• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasunduan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasunduan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang

Hasundutan

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan Oleh:

W. HASURUNGAN LUMBAN GAOL 090901030

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena dengan kasih karunia dan berkatNya yang melimpah, skripsi saya yang berjudul “Potensi Modal Sosial Marsiadapari Pada Aktifitas Pertanian Padi Pada Masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasunduan” ini dapat selesai sesuai dengan harapan. Senantiasa saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, beserta keluarga dan para sahabat-sahabat saya semoga kedepannya kita selalu mendapatkan berkat yang melimpah. Penulisan skripsi ini merupakan bagian kerja dan prosedur yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Secara simbolis skripsi ini penulis hadiahkan untuk orang – orang yang sangat berperan dan menjadi motivasi di dalam kehidupan penulis. Terutama kepada orangtua penulis tercinta “Ayahanda Alm. A. Lumban Gaol dan Ibunda Alm T. Banjar Nahor”. Terimakasih untuk setiap tetesan keringat, motivasi, nasihat dan doa nya. Spesial untuk ayahanda tercinta maaf jika bapak tidak sempat membaca tugas akhir ini, namun Bapak telah menjadi motivasi terbesar saya dalam menulis tugas akhir ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibunda S. Purba, kakak dan abang ku tersayang B’ Pahala, K’Ester, B’ Chandra, K’Yanti, B’ Parman dan adik-adik ku Adi, Agnes, Andika dan Andre yang telah banyak mendoakan, membantu secara moril maupun materil

(3)

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga selesai, saya telah melibatkan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada :

1. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si, selaku dosen pembimbing saya yang sudah bersedia memberikan waktu, tenaga, ide, arahan, masukan dan pengetahuan kepada saya dalam proses bimbingan dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sekaligus sebagai ketua penguji yang memberikan masukan untuk skripsi ini.

4. Bapak Drs. Junjungan Simanjuntak, M.Si selaku reader yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen di Departeman Sosiologi yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu-persatu yang telah membekali, memberikan ilmu, mengarahkan dan membimbing saya selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sosiologi sehingga selesainya skripsi ini.

6. Kak Fenny dan Kak Betty di jurusan sosiologi serta seluruh staf yang berada di FISIP USU yang telah memberikan kemudahan dalam mengurus segala administrasi dalam skripsi ini.

7. Sahabat YIZREEL (K’ Hana, Elisabeth, Syer, Siska, Lely dan Rani) yang selalu memotivasi dan menopangku di dalam doa.

8. PT. Angkasa Pura II (beasiswa BUMN peduli pendidikan) yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan.

9. Paduan Suara Mahasiswa USU, Paduan Suara Blessing Talitacum, Blessing Male Singer dan Pemuda/I GKPI MEDAN KOTA yang telah memberikan motivasi dan doa. Mari terus bernyanyi untuk Tuhan….

(4)

11.Abang dan Kakak Senior di Departemen Sosiologi 2008, 2007, 2006 dan kepada Junior 2010, 2011, 2012, 2013. Terima kasih buat saran, semangat dan doa-doanya.

Penulis menyadari sepenuhnya kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis bahwa masih terdapatnya kekurangan di dalam penulisan dan pembuatan skripsi ini, kendati demikian adanya, penulis berharap agar isi dan penjelasan yang tertulis dalam skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu sosiologi. Selain itu penulis juga berharap agar penelitian ini ada yang mau melanjutkannya ke tahap yang lebih dalam lagi dan mengembangkan kedepannya agar dapat memperluas cakrawala pengetahuan dibidang penelitian ini dan juga dapat memanfaatkannya sebagai bahan bacaan untuk menulis skripsi dalam isu atau penelitian yang sama. Akhir kata terima kasih atas segala perhatian dan semoga bermanfaat.

Medan, November 2014

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan Halaman Pengesahan

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Abstrak... vii

Abstract ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ... 12

1.5. Definisi Konsep ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Modal Sosial ... 14

2.1.1 Dimensi Modal Sosial ... 16

2.2. Elemen-Elemen Modal Sosial ... 17

2.2.1 Jaringan Sosial (Social Network) ... 17

2.2.2 Kepercayaan ... 18

2.2.3 Nilai Dan Norma ... 19

2.3. Solidaritas Sosial ... 20

2.4. Interaksi Sosial ... 21

2.5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani ... ... 23

2.6. Marsiadapari Dalam Budaya Suku Batak Toba ... 24

2.7. Penelitian Terdahulu ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Lokasi Penelitian ... 29

(6)

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5. Interpretasi Data ... 32

3.6. Jadwal Kegiatan ...33

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 33

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA ... 34

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………... ... 34

4.1.1 Sejarah Desa Parsingguran II ……...……… ... 34

4.1.2 Letak Dan Keadaan Wilayah ……… ... 35

4.1.3 Kondisi Topografi Desa ………...………. ... 36

4.1.4 Kondisi Demografi Desa ……… ... 38

4.1.5 Pola Pemukiman ………..……….. ... 39

4.1.6 Sarana Dan Prasarana Desa ……….. ... 39

4.1.7 Struktur Desa Parsingguran II ………...40

4.1.8 Keadaan Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat ……… ... 41

4.1.9 Interaksi Masyarakat Petani Dalam Kegiatan Sehari-hari ………43

4.2. Sejarah Marsiadapari Di Desa Parsingguran II … ... 45

4.3. Profil Informan … ... 50

4.4. Marsiadapari Sebagai Potensi Modal Sosial Petani Padi … ... 52

4.4.1 Jaringan Sosial Pada Sistem Marsiadapari … ... 52

4.4.2 Sikap Percaya Antar Petani Sebagai Penguat Modal Sosial … ... 57

4.4.3 Nilai Dan Norma Di Dalam Marsiadapari ………. ... 62

4.5. Pergeseran Nilai Marsiadapari … ... 71

4.5.1 Perubahan Pelaksanaan Marsiadapari Di Kalangan Petani Padi … ... 72

4.5.2 Pergeseran Nilai Kebersamaan Menjadi Sistem Pengupahan … ... 74

4.6. Tantangan Dalam Mempertahankan Kegiatan Marsiadapari … ... 74

4.6.1 Perkembangan Teknologi Sebagai Ancaman Untuk Mempertahankan Marsiadapari ……… ... 74

(7)

4.7. Peluang Yang Menguatkan Marsiadapari Sebagai Modal Sosial ……….………. ... 80

4.7.1 Kelompok Tani Dos Roha … ... 81

4.7.2 Hubungan Marga dalam Dalihan Natolu Sebagai Penguat Modal Sosial … ... 83

BAB V PENUTUP ………... 85

5.1. Kesimpulan ... 85

5.2. Saran ... 86

Daftar Pustaka ... 87

(8)

Abstrak

Modal sosial saat ini semakin banyak dibicarakan sebagai pendukung keberhasilan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat seperti di bidang pertanian, bisnis, ekonomi dan politik. Modal sosial diyakini sebagai alternatif peningkatan ekonomi, karena dapat menghemat biaya dan dapat mengefektfkan waktu dengan cepat. Seperti diketahui bahwa di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terdapat cukup banyak nilai-nilai lokal (modal sosial) seperti budaya gotong royong, kelembagaan bagi hasil dan berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki oleh banyak etnis. Khusus di masyarakat Batak Toba dikenal budaya marsiadapari dalam pengolahan lahan pertanian. Pada masyarakat Desa Parsingguran II dalam proses pengolahan pertanian padi memiliki suatu aturan yang dikenal sebagai kegiatan marsiadapari. Aktifitas marsiadapari dikerjakan antara sejumlah orang petani untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi. Penelitian ini memaparkan mengenai jaringan sosial, nilai dan norma dan sikap percaya yang dibangun di dalam marsiadapari. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas petani. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.

Hasil deskripsi dan interpretasi data berupa penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat menjelaskan bahwa jaringan sosial dalam marsiadapari yang terdapat di desa ini yaitu jaringan sosial petani padi dengan rumah yang berdekatan, keluarga, lahan yang berdekatan (berdampingan). Utuk membangun jaringan tersebut sikap saling percaya menjadi pengikat kekuatan bersama antar petani. Aturan dalam marsiadapari dibuat dan disepakati bersama oleh masing-masing anggota kelompok marsiadapari. Akan tetapi, sistem aktivitas marsiadapari ini mengalami perubahan pada tahun 1998 yaitu dahulu aktivitas ini juga dilakukan pada pertanian kopi dan sekarang dilakukan pada pertanian padi saja. Sistem pengupahan mulai dilakukan pada tahun 2005 oleh kaum kapitalis seiring diperkenalkannya modernisasi pertanian (tekhnologi pertanian) seperti mesin jetor. Untuk mempertahankan agar pelaksanaan marsiadapari ini tetap dilakukan, di dalam masyarakat ada potensi yang dapat menguatkan marsiadapari yaitu adanya dalihan natolu, hubungan marga dan keterbatasan masyarakat dalam menggunakan teknologi. Inilah yang menjadi kekuatan masyarakat Desa Parsingguran II.

(9)

Abstract

Social capital is now more widely discussed as supporting the success of the activities of public life such as in agriculture, business, economics and politics. Social capital is believed to be an alternative economic improvement, because it can save costs and can streamline the time quickly. As it is known that in the life of Indonesian society, there are quite a lot of local values (social capital) as a culture of mutual cooperation, institutional profit-sharing and other forms of local knowledge (local wisdom) held by many ethnic. Special to the community in the village of Batak Toba Parsingguran II in the processing of rice farming has a rule known as marsiadapari activities. Marsiadapari activities undertaken between the number of farmers to complete a job.

The purpose of this study is to describe the potential of social capital marsiadapari in rice farming activities. This study describes about social networks, values and norms and the attitude of trust that was built in marsiadapari. It is intended to obtain a clear picture of the potential of social capital marsiadapari in the activities of farmers. This type of research used in this study was a descriptive study using qualitative research methods. Data was collected by observation, interview, and literature study.

The description and interpretation of the data is a depiction or narrative in the form of a sentence explaining that the social network in marsiadapari contained in this village is a social network with the rice farmers adjacent house, family, land adjacent (side by side). For building the network of a bond of mutual trust between farmers' collective strength. Rules in marsiadapari made and agreed upon by each member of the group marsiadapari. However, this system marsiadapari activity changed in 1998 which first activity was also carried out on a coffee farm and is now done on rice farming alone. Wage system started in 2005 by the capitalists as the introduction of the modernization of agriculture (agricultural technology) as jetor machine. To keep this marsiadapari implementation remain to be done, in society there is a potential that can strengthen marsiadapari namely the Dalihan Natolu, clan ties and limitations in using technology community. This is the power of the village community Parsingguran II

(10)

Abstrak

Modal sosial saat ini semakin banyak dibicarakan sebagai pendukung keberhasilan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat seperti di bidang pertanian, bisnis, ekonomi dan politik. Modal sosial diyakini sebagai alternatif peningkatan ekonomi, karena dapat menghemat biaya dan dapat mengefektfkan waktu dengan cepat. Seperti diketahui bahwa di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terdapat cukup banyak nilai-nilai lokal (modal sosial) seperti budaya gotong royong, kelembagaan bagi hasil dan berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki oleh banyak etnis. Khusus di masyarakat Batak Toba dikenal budaya marsiadapari dalam pengolahan lahan pertanian. Pada masyarakat Desa Parsingguran II dalam proses pengolahan pertanian padi memiliki suatu aturan yang dikenal sebagai kegiatan marsiadapari. Aktifitas marsiadapari dikerjakan antara sejumlah orang petani untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi. Penelitian ini memaparkan mengenai jaringan sosial, nilai dan norma dan sikap percaya yang dibangun di dalam marsiadapari. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas petani. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.

Hasil deskripsi dan interpretasi data berupa penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat menjelaskan bahwa jaringan sosial dalam marsiadapari yang terdapat di desa ini yaitu jaringan sosial petani padi dengan rumah yang berdekatan, keluarga, lahan yang berdekatan (berdampingan). Utuk membangun jaringan tersebut sikap saling percaya menjadi pengikat kekuatan bersama antar petani. Aturan dalam marsiadapari dibuat dan disepakati bersama oleh masing-masing anggota kelompok marsiadapari. Akan tetapi, sistem aktivitas marsiadapari ini mengalami perubahan pada tahun 1998 yaitu dahulu aktivitas ini juga dilakukan pada pertanian kopi dan sekarang dilakukan pada pertanian padi saja. Sistem pengupahan mulai dilakukan pada tahun 2005 oleh kaum kapitalis seiring diperkenalkannya modernisasi pertanian (tekhnologi pertanian) seperti mesin jetor. Untuk mempertahankan agar pelaksanaan marsiadapari ini tetap dilakukan, di dalam masyarakat ada potensi yang dapat menguatkan marsiadapari yaitu adanya dalihan natolu, hubungan marga dan keterbatasan masyarakat dalam menggunakan teknologi. Inilah yang menjadi kekuatan masyarakat Desa Parsingguran II.

(11)

Abstract

Social capital is now more widely discussed as supporting the success of the activities of public life such as in agriculture, business, economics and politics. Social capital is believed to be an alternative economic improvement, because it can save costs and can streamline the time quickly. As it is known that in the life of Indonesian society, there are quite a lot of local values (social capital) as a culture of mutual cooperation, institutional profit-sharing and other forms of local knowledge (local wisdom) held by many ethnic. Special to the community in the village of Batak Toba Parsingguran II in the processing of rice farming has a rule known as marsiadapari activities. Marsiadapari activities undertaken between the number of farmers to complete a job.

The purpose of this study is to describe the potential of social capital marsiadapari in rice farming activities. This study describes about social networks, values and norms and the attitude of trust that was built in marsiadapari. It is intended to obtain a clear picture of the potential of social capital marsiadapari in the activities of farmers. This type of research used in this study was a descriptive study using qualitative research methods. Data was collected by observation, interview, and literature study.

The description and interpretation of the data is a depiction or narrative in the form of a sentence explaining that the social network in marsiadapari contained in this village is a social network with the rice farmers adjacent house, family, land adjacent (side by side). For building the network of a bond of mutual trust between farmers' collective strength. Rules in marsiadapari made and agreed upon by each member of the group marsiadapari. However, this system marsiadapari activity changed in 1998 which first activity was also carried out on a coffee farm and is now done on rice farming alone. Wage system started in 2005 by the capitalists as the introduction of the modernization of agriculture (agricultural technology) as jetor machine. To keep this marsiadapari implementation remain to be done, in society there is a potential that can strengthen marsiadapari namely the Dalihan Natolu, clan ties and limitations in using technology community. This is the power of the village community Parsingguran II

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris karena secara geografis daerah Indonesia sangat mendukung untuk bertani. Sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sangat penting dalam perekonomian nasional dan sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan nasional Indonesia dan sebagian ekspor Indonesia berasal dari sektor pertanian. Berdasarkan laporan bulanan data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja yaitu sebanyak 16,80 % orang dari total penduduk indonesia sebanyak 237.641.326 juta orang. (BPS Indonesia, Edisi September 2013).

Pada umumnya masyarakat pertanian mayoritas mengerjakan tanamam hortikultura, tanamam keras dan tanaman palawija. Di dalam masyarakat petani di Indonesia masih banyak yang miskin karena memiliki lahan yang sempit. Kondisi ini juga diperkuat semakin berkurangnya masyarakat yang mengerjakan lahan pertanian karena masyarakat petani yang tinggal di pedesaan lebih memilih untuk memperbaiki kehidupan di perkotaan. Streotipe masyarakat bahwa kehidupan di perkotaan lebih menjamin untuk hidup sejahtera dibanding dengan kehidupan di desa yang identik dengan miskin. Pada gilirannya orang-orang yang bekerja membantu pemilik lahan pertanian berkurang.

(13)

kelembagaan bagi hasil, berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki semua etnis, yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari budaya ekonomi modern. Sistem pengolahan pertanian di Indonesia secara budaya dapat ditemukan pada masyarakat Bali. Aktifitas dalam pengolahan pertanian disebut dengan istilah subak yang meliputi aktifitas pengolahan lahan pertanian di sawah seperti menanam, menyiangi, sampai tiba panen. Dalam pola tersebut dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga kerja yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga.

Seperti halnya dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, sambatan merupakan suatu bentuk pengerahan tenaga kerja pada masa kerja dalam aktifitas pertanian di sawah, untuk keperluan itu dengan adat sopan santun yang sudah tetap, seorang petani meminta penduduk di desanya untuk membantunya dalam memanen hasil pertanian padi di sawahnya, sebagai imbalan bagi tenaga petani tersebut, cukup disediakan makan siang setiap hari kepada teman-temanya yang datang membantu, selama pekerjaan berlangsung (Koentjaraningrat, 1993:57). Khusus di masyarakat Batak Toba dikenal budaya marsiadapari dalam pengolahan lahan pertanian. Kegiatan ini meliputi: makkali aek, mangarambas, mangombak, manggadui, maname, manggaor, marsuan, marbabo dan tahap gotilan (panen).

(14)

bergantung kepada mesin traktor untuk mengolah lahannya dan menggunakan mesin sampai ke tahap panen. Kehadiran teknologi ini membuat masyarakat petani lebih memilih bantuan orang lain dari pada mengerjakan sendiri, di mana alat-alat ini tidak dimiliki petani namun dimiliki masyarakat terbatas.

Hasil penelitian Scott tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan teknologi itu telah merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott memberikan contoh tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000: 202). Penelitian Scott menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan, sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan (Marhaeni Munthe, 2007)

(15)

pangan. Selain itu, petani juga harus menyewa alat untuk mengolah lahan dan memanen padinya, sehingga dapat mengurangi keuntungan dan mengurangi hasil produksi karena biaya yang digunakan untuk menyewa alat (mesin).

Di dalam masyarakat banyak potensi yang dapat digunakan sebagai kekuatan dan pendukung keberhasilan kegiatannya. Potensi tersebut seperti sumber daya manusia (SDM), sumber daya ekonomi (SDE) dan modal sosial. Sumber daya manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu dan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan material atau fisik. Sumber daya ekonomi seperti uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang dapat dihitung dan memiliki nilai nominal. Selain modal ekonomi di dalam masyarakat ditemukan modal sosial.

(16)

kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.

Sederhananya, modal sosial adalah bagaimana membangun hubungan satu sama lain serta memelihara efektifitas hubungan tersebut secara terus menerus yang akhirnya berwujud pada kerjasama untuk memperoleh sesuatu yang belum atau tidak dapat dicapai seorang diri. Modal sosial bertujuan menciptakan aturan formal yang mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Modal sosial sendiri muncul karena adanya kebiasaan masa lalu yang dilaksanakan hingga saat ini dalam hubungan sosial di masyarakat sebagai dasar individu maupun kelompok dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sangat penting jika modal sosial untuk mengatur tingkah laku dan resiprositas dalam suatu kelompok sosial. Modal sosial mengedepankan nilai budaya masyarakat yang dapat mempengaruhi sikap setiap individu untuk bekerjasama, saling percaya, serta memahami satu sama lain, sehingga dapat memperlakukan orang lain sebagai sesama teman bukan lawan atau pihak yang menjadi sasaran mencari keuntungan.

(17)

Modal sosial dipahami sebagai sesuatu hal yang berkaitan dengan bekerja sama dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dengan aturan-aturan kolektif masyarakat, misalnya seperti dalam budaya suku Batak Toba terdapat modal sosial seperti marsiurupan, marsirippa dan arisan marga. Secara teori menurut Robert D. Putnam, defenisi modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Field, 2011: 51). Bourdie mendefinisikan modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan (Field, 2011: 23).

(18)

adalah norma yaitu sekumpulan aturan yang diharapkan dapat dilaksanakan dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu (Lawang, 2005:70).

Norma yang dibuat bersama memberikan sanksi bagi masyarakat yang melanggar atau tidak mematuhi kebiasaan yang sudah berlaku di masyarakat. Apabila dipertahankan dan kuat di dalam komunitas, akan memperkuat masyarakat itu sendiri. Norma tidak dapat dipisahkan dengan jaringan dan kepercayaan. Norma terdiri atas pemahaman tentang nilai, harapan, dan tujuan yang diyakini dan dilaksanakan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti kode etik profesional. Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Norma sosial ini biasanya bersifat institusional dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

(19)

masyarakat dengan adanya budaya Marsiadapari atau dalam Bahasa Indonesia yang artinya gotong royong.

Pertanian yang ada di Desa Parsingguran II adalah pertanian tanam pangan. Pertanian padi adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh masyarakat petani Desa Parsingguran II. Petani pada Desa Parsingguran II mengandalkan padi sebagai tanaman utama yang mereka tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Aktifitas ini dikerjakan selama delapan bulan yaitu mulai dari proses pengolahan lahan, penanaman, perawatan sampai ke tahap panen.

Pada masyarakat Desa Parsingguran II dalam proses pengolahan pertanian padi memiliki suatu aturan yang dikenal sebagai kegiatan ‘marsiadapari’. Kerja sama dalam aktifitas pertanian ini mulai dari pengolahan pertanian seperti proses penanaman, perawatan tanaman sampai pada proses memanen hasil pertanian. Aktifitas marsiadapari dikerjakan antara sejumlah orang petani untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Bentuk aktifitas pertanian padi dalam mayarakat petani di Desa Parsingguran II adalah sebagai berikut

1. Makkali aek yaitu proses perbaikan irigasi air (tali air) untuk sawah 2. Mangarambas yaitu membabat rumput yang ada di pematang sawah

3. Mangombak yaitu pembalikan lapisan tanah, sekaligus untuk menggemburkan tanah tersebut

4. Manggadui yaitu proses penambalas tanah yang berlumpur berkeliling pematang sawah (gadu-gadu)

5. Maname yaitu penyemaian benih

(20)

8. Marbabo yaitu merawat tanaman berupa tumbuhnya tanaman liar 9. Tahap terakhir adalah tahap gotilan yaitu panen.

Aktifitas pertanian seperti yang tertulis di atas merupakan kerja sama dalam pengolahan lahan pertanian. Hampir semua aktifitas marsiadapari ini dikerjakan secara bersama-sama. Hal ini, sudah menjadi tradisi lokal yang sudah ditanamkan sejak dahulu oleh nenek moyang kepada setiap generasi ke generasi yang ada di Desa Parsingguran II, dan karena kondisi keterbatasan kemampuan yang dimiliki dan keterbatasan tenaga kerja, sehingga masyarakat mengolah lahan pertanian secara bersama-sama. Di sisi lain karena masyarakat petani tersebut saling membutuhkan satu sama lain.

Hasil observasi menunjukkan petani padi telah memiliki jaringan dalam pengolahan lahan pertanian yaitu berdasarkan hubungan kekeluargaan, rumah yang berdekatan dan lahan berdampingan. Pada tahap makkali aek, biasanya salah seorang petani itu akan mengunjungi setiap rumah dan menginformasikan kepada petani lain bahwasanya mereka akan memperbaiki irigasi (tali air). Atas kesepakatan bersama, mereka akan bekerja sama untuk makkali aek. Pada tahap kedua yaitu mangarambas, setiap petani akan mengerjakan bagian yang sama yaitu membabat rumput yang ada di pematang sawah dengan menggunakan panaktak (sejenis sabit tetapi dengan ukuran besar). Mangombak adalah mencangkul (pembalikan lapisan tanah) sekaligus menggemburkan tanah. Pada tahap ini petani akan bersama-sama mencangkul lahan satu orang petani dan mereka melakukannya secara bergiliran.

(21)

(tanpa melibatkan petani lain) karena tahap ini cenderung cepat selesai dikerjakan dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Tahap marbabo, adalah tahap dimana setiap petani akan sama-sama marbabo (mencabuti rumput liar) sampai selesai dan dilakukan secara bergantian. Pada tahap terakhir yaitu panen atau gotilan merupakan puncak dari semua tahapan dalam pertanian padi. Petani akan memanen padi secara bersama-sama, yaitu dimulai dengan manabi eme (menyabit padi) kemudian mengumpulkan batang padi (mangaluhut) dan mambanting eme (dengan menggunakan susunan kayu) yaitu untuk mengeluarkan biji padi dari batangnya.

Jika dikaji lebih mendalam, marsiadapari merupakan kekuatan yang dapat digunakan untuk mempercepat dalam mengerjakan lahan pertanian. Selain itu modal sosial ini di dalam penggunaan waktu relatif cepat, jika dibandingkan dengan pengolahan lahan dengan sendiri tentunya akan menghabiskan waktu yang lama, serta hemat di dalam pengeluaran biaya.

Marsiadapari sebenarnya dapat dilihat sebagai modal sosial di mana gambaran di atas menunjukkan petani padi memiliki jaringan, nilai, dan kepercayaan. Kerja sama yang terjadi dalam masyarakat pertanian pada gilirannya menciptakan ketergantungan fungsional dan munculnya hubungan emosional yang erat dan asosiatif antara satu dengan yang lainnya. (Rahardjo, 2004:156). Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai potensi modal sosial yang ada dalam masyarakat pertani Desa Parsingguran II.

1.2 Rumusan Masalah

(22)

1. Bagaimana potensi modal sosial marsiadapari pada aktifitas petani di Desa Parsingguran II?

2. Apakah marsiadapari dapat dijadikan sebagai potensi modal sosial pada aktifitas petani di Desa Parsingguran II ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi, dan untuk mengetahui fenomena apa yang sedang terjadi di dalam pelaksanaan aktivitas marsiadapari. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas petani.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dan sumber informasi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi seperti kajian sosiologi pedesaan serta kajian modal sosial pada masyarakat petani padi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas wawasan pengetahuan.

1.4.2 Manfaat Praktis

(23)

pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam pendataan kependudukan masyarakat yang bermatapencaharian petani padi serta melihat potensi lokal yang dimiliki masyarakat Desa Parsingguran II.

1.5 Defenisi Konsep 1. Petani

Petani adalah seseorang yang memiliki atau mengusahakan sebidang tanah atau lahan untuk bercocok tanam. Dalam penelitian ini petani yang dimaksud adalah petani padi yang mengolah sawah, dan petani tersebut adalah petani yang mengolah lahan pertaniannya dengan sistem marsiadapari.

2. Pertanian

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Pertanian dalam penelitian ini adalah pertanian padi.

3. Aktifitas Pertanian

Yang dimaksud aktifitas pertanian adalah kegiatan yang dilakukan petani padi di dalam mengolah lahan pertanian.

4. Marsiadapari

(24)

5. Modal Sosial

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial

Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerja sama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Modal sosial muncul dari hasil interaksi di dalam masyarakat dengan proses yang lama. Meskipun interaksi terjadi karena berbagai alasan, orang-orang berinteraksi, berkomunikasi, dan kemudian menjalin kerja sama pada dasarnya dipengaruhi oleh keinginan dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan bersama yang tidak jarang berbeda dengan tujuan dirinya sendiri. Interaksi semacam ini melahirkan modal sosial yang berupa ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang.

(26)

penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain.

Sejalan dengan Fukuyama (dalam Anconk 2007) menjelaskan bahwa modal sosial adalah serangkaian nilai-nilaiatau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerja sama di antara mereka. Adapun menurut Cohen dan Prusak tahun 2001 (dalam Suparman 2012), modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif.

(27)

2.1.1 Dimensi Modal Sosial

Dimensi modal sosial disini membahas bahwa sebenarnya modal sosial (social capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan modal manusia (human capital) (Fukuyama, 1995). Bentuk human capital adalah pengetahuan dan keterampilan manusia. Bentuk nyata dari human capital adalah dalam bentuk seperti halnya pendidikan di sekolah atau universitas, pelatihan programmer computer, kursus bahasa atau menyelenggarakan bentuk-bentuk pendidikan lainnya. Sedangkan modal sosial adalah kemampuan atau keahlian yang muncul dari adanya kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu di dalamnya. Modal sosial juga dapat dilembagakan dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok masyarakat paling besar seperti halnya negara (bangsa).

(28)

Inilah bentuk dari jati diri modal sosial yang sebenarnya yang mampu menopang kekuatan dalam kehidupan bermasyarakat

Menurut Hasbullah (2006), dimensi inti dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerja sama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antara sesama individu yang dibangun di atas kepercayaan dan ditopang oleh aturan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya.

2.2. Elemen-Elemen Modal Sosial

Dilihat dari aspek sosiologis maka elemen-elemen modal sosial terdiri dari 2.2.1 Jaringan Sosial (Social Networks)

(29)

Badaruddin (2005), menyatakan dengan pelibatan warga dalam jaringan sosial yang akan menjadi satuan sosial/organisasi lokal, maka terciptalah apa yang disebut dengan kemampuan warga kolektif mengalihkan kepentingan ‘saya’ menjadi ‘kita’, terbangunlah kekompakan dan solidaritas antar warga. Jaringan sosial yang meliputi: adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, kerja sama dan keadilan (Lubis, 2001). 2.2.2 Kepercayaan

Sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen dari modal sosial adalah merupakan sikap salah satu dasar bagi lahirnya sikap saling percaya yang terbangun antar beberapa golongan komunitas dan merupakan dasar bagi munculnya keinginan untuk membentuk jaringan sosial (networks) yang akhirnya di mapankan dalam wujud pranata (institution). Adanya trust menyebabkan mudah dibina kerja sama yang saling menguntungkan, sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprokal. Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang dapat bekerjasama secara efektif.

(30)

Dalam pandangan Francis Fukuyama, trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Tindakan kolektif yang didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk dan dimensi terutama dalam konteks kemajuan bersama. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk bersatu dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam komunitas. Pada aspek kepercayaan unsur unsur seperti hubungan kekerabatan, posisi dan status sosial masih menjadi hal yang penting dalam melihat aspek kepercayaan.

2.2.3 Nilai dan Norma

Setiap kehidupan sosial senantiasa ditandai dengan adanya aturan-aturan pokok yang mengatur perilaku anggota-anggota masyarakat yang terdapat di dalam lingkungan sosial tersebut. Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nila-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang (komunitas). Norma dapat bersumber dari agama, panduan moral maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Aturan-aturan ini biasanya terinstitusionalisasi, tidak tertulis tapi dipahami sebagai penentu pola tingkah laku yang baik dalam konteks hubungan sosial sehingga ada sangsi sosial yang diberikan jika melanggar.

(31)

pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial, yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berikut sanksinya yang dinamakan sistem norma. Norma sosial akan menentukan kuatnya hubungan antar individu karena merangsang kohesifitas sosial yang berdampak positif bagi perkembangan masyarakat. Oleh karenanya norma sosial disebut sebagai salah satu modal sosial.

2.3. Solidaritas Sosial

Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam sebuah komunitas. Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan persepsinya tentang hal yang ingin mereka perjuangkan, Merujuk pada teori Emile Durkheim (Ritzer, 2003), solidaritas itu terdiri dari dua jenis, yaitu mechanical solidarity dan organic solidarity. Apa yang membedakan kedua jenis solidaritas ini adalah sumber dari solidaritas mereka, atau hal apa yang telah menyatukan mereka. Kuncinya adalah pembagian kerja.

(32)

bahwa kekuatan pikiran dan ide-ide bersama akan lebih bermanfaat dan mempunyai presure yang lebih efektif daripada secara individual. (Badaruddin, 2005).

2.4. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang- perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang- perorang dengan kelompok manusia. Kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat mutlak dalam proses interaksi sosial, sehingga tanpa kedua unsur tersebut maka sangatlah mustahil interaksi sosial terjadi (Soerjono Soekanto, 2007: 61). Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Bersifat positif jika mengarah pada suatu kerja sama, dan bersifat negatif jika mengarah pada suatu pertentangan. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar orang-perorangan, antara orang-perorangan dengan suatu kelompok, dan antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari banyak masalah di dalam masyarakat. Interaksi merupakan kunci semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama (Soerjono Soekanto, 2007: 58). Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara individu dengan golongan di dalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya dan di dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Abu Ahmadi, 2007: 100). Apabila interaksi sosial itu diulang menurut bentuk yang sama dan bertahan untuk waktu yang lama, maka akan terwujud hubungan sosial.

(33)

kesadaran untuk saling menolong. interaksi sosial merupakan proses mempengaruhi diantara dua orang atau lebih. Dalam proses interaksi sosial akan ditemukan kepentingan,pemikiran, sikap, cara-cara bertingkah laku keinginan, tujuan dansebagainya yang dipertemukan dalam suatu wadah yang namanya komunitas sosial.

Teori pertukaran sosial (social exchange) menjelaskan interaksi sosial dalam bentuk imbalan dan biaya. Teori ini lebih banyak berhubungan dengan interaksi dua orang. Interaksi terjadi jika dua orang bertemu, kemudian ia saling menegur sapa, berjabat tangan saling berbicara, bahkan sampai terjadi perkelahian, pertengkaran dan sebagainya. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktifitas-aktifitas sosial bahkan interaksi merupakan inti dari suatu kehidupan sosial, artinya tidak ada kehidupan yang sesungguhnya apabila tidak ada interaksi.

2.5 Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani

(34)

Pada masyarakat desa yang bersifat Gemeinshaft, pada umumnya spesialisasi individu tidak menonjol sehingga kedudukan individual tidak begitu penting. Sebaliknya, pada masyarakat yang bersifat Gesellschaft atau kompleks dimana sudah ada spesialisasi di atara para anggotanya sehingga tidak dapat idup secara tersendiri atau dapat dipisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu kesatuan organisme oleh karenanya strukturnya merupakan struktur organis. Tonnies membedakan antara tiga jenis Gemeinschaft, yaitu:

1. Gemeinschaft by blood, mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan.

2. Gemeinschaft of place, pada dasarnya merupakan ikatan yang berlandaskan kedekatan letak tempat tinggal serta tempat bekerja yang mendorong orang untuk berhubungan secara intim satu dengan yang lain sehingga dimungkinkan dapat saling tolong menolong.

3. Gemeinschaft of mind yaitu mengacu pada hubungan persahabatan, yang disebabkan oleh persamaan keahlian atau pekerjaaan serta pandangan dan pikirian yang mendorong orang untuk saling berhubungan secara teratur. 2.6. Marsiadapari Dalam Budaya Suku Batak Toba

(35)

maka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gotong royong mempunyai arti bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu).

Marsiadapari ini sifatnya untuk meringankan pekerjaan dengan sistem bersama-sama. Caranya juga unik dan menarik untuk dicermati. Misalkan saja dalam acara panen (padi). Jadi sistem kerjanya adalah secara bersama mengerjakan sawah atau ladang salah satu warga secara serentak dan demikian secara terus menerus dengan jadwal hingga sampai semua mendapatkan giliran. Pekerjaanpun tuntas. Uniknya lagi, marsiadapari ini dilakukan dengan penuh tanggungjawab bahwa pekerjaan itu dianggap sebagai miliknya, sehingga hasilnya akan lebih baik.

Marsiadapari dalam budaya Batak Toba adalah salah satu warisan budaya lokal yang turun temurun hingga sampai saat ini. Budaya ini menjadi suatu kehidupan yang sangat baik untuk dilakukan di dalam masyarakat Batak Toba. Sistem marsiadapari diartikan sebagai sistem saling membantu bekerja secara bergiliran atau sistem hubungan pertukaran tenaga kerja (exchange for labor). Pada pinsipnya, sistem marsiadapari memobilisasi tenaga kerja diluar keluarga inti untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di dalam keluarga pada usaha tani padi. Sistem ini diatur melalui kebiasaaan setempat, dimana petani diminta untuk bekerja membantu pemilik lahan untuk kegiatan tertentu di sawah seperti mencangkul, manggadui, marsuan, marbabo dan panen tanpa diberi upah. Pemilik lahan hanya menyediakan makanan, tetapi pada gilirannya mereka harus mengganti bantuannya tersebut secara proporsional pada waktu diperlukan.

(36)

dua kata tersebut terletak pada praktek kerjanya. Walaupun pada dasarnya mempunyai makna yang sama yaitu gotong royong. Marsiadapari adalah saling tukar tenaga kerja sedangkan marsirippa ataupun mangarumpa adalah saling memberikan bantuan umum. Dilihat dari pengertian dua kata tersebut mempunyai makna yang sama yaitu gotong royong ataupun yang lebih sering disebut pada saat ini adalah kerjasama.

Mangarumpa atau yang biasa disebut marsirippa adalah saling memberikan bantuan umum. Misalnya adalah jika desa tersebut membersihkan jalan umum ataupun membangun Balai desa. Semua warga masyarakat ikut serta bekerja sama dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini juga warga masyarakat tidak akan mendapatkan upah. Semua saling memberikan bantuan baik itu tenaga ataupun makanan dan minuman untuk para pekerja.

2.7 Penelitian Terdahulu

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian maka peneliti juga mencamtumkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai bahan rujukan yang dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

No Judul/ Peneliti/ Tahun/ Tujuan Metodologi Hasil penelitian

1. Penguatan Modal Sosial Untuk

Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan

dalam Pengelolahan Agroekosistem Lahan

Kering /Tri Pranadji / 2006 / Tujuan

penelitian :

1.Menjelaskan adanya hubungan

Eratantara kerusakan ALK terhadap

tingkat melemahnya modal sosial

Secara historis dapat dikatakan bahwa

kerusakan ALK di desa-desa (boyolali)

bagian hulu DAS dinilai sudah sangat parah,

kemampuan masyarakat pedesaan dalam

mengurangi tekanan terhadap ALK

dipengaruhi oleh kekuatan modal sosial yang

berhasil diwujudkan oleh masyarakat

pedesaan setempat. Desa yang memiliki

(37)

2.Menganalisis pengaruh penerapan model

pengelolaan ALK yang dikembangkan

pemerintah terhadap tingkat kehidupan dan

cara masyarakat pedesaan setempat.

3. Menganalisis elemen modal sosial

dilandaskan pada nilai-nilai budaya,

manajemen sosial, kepemimpinan,

penyelenggaraan, pemerintah desa.

desa yang masyarakatnya memiliki modal

sosial yang relatif kuat, sehingga tingkat

kesejahteraan masyarakatnya cenderung

tinggi dan proses tranformasi sosial

ekonominya berlangsung lebih cepat.

2. Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial

dalam Penanggulangan Kemiskinan di

Jawa Barat /Lembaga Penelitian

Universitas Padjajaran /2008 /

1. Mengidentifikasi dan mengukur kondisi

modal sosial di Jawa Barat.

2. Menganalisis keterkaitan antara modal

sosial dengan penanggulangan kemiskinan

di Jawa Barat.

3. Merumuskan desain pemanfaatan modal

sosial untuk penanggulangan kemiskinan

Modal sosial yang ada, baik di kalangan

masyarakat prural maupun urban masih

dalam tahap bonding (sebagai pengikat saja),

belum sebagai jembatan (bridging) yang

menghubungkan seluruh potensi warga. Hal

ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok

yang terbentuk mayoritas berdasarkan

persamaan baik karena kekerabatan,

persamaan etnik, persamaan agama,

persamaan strata ekonomi, dsb; (b)

kerjasama yang dilaksanakan terbatas pada

komunitas yang sama; serta (c) pendanaan

dalam kelompok tersebut pada umumnya

swadaya dari iuran anggota.

3. Making Democracy Work Civic

Traditionsin Modern Italy/Robert

Putnam/1993/bertujuan untuk: pertama

mengetahuhi hubungan antara modal sosial

dengan tradisi kewargaan di tingkat lokal,

kedua mengetahui pengaruh desentralisasi

dikawasan Italy Utara dan Italy Selatan.

Penelitian ini

menggunakan

Pendekatan

Kualitatif

Pertama, Desentralisasi menumbuhkan

modal sosial dan tradisi kewargaan di tingkat

lokal. Kedua, kawasan Italia Utara jauh

lebih unggul dan maju ketimbang kawasan

Italia Selatan, dari sisi desentralisasi,

demokrasi lokal, modal sosial, tradisi

kewargaan, kinerja pembangunan ekonomi.

4. Modal Sosial Sebagai Sarana

Pengembangan Masyarakat (Studi kasus

Bentuk modal sosial dapat diketahui dengan

tingginya nilai-nilai di dalam

kemasyarakatan yang ditandai dengan sikap

gotong royong di desa sumberjo dan bentuk

modal sosial di dalam masyarakat petani

adalah dengan adanya organisasi lokal

seperti kelompok tani dan peran modal

(38)

dikhususkan pada aspek pertanian, Kedua

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi tumbuhnya modal sosial

pada aspek pertanian di dalam

pengembangan masyarakat.

masyarakat khususnya masyarakat tani.

5. Modal Sosial Komunitas Migran dalam

Upaya Mempertahankan Eksistensi

Komunitasnya (studi kasus warga PJKA

di Permukiman Ilegal Jalan Bungur

BesarRaya, JakPus/Triyani Anugrahini

/2004 / bertujuan untuk memahami tentang

bagaimana suatu komunitas migran di

wilayah perkotaan.

Penelitian ini

menggunakanPen

dekatan

kualitatif.

Dari penelitian ini dijelaskan bahwa sebagai

warga pendatang di perkotaan, mereka selalu

dihadapkan pada persoalan tempat tinggal,

pemenuhan kebutuhan sehari-hari,

melakukan kegiatan sehari-hari atau usaha

untuk mempertahankan eksistensinya di kota

Jakarta.

6. Modal sosial dan Ketahanan Ekonomi

Keluarga Miskin: studi Sosiologi pada

Komunitas Bantaran Ciliwung. Oleh

Ujianto Singgih Prayitno / 2004 / tujuan

untuk menemukan modal sosial komunitas

di Bantaran Ciliwung untuk

Hasil analisis kuantitatif ditemukan bahwa

ditemukan hubungan bermakna yang kuat

diantara variabel yang di uji terhadap

ketahanan ekonomi keluarga miskin. Uji

korelasi terhadap ketahanan ekonomi

keluarga miskin dengan variabel kelompok

dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas,

aksi kolektif dan kerjasama, informasi dan

komunikasi, kohesi dan inklusi sosial

terdapat hubungan bermakna lemah.

7. Fukuyama (1995) Modal Sosial,

Efektivitas

organisasional

dan biaya

transaksi.

Modal sosial berhubungan positif dengan

efektivitas organisasional melalui

pengurangan biaya transaksi organisasional.

8. Badarudin (2003)

Modal Sosial, Masyarakat nelayan.

1. Patron-klien yang lahir dari sikap saling

percaya (trust) sebagai salah satu elemen

modal sosial.

2. Koperasi sebagai salah satu perwujudan

modal sosial sikap saling percaya, mampu

menjadi kekuatan yang cukup potensial.

3. Serikat Tolong Menolong merupakan

pranata yang berfungsi secara ekonomi dan

juga berfungsi sosial dalam hal ritual

(39)

4. Arisan sebagai suatu pranata untuk

mensiasati perangkap kemiskinan pada

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan realitas sosial yang ada dalam mayarakat (Mantra, 2004: 40). Sementara pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati (Moleong, 2006). Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat secara utuh serta berusaha menggambarkan fenomena yang terjadi. Sehingga dengan menggunakan metode penelitian kualitaif maka peneliti akan lebih mudah mendapatkan informasi dan data yang jelas mengenai modal sosial marsiadapari pada aktifitas pertanian padi dan kopi di Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Alasan peneliti memilih lokasi daerah ini adalah karena Desa Parsingguran II mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani khususnya padi. Di Desa ini aktifitas dalam pertanian dilakukan dengan menggunakan sistem marsiadapari.

3.3 Unit Analisis dan Informan

(41)

makro. Informan dalam penelitian ini adalah informan kunci dan informan biasa, informan kunci yaitu informan yang memiliki kriteria yaitu petani padi yang memiliki lahan (sawah) sendiri dan melakukan marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi. Sementara Informan biasa adalah tokoh masyarakat.

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh peneliti. Informan merupakan orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007: 108). Di dalam pemilihan informan digunakan metode Snowbolling.

Adapun informan yang menjadi subjek penelitian adalah para petani dan tokoh desa di Desa Parsingguran II. Dari para petani padi dan tokoh desa ini peneliti akan menggali informasi mengenai potensi modal sosial marsiadapari yang terbangun antara sesama petani dalam mengelola pertanian padi. Dari kriteria di atas telah ditemukan delapan orang informan kunci yaitu: A. Lubis, R. Banjar Nahor, S. Banjar Nahor, R. Lumban Gaol, P. Banjar Nahor, Oppung Uli, D. Lumban Gaol, D. Silaban

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ataupun mengumpulkan data dan informasi yang dapat menjelaskan serta menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara obyektif. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam

(42)

sosial masyarakat petani dalam aktifitas pertanian. Wawancara yang dilakukan yaitu dengan percakapan yang sifatnya terbuka dan tidak baku dan sifatnya melakukan pertemuan yang berulang kali secara langsung dengan informan dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan petani padi tersebut, misalnya bagaimana aktivitas marsiadapari, jaringan, norma sosial dan kepercayaan yang ada pada petani padi tersebut.

2. Observasi Partisipasi

Observasi parsitipasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara peneliti ikut serta dan turut aktif dalam masyarakat secara langsung agar peneliti secara nyata merasakan dan menggambarkan situasi yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti akan ikut serta bekerja dengan para petani dan berinterakasi langsung dengan para petani.

3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan, pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan penelitian. Literatur-literatur-literatur tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, majalah, surat kabar, arsip, dokumen-dokumen, dan media elektronik seperti internet dan televisi. Literatur-literatur yang ditelusuri adalah yang terkait dengan penelitian ini, yaitu potensi modal sosial marsiadapari pada aktivitas pertanian padi, serta literatur-literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data

(43)

yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, tahap analisis dan interpretasi data diawali dengan proses observasi dan wawancara mendalam yang berkenaan dengan masalah penelitian sehingga data yang didapat akan dikategorikan dan dikaitkan satu dengan yang lainnya agar dapat diinterpretasikan secara kualitatif.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan dikelompokkan kedalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan dengan baik. (Faisal, 2007:275).

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Pra Proposal 

2. ACC Penelitian 

3. Penyusunan Proposal Penelitian  

4. Seminar Proposal Penelitian 

5. Revisi Proposal Penelitian 

6. Penelitian Lapangan    

7. Pengumpulan Data dan Analisa Data      

8. Bimbingan Skripsi     

9. Penulisan Laporan Akhir      

10. Sidang Meja Hijau 

3.7. Keterbatasan Penelitian

(44)
(45)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Desa Parsingguran II

Parsingguran berasal dari kata bahasa batak toba ‘Parsaoran’ yang artinya perkumpulan, kesatuan, persahabatan, persaudaraan. Menurut sejarah yang diperoleh melalui musyawarah Desa Parsingguran II yang melibatkan unsur dan tokoh masyarakat khususnya yang mengetahui dan sudah dapat dikategorikan masih terlibat dalam upaya kemerdekaan Negara Republik Indonesia, bahwa Desa Parsingguran II berdiri pada tahun 1955. Jumlah perkampungan sebelum zaman kemerdekaan ada sebanyak 2 (dua) perkampungan yang masing-masing perkampungan di kepalai oleh 1 (satu) orang kepala kampung (dalam istilah bahasa batak toba disebut happung), perkampungan inilah yang digabungkan menjadi Desa Parsingguran II.

Penggabungan perkampungan tersebut dilakukan untuk memenuhhi peraturan pemerintah pada tahun 1953 yang mengatur tentang desa, dan pada saat itu sudah harus dibuat batas dan administrasi tentang desa, yang pada akhirnya mengubah nama kampung menjadi desa. Selanjutnya sampai dengan sekarang dan untuk memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah dibentuk 4 (empat) dusun/ unsur kewilayahan di Desa Parsingguran II. Sejak terbentuknya Desa Parsingguran II, kepala desa yang menjabat sudah delapan orang yaitu:

(46)

4. Paimaon Banjar Nahor dari tahun 1984 s/d 1989 5. Pardomuan Banjar Nahor dari tahun 1990 s/d 1995 6. Marulak Lumban Gaol dari tahun 1996 s/d 2001 7. Paimaon Banjar Nahor dari tahun 2002 s/d 2013 8. Sabar Banjar Nahor dari tahun 2014 s/d 2019

4.1.2 Letak Dan Keadaan Wilayah

Desa Parsingguran II terbentuk dari 4 dusun, memiliki luas wilayah 2.916,54 hektar, dengan perincian sebagai berikut

Tabel 4.1

Luas Dusun Desa Parsingguran II

No. Nama Dusun Luas Satuan

1. Dusun I 740,00 Ha

2. Dusun II 780,54 Ha

3. Dusun III 702,00 Ha

4. Dusun IV 694,00 Ha

Desa Parsingguran II 2.916,54 Ha Sumber: Data Desa Parsingguran II tahun 2012-2013

Desa Parsingguran II terdiri dari 4 (empat) dusun dan 42 perkampungan /huta sebagai berikut

1. Dusun I meliputi perkampungan: saitnihuta, parmonangan, lumban juara, lumban dolok, banjar dolok, lumban tonga-tonga, sosor mangulahi, bunti nauli, pealangge, lumban sinaga, lumban lubis, sosor martua, sosor tamba tua, dan huta ginjang.

(47)

hasugian, lumban sopar, lumban siantar, sibaragas toruan, sibaragas dolok, dan lumban sahit nauli.

3. Dusun III meliputi perkampungan: huta bagasan, sosor martunas, sibuntuon, lumban panggabean, sosor batubara, hua gur-gur, sosir marulitua, huta baru dan sosor silintong.

4. Dusun IV meliputi perkampungan: sipariama, lumban tua, dolok holbung, dan lumban baringin, dan dolok holbung.

Pembagian dusun sebagaiamana disebutkan di atas adalah sesuai dengan peraturan Desa Parsingguran II Nomor 1 Tahun 2011 tentuang pembentukan Dusun di Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa Parsingguran II terletak di bagian paling timur Kecamatan Pollung dan termasuk dalam kawasan datara tinggi, dengan ketinggian dari permukaan laut + 1.340 m. Desa Parsingguran II masuk dalam wilayah Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Berjarak ± 8 Km arah Timur Kantor Camat Pollung, dengan batas – batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Tambateas Kabupaten Samosir - Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Bakara Kecamatan Baktiraja - Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Tipang Kecamatan Baktiraja - Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Parsingguran I Kecamatan Pollung 4.1.3 Kondisi Topografi Desa

(48)

naik 100 m suhu akan turun rata – rata 0.6º sehingga makin tinggi suatu tempat menyebabkan daerah tersebut memiliki suhu rendah. Luas Desa Parsingguran II adalah 2.916,54 hektar dan pembagian areal lahan atau penggunaan tanah di Desa Parsingguran II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2

Pemanfaatan Areal Tanah Desa Parsingguran II

No. Peruntukkan Lahan / Penggunaan Tanah

Sumber: Data Desa Parsingguran II tahun 2012-2013

(49)

Sebagian penanaman padi hanya ditanam di sawah yang sebagian sawah mengharapkan air hujan, masyarakat belum beralih menanam padi gogo (di perladangan) dalam bahasa batak toba disebut eme darat, yang pada dasarnya mampu menghasilkan padi/beras yang bermutu. Peluang yang dapat diraih Desa Parsingguran II khususnya di bidang pertaian adalah pengembangan tanaman perkebunan seperti kopi dan buah-buahan seperti jeruk, semangka, tiung/terong belanda, timun. di samping penanaman sayur-sayuran yang pengelolaannya secara optimal dengan menyesuaikan kondisi tanah.

4.1.4 Kondisi Demografi Desa

Berdasarkan data Desa Parsingguran II higga juli tahun 2011 jumlah penduduk desa adalah sebanyak 2.038 orang, dengan perincian 1.007 laki-laki dan 1,031 perempuan dan terdiri dari 425 kepala keluarga yang tersebar dalam empat dusun. Penduduk Desa Parsingguran II 99,0% adalah suku Batak Toba, sedang sisanya adalah suku lain (campuran), dan 99,0 % beragama Kristen Protestan dan sisanya adalah agama dan kepercayaan lain. Selanjutnya jika ditinjau dari segi pekerjaan maka 90 % masyarakat Desa Parsingguran II adaah berprofesi sebagai petani, selainnya adalah pedagang, wiraswasta, dan Pegawai Negeri Sipil.

Tabel 4.3

Komposisi penduduk Desa Parsingguran II berdasarkan kelompok jenis kelamin dan agama

N o

Nama Dusun Jumlah Penduduk Agama

Lk Pr Total Islam Protestan Katolik Hindu Budha

1 Dusun I 205 245 450 3 436 11 - -

2 Dusun II 223 303 526 - 524 2 - -

3 Dusun III 399 340 739 - 733 6 - -

4 Dusun IV 180 143 323 323 -

(50)

4.1.5 Pola Pemukiman

Pemukiman penduduk di Desa Parsingguran II merupakan suatu kesatuan desa pada umumnya berada dalam kompleks desa tersebut secara mengelompok. Letak rumah penduduk di dalam desa perkampungan saling berdekatan. Sebagian dari rumah-rumah tersebut berjejer secara teratur dan menghadap jalan.

4.1.6 Sarana dan Prasarana Desa

Sarana dan Prasarana desa adalah suatu pelengkap desa yang berfungsi sebagai fasilitas masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan fungsinya di desa. Adapun yang menjadi sarana dan prasarana di desa ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4

Sarana dan Prasarana Desa

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah

1

Jembatan Beton 4 Unit

Sumber: Data Desa Parsingguran II Tahun 2012-2013

4.1.7 Struktur Desa Parsingguran II

(51)

1. Pemerintah Desa

Pemerintah Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), antara pemerintah desa dengan BPD dapat melakukan kerjasama dan bermitra dengan baik untuk terciptakan roda pemerintahan Desa Parsingguran II yang baik dan dapat melayani masyarakat dengan baik. Pemerintahan Desa Parsingguran II sendiri dipimpin oleh kepala desa dan didukung oleh sekretaris desa, kepala-kepala urusan dan juga didukung oleh para kepala dusun se-Desa Parsingguran II.

Jumlah personal pemerintahaan desa adalah sebagai berikut :

• Kepala Desa : 1 orang

• Sekretaris Desa : 1 orang

• Kepala Urusan : 3 orang

• Kepala Dusun : 10 orang

2. Badan Permusyawatan Desa (BPD)

Badan Permusyaratan Desa Parsingguran II adalah suatu lembaga yang lahir dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, Ketua RW/RT/ dusun, golongan fraksi dan lain-lain. Dalam proses penetapan Pengurus BPD dilakukan dengan musyawarah/mufakat. Adapun jumlah pengurus BPD Desa Parsingguran II ada 9 orang, terdiri dari : Ketua 1 orang, Wakil Ketua 1 orang, Sekretaris 1 orang, dan anggota 6 orang. Adapun fungsi BPD adalah menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

(52)

Lembaga kemasyarakatan desa sampai dengan saat ini yang sudah dibentuk di desa terdiri dari PKK ( Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), Karang Taruna, Kelompok Lansia, LPM Desa.

4.1.8 Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Kehidupan sosial ekonomi merupakan segala aspek yang berkaitan dengan keberadaan idividu secara sosial (hubungan dengan individu lainnya) dan ekonomi (upaya pemenuhan kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan) yang dilakukan melalui berbagai cara dan memiliki proses yang panjang dan berkelanjutan (Turnip, 2008).

Desa Parsingguran II merupakan desa pertanian. Maka hasil ekonomi warga dan mata pencaharian warga sebagian besar adalah bertani, dari jumlah kepala keluarga (425 KK) yang ada ± 388 KK (90,00 %) adalah petani. Selebihnya Pegawai Negeri Sipil, wiraswasta, pedagang. Masyarakat Desa Parsingguran II sebagian besar dikategorikan miskin dan prasejahtera walaupun tersedia lahan perkebunan dan persawahan yang cukup luas. Jika dirata – ratakan, pengasilan perkapita penduduk per tahun ialah 1.200.000,00, hal ini tentunya tidak mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.

(53)

maksimal karena Sumber Daya Manusia (SDM), dan modal pertanian yang relatif besar. Ditambah lagi fluktuasi harga sayur-sayuran yang tidak dapat diprediksi/diperkirakan.

Penduduk Desa Parsingguran 99,00% suku batak toba, dan tetap menjalankan kehidupan sehari–hari berdasarkan adat–istiadat dan kebiasaan penduduk. Kehidupan masyarakat Desa Parsingguran II sangat kental dengan tradisi–tradisi peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia (lahir-dewasa/berumah tangga-mati), seperti upacara kelahiran, perkawinan dan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian, hampir selalu dilakukan oleh warga masyarakat. Pengenalan dan persaudaraan yang terjalin pada masyarakat juga sangat kuat, bukan hanya mereka yang bertempat tinggal dalam satu dusun (atau satu huta) tetapi juga antar dusun.

Berdasarkan observasi peneliti, kebiasaan menjenguk orang sakit (tetangga atau sanak keluarga) masih dilakukan oleh masyarakat. Biasanya ketika menjenguk orang sakit, bukan makanan yang dibawa, tetapi mereka mereka mengumpulkan uang bersama-sama untuk kemudian disumbangkan kepada orang yang sakit untuk merigankan beban biaya. Semua itu menggambarkan bahwa hubungan ketetanggaan di desa ini masih erat dan kuat. Kegiatan gotong royong masyarakat masih terlaksana misalnya kebiasaan membantu dan bergotong royong dalam perbaikan jalan, bersih desa, irigasi, pembangunan rumah ibadah, pembangunan rumah penduduk masih tetap dilakukan dan berjalan secara terus menerus.

(54)

tidak. Menurut Parson, kesehatan sosiologis seseorang bersifat relatif karena tergantung pada peran yang dijalankannya dalam masyarakat.

Sarana transportasi yang paling banyak dipergunakan warga masyarakat adalah sepeda motor, bahkan sepeda motor dipergunakan oleh masyarakat dalam pengangkutan hasil perkebunan/pertanian, ataupun sebagai alat transportasi menuju perkebunan, sedangkan alat transportasi seperti bus sifatnya adalah musiman seperti hari jumat dan hari – hari tertentu.

4.1.9 Interaksi Masyarakat Petani Dalam Kegiatan Sehari-hari

Petani padi yang berada di Desa Parsingguran II selain bekerja dalam mengolah lahan pertanian padi juga mengolah lahan pertanian untuk tanaman seperti cabe, sayu-sayuran dan kopi. Rutinitas setiap hari penduduk Desa Parsingguran II yang bekerja sebagai petani padi, mulai dari 07:30 WIB setiap hari sampai hari sabtu selalu pergi bekerja ke sawah dan ke ladang. Hal ini ditandai, ketika dipagi hari para petani sudah sibuk mempersiapkan apa saja yang akan di bawa ke ladang / sawah seperti cangkul dan bekal makan siang. Bagi petani yang memiliki lahan berdampingan umumnya mereka akan sama-sama pergi ke sawah, sementara petani lain pergi sesuai dengan lahan yang dituju.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 4.1 Luas Dusun Desa Parsingguran II
Tabel 4.2
Tabel 4.3
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hari Jumat tanggal 15 Januari 2016 peneliti menyerahkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) penelitian untuk dikonsultasikan. Hari ini juga mengambil soal tes yang

Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan yang selanjutnya disebut UNPK adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik program Paket A, Paket B,

70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta menindaklanjuti Proses pemilihan penyedia untuk pekerjaan Pengerasan/Paving Blok Jalan dan Halaman Pos

Hingga saat ini, belum banyak alat bantu (aplikasi) yang secara khusus dapat digunakan untuk menghitung estimasi resiko proyek software. Oleh karena itu, dipandang perlu

Berdasarkan tabel 7 menunjukan adanya pengaruh kompres hangat rebusan air serai terhadap penurunan nyeri hiperuresemia pada lansia yang ditunjukkan oleh hasil

The making of Jatiduwur puppet batik motif has several purposes, such as: (1) reintroducing Jatiduwur puppet mask art which is now no longer performing live, through the

Tujuan ini akan memberikan arah ,dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi dari setiap personil, tetapi hanya mengandalkan tujuan saja

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pada polimorfisme genetik gen CYP1A2*1F pada pasien asma dan nonasma yang dapat digunakan untuk pertimbangan