• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Fraksi Buah (Kematangan Panen) Kelapa Sawit Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dalam CPO (Crude Palm Oil) Di PTPN III Rambutan Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Fraksi Buah (Kematangan Panen) Kelapa Sawit Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dalam CPO (Crude Palm Oil) Di PTPN III Rambutan Tebing Tinggi"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN PANEN)

KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

(ALB) DALAM CPO (CRUDE PALM OIL) DI PTPN III

RAMBUTAN TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

AGUS PURNAMASARI

072409012

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN PANEN) KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)

DALAM CPO (CRUDE PALM OIL) DI PTPN III RAMBUTAN TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat pencapai gelar Ahli Madya

AGUS PURNAMASARI 072409012

PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN

PANEN) KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR

ASAM LEMAK BEBAS (ALB

)

DALAM CPO

(CRUDE PALM OIL) DI PTPN III RAMBUTAN TEBING TINGGI

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : AGUS PURNAMASARI

Nomor Induk Mahasiswa : 072409012

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2010

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua Pembimbing

Dr. Rumondang Bulan, MS

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH FRAKSI BUAH (KEMATANGAN PANEN) KELAPA SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DALAM CPO

(CRUDE PALM OIL) DI PTPN III RAMBUTAN TEBING TINGGI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2010

(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim…

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang

tak terhingga kepada Orang Tua saya yang telah membesarkan, membimbing dan

mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan dukungan dan do’a kepada

penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Terima kasih kepada dosen pembimbing ibu Dra. Emma Zaidar,M.Si yang

telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi petunjuk, saran, dan

bimbingan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Dalam penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan

terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam USU.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS., selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA

USU.

3. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc.,M.Phill., selaku Ketua Program

Diploma 3 Kimia Industri FMIPA USU.

(6)

5. Seluruh staf dan karyawan PTP. Nusantara III Kebun Rambutan Tebing Tinggi

khususnya bapak Zulkifli yang telah membimbing kami selama melakukan

Praktek Kerja Lapangan.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pegaawai yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan pendidikan di FMIPA USU.

7. Kepada seluruh Keluargaku tersayang yang senantiasa menyelipkan do’anya

untuk ku, adikku Yuda dan Yudi, Seluruh penghuni Sarmin 23, teman –

temanku FANDER, terima kasih atas kekeluargaan dan do’a yang telah

diberikan.

8. Teman – teman seperjuangan Miera, Titin, Fitri, Novi, Ewin dan semua anak

KIN 07 serta teman – teman seperjuangan di PKL, terimakasih atas kerja

samanya.

9. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk

kita semua, dan semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin…

Medan, Juni 2010

(7)

ABSTRAK

(8)

THE INFLUENCE OF FRUIT FRACTION ( RIPE HARVEST ) PALM TO FREE FATTY ACID CONTENTS IN CRUDE PALM OIL IN PTPN. III

RAMBUTAN TEBING TINGGI

ABSTRACT

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar Tabel ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Balakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia 4

2.2 Varietas Kelapa Sawit 5

2.5.1 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit 12

(10)

2.5.3 Keunggulan Minyak Kelapa Sawit 14

2.5.4 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit 15

2.6 Mutu Minyak Sawit 16

2.7 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) 17

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Metodologi Analisa 21

3.1.1 Alat 21

3.1.2 Bahan 21

3.2 Prosedur Kerja 21

3.2.1 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas 21

3.3 Pembuatan Reagensia 22

3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Oksalat (H2C2O4) 0,05 N 22

3.3.2 Pembuatan Indikator Methylen Blue 22

3.3.3 Pembuatan Larutan KOH 0,05 N 23

3.3.4 Standarisasi Larutan KOH 0,05 N 23

3.4 Preparasi Sampel 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan 24

4.2 Perhitungan 24

4.3 Pembahasan 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 28

5.2 Saran 28

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah. 6

Tabel 2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan

Daging Buah 8

Tabel 3. Tingkatan Fraksi TBS 10

Tabel 4. Sifat Fisika – Kimia dari Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti

Kelapa Sawit 13

Tabel 5. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit 14

Tabel 6. Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit 17

(12)

ABSTRAK

(13)

THE INFLUENCE OF FRUIT FRACTION ( RIPE HARVEST ) PALM TO FREE FATTY ACID CONTENTS IN CRUDE PALM OIL IN PTPN. III

RAMBUTAN TEBING TINGGI

ABSTRACT

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Panen dan pengolahan hasil merupakan rangkaian terakhir dari kegiatan budi

daya kelapa sawit. Kegiatan ini memerlukan teknik tersendiri untuk mendapatkan

hasil yang berkualitas. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi

pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya

dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Pelaksanaan

pemanenan tidak secara sembarangan. Perlu memperhatikan beberapa kriteria tertentu

sebab tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak yang

tinggi dengan kualitas minyak yang baik. (Yan Fauzi, dkk., 2002)

Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang

dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak

yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan

meningkatkan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA). Hal itu

tentu akan banyak merugikan, sebab pada buah yang terlalu masak kandungan

minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu minyak. Lagi

pula, buah yang terlalu masak lebih mudah terserang hama dan penyakit. Sebaliknya,

pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun

ALB-nya rendah.

Komposisi fraksi tandan yang biasa ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi

perlakuan sejak awal panen dilapangan. Faktor penting yang cukup berpengaruh

(15)

pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai

arti yang penting sebab jumlah dan mutu minyak yang diperoleh nantinya sangat

ditentukan oleh faktor ini.

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas

(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam

keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam

persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam

keadaan buah belum matang, maka selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak

yang diperoleh juga rendah. (Tim Penulis PS, 2000)

1.2Permasalahan

Dalam pemanenan kelapa sawit harus memenuhi kriteria matang panen untuk

menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi dan kualitas minyak yang baik. Maka

masalah yang dihadapi adalah pada fraksi berapa kelapa sawit tersebut memiliki

kandungan minyak yang maksimal dan kandungan ALB yang minimal sehingga layak

untuk dipanen.

1.3Tujuan

- Untuk mengetahui kadar ALB dalam minyak CPO, berdasarkan kriteria panen

TBS.

- Untuk mengetahui fraksi buah (kematangan panen) kelapa sawit di dalam

(16)

1.4Manfaat

Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberi manfaat, cara yang tepat

dan efisien dalam pemanenan kelapa sawit di dalam memperoleh produksi CPO

dengan rendemen minyak yang tinggi dan kadar ALB yang rendah. Kenaikan kadar

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika

Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari

Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di

hutan Brazil dibanding dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit

hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua

Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

kolonial Belanda pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan

dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama

berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. (Yan Fauzi,2002)

Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang

cerah di masa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari

minyak sawit. Minyak sawit di samping digunakan sebagai bahan industri pangan,

dapat pula digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan. Minyak sawit

merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai di seluruh dunia.

Penghasil minyak sawit terbesar di dunia saat ini adalah Malaysia dan menjadi sumber

devisa utama sejak tahun 1970-an. Sampai saat ini ekspor minyak sawit Indonesia

(18)

dalam bentuk produk olahan yang merupakan hasil sampingan dan pembuatan minyak

goreng, sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif kecil. (Suyatno Risza, 1994)

2.2Varietas Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (palm oil) termasuk tanaman monokotil yang secara

taksonomi dapat diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Klasifikasi

Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Ordo : Palmales

Famili : Palmae

Sub-famili : Cocoidae

Genus : Elais

Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq (kelapa sawit Afrika)

2. Elaieis melanococca atau Corozo oleifera ( kelapa sawit Amerika

Latin)

Varietas/tipe : Digolongkan berdasarkan :

1. Tebal tipisnya cangkang (endocarp): dikenal ada tiga varietas/tipe,

yaitu Dura, pisifera, dan Tenera.

2. Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan

(19)

2.2.2 Tipe – tipe Kelapa Sawit

Pembagian tipe kelapa sawit didasarkan pada warna buah (kulit,exocrap) dan

ketebalan cangkang. Pada spesies Elaeis guineensis Jacq., dikenal beberapa tipe

kelapa sawit yang dibedakan berdasarkan warna buah dan ketebalan cangkang.

1. Berdasarkan Warna Buah

Berdasarkan warna buah, tipe-tipe kelapa sawit dibedakan sebagai berikut.

a. Tipe Nigrescens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah mentah berwarna ungu

(violet) sampai hitam, sedangkan pangkalnya agak pucat. Setelah buah

matang, warna buah berubah menjadi merah-kuning. Tipe ini banyak dijumpai

dimana – mana.

b. Tipe Virescens: Tipe ini memiliki ciri buah mentah berwarna hijau. Setelah

matang, buah menjadi merah – kuning (oranye) tetapi bagian ujungnya tetap

kehijau – hijauan. Tipe ini sudah jarang dijumpai di lapangan.

c. Tipe Albascens: Tipe ini memiliki ciri – ciri buah muda berwarna kuning

pucat, sedangkan buah masak berwarna kuning tua karena mengandung

karotein. Ujung buah berwarna ungu kehitam – hitaman. Tipe ini sudah sulit

dijumpai dan kurang disukai untuk dibudidayakan. (Djoehana Setyamidjaja,

(20)

Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah

Varietas Warna buah muda Warna buah masak

Nigrescens

Virescens

Abescens

Ungu kehitam – hitaman

Hijau

Keputih – putihan

Jingga kehitam – hitaman

Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau

Kekuning – kuningan dan ujungnya ungu kehitaman

(Yan Fauzi, 2002)

2. Berdasarkan Tebal Tipis Cangkang

Berdasarkan tebal tipisnya cangkang, dikenal tipe – tipe kelapa sawit sebagai

berikut.

a. Tipe Dura: Tipe ini memiliki cici – cirri daging buah (mesocrap) tipis,

cangkang (endocarp) tebal (2 – 8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak

terdapat cincin serabut. Persentase daging buah 35% - 60% dengan rendemen

minyak 17% - 18%. Adapun tipe Deli Dura adalah tipe Dura yang berasal dari

Kebun Raya Bogor (aslinya dari Afrika yang dimasukkan tahun 1848),

kemudian dikembangkan di Deli yaitu daerah sekitar Medan (dahulu kerajaan

Deli). Dewasa ini tipe Deli Dura banyak digunakan dalam kegiatan pemuliaan

kelapa sawit.

b. Tipe Pisifera: Tipe ini memiliki cirri – cirri daging buahnya tebal, tidak

mempunyai cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti.

Intinya kecil sekali bila dibandingkan dengan tipe Dura ataupun Tenera.

(21)

tinggi. Bunga kelapa sawit tipe Pisifera biasanya steril. Kelapa sawit tipe ini

hanya dipakai sebagai “pohon bapak” dalam persilangan tipe Dura/Deli Dura.

c. Tipe Tenera: Tipe ini merupakan hasil silang antara tipe Dura dan Pisifera.

Sifat tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Tipe

ini mempunyai tebal cangkang 0,5 – 4 mm, mempunyai cincin serabut

walaupun tidak sebanyak seperti Pisifera, sedangkan intinya kecil.

Perbandingan daging buah terhadap buah 60% - 90%, rendemen minyak 22% -

24%. Jumlah daun yang terbentuk tiap tahun lebih banyak daripada tipe Dura,

(22)

Tabel 2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging

Buah

Varietas Deskripsi

Dura

Pisifera

Tenera

- Tempurung tebal (2 – 8 mm)

- Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung

- Daging buah relatif tipis, yaitu 35 - 50% terhadap buah

- Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah

- Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina

- Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada

- Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura - Daging biji sangat tipis

- Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan

- Hasil dari persilangan Dura dengan Pisifera - Tenpurung tipis (0,5 – 4 mm)

- Terdaapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung - Daging buah sangat (60 - 96% dari buah)

- Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil

(23)

2.3 Panen Kelapa Sawit

Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun dan buahnya

menjadi masak 5 – 6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit

dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi

merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging

buah telah maksimal.

Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah

masak, memungut brondolan dan sistem pengangkutannya dari pohon ke tempat

pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.

2.4 Kriteria matang panen

Kriteria panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar

memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat

kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid

(ALB atau FFA) minimal. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen yaitu

berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10

tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih dari 10

tahun, jumlah brondolan sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis digunakan

kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan.

2.4.1 Cara panen

Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang

dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan

minyak yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaaan buah lewat matang akan

(24)

tentu akan banyak merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian

kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu

minyak. Selain itu, buah yang terlalu masak lebih muda terserang hama dan

penyakit. Sebaliknya, pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan

kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah.

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang dilakukan oleh

perkebunan kelapa sawit di Indonesia,

- Tanaman yang tingginya 2 – 5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat

dodos.

- Tanaman dengan ketinggian 5 – 10 m dipanen dengan cara berdiri

menggunakan alat kapak siam.

- Tanaman dengan tinggi di atas 10 m dipanen dengan cara egrek yaitu alat arit

bergagang panjang.

2.4.2 Fraksi TBS dan mutu panen

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat

dipengaruhi perlakuan sejak awal panen di lapangan. Faktor penting yang cukup

berpengaruh adalah kematangan buah yang dipanen dan cepat tidaknya

pengangkutan buah ke pabrik.

(25)

Table 3. Tingkatan Fraksi TBS

No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan

1.

Tidak ada, buah berwarna hitam

1 – 12,5% buah luar membrondol

12,5 – 25% buah luar membrondol

25 – 50% buah luar membrondol

50 – 75% buah luar membrondol

75 – 100% buah luar membrondol

Buah dalam juga membrondol, ada

buah yang busuk

Sangat mentah

Mentah

Kurang matang

Matang I

Matang II

Lewat matang I

Lewat matang II

Derajat kematangan yang baik yaitu tandan – tandan yang dipanen berada pada

fraksi 1, 2, dan 3.

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas

(ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam

keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam

persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam

keadaan buah belum matang, selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang

(26)

2.5 Minyak Sawit

Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan

daging buah kelapa sawit (mesocrap) tanaman Elaeis guineensis Jacq. Minyak sawit

kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang

diperoleh dari ekstraksi dari bagian mesokrap buah. (Seto, Sagung. 2001)

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu

senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam

lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Minyak

sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama β-karoten).

Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum

matang. Penentuan saat panen adalah sangat menentukan. Kandungan minyak

tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondol (melepas dari

tandannya). Kematangan tandan dinyatakan dengan jumlah buahnya yang

membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan,

minyak yang terbentuk baru 6 – 7%. Menjelang pematangannya pembentukan minyak

berlangung dengan cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat

terhadap daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan.

Hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dalam buah kelapa

sawit terjadi sejak buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas

hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang

terdapat dalam buah, tetapi berada di luar sel yang mengandung minyak. Jika dinding

sel pecah karena proses pembusukan, pelukaan mekanik, tergores atau memar karena

benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan

(27)

bila suasana sesuai, yaitu pada suhu rendah di bawah 50oC, dan dalam keadaan

lembab dan kotor. Minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya.

Pemanasan sampai suhu di atas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurnian akan

menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air

kurang dari 0,8% mikroorganisme tidak dapat berkembang dan jika lebih tinggi maka

minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 90 – 95oC. ( Mangoensoekarjo, 2003)

2.5.1 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisika – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, dan flavor,

kelarutan, dan sebagainya. Berikut ini dijelaskan beberapa sifat fisik – kimia minyak

kelapa sawit.

Table 4. Sifat Fisika – Kimia dari Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa

Sawit

Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit

Bobot jenis pada suhu kamar

Indeks bias D 40oC

Sumber : Krischenbauer (1960)

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah

proses pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna

(28)

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya

asam – asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas

minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. ( S. Ketaren, 1986)

2.5.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang

dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Minyak

kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Titik

lebur minyak sawit tergantung pada kadar trigliseridanya. Minyak sawit terdiri atas

berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai

adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak sawit ditentukan

oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut. Pada tabel di bawah ini

(29)

Table 5. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit

Asam Lemak

Jumlah Karbon

Tak Jenuh Titik Lebur (oC)

Asam Lemak, % Berat

Minyak Sawit M.Inti sawit

Kaprilat

( Mangoensoekarjo, 2003)

Jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dalam minyak sawit

hampir sama. Komponen utama adalah asam palmitat dan oleat.

2.5.3 Keunggulan Minyak Kelapa Sawit

Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki

keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Minyak sawit juga memiliki

(30)

Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan

minyak nabati lainnya. Dalam CPO kadar sterol berkisar antara 360 – 620 ppm

dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001% dalam CPO.

Bahkan dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu butir

telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak sawit

dapat dinyatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya rendah).

(Yan Fauzi, 2002)

2.5.4 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit

Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan

dan industri nonpangan.

A. Minyak Sawit Untuk Industri pangan

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak

sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan

hidrogenesis. Produk CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga

dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk

minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak

goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat

kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan

dibandingkan minyak goreng lainnya, antara lain mengandung karoten yang

diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin

E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehinnga

minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat

(31)

B. Minyak Sawit Untuk Industri Nonpangan

Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit

diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak

dan gliserin. Kandungan minyak dalam sawit berjumlah kurang lebih 1%,

diantara kandungan minor yang sangat berguna tersebut antara lain karoten

dan tokoferol yang dapat mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan

pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah

kanker, arterosklerosis, dan memperlambat proses penuaan. Oleokimia adalah

bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya

adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang

digolongkan dalam oleokimikal adalah asam lemak, lemak alkohol, asam

amino, metal ester, dan gliserin. Bahan – bahan tersebut mempunyai

spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri komestik dan aspal.

Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan detergen.

(Yan Fauzi, 2002)

2.6 Mutu Minyak Sawit

Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh

karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah

mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar – benar murni

dan tidak bercampur dengan minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit tersebut dapat

ditentukan dengan menilai sifat – sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik

lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit

(32)

mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam

tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri

pangan dan nonpangan masing – masing berbeda. Oleh karena itu, keaslian,

kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan.

Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor – faktor

tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau

kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang

secara langsung berkaitan dengan standart mutu minyak sawit seperti:

Table 6. Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit.

Karakteristik Minyak Sawit

Inti Sawit Minyak Inti Sawit

Keterangan

Asam Lemak bebas

Kadar kotoran

Kadar zat menguap

(33)

2.7 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)

Asam lemak bebas (ALB) adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa dari

lemak. Kadar ALB minyak kelapa sawit dianggap sebagai Asam Palmitat ( berat

molekul 256). ALB yang tinggi menimbulkan kerugian dalam Rafinasi dan korosi

logam proxidant seperti besi dan tembaga.

Rata – rata kadar ALB adalah sebesar 3,5% dalam bentuk asam palmitat, hal

ini menunjukkan bahwa kandungan ALB yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit

(PKS) masih masuk dalam kualitas yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 5%,

walaupun di beberapa PKS memiliki ALB lebih besar dari 4%. Asam – asam lemak

yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai

asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon.

Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan linoleat,

minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Untuk ALB dalam CPO

komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat. (Naibaho, P. 1998)

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit

sangat merugikan. Tingginya asam lemak ini mengakibatkan rendemen minyak turun.

Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam

minyak sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan

diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa minyak. Hasil

reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat

dengan adanya faktor – faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin

(34)

Pembentukan ALB dikatalis oleh enzim lipase yang terdapat dalam sel

mesokrap atau yang berasal dari luar sel seperti yang dihasilkan oleh bakteri maupun

kapang. Kerusakan fisik akibat transportasi, ataupun penundaan panen dan

pengangkutan akan meningkatkan jumlah buah luka, memar ataupun rusak sehingga

merangsang bekerjanya enzim lipase dan sebagai akibatnya ALB meningkat.

Aktivitas enzim lipase sangat dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan hidrolisa oleh

enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan

pada kondisi yang cocok proses hidrolisa oleh enzim lipase akan sangat cepat.

Reaksi pembentukan ALB pada minyak kelapa sawit;

O

CH2 – O – C – R CH2 – OH

O Panas, air O

CH – O – C – R CH – OH + R – C OH

O keasaman, enzim

CH2 – O – C – R CH2 – OH

Minyak sawit gliserol ALB

( Hutomo, T., 1991)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif

tinggi dalam minyak sawit antara lain :

- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.

(35)

- Penumpukan buah yang terlalu lama.

- Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.

Setelah mengetahui faktor – faktor penyebabnya, maka tindakan pencegahan

dan pemucatan lebih mudah dilakukan.

Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha menekan kadar

ALB sekaligus menaikkan rendemen minyak. Pemetikan buah sawit di saat belum

matang (saat proses biokimia belum sempurna) menghasilkan gliserida sehingga

mengakibatkan terbentuknya ALB dalam minyak sawit. Sedangkan pemetikan setelah

batas tepat panen yang ditandai dengan buah berjatuhan dan menyebabkan pelukaan

pada buah lainnya, akan menstimulir penguraian enzimatis pada buah sehingga

menghasilkan ALB dan akhirnya terikut dalam buah sawit yang masih utuh sehingga

kadar ALB meningkat.

Untuk itulah pemanenan tandan buah segar harus dikaitkan dengan kriteria

matang panen sehingga dihasilkan minyak sawit yang berkualitas tinggi. Sebaiknya

panen dilakukan pada saat buah berumur 15 – 17 minggu, karena pada saat itu tidak

terjadi peningkatan asam lemak bebas yang terbentuk antara lain karena penguraian

lemak oleh enzim lipase yang mulai aktif pada mesokrap yang berumur 16 – 20

minggu. (Tim Penulis PS, 2000)

Meningkatnya kandungan ALB disebabkan oleh 3 peristiwa:

1. Peningkatan dalam skala kecil akibat terjadinya degradasi biologis dalam buah

yaitu proses buah menjadi lewat matang atau mulai membusuk.

2. Jatuhnya tandan buah ke tanah waktu dipanen, yang menyababkan terjadinya

(36)

3. Penanganan (handling) buah dalam rangka pengankutan ke Tempat

Pemungutan Hasil (TPH) dan dari TPH ke pabrik..

Sebelum dipasarkan, minyak ditimbun dalam tangki – tangki timbun yang

memiliki ukuran serta kapasitas yang bervariasi. Isi tangki timbun dipanaskan pada

suhu 50 – 60oC. Selama penimbunan ini kadar ALB juga dapat meningkat. Untuk

menjamin agar kadar ALB tidak melebihi 5% maka sebaiknya kadar ALB tersebut

(37)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Metodologi Analisa

3.1.1 Alat

- Buret(10 ml) Brand

- Neraca Analitik Sartorius

- Labu Erlenmeyer (250 ml) Pyrex

- Gelas ukur (50 ml) Pyrex

- Pipet tetes

3.1.2 Bahan

- Alkohol 96%

- N-heksan

- KOH

(38)

3.2 Prosedur kerja

3.2.1 Penentuan Kandungan Asam Lemak Bebas

- ditimbang Labu Erlenmeyer kosong pada neraca analitik

- dimasukkan sampel minyak CPO ke dalam Erlenmeyer yang sudah ditimbang

untuk masing-masing fraksi buah

- lalu ditimbang pada neraca analitik untuk mrngetahui berat sampel CPO

- ditambahkan ke dalamnya masing-masing 10 ml N-Heksan

- kemudian ditambahkan 20 ml alkohol 96%

- ditambahkan 3 tetes indikator Tymol Blue

- dikocok supaya homogen

- kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,05 N sampai larutan berubah warna

dari kuning menjadi biru kehijauan

- dicatat volume KOH yang terpakai

- dihitung kadar ALB yang terkandung dalam minyak dengan rumus:

(39)

Dimana :

N. KOH = Normalitas larutan KOH

V. KOH = Volume larutan KOH (ml)

Mp = Bm minyak sawit (256)

Asam palmitat (C15H31COOH)

Ws = Berat sampel (gram)

3.3 Pembuatan Reagensia

3.3.1 Pembuatan Larutan Asam Oksalat (H2C2O4) 0,05 N

-ditimbang 0,63 gram Kristal H2C2O4.2H2O

-dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda

-dikocok sampai homogen

3.3.2 Pembuatan Indikator Tymol Blue

-ditimbang Kristal Tymol Blue sebanyak 1 gram

-dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml

-dilarutkan dengan 100 ml etanol

-dikocok sampai homogen

3.3.3 Pembuatan Larutan KOH 0,05 N

-ditimbang 0,28 gram Kristal KOH

-dilarutkan dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda

(40)

3.3.4 Standarisasi Larutan KOH 0,05 N

Dipipet 10 ml larutan KOH 0,05 N ke dalam labu Erlenmeyer,.

Kemudian ditambahkan 3 tetes larutan indikator Tymol Blue dan dititrasi dengan

larutan 0,05 N Asam Oksalat sampai larutan berwarna merah rose. Dicatat

volume KOH yang terpakai.

3.4 Preparasi Sampel

Sampel diambil dari KRBTN (kebun Rambutan) Tebing Tinggi yang

dipanen pada tanggal 26 januari 2010.

-Tandan Buah Segar yang telah direbus diambil brondolannya

-Dipisahkan antara daging buah dan biji buah

-Daging buah dihaluskan kemudian diperas untuk diambil minyaknya

-Setelah minyak diperoleh, dimasukkan ke dalam oven selama ± 5 menit untuk

menguapkan kadar airnya

-Kemudian diambil minyak tersebut 2 – 3 gram untuk diperiksa kadar

(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan

Tabel 7. Hasil Penentuan ALB dari Buah Kelapa Sawit

Kematangan

(42)

4.2 Perhitungan

Perhitungan kadar ALB yang dihasilkan dari buah kelapa sawit dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

% ALB = x 100%

Dimana :

N. KOH = Normalitas larutan KOH

V. KOH = Volume larutan KOH (ml)

Mp = Bm minyak sawit (256)

Asam palmitat (C15H31COOH)

Ws = Berat sampel (gram)

Dengan menggunakan rumus di atas, maka dapat dihitung kadar Asam Lemak

Bebas dari setiap Fraksi buah kelapa sawit.

1. Buah Mentah (fraksi 0)

- Percobaan I

% ALB = x 100%

% ALB = 1,8%

- Percobaan II

% ALB = x 100%

(43)

- Percobaan III

% ALB = x 100%

% ALB = 1,8%

Untuk setiap fraksi buah kelapa sawit dilakukan perhitungan kadar ALB

seperti pada perhitungan di atas. Fraksi buah kelapa sawit yang diperiksa kadar

ALB-nya yaitu buah mentah (fraksi 0), buah agak matang (fraksi1), buah matang (fraksi 2,

3), serta buah lewat matang (fraksi 4 ,5).

4.3 Pembahasan

Menurut data yang diperoleh untuk derajat kematangan buah kelapa sawit pada

kondisi kematangan panen buah mentah (fraksi 0), buah agak matang (fraksi 1), buah

matang (fraksi 2, 3), dan buah lewat matang (fraksi 4, 5) terhadap kondisi asam lemak

bebas pada CPO yang diperoleh yaitu mengalami kenaikan apabila buah tersebut

dipanen pada keadaan lewat matang.

Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit sangat tergantung dari

derajat kematangan buah yang dipanen. Semakin buah tersebut matang semakin tinggi

kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit yang dihasilkan, sebaliknya jika

pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALBnya

rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah.

Kriteria matang panen merupakan cara yang dapat membantu pemanen agar

memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat

(44)

kematang panen yang tepat dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang

rontok ( jumlah brondolan )..

Fraksi – fraksi TBS sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas

minyak sawit yang dihasilkan. Fraksi TBS yang memiliki derajat kematangan yang

baik adalah jika tandan – tandan yang dipanen berada pada kondisi kematangan panen

buah agak matang (fraksi 1) dan pada buah matang (fraksi 2, 3). Pada buah agak

matang kadar ALB yang terbentuk 1,7 – 3,3 % dan pada fraksi buah matang yaitu

sebesar 1,8 – 4,9 %. Pada fraksi inilah produksi CPO yang dihasilkan memiliki mutu

yang baik. Berpatokan pada kadar ALB maksimum yang diperbolehkan yaitu ≤ 3,5%,

jika fraksi ini yang diolah untuk menghasilkan CPO maka kandungan ALB dalam

(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data yang diperoleh dan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa:

1. Kematangan panen sangat mempengaruhi kadar ALB yang terdapat dalam

minyak CPO. Semakin buah tersebut matang semakin tinggi kadar asam lemak

bebas dalam minyak sawit yang dihasilkan (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika

pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang (mentah), kadar

ALB-nya rendah.

2. Buah kelapa sawit yang baik untuk diolah menjadi CPO adalah buah agak

matang (fraksi 1), dan buah matang (fraksi 2, 3). Pada fraksi ini ALB yang

terbentuk sesuai dengan standart industri ≤ 3,5%.

5.2 Saran

1. Agar lebih meningkatan pengawasan pemanenan di lapangan agar pemanenan

buah tepat pada fraksi – fraksi yang layak untuk dipanen.

2. Para pemanen sebaiknya diberikan bekal mengenai kriteria panen sehingga

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y.dkk. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Cetakan XIV. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hutomo, T. dan Sandra, S. 1991. Buletin Perkebunan. Volume 22. Pusat penelitian perkebunan Rispa. Medan.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi Pertama, UI-Press. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan I. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Naibaho, P. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit. Edisi revisi. Cetakan I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

(47)
(48)

Lampiran 1

(49)
(50)

Lampiran 3

Standart mutu produksi

Karakteristik Minyak Sawit

Inti Sawit

Asam Lemak bebas

Kadar air

Kadar kotoran

≤ 3,50 %

≤ 0,15 %

≤ 0,02 %

≤ 1,00 %

≤ 7,00 %

Gambar

Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Warna Kulit Buah
Tabel 2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging
Table 3. Tingkatan Fraksi TBS
Table 4. Sifat Fisika – Kimia dari  Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa
+4

Referensi

Dokumen terkait

PERUMAHAAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN Jalan Aghatis Telp. Bersama ini kami mengundang Bapak/Ibu/Direktur/Direktris atau yang mewakili untuk melakukan konfirmasi

Makna Simbolik Upacara Adat Mangulosi (Memberi Ulos) Pada Siklus Kehidupan Masyarakat Pengururan Kabupaten Samosir .(Skripsi).. Fakultas Ilmu Sosial Universitas

nama orang pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Balige dilakukan dengan. cara adat istiadat (proses) berupa upacara penyambutan sampai kelahiran

Membawa dokumen kontrak dan berita acara serah terima pekerjaan (FHO) ASLI / LEGALISIR sesuai daftar pengalaman perusahaan (Yang Di Upload Pada Tabel Kualifikasi)..

Jalan Kolonel H. Bersama ini kami mengundang Bapak/Ibu/Direktur/Direktris atau yang mewakili untuk melakukan konfirmasi Administrasi, Alat dan Personil Inti, serta

Kesimpulan pada penelitian ini adalah kebiasaan cuci tangan dan penggunaan jamban sehat mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diare balita.. Saran yang

JUDUL : KEMBANGKAN TERAPI SEL PUNCA MEDIA : RADAR JOGJA. TANGGAL : 10

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum terhadap tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dan upaya-upaya yang dilakukan