• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.5. Pergeseran Nilai Marsiadapari

4.5.2 Pergeseran Nilai Kebersamaan Menjadi Sistem Pengupahan

Menurut hasil wawancara dengan beberapa informan petani di Desa Parsingguran II, pelaksanaan marsiadapari telah mengalami banyak perubahan nilai. Awalnya dalam pengerjaannya di ladang dan di sawah dan berubah menjadi di sawah saja kemudian sekarang ini telah mengalami pergeseran nilai kebersamaan dalam pertukaran tenaga menjadi sistem pengupahan. Marsiadapari yang dikenal dulu sebagai modal yang dapat dijadikan sebagai kekuatan petani dengan sistem pertanian marsiadapari yang dapat merigankan banyak beban dalam pengolahan lahan kini menjadi bergeser menjadi pengupahan atau disebut dengan gajian.

Perubahan ini sudah lama terjadi, mulai pertengahan tahun 2005 , nilai marsiadapari sudah mulai bergeser. Orientasi masyarakat petani sekarang sudah materi (uang), bukan kerelaan dan kebersamaan lagi dalam pertanian. Di satu sisi karena

kebutuhan masyarakat bertambah, sementara penghasilan dari kopi dan tanaman yang lain tidak cukup, sehingga masyarakat petani gajian ke orang lain. Hal ini diungkapkan oleh informan Oppung Uli Lumban Gaol (pr, 64 tahun) sebagai berikut

Ai holan hata nama namarsiadapari on, jadi dang songon na ujui be saonari, Alana nga pakke sistim bayar be, hape najolo i holan gogo do nilehon tu dongan i. Jadi molo didok akka pangula I …’beta boh marsiadapari ninna’ na pahalushon namai, sebenarna na gajian doi. (Artinya marsiadapari sekarang sudah berubah, namanya aja marsiadapari, kalau dulu kami hanya bertukar tenaga, sekarang sudah berubah menjadi sistem pengupahan ‘gajian’. Jadi kalau orang bilang ayo marsiadapari itu hanya pemanis aja, sebenarnya mau bekerja untuk mendapat uang).

Sependapat dengan pendapat informan di atas, bapak D. Lumban Gaol (lk, 60 tahun) juga mengatakan bahwa

Jolma saonari on, hepeng nama na penting. Dang olo be marsiadapari tu angka pangula i anggo dang dibayar dohot hepeng manang boras, ditamba ohama asa boi mamora sian halak. (ArtinyaMasyarakat sekarang ini, uang adalah yang terpenting. Tidak akan mau ikut marsiadapari ke orang lain jikalau tidak dibayar dengan uang ataupun beras, ditambah bagaimanalah supaya bisa jadi kaya).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan, D Silaban (pr, 51 tahun) sebagai berikut

Dang haluluan be pangulaon laho marsiadapari, gajian nama sude. Ai pangulaon lao pe karejo tu halakan na marsihepeng doi, ai ipe posina perubahan zaman saonari. Tujuan ni jolma ima bohama asa dapotan hepeng. Nang pe dao hauma manang kobun ni jolma tong do di sari pangulaon na marsihepeng i. (Artinya sudah sangat sulit mencari orang yang mau marsiadapari, semuanya sudah gajian (dibayar/ diupah). Para petani yang bekerja ke orang lain, dengan maksud mencari uang, itulah sakitnya karena perubahan zaman sekarang ini. Tujuan petani sekarang adalah bagaima supaya mendapatkan uang. Sekalipun lahan yang mau dikerjakan jauh, petani akan pergi ke sana).

Kondisi saat ini bahwa, orang mau ikut marsiadapari karena uang, sementara dulu karena keterbatasan tenaga dalam mengolah lahan pertanian, jadi petani saling membutuhkan. Sementara sekarang supaya mendapatkan uang, sekalipun lahan jauh, petani tetap mau ikut bekerja. Terdapat pergeseran sistem gotong royong dengan

marsiadapari menjadi sistem upah harian. Sekarang ini warga masyarakat yang terlibat dalam marsuan (menanam padi) marbabo, dan gotilan (memanen padi) diberi upah oleh pemilik atau petani penggarap sawah. Pergeseran sistem marsiadapari dalam pertanian tidak terlepas dari tuntutan hidup di zaman modern ini, di mana lapangan kerja semakin sempit dan kebutuhan hidup makin tinggi. Warga masyarakat yang dulunya murni bergotong royong menggarap sawah kini menjadikan sawah sebagai lapangan pekerjaan. Warga yang terlibat dalam menggarap sawah itu disebut dengan buruh tani (di Desa Parsinggguran II disebut parsiariari).

Hal lain yang dikemukakan oleh salah satu informan A. Lubis (pr, 53 tahun) berikut ini

Nga hurang be kebersamaan ni angka masyarakat on saonari, tarbukti doi di pertanian on, si boan massam na be nama. Najoloi, godang do marsiadapari na mardongan tubu, na martetangga (dongan sahuta), hape ngaen sak maol be i. lam maju pemikiran ni jolma saonari gabe lam holit namarsihaholongan. Holong i holong alani hepeng nama. (Artinya kebersamaan masyarakat dalam pertanian sudah berkurang pelaksanaannya, semua saling mencari jalan masing-masing. Dulu, sesama saudara dekat (kerabat), teman sekampung (dusun) selalu marsiadapari, namun sekarang sudah sangat susah. Memang pemikiran masyarakat sudah cukup maju, tetapi konsekuensi dari kemajuan tersebut menyebabkan kurangnya kepedulian terhadap sesama, karena semua diukur dengan uang).

Sebagai akibat dari perubahan-perubahan ini, dalam masyarakat petani, hubungan antara seorang petani dalam kehidupan ekonomi berubah. Petani sekarang menerima uang tunai sebagai imbalan kerjanya dan memakainya untuk memperoleh barang-barang dan jasa-jasa di pasaran. Penghasilan dan kesejahteraannya makin lama makin bergantung pada hasil taninya dan makin berkurang pada hak-hak dan kewajiban- kewajiban tradisional yang bersumber pada sanak keluarganya dan tetangganya. Hal ini berarti bahwa petani dalam pasaran yang sedang mengalami proses modernisasi berhadapan dengan persoalan-persoalan penyesuaian diri.

Seperti yang diutarakan oleh informan Oppung Uli Lbn Gaol (pr, 64 tahun), sebagai berikut

Molo karejo tu dongan, nga jarang be keluargana dibuat, ai alana digarar do ari-arina, dibayar mai 35.000 ribu sadari, alai molo sian hami (nampuna karejo) do indahanna 30.000 ma. (Artinya dalam bekerja, kami memilih lebih baik kerja sama orang disbanding sama keluarga, karena kami dibayar perhari, sehari ibayar dengan harga Rp 35.000, tetapi jikalau makan siang disediakan pemilik lahan maka kami dibayar Rp 30.000 saja).

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam masyarakat bahwa sekarang, nilai marsiadapari tidak didasarkan kerelaan dan solidaritas bersama, petani sudah mementingkan diri sendiri. Kebersamaan dalam pengolahan lahan pertanian tidak ditemukan lagi. (dang adong be na botul-botul marsiadapari). Kalaupun ada hanya segelintir orang yang melakukannya, dan cenderung mereka yang melakukan adalah kelompok masyarakat petani kelas bawah. Memudarnya kebersamaan ini dipengaruhi oleh kurang baiknya hubungan kekerabatan dalam keluarga, dalam hal ini yaitu nilai tolong menolong dalihan natolu pada pertanian sudah berubah menjadi pengupahan. Munculnya sikap individualis, adalah hal yang menyebabkan bergesernya nilai marsiadapari. Petani cenderung memikirkan dirinya sendiri bagaimana supaya menjadi kaya (materialis).

Dokumen terkait