terbakar dengan tutup atau
3. Plastisasi
Substansi yang mempunyai sifat plastis akan berubah bentuknya jika ditekan,
dan tetap pada bentuk terakhirnya meskipun sudah tidak ditekan lagi dan tidak
kembali ke bentuk asalnya. Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak, dan dapat
dioleskan. Plastisasi lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida
yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa pada suatu
suhu, sebagian dari lemak akan cair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal
padat. Lemak akan mengandung kristal-kristal kecil akibat proses pendinginan cepat
selama proses pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis (Gaman, 1981).
2.3.2 Sumber Minyak Dan Lemak
Minyak dan lemak yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam, yang dapat
bersumber dari bahan nabati dan hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut
berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan
berdasarkan sumbernya, sebagai berikut :
1. bersumber dari tanaman
a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, wijen, kedelai, dan
bunga matahari.
b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, cokelat, inti sawit, dan sebagainya.
2. bersumber dari hewani
a. Susu hewan peliharaan : lemak susu.
b. Daging hewan peliharaan : lemak sapi, lemak babi, dan sebagainya.
Adapun perbedaan antara lemak nabati dan hewani adalah :
1. lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung
fitosterol.
2. lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga
umumnya berbentuk cair.
Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas 3 golongan, yaitu :
1. drying oil : yang akan membentuk lapisan keras bila mengering di udara,
misalnya minyak yang dapat digunakan untuk cat dan pernis.
2. Semi drying oil : seperti minyak jagung, minyak biji kapas, dan minyak bunga
matahari.
3. Non drying oil : misalnya minyak kelapa dan minyak kacang tanah.
Lemak nabati yang berbentuk padat adalah minyak coklat dan bagian stearin dari
minyak kelapa sawit (Winarno, 1995).
2.4 Minyak Kelapa Sawit (CPO)
Bahan untuk mendapatkan minyak sawit dan minyak inti sawit adalah buah.
Buah yang baik berasal dari tandan buah yang sudah matang sempurna. Tandan buah
kelapa sawit yang telah dipanen sebaiknya tidak mengalami masa penyimpanan,
dengan kata lain, bahwa tandan buah setelah dipanen sebaiknya segera diolah. Lama
masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari dua hari, sebab penyimpanan yang lebih
lama akan merusak minyak.
Penyimpanan dilakukan di lokasi penumpukan buah, dan pada penyimpanan
harus diperhatikan letak penumpukan tandan, sehingga tandan yang pertama disimpan
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan karena adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. Sedangkan bau dan flavor khas dalam minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh
persenyawaan beta ionone.
Standar mutu merupakan hal yang terpenting untuk menentukan minyak
kelapa sawit yang bermutu baik. Mutu minyak kelapa sawit yang baik harus
mempunyai beberapa faktor yang menentukan standar mutunya, seperti kandungan
air, kandungan kotoran, maupun kandungan asam lemak bebasnya (Ketaren, 2008).
Tabel 2.2 Standar Kualitas Minyak Kelapa Sawit
No Karakteristik Batasan (%)
1 Kadar asam lemak bebas < 3,50
2 Kadar air < 0,10
3 Kadar kotoran < 0,01
(Sumber : Pahan, 2006)
2.4.1 Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Tindakan pencegahan yang harus diambil di kebun dan pabrik adalah
pengendalian atas kedua faktor mutu CPO, yaitu hidrolisis dan oksidasi.
Langkah-langkah yang harus diambil pada waktu pengolahan agar memperoleh produk CPO
dengan standar mutu yang baik adalah sebagai berikut :
1. Perebusan
Untuk mencegah oksidasi selama perebusan, udara perlu dikosongkan sama
(udara adalah penghantar panas yang jelek). Cara terbaik adalah cara triple peak (tiga
puncak). Buah yang sudah direbus mudah diserang mikroba dan dan cepat busuk.
Karena itu, bila tidak sempat diolah, sebaiknya tandan disimpan sebelum perebusan
(Mangoensoekarjo, 2003).
Tujuan dari perebusan adalah untuk menghentikan perkembangan asam lemak
bebas (ALB) yang terjadi akibat kegiatan enzim yang menghidrolisis minyak serta
untuk penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit, dimana dengan proses
perebusan, kadar air dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap
cangkangnya menjadi berkurang.
2. Pemipilan
Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar
membawa tandan buah segar ikut berputar sehingga membanting-banting tandan buah
segar tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan yang
keluar dari bagian bawah pemipil akan ditampung oleh sebuah screw conveyer untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing.
3. Pencacahan dan Pengempaan
Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian
pencacahan (digester). Tujuan utama dari proses pencacahan yaitu mempersiapkan
daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.
Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah
pencacahan sudah berupa bubur. Hasil pencacahan tersebut langsung masuk ke alat
Peremas dan kempa merupakan sumber besi karena keausan dari pisau-pisau
aduk. Sebaiknya memakai bahan stainless steel. Pemanasan dengan mantel uap menyebabkan pemanasan lanjut local dan mengurangi daya pucat dari minyak
sehingga lebih baik mamakai uap langsung karena pemanasannya lebih cepat
(Mangoensoekarjo, 2003).
Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari
kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Oleh sebab itu harus dibawa ke stasiun pemurnian (Pahan, 2006).
4. Pemurnian/ Klarifikasi
Persinggungan yang terlalu lama dengan udara pada suhu tinggi harus dicegah
karena akan mengurangi daya pucat akibat oksidasi. ALB juga meningkat bila
klarifikasi terlalu lama.
Kadar air pada minyak masih terlalu tinggi sehingga harus dikurangi sampai
dibawah 0,1% untuk mencegah reaksi hidrolisis secara otokatalitik yang dapat
menyebabkan peningkatan kadar ALB. Untuk itulah minyak harus dikeringkan dan
pengeringan sebaiknya dilakukan dalam vakum.
Sebelum penimbunan, minyak harus didinginkan lebih dahulu sampai dibawah
suhu 50°C untuk mencegah terjadinya oksidasi pada waktu pemasukan minyak
kedalam tangki timbun. Selain itu, pabrik harus bersih karena pabrik yang kotor dapat
menaikkan ALB.
5. Penimbunan
Tangki penimbunan minyak dipakai sebagai penampungan atau penimbunan
minyak produksi dan pengukuran minyak produksi harian. Kerusakan minyak dapat
kotoran 0,01%. Pemanasan berulang-ulang agar dihindarkan dan suhu dijaga tidak
lebih dari 55°C. Persinggungan dengan udara sedapat mungkin agar dihindarkan.
Sebagai cairan minyak sawit harus disimpan dalam tangki-tangki timbun
berukuran antara 500-3000 ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu,
baik peningkatan kadar ALB maupun peningkatan oksidasi.
Persyaratan penimbunan CPO yang baik adalah :
1. kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air.
2. membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup tangki, alat-alat
pengukur dan lain-lain setiap ada kesempatan.
3. memelihara suhu sekitar 40°C.
4. pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan minyak.
5. melapisi dinding tangki dengan dammar epoksi (hanya untuk minyak sawit bermutu
khusus tinggi) (Mangoensoekarjo, 2003).
2.4.2 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit banyak memiliki manfaat bagi manusia, baik dalam
sektor pangan maupun nonpangan. Berikut merupakan beberapa kegunaan minyak
kelapa sawit yaitu :
1. Untuk industri pangan
Minyak kelapa sawit banyak digunakan sebagai minyak makan, margarin,
campuran pembuatan es krim, maupun sebagai bahan pembuatan lemak coklat
(kakao). Untuk digunakan sebagai minyak goreng, minyak kelapa sawit dinilai cukup
baik sifat-sifatnya antara lain amat stabil dan memperbaiki rasa bahan yang digoreng.
Tetapi warna minyak menjadi lebih cepat tua meskipun masih tetap dapat digunakan
Minyak kelapa sawit dapat pula digunakan untuk campuran pembuat es krim
maupun pengganti lemak kakao. Jika dikaitkan dengan kesehatan, maka minyak
kelapa sawit yang mengandung asam lemak jenuh kurang dari 50% tidak dapat
dikatakan lemak yang mengandung asam lemak jenuh tinggi. Kandungan asam
linoleat cukup baik sebagai sumber asam lemak essensial dan karena kandungan
tokoferolnya cukup besar, minyak kelapa sawit juga merupakan sumber vitamin E
yang potensial dan mempunyai stabilitas yang cukup baik.
2. Untuk industri nonpangan
Kandungan minor dalam minyak kelapa sawit berjumlah kurang lebih 1%,
antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, maupun fosfolipid.
Kandungan minor tersebut menjadikan minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam industri farmasi. Oleokimia adalah bahan baku industri yang
diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak kelapa sawit dan
minyak inti sawit. Produk utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah
asam lemak, lemak alkohol, asam amino, dan gliserin (Fauzi, 2008).
2.5 Asam Lemak Bebas (ALB)
Asam lemak bebas (ALB) merupakan parameter awal yang menentukan
kerusakan CPO. Tandan buah segar (TBS) mengandung enzim lipolitik yang dapat
menghidrolisa trigliserida membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Secara alami,
Reaksi hidrolisis trigliserida :
O
CH2 O C R CH2 OH
O O
CH O C R + 3 H2O CH OH + 3 R C OH
O
CH2 O C R CH2 OH
Trigliserida Gliserol Asam lemak
Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3
molekul asam lemak. Asam-asam lemak termasuk asam lemak esensial yang dapat
mencegah timbulnya gejala arteriosclerosis karena penyempitan pembuluh darah
akibat penumpukan kolesterol (Yazid, 2006).
Asam-asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama.
Sifat trigliserida tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung untuk
membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini tergantung pada panjang
rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki
titik leleh yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air.
Sebaliknya, semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan menyebabkan titik
leleh yang lebih tinggi. Asam-asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih
rendah dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai
serupa. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit adalah asam
palmitat, yang merupakan asam lemak jenuh, dan asam oleat yang merupakan asam
Minyak terdapat dalam vakuola sel dan enzim terdapat pada sitoplasma, yaitu
lapisan yang mengelilingi vakuola sel. Ketika tandan dilepaskan dari pohon maka
enzim akan mulai bereaksi menghasilkan asam lemak bebas, biasanya hanya dibawah
1%. Namun, ketika ada gesekan atau gerakan, misalnya transportasi, sitoplasma dapat
rusak sehingga enzim mengalami kontak dengan minyak.
Enzim ini dapat diinaktifkan dengan panas, yaitu proses sterilisasi pada suhu
55°C selama 90 menit di PKS. Proses ini diharapkan dapat menghambat kenaikan
ALB bukan memperbaiki ALB.
Pengaruh mikroba juga dapat mempercepat naiknya ALB. Bahkan, jika TBS
terkontaminasi mikroba, selain hidrolisa juga terjadi oksidasi trigliserida. Akibatnya,
asam lemak bebas minyak akan naik, berbau tengik dan menurunkan nilai
kejernihannya. Sterilisasi tidak dapat menghentikan oksidasi yang reaksinya relatif
cepat.
Agar memperoleh CPO dengan kadar asam lemak minimal, selain transportasi
yang cepat dan hati-hati, yang paling penting adalah lama waktu antara panen dengan
proses pengolahan. Jika digunakan siklus panen 7 hari, maka TBS harus diolah
sebelum 3 ½ hari, atau semakin cepat TBS diolah maka akan semakin baik.
Penanganan TBS ketika di PKS juga harus diperhatikan. Pengisian TBS ke
lori sterilisasi sangat menentukan kualitas CPO yang dihasilkan. Mengingat mikroba
juga berperan aktif dalam kenaikan ALB, maka diusahakan penanganan TBS dengan
higinitas dan sanitasi yang baik. Misalnya tidak meletakkan TBS di tempat yang kotor
atau terkontaminasi (Siahaan, 2008).
Pembentukan ALB terutama terjadi selama buah belum diolah. Walaupun
buah yang mentah akan menghasilkan minyak berkadar ALB yang rendah, namun
dipengaruhi oleh keaktifan enzim lipase untuk menghidrolisis asam lemak. Minyak
sawit yang bermutu baik adalah yang berkadar ALB rendah dan mempunyai daya
pemucatan yang tinggi.
Untuk memperoleh minyak sawit dengan daya pucat yang tinggi, oksidasi
harus ditekan serendah-rendahnya. Sedangkan pada penyimpanan, baik kadar ALB
maupun daya pemucatan tersebut hendaklah dapat dipertahankan cukup lama tanpa
banyak berubah.
Karena buah sawit sendiri mengandung zat-zat antioksidan, seperti tokoferol
dan sterol, minyak sawit kasar (CPO) akan lebih tahan terhadap oksidasi pada waktu
penyimpanan dibandingkan dengan minyak sawit yang telah dirafinasi (dimurnikan).
Namun karena oksidasi dapat dikatalisis oleh logam, terutama logam tembaga dan
besi, maka untuk menghasilkan minyak sawit dengan tingkat oksidasi rendah supaya
tahan lama disimpan, pada pengolahan dan penyimpanannya agar memakai logam
baja tahan karat (stainless steel) dan tidak memakai alat yang terbuat atau dilapisi
tembaga (Mangoensoekarjo, 2003).
Semakin banyak kandungan air dan tercapainya kondisi optimum reaktif enzim
maka semakin tinggi juga kandungan asam lemak bebas pada CPO. Untuk
menghindari kondisi ini, maka diperlukan penanganan TBS yang efisien, efektif dan
benar. Kadar air pada CPO merupakan penentu parameter standar lain.
Semakin banyak kandungan air pada CPO maka akan mempercepat hidrolisa
trigliserida, memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba dan
mempengaruhi densitas CPO, dan merangsang reaksi kontaminasi lain seperti logam.
Oleh karena itu, kadar air pada CPO harus diusahakan sesuai dengan standar
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Asam lemak Jumlah atom C Minyak sawit (%)
1. Asam lemak jenuh
- Oktanoat - Dekanoat - Laurat - Miristat - Palmitat - Stearat
2. Asam lemak tidak jenuh
- Oleat - Linoleat 8 10 12 14 16 18 18 18 - - 1
1 – 2
32 – 45
2 – 7
38 – 50
5 – 14
(Sumber : Fauzi, 2008)
Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi
dalam minyak sawit antara lain :
a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.
b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.
c. Adanya mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) yang dapat hidup pada suhu
dibawah 50°C.
d. Terjadinya reaksi oksidasi akibat kontak langsung antara minyak dan udara.
e. Penumpukan buah yang terlalu lama.
f. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik (Tim Penulis, 2000).
Asam lemak bebas (ALB) merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan
reaksi hidrolisis terhadap minyak yang akan menyebabkan ketengikan. Keberadaan
ALB menjadi indikator kualitas minyak, semakin tinggi kadar ALB maka mutu
minyak akan semakin rendah (Aji, 2010).
Hal-hal yang sering terjadi dan menyebabkan rusaknya kualitas minyak nabati.
Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal dalam pelaksanaan penyimpanan
produk minyak nabati. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
minyak nabati, yaitu :
a. mencegah kerusakan kualitas akibat oksidasi
Langkah perusakan akibat oksidasi yaitu terbentuknya peroksida. Hal ini
dipercepat oleh adanya peningkatan temperatur, desakan oksigen, bertambahnya
kepekatan hasil oksidasi, dan katalisator logam oksidator. Sehubungan dengan
keadaan tersebut, sangat disarankan melakukan seluruh aktivitas dengan temperatur
serendah mungkin. Umumnya, minyak produksi didinginkan sampai temperatur
sekitar 50-70°C.
b. mencegah kontaminasi oleh air dan kotoran
Kontaminasi oleh air sering disebabkan karena kebocoran pipa uap pemanas
dalam tangki timbun. Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kontaminasi oleh
hidrolisis. Kadar kotoran yang tinggi disebabkan oleh kurang bersihnya tangki timbun
atau kurang baiknya proses atau peralatan pengolahan.
c. mencegah kontaminasi oleh jasad renik dan hidrolisis
Jasad renik, terutama ragi, jamur, dan beberapa bakteri sering kali
menghasilkan enzim lipase. Proses hidrolisis biasa terjadi akibat aktivitas enzim
lipase. Untuk mengurangi kegiatan enzim, penimbunan produk dilakukan pada
2.6 Penyebab Kerusakan Minyak
Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat
mempengaruhi bau dan rasa suatu bahan makanan, baik yang menguntungkan ataupun
tidak.
Pada umumnya, penguraian lemak dan minyak menghasilkan zat-zat yang
tidak dapat dimakan. Seperti misalnya, timbulnya peroksida yang disebabkan
terjadinya oksidasi dimana peroksida tersebut akan segera terurai menjadi aldehida
atau keton. Inilah yang menimbulkan rasa dan bau tidak enak. Karena oksidasi dapat
berlangsung secara otokatalitik, maka ini juga akan menentukan daya simpan minyak.
Kerusakan lemak dan minyak menurunkan nilai gizi serta menyebabkan
penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang bersangkutan. Setiap jenis kerusakan
lemak pada pokoknya disebabkan oleh suatu perubahan kimia tertentu yang dipercepat
oleh faktor-faktor lain (Winarno, 1995).
Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu :
1. Absorbsi bau dan kontaminasi
Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang
mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan kontaminasi
dari alat penampung. Hal ini terjadi karena minyak (lemak) dapat mengabsorbsi zat
menguap atau bereaksi dengan bahan lain.
Adanya absorbsi dan kontaminasi dari wadah ini menyebabkan perubahan
pada minyak, dimana akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas
minyak. Proses absorbsi dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat dihindari
Untuk penampungan dan penyimpanan minyak kelapa sawit, bisa dipakai
bahan dari stainless steel atau mild steel yang dilapisi dengan cat epoxy. Bahan yang
berasal dari seng tidak dianjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.
2. Aksi enzim
Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim yang
dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup, enzim dalam keadaan
tidak aktif. Sedangkan jika organisme telah mati, maka koordinasi antarsel akan rusak
sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak.
Indikasi dari aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikan
bilangan asam. Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis minyak sehingga
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas yang
tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak.
Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan warna gelap pada minyak (lemak)
dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini, bisa diusahakan
dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50°C.
3. Aksi mikroba
Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi jika
masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan pun masih
mengandung mikroba yang berjumlah maksimum 10 organisme setiap gramnya.
Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh
mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau sabun, bau tengik, dan perubahan
warna minyak (Pahan, 2006).
Bahan pangan berlemak dengan kadar gula yang tinggi lebih mudah ditumbuhi
garam, asam, dan pada bahan berkadar air rendah. Bakteri juga dapat menyerang
bahan pangan. Namun, sebagian besar aktivitasnya terhambat dalam suasana asam,
media bertekanan osmotik rendah, dan suhu rendah (Ketaren, 2008).
4. Reaksi kimia
Selama ini, kerusakan minyak kelapa sawit hanya diutamakan disebabkan oleh
faktor absorbsi dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba kurang
diperhatikan dan dapat diabaikan. Hal ini disebabkan karena faktor penyebab tersebut
pengaruhnya memang kecil terhadap produksi minyak kelapa sawit.
Ada 2 reaksi kimia yang berperan dalam proses ketengikan/ kerusakan minyak
tersebut, yaitu :
1. Oksidasi
Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan senyawa aldehida dan keton.
Hal ini terjadi sebagai reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara.
Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat
terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap,
perubahan warna karena kerusakan pigmen warna, penurunan kandungan vitamin, dan
keracunan (Pahan, 2006).
Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan
menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya
mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga dapat menyebabkan penurunan
nilai gizi karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam lemak esensial
dalam lemak. Salah satu cara untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan
2. Hidrolisis
Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan
gliserol oleh enzim lipase. Asam lemak tersebut mudah menguap dan dan berbau tidak
enak. Enzim lipase berasal dari buah kelapa sawit itu sendiri dan juga dihasilkan oleh
mikroba. Peranan enzim dalam buah sebenarnya adalah membentuk minyak sawit,
bila tanaman kekurangan makanan maka akan terjadi reaksi hidrolisa dari lemak yang
tadinya dibentuk. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik. Untuk
mencegah terjadinya hidrolisis, kandungan air dalam minyak harus diusahakan
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Metode Percobaan
3.1.1 Alat
- Neraca analitik
- Erlenmeyer 250 ml
- Gelas ukur 50 ml
- Beaker glass 250 ml
- Automatic buret
- Pipet tetes
- Hot plate
- Spatula
- Penjepit tabung
3.1.2 Bahan
- CPO Fresh (ALB ≤ 3,5%) - CPO Outspec (ALB > 5,0% )
- Indikator Phenolphtalein
- N-heksan
- KOH 0,0931 N
3.2 Prosedur Percobaan
a. Penentuan kadar asam lemak bebas CPO fresh
1. CPO fresh sebanyak 5 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 20 ml n-heksan dan 40 ml alkohol lalu dihomogenkan.
2. Setelah homogen, ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein, lalu
dititrasi dengan KOH 0,0931 N sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah bata, kemudian dicatat volume KOH 0,0931 N yang terpakai.
3. Percobaan yang sama dilakukan sebanyak 3 kali.
4. Dihitung kadar asam lemak bebasnya.
b. Penentuan kadar asam lemak bebas CPO outspec
1. CPO outspec sebanyak 5 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 20 ml n-heksan dan 40 ml alkohol lalu dihomogenkan.
2. Setelah homogen, ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein, lalu
dititrasi dengan KOH 0,0931 N sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah bata, kemudian dicatat volume KOH 0,0931 N yang terpakai.
3. Percobaan yang sama dilakukan sebanyak 3 kali.
c. Pembuatan CPO blending (rasio yang digunakan = 30 : 70) dimana jumlah CPO
blending yang dibuat untuk proses analisa sebanyak 20 gram.
1. CPO fresh sebanyak 6 gram dimasukkan kedalam beaker glass.
2. CPO outspec sebanyak 14 gram dimasukkan ke dalam beaker glass yang
sama.
3. Campuran tersebut kemudian dipanaskan diatas hotplate pada suhu 50°C
selama ± 10 - 15 menit sambil diaduk agar CPO fresh dan CPO outspec
menjadi homogen lalu didinginkan.
d. Penentuan kadar asam lemak bebas CPO blending
1. CPO blending sebanyak 5 gram dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan 20 ml n-heksan dan 40 ml alkohol lalu dihomogenkan.
2. Setelah homogen, ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein, lalu
dititrasi dengan KOH 0,0931 N sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah bata, kemudian dicatat volume KOH 0,0931 N yang terpakai.
3. Percobaan yang sama dilakukan sebanyak 3 kali.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
[image:43.595.107.503.290.475.2]4.1 Data Percobaan
Tabel 4.1 Data kadar ALB CPO fresh
No. Perlakuan Berat sampel
(gr) Normalitas KOH (N) Volume KOH (ml) ALB (%) 1 2 3 I II III 5,0482 5,1061 5,0936 0,0931 0,0931 0,0931 6,52 6,55 6,64 3,08 3,06 3,11
∑ ALB : 3,08 Tabel 4.2 Data kadar ALB CPO outspec
No. Perlakuan Berat sampel
(gr) Normalitas KOH (N) Volume KOH (ml) ALB (%) 1 2 3 I II III 5,1266 5,0481 5,1696 0,0931 0,0931 0,0931 11,01 10,78 11,17 5,12 5,09 5,15
[image:43.595.106.507.526.711.2]Tabel 4.3 Data kadar ALB CPO blending
No. Perlakuan Berat sampel
(gr)
Normalitas KOH
(N)
Volume KOH
(ml)
ALB
(%)
1
2
3
I
II
III
5,0724
5,2046
5,1860
0,0931
0,0931
0,0931
9,75
10,04
9,90
4,58
4,60
4,55
4.2 Perhitungan
− Persentase kadar ALB CPO fresh
= 3,08 %
− Persentase kadar ALB CPO outspec
− Persentase kadar ALB CPO blending secara teoritis (rasio blend = 30:70)
= 4,51 %
− Persentase kadar ALB CPO blending setelah analisa
4.3 Pembahasan
Kadar asam lemak bebas CPO yang memenuhi standar mutu adalah ≤ 3,5% dan merupakan CPO yang berada pada keadaan fresh. Tetapi CPO dengan kadar ALB
≤ 5% masih merupakan CPO yang bermutu baik dan merupakan CPO yang berada
pada keadaan sedang dan pada umumnya standar mutu CPO dalam
perdagangan/industri adalah maksimal 5%. Namun, jika kadar ALB pada CPO > 5%,
maka CPO tersebut sudah dinyatakan outspec atau melewati batas standar mutu dan
tidak layak untuk dipasarkan lagi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kadar asam lemak bebas pada CPO
meningkat, seperti kadar air dan kadar zat pengotor. Kedua faktor ini menyebabkan
aktifitas enzim lipase dan oksidase yang terdapat pada CPO meningkat. Terlebih lagi,
CPO diolah dengan peralatan yang tidak 100% bersih dimana menyebabkan
banyaknya zat pengotor pada CPO. Dan setelah diolah, CPO tidak selalu langsung
dipasarkan melainkan disimpan didalam tangki timbun (storage tank).
Namun, CPO outspec yang memiliki kadar asam lemak bebas > 5% tidak
mungkin dibuang begitu saja. Dan dilakukanlah proses blendingan CPO outspec
dengan CPO fresh.
Dalam melakukan proses blending, perlu diperhatikan rasio (perbandingan)
jumlah CPO outspec dan CPO fresh yang akan dicampurkan. Hal ini disebabkan
karena jika penggunaan CPO fresh secara berlebihan, akan membuat perusahaan
menjadi rugi. Sedangkan penggunaan CPO fresh yang terlalu sedikit atau tidak sesuai
akan menyebabkan kadar ALB dari CPO blending tetap outspec.
Pada percobaan yang telah dilakukan, kadar ALB pada CPO fresh yang
outspec maksimal adalah 5,5%. Sehingga berdasarkan data tersebut, dibuatlah
perbandingan rasio CPO fresh dan CPO outspec yang paling maksimal adalah rasio
30:70.
Dari data hasil analisa diatas, terlihat bahwa kadar ALB CPO blending secara
teoritis diperoleh 4,51% dan secara analisa diperoleh kadar ALB yang mengalami
sedikit kenaikan yaitu 4,58%. Adanya perbedaan pada hasil akhir ALB secara analisa
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
1. Pada proses pemblendingan/pencampuran, perbandingan CPO outspec yang
digunakan lebih banyak daripada CPO fresh. Sehingga pada saat pencampuran,
ALB CPO outspec cenderung lebih mendominasi ALB CPO fresh dan
menyebabkan ALB analisa sedikit lebih besar daripada ALB teoritis.
2. Ketika melakukan pencampuran, harus dilakukan pada suhu 50°C di atas
hotplate dan diaduk agar CPO blending tersebut homogen. Kesalahan pada
proses pengadukan serta pengaturan suhu dapat menyebabkan kadar ALB CPO
blending yang dihasilkan akan lebih besar karena CPO blending tersebut tidak
homogen.
Jika suhu yang digunakan lebih besar dari 50°C, struktur CPO akan rusak.
Sedangkan jika lebih kecil, CPO fresh dan CPO outspec tidak akan homogen
dan justru mengarah pada hasil CPO blending yang tetap outspec.
3. Adanya human error berupa kesalahan ketika menganalisa kadar ALB CPO
Disamping beberapa faktor diatas, CPO outspec (ALB = 5,12%) yang sudah
melewati batas standar mutu tersebut dapat diturunkan kadar asam lemak bebasnya
dengan proses blendingan sehingga diperoleh CPO blending dengan standar mutu
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada proses blending, kadar asam lemak bebas (ALB) CPO outspec yang
digunakan adalah 5,12% dan kadar ALB CPO fresh yang digunakan adalah 3,08%.
Setelah dilakukan proses blending, maka diperoleh kadar ALB yang telah memenuhi
standar mutu minyak kelapa sawit, yaitu 4,58%.
5.2 Saran
1. Sebaiknya diperhatikan cara pengadukan CPO blending serta dijaga agar
DAFTAR PUSTAKA
Aji, S. 2010. “Pengaruh jam kedatangan buah terhadap kinerja PKS karang dapo”.
Jurnal Penelitian STIPAP 1(2): hal. 11.
Fauzi, Y. 2008. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Gaman, M. 1981. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan Kedua. Jakarta: Penebar Swadaya.
Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Siahaan, D. 2008. “Karakteristik CPO di indonesia”. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit 16(1): hal. 30-32.
Tim Penulis, P.S. 2000. Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN A. ANGKA KERJA PENGOLAHAN MUTU MINYAK SAWIT DAN KERNEL SAWIT
No Uraian Satuan Norma
I LOSIS MINYAK : 1. Katekoppen (USB)
2. Kadar buah dalam janjangan kosong (USF) 3. Kadar minyak ZB air rebusan
4. Kadar minyak ZB janjangan kosong 5. Kadar minyak ZB dalam ampas press 6. Kadar minyak ZB dalam biji press
7. Kadar minyak ZB dalam air buangan decanter/ sludge separator.
MT. 3000 MT. 6000 MT. 8000
8. Kadar minyak ZB dalam solid Ex. Decanter
9. Kadar minyak ZB buangan fat fit
Total lossis minyak terhadap TBS :
% % % % % % % % % % % % % Max. 2 Max. 2 Max. 0,70 1,5 – 1,8 3,0 – 3,7 Max. 0,80 Max. 1,00
- - - 3,0 – 3,5
Max. 0,70
Max. 1,65
II LOSIS INTI :
1. Kadar inti pada tandan kosong 2. Kadar inti pada fibre cyclone 3. Kadar inti pada LTDS I/II
4. Kadar inti pada h. cyclone/ clay bath 5. Kadar inti pada wet sheel
Total lossis inti terhadap TBS :
% % % % % %
0,5 – 1,20 Max. 1,20 Max. 2,00 Max. 4,00 Max. 4,00
Max. 0,50
III PENILIKAN PABRIK A. RIPPLE MILL
1. Biji utuh 2. Biji pecah
3. Effisiensi Ripple Mill 4. Kadar kotoran wet kernel 5. Kadar kotoran dry kernel
B. KOMPOSISI CRUDE OIL
1. Kadar minyak 2. Kadar air 3. Kadar NOS
LAMPIRAN B. NORMA PABRIK KELAPA SAWIT
No Parameter Mutu Produksi
PKS Eksport
1 Asam lemak bebas (ALB) 3,50 5
2 Kadar air 0,15 0,15
3 Kadar kotoran 0,02 0,02
4 Nilai peroksida (peroxide value) 5,00 *
5 Nilai anisidin (aniside value) 6,00 *
6 Kandungan besi (iron content) 3,50 *
7 Kandungan tembaga (copper content)
0,05 *
8 DOBI 2,5 *
9 Bilangan iod 5,1 *
10 Titik cair 39 – 41 *