PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN PANEN)
KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS
(ALB) DALAM CPO (CRUDE PALM OIL) DI PTPN III
RAMBUTAN TEBING TINGGI
KARYA ILMIAH
AGUS PURNAMASARI
072409012
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN PANEN) KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)
DALAM CPO (CRUDE PALM OIL) DI PTPN III RAMBUTAN TEBING TINGGI
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat pencapai gelar Ahli Madya
AGUS PURNAMASARI 072409012
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN
PANEN) KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR
ASAM LEMAK BEBAS (ALB
)
DALAM CPO(CRUDE PALM OIL) DI PTPN III RAMBUTAN TEBING TINGGI
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : AGUS PURNAMASARI
Nomor Induk Mahasiswa : 072409012
Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA INDUSTRI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2010
Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua Pembimbing
Dr. Rumondang Bulan, MS
PERNYATAAN
PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN PANEN) KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DALAM CPO
(CRUDE PALM OIL) DI PTPN III RAMBUTAN TEBING TINGGI
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2010
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim…
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada Orang Tua saya yang telah membesarkan, membimbing dan
mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan dukungan dan do’a kepada
penulis dalam menyelesaikan pendidikan.
Terima kasih kepada dosen pembimbing ibu Dra. Emma Zaidar,M.Si yang
telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi petunjuk, saran, dan
bimbingan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Dalam penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS., selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA
USU.
3. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phill., selaku Ketua Program
Diploma 3 Kimia Industri FMIPA USU.
5. Seluruh staf dan karyawan PTP. Nusantara III Kebun Rambutan Tebing Tinggi
khususnya bapak Zulkifli yang telah membimbing kami selama melakukan
Praktek Kerja Lapangan.
6. Seluruh Dosen dan Staf Pegaawai yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan pendidikan di FMIPA USU.
7. Kepada seluruh Keluargaku tersayang yang senantiasa menyelipkan do’anya
untuk ku, adikku Yuda dan Yudi, Seluruh penghuni Sarmin 23, teman –
temanku FANDER, terima kasih atas kekeluargaan dan do’a yang telah
diberikan.
8. Teman – teman seperjuangan Miera, Titin, Fitri, Novi, Ewin dan semua anak
KIN 07 serta teman – teman seperjuangan di PKL, terimakasih atas kerja
samanya.
9. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk
kita semua, dan semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin…
Medan, Juni 2010
ABSTRAK
THE INFLUENCE OF FRUIT FRACTION ( RIPE HARVEST ) PALM TO FREE FATTY ACID CONTENTS IN CRUDE PALM OIL IN PTPN. III
RAMBUTAN TEBING TINGGI
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar isi vii
Daftar Tabel ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Balakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia 4
2.2 Varietas Kelapa Sawit 5
2.5.1 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit 12
2.5.3 Keunggulan Minyak Kelapa Sawit 14
2.5.4 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit 15
2.6 Mutu Minyak Sawit 16
2.7 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) 17
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Metodologi Analisa 21
3.1.1 Alat 21
3.1.2 Bahan 21
3.2 Prosedur Kerja 21
3.2.1 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas 21
3.3 Pembuatan Reagensia 22
3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Oksalat (H2C2O4) 0,05 N 22
3.3.2 Pembuatan Indikator Methylen Blue 22
3.3.3 Pembuatan Larutan KOH 0,05 N 23
3.3.4 Standarisasi Larutan KOH 0,05 N 23
3.4 Preparasi Sampel 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan 24
4.2 Perhitungan 24
4.3 Pembahasan 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 28
5.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah. 6
Tabel 2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan
Daging Buah 8
Tabel 3. Tingkatan Fraksi TBS 10
Tabel 4. Sifat Fisika – Kimia dari Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti
Kelapa Sawit 13
Tabel 5. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit 14
Tabel 6. Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit 17
ABSTRAK
THE INFLUENCE OF FRUIT FRACTION ( RIPE HARVEST ) PALM TO FREE FATTY ACID CONTENTS IN CRUDE PALM OIL IN PTPN. III
RAMBUTAN TEBING TINGGI
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Panen dan pengolahan hasil merupakan rangkaian terakhir dari kegiatan budi
daya kelapa sawit. Kegiatan ini memerlukan teknik tersendiri untuk mendapatkan
hasil yang berkualitas. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi
pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya
dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Pelaksanaan
pemanenan tidak secara sembarangan. Perlu memperhatikan beberapa kriteria tertentu
sebab tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak yang
tinggi dengan kualitas minyak yang baik. (Yan Fauzi, dkk., 2002)
Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang
dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak
yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan
meningkatkan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA). Hal itu
tentu akan banyak merugikan, sebab pada buah yang terlalu masak kandungan
minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu minyak. Lagi
pula, buah yang terlalu masak lebih mudah terserang hama dan penyakit. Sebaliknya,
pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun
ALB-nya rendah.
Komposisi fraksi tandan yang biasa ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi
perlakuan sejak awal panen dilapangan. Faktor penting yang cukup berpengaruh
pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai
arti yang penting sebab jumlah dan mutu minyak yang diperoleh nantinya sangat
ditentukan oleh faktor ini.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas
(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam
keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam
persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam
keadaan buah belum matang, maka selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak
yang diperoleh juga rendah. (Tim Penulis PS, 2000)
1.2Permasalahan
Dalam pemanenan kelapa sawit harus memenuhi kriteria matang panen untuk
menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi dan kualitas minyak yang baik. Maka
masalah yang dihadapi adalah pada fraksi berapa kelapa sawit tersebut memiliki
kandungan minyak yang maksimal dan kandungan ALB yang minimal sehingga layak
untuk dipanen.
1.3Tujuan
- Untuk mengetahui kadar ALB dalam minyak CPO, berdasarkan kriteria panen
TBS.
- Untuk mengetahui fraksi buah (kematangan panen) kelapa sawit di dalam
1.4Manfaat
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberi manfaat, cara yang tepat
dan efisien dalam pemanenan kelapa sawit di dalam memperoleh produksi CPO
dengan rendemen minyak yang tinggi dan kadar ALB yang rendah. Kenaikan kadar
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di
hutan Brazil dibanding dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit
hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua
Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama
berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. (Yan Fauzi,2002)
Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang
cerah di masa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari
minyak sawit. Minyak sawit di samping digunakan sebagai bahan industri pangan,
dapat pula digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan. Minyak sawit
merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai di seluruh dunia.
Penghasil minyak sawit terbesar di dunia saat ini adalah Malaysia dan menjadi sumber
devisa utama sejak tahun 1970-an. Sampai saat ini ekspor minyak sawit Indonesia
dalam bentuk produk olahan yang merupakan hasil sampingan dan pembuatan minyak
goreng, sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif kecil. (Suyatno Risza, 1994)
2.2Varietas Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (palm oil) termasuk tanaman monokotil yang secara
taksonomi dapat diuraikan sebagai berikut.
2.2.1 Klasifikasi
Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Ordo : Palmales
Famili : Palmae
Sub-famili : Cocoidae
Genus : Elais
Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq (kelapa sawit Afrika)
2. Elaieis melanococca atau Corozo oleifera ( kelapa sawit Amerika
Latin)
Varietas/tipe : Digolongkan berdasarkan :
1. Tebal tipisnya cangkang (endocarp): dikenal ada tiga varietas/tipe,
yaitu Dura, pisifera, dan Tenera.
2. Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan
2.2.2 Tipe – tipe Kelapa Sawit
Pembagian tipe kelapa sawit didasarkan pada warna buah (kulit,exocrap) dan
ketebalan cangkang. Pada spesies Elaeis guineensis Jacq., dikenal beberapa tipe
kelapa sawit yang dibedakan berdasarkan warna buah dan ketebalan cangkang.
1. Berdasarkan Warna Buah
Berdasarkan warna buah, tipe-tipe kelapa sawit dibedakan sebagai berikut.
a. Tipe Nigrescens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah mentah berwarna ungu
(violet) sampai hitam, sedangkan pangkalnya agak pucat. Setelah buah
matang, warna buah berubah menjadi merah-kuning. Tipe ini banyak dijumpai
dimana – mana.
b. Tipe Virescens: Tipe ini memiliki ciri buah mentah berwarna hijau. Setelah
matang, buah menjadi merah – kuning (oranye) tetapi bagian ujungnya tetap
kehijau – hijauan. Tipe ini sudah jarang dijumpai di lapangan.
c. Tipe Albascens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah muda berwarna kuning
pucat, sedangkan buah masak berwarna kuning tua karena mengandung
karotein. Ujung buah berwarna ungu kehitam – hitaman. Tipe ini sudah sulit
dijumpai dan kurang disukai untuk dibudidayakan. (Djoehana Setyamidjaja,
Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah
Varietas Warna buah muda Warna buah masak
Nigrescens
Virescens
Abescens
Ungu kehitam – hitaman
Hijau
Keputih – putihan
Jingga kehitam – hitaman
Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau
Kekuning – kuningan dan ujungnya ungu kehitaman
(Yan Fauzi, 2002)
2. Berdasarkan Tebal Tipis Cangkang
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe – tipe kelapa sawit sebagai
berikut.
a. Tipe Dura: Tipe ini memiliki cici – cirri daging buah (mesocrap) tipis,
cangkang (endocarp) tebal (2 – 8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak
terdapat cincin serabut. Persentase daging buah 35% - 60% dengan rendemen
minyak 17% - 18%. Adapun tipe Deli Dura adalah tipe Dura yang berasal dari
Kebun Raya Bogor (aslinya dari Afrika yang dimasukkan tahun 1848),
kemudian dikembangkan di Deli yaitu daerah sekitar Medan (dahulu kerajaan
Deli). Dewasa ini tipe Deli Dura banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaan
kelapa sawit.
b. Tipe Pisifera: Tipe ini memiliki cirri – cirri daging buahnya tebal, tidak
mempunyai cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti.
Intinya kecil sekali bila dibandingkan dengan tipe Dura ataupun Tenera.
tinggi. Bunga kelapa sawit tipe Pisifera biasanya steril. Kelapa sawit tipe ini
hanya dipakai sebagai “pohon bapak” dalam persilangan tipe Dura/Deli Dura.
c. Tipe Tenera: Tipe ini merupakan hasil silang antara tipe Dura dan Pisifera.
Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Tipe
ini mempunyai tebal cangkang 0,5 – 4 mm, mempunyai cincin serabut
walaupun tidak sebanyak seperti Pisifera, sedangkan intinya kecil.
Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak 22% -
24%. Jumlah daun yang terbentuk tiap tahun lebih banyak daripada tipe Dura,
Tabel 2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging
Buah
Varietas Deskripsi
Dura
Pisifera
Tenera
- Tempurung tebal (2 – 8 mm)
- Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung
- Daging buah relatif tipis, yaitu 35 - 50% terhadap buah
- Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah
- Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina
- Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada
- Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura - Daging biji sangat tipis
- Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
- Hasil dari persilangan Dura dengan Pisifera - Tenpurung tipis (0,5 – 4 mm)
- Terdaapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung - Daging buah sangat (60 - 96% dari buah)
- Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil
2.3 Panen Kelapa Sawit
Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun dan buahnya
menjadi masak 5 – 6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit
dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi
merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging
buah telah maksimal.
Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah
masak, memungut brondolan dan sistem pengangkutannya dari pohon ke tempat
pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.
2.4 Kriteria matang panen
Kriteria panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar
memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat
kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid
(ALB atau FFA) minimal. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen yaitu
berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10
tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih dari 10
tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis digunakan
kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan.
2.4.1 Cara panen
Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang
dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan
minyak yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaaan buah lewat matang akan
tentu akan banyak merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian
kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu
minyak. Selain itu, buah yang terlalu masak lebih muda terserang hama dan
penyakit. Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan
kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah.
Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang dilakukan oleh
perkebunan kelapa sawit di Indonesia,
- Tanaman yang tingginya 2 – 5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat
dodos.
- Tanaman dengan ketinggian 5 – 10 m dipanen dengan cara berdiri
menggunakan alat kapak siam.
- Tanaman dengan tinggi di atas 10 m dipanen dengan cara egrek yaitu alat arit
bergagang panjang.
2.4.2 Fraksi TBS dan mutu panen
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat
dipengaruhi perlakuan sejak awal panen di lapangan. Faktor penting yang cukup
berpengaruh adalah kematangan buah yang dipanen dan cepat tidaknya
pengangkutan buah ke pabrik.
Table 3. Tingkatan Fraksi TBS
No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan
1.
Tidak ada, buah berwarna hitam
1 – 12,5% buah luar membrondol
12,5 – 25% buah luar membrondol
25 – 50% buah luar membrondol
50 – 75% buah luar membrondol
75 – 100% buah luar membrondol
Buah dalam juga membrondol, ada
buah yang busuk
Sangat mentah
Mentah
Kurang matang
Matang I
Matang II
Lewat matang I
Lewat matang II
Derajat kematangan yang baik yaitu tandan – tandan yang dipanen berada pada
fraksi 1, 2, dan 3.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas
(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam
keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam
persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam
keadaan buah belum matang, selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang
2.5 Minyak Sawit
Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan
daging buah kelapa sawit (mesocrap) tanaman Elaeis guineensis Jacq. Minyak sawit
kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang
diperoleh dari ekstraksi dari bagian mesokrap buah. (Seto, Sagung. 2001)
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu
senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam
lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Minyak
sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama β-karoten).
Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum
matang. Penentuan saat panen adalah sangat menentukan. Kandungan minyak
tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondol (melepas dari
tandannya). Kematangan tandan dinyatakan dengan jumlah buahnya yang
membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan,
minyak yang terbentuk baru 6 – 7%. Menjelang pematangannya pembentukan minyak
berlangung dengan cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat
terhadap daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan.
Hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dalam buah kelapa
sawit terjadi sejak buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas
hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang
terdapat dalam buah, tetapi berada di luar sel yang mengandung minyak. Jika dinding
sel pecah karena proses pembusukan, pelukaan mekanik, tergores atau memar karena
benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan
bila suasana sesuai, yaitu pada suhu rendah di bawah 50oC, dan dalam keadaan
lembab dan kotor. Minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya.
Pemanasan sampai suhu di atas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurnian akan
menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air
kurang dari 0,8% mikroorganisme tidak dapat berkembang dan jika lebih tinggi maka
minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 90 – 95oC. ( Mangoensoekarjo, 2003)
2.5.1 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisika – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor,
kelarutan, dan sebagainya. Berikut ini dijelaskan beberapa sifat fisik – kimia minyak
kelapa sawit.
Table 4. Sifat Fisika – Kimia dari Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa
Sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu kamar
Indeks bias D 40oC
Sumber : Krischenbauer (1960)
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya
asam – asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas
minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. ( S. Ketaren, 1986)
2.5.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak
kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Titik
lebur minyak sawit tergantung pada kadar trigliseridanya. Minyak sawit terdiri atas
berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai
adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak sawit ditentukan
oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut. Pada tabel di bawah ini
Table 5. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Asam Lemak
Jumlah Karbon
Tak Jenuh Titik Lebur (oC)
Asam Lemak, % Berat
Minyak Sawit M.Inti sawit
Kaprilat
( Mangoensoekarjo, 2003)
Jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dalam minyak sawit
hampir sama. Komponen utama adalah asam palmitat dan oleat.
2.5.3 Keunggulan Minyak Kelapa Sawit
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki
keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Minyak sawit juga memiliki
Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan
minyak nabati lainnya. Dalam CPO kadar sterol berkisar antara 360 – 620 ppm
dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001% dalam CPO.
Bahkan dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu butir
telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak sawit
dapat dinyatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya rendah).
(Yan Fauzi, 2002)
2.5.4 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit
Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan
dan industri nonpangan.
A. Minyak Sawit Untuk Industri pangan
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak
sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan
hidrogenesis. Produk CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga
dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk
minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak
goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat
kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan minyak goreng lainnya, antara lain mengandung karoten yang
diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin
E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehinnga
minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat
B. Minyak Sawit Untuk Industri Nonpangan
Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit
diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak
dan gliserin. Kandungan minyak dalam sawit berjumlah kurang lebih 1%,
diantara kandungan minor yang sangat berguna tersebut antara lain karoten
dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan
pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah
kanker, arterosklerosis, dan memperlambat proses penuaan. Oleokimia adalah
bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya
adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang
digolongkan dalam oleokimikal adalah asam lemak, lemak alkohol, asam
amino, metal ester, dan gliserin. Bahan – bahan tersebut mempunyai
spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri komestik dan aspal.
Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan detergen.
(Yan Fauzi, 2002)
2.6 Mutu Minyak Sawit
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh
karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah
mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar – benar murni
dan tidak bercampur dengan minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit tersebut dapat
ditentukan dengan menilai sifat – sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik
lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit
mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam
tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.
Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri
pangan dan nonpangan masing – masing berbeda. Oleh karena itu, keaslian,
kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan.
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor – faktor
tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau
kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang
secara langsung berkaitan dengan standart mutu minyak sawit seperti:
Table 6. Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit.
Karakteristik Minyak Sawit
Inti Sawit Minyak Inti Sawit
Keterangan
Asam Lemak bebas
Kadar kotoran
Kadar zat menguap
2.7 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Asam lemak bebas (ALB) adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa dari
lemak. Kadar ALB minyak kelapa sawit dianggap sebagai Asam Palmitat ( berat
molekul 256). ALB yang tinggi menimbulkan kerugian dalam Rafinasi dan korosi
logam proxidant seperti besi dan tembaga.
Rata – rata kadar ALB adalah sebesar 3,5% dalam bentuk asam palmitat, hal
ini menunjukkan bahwa kandungan ALB yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit
(PKS) masih masuk dalam kualitas yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 5%,
walaupun di beberapa PKS memiliki ALB lebih besar dari 4%. Asam – asam lemak
yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai
asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon.
Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan linoleat,
minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Untuk ALB dalam CPO
komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat. (Naibaho, P. 1998)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit
sangat merugikan. Tingginya asam lemak ini mengakibatkan rendemen minyak turun.
Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam
minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan
diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa minyak. Hasil
reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat
dengan adanya faktor – faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin
Pembentukan ALB dikatalis oleh enzim lipase yang terdapat dalam sel
mesokrap atau yang berasal dari luar sel seperti yang dihasilkan oleh bakteri maupun
kapang. Kerusakan fisik akibat transportasi, ataupun penundaan panen dan
pengangkutan akan meningkatkan jumlah buah luka, memar ataupun rusak sehingga
merangsang bekerjanya enzim lipase dan sebagai akibatnya ALB meningkat.
Aktivitas enzim lipase sangat dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan hidrolisa oleh
enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan
pada kondisi yang cocok proses hidrolisa oleh enzim lipase akan sangat cepat.
Reaksi pembentukan ALB pada minyak kelapa sawit;
O
CH2 – O – C – R CH2 – OH
O Panas, air O
CH – O – C – R CH – OH + R – C OH
O keasaman, enzim
CH2 – O – C – R CH2 – OH
Minyak sawit gliserol ALB
( Hutomo, T., 1991)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif
tinggi dalam minyak sawit antara lain :
- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.
- Penumpukan buah yang terlalu lama.
- Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.
Setelah mengetahui faktor – faktor penyebabnya, maka tindakan pencegahan
dan pemucatan lebih mudah dilakukan.
Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha menekan kadar
ALB sekaligus menaikkan rendemen minyak. Pemetikan buah sawit di saat belum
matang (saat proses biokimia belum sempurna) menghasilkan gliserida sehingga
mengakibatkan terbentuknya ALB dalam minyak sawit. Sedangkan pemetikan setelah
batas tepat panen yang ditandai dengan buah berjatuhan dan menyebabkan pelukaan
pada buah lainnya, akan menstimulir penguraian enzimatis pada buah sehingga
menghasilkan ALB dan akhirnya terikut dalam buah sawit yang masih utuh sehingga
kadar ALB meningkat.
Untuk itulah pemanenan tandan buah segar harus dikaitkan dengan kriteria
matang panen sehingga dihasilkan minyak sawit yang berkualitas tinggi. Sebaiknya
panen dilakukan pada saat buah berumur 15 – 17 minggu, karena pada saat itu tidak
terjadi peningkatan asam lemak bebas yang terbentuk antara lain karena penguraian
lemak oleh enzim lipase yang mulai aktif pada mesokrap yang berumur 16 – 20
minggu. (Tim Penulis PS, 2000)
Meningkatnya kandungan ALB disebabkan oleh 3 peristiwa:
1. Peningkatan dalam skala kecil akibat terjadinya degradasi biologis dalam buah
yaitu proses buah menjadi lewat matang atau mulai membusuk.
2. Jatuhnya tandan buah ke tanah waktu dipanen, yang menyababkan terjadinya
3. Penanganan (handling) buah dalam rangka pengankutan ke Tempat
Pemungutan Hasil (TPH) dan dari TPH ke pabrik..
Sebelum dipasarkan, minyak ditimbun dalam tangki – tangki timbun yang
memiliki ukuran serta kapasitas yang bervariasi. Isi tangki timbun dipanaskan pada
suhu 50 – 60oC. Selama penimbunan ini kadar ALB juga dapat meningkat. Untuk
menjamin agar kadar ALB tidak melebihi 5% maka sebaiknya kadar ALB tersebut
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Metodologi Analisa
3.1.1 Alat
- Buret(10 ml) Brand
- Neraca Analitik Sartorius
- Labu Erlenmeyer (250 ml) Pyrex
- Gelas ukur (50 ml) Pyrex
- Pipet tetes
3.1.2 Bahan
- Alkohol 96%
- N-heksan
- KOH
3.2 Prosedur kerja
3.2.1 Penentuan Kandungan Asam Lemak Bebas
- ditimbang Labu Erlenmeyer kosong pada neraca analitik
- dimasukkan sampel minyak CPO ke dalam Erlenmeyer yang sudah ditimbang
untuk masing-masing fraksi buah
- lalu ditimbang pada neraca analitik untuk mrngetahui berat sampel CPO
- ditambahkan ke dalamnya masing-masing 10 ml N-Heksan
- kemudian ditambahkan 20 ml alkohol 96%
- ditambahkan 3 tetes indikator Tymol Blue
- dikocok supaya homogen
- kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,05 N sampai larutan berubah warna
dari kuning menjadi biru kehijauan
- dicatat volume KOH yang terpakai
- dihitung kadar ALB yang terkandung dalam minyak dengan rumus:
Dimana :
N. KOH = Normalitas larutan KOH
V. KOH = Volume larutan KOH (ml)
Mp = Bm minyak sawit (256)
Asam palmitat (C15H31COOH)
Ws = Berat sampel (gram)
3.3 Pembuatan Reagensia
3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Oksalat (H2C2O4) 0,05 N
-ditimbang 0,63 gram Kristal H2C2O4.2H2O
-dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda
-dikocok sampai homogen
3.3.2 Pembuatan Indikator Tymol Blue
-ditimbang Kristal Tymol Blue sebanyak 1 gram
-dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml
-dilarutkan dengan 100 ml etanol
-dikocok sampai homogen
3.3.3 Pembuatan Larutan KOH 0,05 N
-ditimbang 0,28 gram Kristal KOH
-dilarutkan dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda
3.3.4 Standarisasi Larutan KOH 0,05 N
Dipipet 10 ml larutan KOH 0,05 N ke dalam labu Erlenmeyer,.
Kemudian ditambahkan 3 tetes larutan indikator Tymol Blue dan dititrasi dengan
larutan 0,05 N Asam Oksalat sampai larutan berwarna merah rose. Dicatat
volume KOH yang terpakai.
3.4 Preparasi Sampel
Sampel diambil dari KRBTN (kebun Rambutan) Tebing Tinggi yang
dipanen pada tanggal 26 januari 2010.
-Tandan Buah Segar yang telah direbus diambil brondolannya
-Dipisahkan antara daging buah dan biji buah
-Daging buah dihaluskan kemudian diperas untuk diambil minyaknya
-Setelah minyak diperoleh, dimasukkan ke dalam oven selama ± 5 menit untuk
menguapkan kadar airnya
-Kemudian diambil minyak tersebut 2 – 3 gram untuk diperiksa kadar
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan
Tabel 7. Hasil Penentuan ALB dari Buah Kelapa Sawit
Kematangan
4.2 Perhitungan
Perhitungan kadar ALB yang dihasilkan dari buah kelapa sawit dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
% ALB = x 100%
Dimana :
N. KOH = Normalitas larutan KOH
V. KOH = Volume larutan KOH (ml)
Mp = Bm minyak sawit (256)
Asam palmitat (C15H31COOH)
Ws = Berat sampel (gram)
Dengan menggunakan rumus di atas, maka dapat dihitung kadar Asam Lemak
Bebas dari setiap Fraksi buah kelapa sawit.
1. Buah Mentah (fraksi 0)
- Percobaan I
% ALB = x 100%
% ALB = 1,8%
- Percobaan II
% ALB = x 100%
- Percobaan III
% ALB = x 100%
% ALB = 1,8%
Untuk setiap fraksi buah kelapa sawit dilakukan perhitungan kadar ALB
seperti pada perhitungan di atas. Fraksi buah kelapa sawit yang diperiksa kadar
ALB-nya yaitu buah mentah (fraksi 0), buah agak matang (fraksi1), buah matang (fraksi 2,
3), serta buah lewat matang (fraksi 4 ,5).
4.3 Pembahasan
Menurut data yang diperoleh untuk derajat kematangan buah kelapa sawit pada
kondisi kematangan panen buah mentah (fraksi 0), buah agak matang (fraksi 1), buah
matang (fraksi 2, 3), dan buah lewat matang (fraksi 4, 5) terhadap kondisi asam lemak
bebas pada CPO yang diperoleh yaitu mengalami kenaikan apabila buah tersebut
dipanen pada keadaan lewat matang.
Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit sangat tergantung dari
derajat kematangan buah yang dipanen. Semakin buah tersebut matang semakin tinggi
kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit yang dihasilkan, sebaliknya jika
pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALBnya
rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah.
Kriteria matang panen merupakan cara yang dapat membantu pemanen agar
memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat
kematang panen yang tepat dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang
rontok ( jumlah brondolan )..
Fraksi – fraksi TBS sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas
minyak sawit yang dihasilkan. Fraksi TBS yang memiliki derajat kematangan yang
baik adalah jika tandan – tandan yang dipanen berada pada kondisi kematangan panen
buah agak matang (fraksi 1) dan pada buah matang (fraksi 2, 3). Pada buah agak
matang kadar ALB yang terbentuk 1,7 – 3,3 % dan pada fraksi buah matang yaitu
sebesar 1,8 – 4,9 %. Pada fraksi inilah produksi CPO yang dihasilkan memiliki mutu
yang baik. Berpatokan pada kadar ALB maksimum yang diperbolehkan yaitu ≤ 3,5%,
jika fraksi ini yang diolah untuk menghasilkan CPO maka kandungan ALB dalam
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1. Kematangan panen sangat mempengaruhi kadar ALB yang terdapat dalam
minyak CPO. Semakin buah tersebut matang semakin tinggi kadar asam lemak
bebas dalam minyak sawit yang dihasilkan (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika
pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang (mentah), kadar
ALB-nya rendah.
2. Buah kelapa sawit yang baik untuk diolah menjadi CPO adalah buah agak
matang (fraksi 1), dan buah matang (fraksi 2, 3). Pada fraksi ini ALB yang
terbentuk sesuai dengan standart industri ≤ 3,5%.
5.2 Saran
1. Agar lebih meningkatan pengawasan pemanenan di lapangan agar pemanenan
buah tepat pada fraksi – fraksi yang layak untuk dipanen.
2. Para pemanen sebaiknya diberikan bekal mengenai kriteria panen sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Y.dkk. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Cetakan XIV. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hutomo, T. dan Sandra, S. 1991. Buletin Perkebunan. Volume 22. Pusat penelitian perkebunan Rispa. Medan.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama, UI-Press. Jakarta.
Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Naibaho, P. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Risza, S. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit. Edisi revisi. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Lampiran 1
Lampiran 3
Standart mutu produksi
Karakteristik Minyak Sawit
Inti Sawit
Asam Lemak bebas
Kadar air
Kadar kotoran
≤ 3,50 %
≤ 0,15 %
≤ 0,02 %
≤ 1,00 %
≤ 7,00 %