• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agrobisnis Kelapa Sawit - Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Tangki Penimbunan di PKS PT. Multimas Nabati Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agrobisnis Kelapa Sawit - Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Tangki Penimbunan di PKS PT. Multimas Nabati Asahan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agrobisnis Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Warna daging buah adalah putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi

matang. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis

dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22 – 32°C. Kelapa sawit

bukanlah tanaman asli Indonesia. Tanaman ini dimasukkan pertama kali dari

Afrika sebagai sentra plasma nutfah pada tahun 1848, ditanam di Kebun Raya

Bogor. Percobaan – percobaan banyak dilakukan di berbagai tempat di Jawa dan

Sumatera. Di Sumatera Selatan misalnya, ditanam di Muara Enim (1869), di

Musi Ulu (1878), di Belitung (1890) dan lain – lain. Semuanya dilaporkan

tumbuh dengan baik namun belum ada yang mulai membuka perkebunan secara

komersial. Peningkatan produksi bahan mentah berupa minyak mentah kelapa

sawit telah membuka peluang pula untuk pengembangan industri hilir. Dengan

demikian nilai tambah akan diperoleh sekaligus akan menambah lapangan kerja

baru. Hal ini tercermin dengan meningkatnya pemakaian kebutuhan industri

dalam negeri yang dalam tahun 1993 misalnya mencapai 2 juta ton. Keperluan

industri ini baik untuk minyak goreng, minyak olahan dan barang jadi lainnya

terus meningkat sesuai pertambahan penduduk dan meningkatnya pendapatan.

Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan secara maksimal

mungkin, buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit

dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit diolah menjadi

PK (kernel palm). Ekstraksi CPO mencapai rata-rata 20% sedangkan PK mencapai

2,5 %. Untuk sementara itu serta cangkang biji sawit dapat dipergunakan sebagai

(2)

penghilangan bau yang terdapat di minyak/CPO.

Sebagian produksi minyak sawit diekspor guna mengisi pasar sekaligus

Mempertahankan pasar Internasional dimana saham Indonesia sekitar 20-25%.

Upaya ini perlu dipertahankan sebagai sumber devisa. Meski sumbangannya

hanya 1– 2% saja namun pengaruhnya cukup besar di pasar Internsional.

Komoditi ini jugamerupakan komoditi yang diperhitungkan dalam 10 bahan

pokok yang dikelola oleh Bulog. Tingginya harga minyak goreng dapat

mempengaruhi tingkat inflasi.

2.2. Minyak Dan Lemak

Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur 24 – 30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya

belum dapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang

rendah. Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak

sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang

terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam

lemak dan sifat fisika – kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit muali

terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan. Dan berhenti setelah 180 hari

atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi

pembentukan minyak, maka yang terjadi adalah pemecahan trigliserida menjadi

asam lemak bebas dan gliserol. Minyak yang mula – mula terbentuk dalam buah

adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah

mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigiserida

yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyakyang terbentuk dalam

daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong – kantong

minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah, maka buah dilapisi dengan

malam yang tebal dan berbuah.Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang

dirangsang oleh sinar matahari maka tanaman tersebut membentuk senyawa

kimia pelindung yaitu karoten.

(3)

Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang

menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar

asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam

lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1-C8 berbentuk cair, sedangkan

jika lebih dari C8 akan berbentuk padat.

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak

sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon

lebih dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung.

Minyak sawit berwarna kuning karena mengandung beta karoten yang

merupakan bahan vitamin A (Pahan, 2006).

2.3.1 Sifat Minyak Dan Lemak

1. Kelarutan

Lemak dan minyak tidak larut dalam air. Namun begitu, karena adanya suatu

substansi tertentu, yang dikenal sebagai agensia pengemulsi, dimungkinkan

terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air. Campuran ini

dinamakan emulsi. Emulsi ini dapat berupa emulsi lemak dalam air; misalnya

susu, atau air dalam lemak; misalnya mentega. Lemak dan minyak larut dalam

pelarut organik seperti minyak tanah, eter, dan karbon tetraklorida.

Pelarut-pelarut tipe ini dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran oleh gemuk pada

pakaian.

2. Pengaruh panas

Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik

suhu, yaitu :

a. Titik cair

Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida,

mereka mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu

(4)

Kebanyakan lemak mencair pada suhu antara 30°C dan 40°C. Titik cair untuk

lemak adalah dibawah suhu udara biasa.

b. Titik asap

Jika minyak atau lemak dipanaskan sampai suhu tertentu, maka akan mulai

mengalami dekomposisi, menghasilkan kabut berwarna biru atau menghasilkan

asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan minyak dan lemak

akan mulai berasap pada suhu diatas 200°C. Umumnya minyak nabati

mempunyai titik asap lebih tinggi daripada minyak hewani. Dekomposisi

trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol dan asam lemak.

c. Titik nyala

Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, maka akan menyala.

Suhu ini dikenal sebagai titik nyala. Minyak yang terbakar jangan dimatikan

dengan air karena akan menyebarkan atau memperluas kebakaran. Matikan alat

pemanas dan oksigen dihentikan dengan menutup wadah minyak yang terbakar

dengan tutup atau selimut.

3. Plastisasi

Substansi yang mempunyai sifat plastis akan berubah bentuknya jika ditekan,

dan tetap pada bentuk terakhirnya meskipun sudah tidak ditekan lagi dan tidak

kembali ke bentuk asalnya. Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak, dan

dapat dioleskan. Plastisasi lemak disebabkan karena lemak merupakan

campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri.

Ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair dan sebagian

lagi dalam bentuk kristal-kristal padat. Lemak akan mengandung kristal-kristal

kecil akibat proses pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan

memberikan sifat lebih plastis (Gaman, 1981).

2.3.2 Sumber Minyak Dan Lemak

Minyak dan lemak yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam, yang dapat

(5)

tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dan lemak dapat

diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut :

1. bersumber dari tanaman

a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, wijen, kedelai, dan

bunga matahari.

b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit.

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, cokelat, inti sawit, dan sebagainya.

2. bersumber dari hewani

a. Susu hewan peliharaan : lemak susu.

b. Daging hewan peliharaan : lemak sapi, lemak babi, dan sebagainya.

c. Hasil laut : minyak ikan sarden dan minyak ikan paus (Ketaren, 2008).

Adapun perbedaan antara lemak nabati dan hewani adalah :

1. lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung

fitosterol.

2. lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga

umumnya berbentuk cair.

Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas 3 golongan, yaitu

1. drying oil : yang akan membentuk lapisan keras bila mengering di udara,

misalnya minyak yang dapat digunakan untuk cat dan pernis.

2. Semi drying oil : seperti minyak jagung, minyak biji kapas, dan minyak

bunga matahari.

3. Non drying oil : misalnya minyak kelapa dan minyak kacang tanah.

Lemak nabati yang berbentuk padat adalah minyak coklat dan bagian stearin

(6)

2.4 Minyak Kelapa Sawit (CPO)

Bahan untuk mendapatkan minyak sawit dan minyak inti sawit adalah

buah. Buah yang baik berasal dari tandan buah yang sudah matang sempurna.

Tandan buah kelapa sawit yang telah dipanen sebaiknya tidak mengalami masa

penyimpanan, dengan kata lain, bahwa tandan buah setelah dipanen sebaiknya

segera diolah. Lama masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari dua hari,

sebab penyimpanan yang lebih lama akan merusak minyak.

Penyimpanan dilakukan di lokasi penumpukan buah, dan pada penyimpanan

harus diperhatikan letak penumpukan tandan, sehingga tandan yang pertama

disimpan harus yang pertama kali diolah. Warna minyak ditentukan oleh adanya

pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan karena asam-asam lemak

dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan karena adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. Sedangkan bau dan flavor

khas dalam minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Standar mutu merupakan hal yang terpenting untuk menentukan minyak kelapa

sawit yang bermutu baik. Mutu minyak kelapa sawit yang baik harus

mempunyai beberapa faktor yang menentukan standar mutunya, seperti

kandungan air, kandungan kotoran, maupun kandungan asam lemak bebasnya

(Ketaren, 2008).

2.5 Asam Lemak Bebas (ALB)

Asam lemak bebas (ALB) merupakan parameter awal yang menentukan

kerusakan CPO. Tandan buah segar (TBS) mengandung enzim lipolitik yang

dapat menghidrolisa trigliserida membentuk asam lemak bebas dan gliserol.

Secara alami, hidrolisa terjadi secara biokimia ketika tandan dipisahkan dari

pohon sawit.

Trigliserida adalah senyawa kimia yang terdiri dari ikatan gliserol dengan 3

(7)

dapat mencegah timbulnya gejala arteriosclerosis karena penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol (Yazid, 2006).

Asam-asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama.

Sifat trigliserida tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung

untuk membentuk trigliserida. Perbedaan asam-asam lemak ini tergantung pada

panjang rantai dan derajat kejenuhannya. Asam lemak yang memiliki rantai

pendek memiliki titik leleh yang lebih rendah dan lebih mudah larut dalam air.

Sebaliknya, semakin panjang rantai asam-asam lemak, akan menyebabkan titik

leleh yang lebih tinggi. Asam-asam yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang

lebih rendah dibandingkan dengan asam-asam lemak jenuh yang memiliki

panjang rantai serupa. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam

minyak sawit adalah asam palmitat, yang merupakan asam lemak jenuh, dan

(8)

Minyak terdapat dalam vakuola sel dan enzim terdapat pada sitoplasma, yaitu

lapisan yang mengelilingi vakuola sel. Ketika tandan dilepaskan dari pohon

maka enzim akan mulai bereaksi menghasilkan asam lemak bebas, biasanya

hanya dibawah 1%. Namun, ketika ada gesekan atau gerakan, misalnya

transportasi, sitoplasma dapat rusak sehingga enzim mengalami kontak dengan

minyak.

Enzim ini dapat diinaktifkan dengan panas, yaitu proses sterilisasi pada suhu

55°C selama 90 menit di PKS. Proses ini diharapkan dapat menghambat

kenaikan ALB bukan memperbaiki ALB.

Pengaruh mikroba juga dapat mempercepat naiknya ALB. Bahkan, jika TBS

terkontaminasi mikroba, selain hidrolisa juga terjadi oksidasi trigliserida.

Akibatnya, asam lemak bebas minyak akan naik, berbau tengik dan menurunkan

nilai kejernihannya. Sterilisasi tidak dapat menghentikan oksidasi yang

reaksinya relatif cepat.

Agar memperoleh CPO dengan kadar asam lemak minimal, selain transportasi

yang cepat dan hati-hati, yang paling penting adalah lama waktu antara panen

dengan proses pengolahan. Jika digunakan siklus panen 7 hari, maka TBS harus

diolah sebelum 3 ½ hari, atau semakin cepat TBS diolah maka akan semakin

baik.

Penanganan TBS ketika di PKS juga harus diperhatikan. Pengisian TBS ke lori

sterilisasi sangat menentukan kualitas CPO yang dihasilkan. Mengingat mikroba

juga berperan aktif dalam kenaikan ALB, maka diusahakan penanganan TBS

dengan higinitas dan sanitasi yang baik. Misalnya tidak meletakkan TBS di

tempat yang kotor atau terkontaminasi (Siahaan, 2008).

Pembentukan ALB terutama terjadi selama buah belum diolah. Walaupun buah

yang mentah akan menghasilkan minyak berkadar ALB yang rendah, namun

kadar minyak yang dihasilkannya juga ikut rendah. Produksi ALB pada CPO

dipengaruhi oleh keaktifan enzim lipase untuk menghidrolisis asam lemak.

Minyak sawit yang bermutu baik adalah yang berkadar ALB rendah dan

mempunyai daya pemucatan yang tinggi.

Untuk memperoleh minyak sawit dengan daya pucat yang tinggi, oksidasi harus

(9)

maupun daya pemucatan tersebut hendaklah dapat dipertahankan cukup lama

tanpa banyak berubah.

Karena buah sawit sendiri mengandung zat-zat antioksidan, seperti tokoferol

dan sterol, minyak sawit kasar (CPO) akan lebih tahan terhadap oksidasi pada

waktu penyimpanan dibandingkan dengan minyak sawit yang telah dirafinasi

(dimurnikan). Namun karena oksidasi dapat dikatalisis oleh logam, terutama

logam tembaga dan besi, maka untuk menghasilkan minyak sawit dengan

tingkat oksidasi rendah supaya tahan lama disimpan, pada pengolahan dan

penyimpanannya agar memakai logam baja tahan karat (stainless steel) dan tidak memakai alat yang terbuat atau dilapisi tembaga (Mangoensoekarjo,

2003).

Semakin banyak kandungan air dan tercapainya kondisi optimum reaktif enzim

maka semakin tinggi juga kandungan asam lemak bebas pada CPO. Untuk

menghindari kondisi ini, maka diperlukan penanganan TBS yang efisien, efektif

dan benar. Kadar air pada CPO merupakan penentu parameter standar lain.

Semakin banyak kandungan air pada CPO maka akan mempercepat hidrolisa

trigliserida, memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroba dan

mempengaruhi densitas CPO, dan merangsang reaksi kontaminasi lain seperti

logam. Oleh karena itu, kadar air pada CPO harus diusahakan sesuai dengan

standar (Siahaan, 2008).

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif

tinggi dalam minyak sawit antara lain :

a. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.

b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.

c. Adanya mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) yang dapat hidup pada

suhu dibawah 50°C.

d. Terjadinya reaksi oksidasi akibat kontak langsung antara minyak dan udara.

e. Penumpukan buah yang terlalu lama.

f. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik (Tim Penulis, 2000).

Asam lemak bebas (ALB) merupakan asam lemak dalam keadaan bebas dan

(10)

terjadinya reaksi hidrolisis terhadap minyak yang akan menyebabkan

ketengikan. Keberadaan ALB menjadi indikator kualitas minyak, semakin tinggi

kadar ALB maka mutu minyak akan semakin rendah (Aji, 2010).

Hal-hal yang sering terjadi dan menyebabkan rusaknya kualitas minyak nabati.

Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal dalam pelaksanaan

penyimpanan produk minyak nabati. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam penyimpanan minyak nabati, yaitu

a. mencegah kerusakan kualitas akibat oksidasi

Langkah perusakan akibat oksidasi yaitu terbentuknya peroksida. Hal ini

dipercepat oleh adanya peningkatan temperatur, desakan oksigen, bertambahnya

kepekatan hasil oksidasi, dan katalisator logam oksidator. Sehubungan dengan

keadaan tersebut, sangat disarankan melakukan seluruh aktivitas dengan

temperatur serendah mungkin. Umumnya, minyak produksi didinginkan sampai

temperatur sekitar 50-70°C.

b. mencegah kontaminasi oleh air dan kotoran

Kontaminasi oleh air sering disebabkan karena kebocoran pipa uap pemanas

dalam tangki timbun. Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kontaminasi

oleh hidrolisis. Kadar kotoran yang tinggi disebabkan oleh kurang bersihnya

tangki timbun atau kurang baiknya proses atau peralatan pengolahan.

c. mencegah kontaminasi oleh jasad renik dan hidrolisis

Jasad renik, terutama ragi, jamur, dan beberapa bakteri sering kali menghasilkan

enzim lipase. Proses hidrolisis biasa terjadi akibat aktivitas enzim lipase. Untuk

mengurangi kegiatan enzim, penimbunan produk dilakukan pada temperatur

sekitar 55°C (Pahan, 2006).

2.6 Penyebab Kerusakan Minyak

Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat

mempengaruhi bau dan rasa suatu bahan makanan, baik yang menguntungkan

ataupun tidak.

Pada umumnya, penguraian lemak dan minyak menghasilkan zat-zat yang tidak

(11)

terjadinya oksidasi dimana peroksida tersebut akan segera terurai menjadi

aldehida atau keton. Inilah yang menimbulkan rasa dan bau tidak enak. Karena

oksidasi dapat berlangsung secara otokatalitik, maka ini juga akan menentukan

daya simpan minyak.

Kerusakan lemak dan minyak menurunkan nilai gizi serta menyebabkan

penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang bersangkutan. Setiap jenis

kerusakan lemak pada pokoknya disebabkan oleh suatu perubahan kimia

tertentu yang dipercepat oleh faktor-faktor lain (Winarno, 1995).

Kerusakan yang terjadi pada minyak dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

yaitu :

1. Absorbsi bau dan kontaminasi

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan yang

mengandung minyak (lemak) yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan

kontaminasi dari alat penampung. Hal ini terjadi karena minyak (lemak) dapat

mengabsorbsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain.

Adanya absorbsi dan kontaminasi dari wadah ini menyebabkan perubahan pada

minyak, dimana akan menghasilkan bau tengik sehingga menurunkan kualitas

minyak. Proses absorbsi dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat

dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan

penyimpanan minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel atau

mild steel yang dilapisi dengan cat epoxy. Bahan yang berasal dari seng tidak

dianjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.

2. Aksi enzim

Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim yang

dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup, enzim dalam

keadaan tidak aktif. Sedangkan jika organisme telah mati, maka koordinasi

antarsel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak minyak.

Indikasi dari aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur kenaikan

(12)

menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Kandungan asam lemak bebas

yang tinggi akan menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak.

Asam lemak bebas juga dapat menyebabkan warna gelap pada minyak (lemak)

dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas enzim ini, bisa

diusahakan dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas, minimal 50°C.

3. Aksi mikroba

Kerusakan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya terjadi jika

masih terdapat dalam jaringan. Namun, minyak yang telah dimurnikan pun

masih mengandung mikroba yang berjumlah maksimum 10 organisme setiap

gramnya. Dalam hal ini, minyak dapat dikatakan steril. Kerusakan yang dapat

ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau sabun,

bau tengik, dan perubahan warna minyak (Pahan, 2006).

Bahan pangan berlemak dengan kadar gula yang tinggi lebih mudah ditumbuhi

ragi dibandingkan dengan bakteri. Ragi tersebut juga dapat tumbuh dalam

larutan garam, asam, dan pada bahan berkadar air rendah. Bakteri juga dapat

menyerang bahan pangan. Namun, sebagian besar aktivitasnya terhambat dalam

suasana asam, media bertekanan osmotik rendah, dan suhu rendah (Ketaren,

2008).

4. Reaksi kimia

Selama ini, kerusakan minyak kelapa sawit hanya diutamakan disebabkan oleh

faktor absorbsi dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba kurang

diperhatikan dan dapat diabaikan. Hal ini disebabkan karena faktor penyebab

tersebut pengaruhnya memang kecil terhadap produksi minyak kelapa sawit.

Ada 2 reaksi kimia yang berperan dalam proses ketengikan/ kerusakan minyak

tersebut, yaitu :

1. Oksidasi

Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan senyawa aldehida dan keton.

Hal ini terjadi sebagai reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari

(13)

dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak

sedap, perubahan warna karena kerusakan pigmen warna, penurunan kandungan

vitamin, dan keracunan (Pahan, 2006).

Proses oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan

menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak

hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi juga dapat menyebabkan

penurunan nilai gizi karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam

lemak esensial dalam lemak. Salah satu cara untuk menghambat reaksi oksidasi

yaitu dengan pemanasan (50°C-55°C) yang mematikan aktivitas organisme

(Ketaren, 2008).

2. Hidrolisis

Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan

gliserol oleh enzim lipase. Asam lemak tersebut mudah menguap dan dan

berbau tidak enak. Enzim lipase berasal dari buah kelapa sawit itu sendiri dan

juga dihasilkan oleh mikroba. Peranan enzim dalam buah sebenarnya adalah

membentuk minyak sawit, bila tanaman kekurangan makanan maka akan terjadi

reaksi hidrolisa dari lemak yang tadinya dibentuk. Hal ini akan merusak minyak

dengan timbulnya bau tengik. Untuk mencegah terjadinya hidrolisis, kandungan

air dalam minyak harus diusahakan seminimal mungkin (Aji, 2010).

2.4.Pengolahan Buah Kelapa Sawit

pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Produk utama yang dapat

diperoleh ialah minyak sawit dan inti sawit. Sedangkan produk samping berupa

serat, cangkang dan tandan kosong.

Pabrik kelapa sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia

dipahami sebagai unit ekstraksi minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan inti

sawit (Crude Palm Kernel Oil) dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. PKS

(14)

dan merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit

khususnya dan industri kelapa sawit pada umumnya. Sifat yang krusial ini

disebabkan beberapa faktor penting diantaranya :

1. Sifat buah kelapa sawit yang segera mengalami penurunan kualitas dan

rendemen bila tidak segera diolah.

2. CPO dan inti sawit merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit

dimana kualitasnya menentukan daya gunanya untuk diolah menjadi

produk akhir industri dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin,

minyak goring, margarine, shortening, minyak inti sawit, kosmetik,

sabun, deterjen, shampoo, dan lain-lain.

PKS merupakan salah satu faktor kunci sukses pembangunan industri

perkebunan kelapa sawit. PKS tersusun atas unit-unit proses yang

memanfaatkan kombinasi perlakuan mekanis, fisik dan kimia. Parameter

penting produksi seperti efisiensi ekstraksi, rendemen, kualitas produk sangat

penting peranannya dalam menjamin daya saing industri perkebunan kelapa

sawit dibanding industri minyak nabati lainnya. (Sulistyo DH, 2009).

2.5.Standar Mutu

Didalam perdagangan kelapa sawit,istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan

menjadi dua arti.Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti

benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain.Mutu minyak sawit

dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat

fisiknya,antara lain titik lebur, angka penyabunan dan bilangan

yodium.sedangkan yang kedua,yaitu mutu minyak sawit yang dilihat dalam arti

penilaian menurut ukuran.dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan

spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak

bebas(ALB),air,kotoran,logam,dan ukuran pemucatan .Dalam dunia

(15)

2.5.1.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit

Berikut ini akan dikemukakan beberapa hal yang secara lansung berkaitan

dengan penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus dengan pencegahannya.

1.Asam Lemak Bebas(free fat acid)

Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendeman minyak turun .Untuk

itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam

kelapa sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan

diolah di pabrik.Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada

minyak.Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB.Reaksi ini

akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor

panas,air,keasaman,katalisis(enzim).Semakin lama reaksi ini berlansung ,maka

semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi

dalam minyak sawit antara lain:

1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu,

2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah,

3. Penumpukan buah yang terlalu lama

4. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

2.Kadar Zat Menguap dan Kotoran

Pada umumnya ,penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian

proses pengendapan,yaitu minyak sawi di jernikan dengan sentrifugasi.Dengan

proses tersebut,kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa

disaring.akan tetapi,kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak

bisa disaring hanya melayang melayang di dalam minyak sawit sebab berat

jenisnya sama dengan minyak sawit.

Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil,tetapi hal itu belum menjamin

mutu minyak sawit .Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara

membuang kotoran dan zat menguap.Hal ini dilakukan dengan peralatan

(16)

3.Kadar Logam

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain

besi,tembaga dan kuningan.Logam logam tersebuat biasanya berasal dari alat

alat pengolahan yang digunakan.Tindakan preventatif pertama yang harus dilakukan untuk menghindar terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan

alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless steell.

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam logam tersebut

akan turun.Sebab dalam kondisi tertentu,logam logam itu dapat menjadi

katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit.Sebagai standar

internasional ditetapkan untuk kadar logam besi maksimal 10 ppm dan logam

tembaga maksimal 5 ppm.

(Tim Penulis PS,1997)

2.6.STASIUN PENGOLAHAN

Tindakan pencegahan yang harus diambil di kebun dan pabrik adalah

pengendalian atas kedua faktor mutu CPO, yaitu hidrolisis dan oksidasi.

Langkah-langkah yang harus diambil pada waktu pengolahan agar memperoleh

produk CPO dengan standar mutu yang baik adalah sebagai berikut :

1. Perebusan

Untuk mencegah oksidasi selama perebusan, udara perlu dikosongkan sama

sekali dari dalam rebusan. Hal ini juga perlu untuk mencapai suhu yang

diperlukan (udara adalah penghantar panas yang jelek). Cara terbaik adalah cara

triple peak (tiga puncak). Buah yang sudah direbus mudah diserang mikroba dan dan cepat busuk. Karena itu, bila tidak sempat diolah, sebaiknya tandan

disimpan sebelum perebusan (Mangoensoekarjo, 2003).

Tujuan dari perebusan adalah untuk menghentikan perkembangan asam lemak

(17)

serta untuk penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit, dimana dengan

proses perebusan, kadar air dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti

terhadap cangkangnya menjadi berkurang.

2. Pemipilan

Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar membawa

tandan buah segar ikut berputar sehingga membanting-banting tandan buah

segar tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan

yang keluar dari bagian bawah pemipil akan ditampung oleh sebuah screw conveyer untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing.

3. Pencacahan dan Pengempaan

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian

pencacahan (digester). Tujuan utama dari proses pencacahan yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang

sekecil-kecilnya.

Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah

pencacahan sudah berupa bubur. Hasil pencacahan tersebut langsung masuk ke

alat pengempaan yang berada dibawah alat pencacah (Pahan, 2006). Peremas

dan kempa merupakan sumber besi karena keausan dari pisau-pisau aduk.

Sebaiknya memakai bahan stainless steel. Pemanasan dengan mantel uap menyebabkan pemanasan lanjut local dan mengurangi daya pucat dari minyak

sehingga lebih baik mamakai uap langsung karena pemanasannya lebih cepat

(Mangoensoekarjo, 2003).

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari

(18)

4. Pemurnian/ Klarifikasi

Persinggungan yang terlalu lama dengan udara pada suhu tinggi harus dicegah

karena akan mengurangi daya pucat akibat oksidasi. ALB juga meningkat bila

klarifikasi terlalu lama.

Kadar air pada minyak masih terlalu tinggi sehingga harus dikurangi sampai

dibawah 0,1% untuk mencegah reaksi hidrolisis secara otokatalitik yang dapat

menyebabkan peningkatan kadar ALB. Untuk itulah minyak harus dikeringkan

dan pengeringan sebaiknya dilakukan dalam vakum.

Sebelum penimbunan, minyak harus didinginkan lebih dahulu sampai dibawah

suhu 50°C untuk mencegah terjadinya oksidasi pada waktu pemasukan minyak

kedalam tangki timbun. Selain itu, pabrik harus bersih karena pabrik yang kotor

dapat menaikkan ALB.

5. Penimbunan

Tangki penimbunan minyak dipakai sebagai penampungan atau penimbunan

minyak produksi dan pengukuran minyak produksi harian. Kerusakan minyak

dapat terjadi selama penimbunan. Kadar air harus dijaga tidak lebih dari 0,1%

dan kadar kotoran 0,01%. Pemanasan berulang-ulang agar dihindarkan dan suhu

dijaga tidak lebih dari 55°C. Persinggungan dengan udara sedapat mungkin agar

dihindarkan.

Sebagai cairan minyak sawit harus disimpan dalam tangki-tangki timbun

berukuran antara 500-3000 ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan

mutu, baik peningkatan kadar ALB maupun peningkatan oksidasi.

Persyaratan penimbunan CPO yang baik adalah :

1. kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air.

2. membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup tangki,

alat-alat

pengukur dan lain-lain setiap ada kesempatan.

(19)

4. pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan

minyak.

5. melapisi dinding tangki dengan dammar epoksi (hanya untuk minyak sawit

bermutu

Referensi

Dokumen terkait

merupakan trigliserida yang kaya akan asam lemak tidak jenuh seperti asam. linoleat dan asam

Kandungan asam lemak tidak jenuh atau ikatan rangkap pada asam lemak oleat dan linoleat pada minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pembuatan

Kandungan Asam Lemak Bebas (ALB), kadar air, dan kadar kotoran yang terdapat dalam minyak sawit merupakan salah satu penentuan mutu minyak sawit. Asam Lemak Bebas (ALB)

ALB merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu dari minyak kelapa sawit,. apabila kadar asam lemak bebasnya semakin tinggi maka mutu minyak

Asam oleat merupakan salah satu komponen utamaasam lemak tidak jenuh tunggal pada minyak sawit yang baik untuk kesehatan.Asam oleat bersifat stabil dandiketahui mampu mengurangi

Lemak dan minyak dalah trigliserida atau trigliserol,kedua istilah ini berarti trimester dari gliserol.Perbedaan antara suatu lemak dan minyak bersifat sembarang

Kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada belut adalah asam palmitat dan mengalami penurunan sebesar 0,91%, kandungan asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi

Pada minyak B, C dan D yang berasal dari minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak sawit peningkatan asam lemak bebas dapat disebabkan karena kadar asam lemak yang cukup tinggi pada