PENGARUH LAMA PENYIMPANAN CPO TERHADAP KADAR
ASAM LEMAK BEBAS DAN KADAR AIR PADA STORAGE TANK
DI PTPN III PKS SEI MANGKEI PERDAGANGAN
TUGAS AKHIR
RIOULIATI HARIANJA
082409006
PROGRAM STUDI D3 KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN CPO TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS DAN KADAR AIR PADA STORAGE TANK DI PTPN III PKS SEI
MANGKEI PERDAGANGAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya
RIOULIATI HARIANJA 082409006
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA INDUSTRI DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH LAMA PENYIMPANAN CPO
TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS DAN KADAR AIR PADA STORAGE TANK DI PTPN III PKS SEI. MANGKEI
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : RIOULIATI HARIANJA
Nomor Induk Mahasiswa : 082409006
Program Studi : DIPLOMA III (D3) KIMIA INDUSTRI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Juni 2011 Diketahui
Ketua Jurusan Kimia Indusri Dosen Pembimbing,
Dra. Emma Zaidar, M.Si Drs. Firman Sebayang, MS
NIP.195512181987012001 NIP. 195607261985031001
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
NIP.195408301985032001 PERNYATAAN
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN CPO TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS DAN KADAR AIR PADA STORAGE TANK DI PTPN III PKS
SEI MANGKEI PERDAGANGAN
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis ucapkan kapada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini berjudul “Pengaruh Lama Penyimpanan CPO Terhadap Kadar Asam lemak Bebas dan Kadar Air pada Storage Tank”, karya ilmiah ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Kimia Industri pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Karya ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP.Nusantara III PKS Sei Mangkei Perdagangan.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, dengan demikian penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan perbaikan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan bantuan materil, moril, serta doa yang telah mereka beriakan selama ini kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini juga dapat ditulis dan terwujud atas bantuan dan bimbingan berbagai pihak untuk memberikan saran yang baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sutarman, MS, selaku Dekan FMIPA USU
2. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, MS, selaku ketua Departemen Kimia FMIPA USU
4. Bapak Drs. Firman Sebayang, MS, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan panduan dan membimbing penulis untuk menyempurnakan karya ilmiah ini
5. Bapak/ Ibu staf pengajar khususnya program studi Kimia Industri FMIPA –USU yang telah banyak membimbing dan membantu dalam kelancaran studi penulis
6. Sahabat penulis K’Elsi , B’Erwin, K’elisa, K’Doris, K’Roita, Dina dan teman – teman satu pelayanan(LPMI) dengan penulis yang telah memberikan dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Teman – teman seperjuangan jurusan Kimia Industri khususnya Dany,
Eka, Winda, Yuli, Mujur, Herdi, Dina, Jumfitriani, Fernandus, Sarma, Hesti, Benget, Nirma serta teman-teman lainnya Kimia Industri’08 yang namanya tidak disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penyelesaian karya Ilmiah ini.
8. Dan tak lupa juga kepada seluruh karyawan di PTP. Nusantara III
PKS Sei Mangkei.
Akhirnya penulis berharap semoga bantuan dan dukungan yang diberikan dalam penyusunan karya ilmiah ini dibalas oleh Yang Maha Kuasa dan penulis mengharapkan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.
Medan, Juni 2011
ABSTRAK
THE INFLUENCE OF CRUDE PALM OIL LODGED TO FREE FATTY ACID CONTENTS AND MOISTURE IN STORAGE TANK
ABSTRACT
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti 10
Tabel 2.2. Beberapa Sifat Fisiko – Kimia Dari Minyak Sawit 10
Tabel 2.3. Komponen Dalam Minyak Sawit 17
Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar ALB Dari CPO 29
ABSTRAK
THE INFLUENCE OF CRUDE PALM OIL LODGED TO FREE FATTY ACID CONTENTS AND MOISTURE IN STORAGE TANK
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaesis guinesis JACQ) merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak nabati yang sangat potensial. Dewasa ini, tanaman kelapa sawit tumbuh sebagai
tanaman liar (hutan), setengah liar dan sebagian tanaman budi daya terbesar di Negara
beriklim tropis bahkan mendekati subtropis di Asia, Amerika Selatan, dan Afrika.
(Naibaho, 1996)
Minyak kelapa sawit diperoleh dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS)
di pabrik, bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses
tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari
pengaangkutan tandan buah kelapa sawit ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan
hasil sampingnya. Produk utama yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit adalah
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu: kandungan
asam lemak bebas, kandungan air dan kotoran dalam minyak, warna, dan bilangan
peroksida. Faktor yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan
gliserida, refining loss, plastisitas, dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat
dan bilangan penyabunan. (Ketaren, 1986)
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 % dan
kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 3,5 % atau kurang).
Buah kelapa sawit dan hasil panen (TBS) harus segera di angkut ke pabrik agar
dapat segera diolah. Buah yang tidak segera diolah akan menghasilkan minyak dengan
kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid) tinggi.
Dalam menjaga kualitas minyak sawit, lama masa penyimpanan di storage tank
sebaiknya tidak lebih dari dua hari. Sebab penyimpanan yang lama akan merusak
minyak. Penyimpanan dilakukan dilokasi penumpukan buah dan pada penyimpanan
harus diperhatikan letak penumpukan tandan, sehingga tandan yang pertama disimpan
harus yang pertama kali diolah. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis berkeinginan dan
tertarik membuat karya ilmiah dengan judul “PENGARUH LAMA PENYIMPANAN
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan mutu dari minyak kelapa sawit ditentukan kadar Asam Lemak
Bebas dengan standar maksimal kadar ALB = 3,5 %. Untuk mendapatkan kadar ALB
yang di harapkan sesuai dengan standar, perlu dilakukan pengendalian baik dari bahan
baku, maupun proses pengolahan di pabrik.
Sebagai permasalahan dalam hal ini penulis melakukan pengamatan, bagaimana
pengaruh lamanya penyimpanan CPO terhadap perubahan kandungan asam lemak bebas
dan kadar air di storage tank.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh lamanya penyimpanan CPO pada Storage Tank terhadap
kadar asam lemak bebas dan kadar air.
2. Untuk mengetahui persentase dari Asam Lemak Bebas dan kadar air pada CPO dengan
waktu inap 1 – 4 hari.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah:
• Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan CPO terhadap kadar asam lemak bebas
• Sebagai masukan untuk pengembangan proses produksi di sebuah pabrik kelapa sawit
• Menerapkan teori dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya selama kuliah untuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaesis Guinesis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun
demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu
Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan brazil dibandingkan
dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah
asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu
memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.Bagi pembangunan perkebunan
nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada
kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa Negara. Indonesia
merupakan salah satu produsen utama minyak sawit.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh perintah colonial
Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa
dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam dikebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit
mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha
perkebunan kelapa sawit diIndonesia adalah Ardien Hallet, seorang Belgia yang telah
K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit diIndonesia. Sejak saat itu
perkebunan kelapa sawit mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi
dipantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.
Pada masa pendudukan Belanda, kelapa sawit mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu.
Namun kemajuan pesat yang dialami Indonesia tidak diikuti dengan perkembangan
perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan
perekonomian Negara asing termasuk Belanda. Memasuki masa pendudukan Jepang,
perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi
perkebunan kelapa sawit terhenti. Setelah belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia
pada tahun 1957,pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan
keamanan.pemerintah menempatkan perwira – perwira militer disetiap jenjang
managemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah
juga membentuk BUMIL ( buruh Militer) yang merupakan wadah kerja sama antara
perkebunan dengan militer. Perubahaan managemen dalam perkebunan dan kondisi
social politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabakan produksi
kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai
pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diaarahkan dalam rangka
menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai
sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru
produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit
Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. ( Fauzi,Y. 2002)
2.2 Kelapa Sawit Sebagai Tanaman Penghasil Minyak
Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat menghasilkan minyak. Selain
kelapa, kacang-kacangan dan jagung. Dimana dalam perkembanganya melalui salah satu
produknya yaitu minyak sawit, kelapa sawit memiliki peranan penting antara lain.
1. Mampu mengganti kelapa sebagai bahan baku mentah bagi industry pangan maupun
non-pangan dalam negeri.
2. Ditetapakan sebagai pedoman ekspor non-migas Indonesia sangat besar bagi pemasukan
devisa.
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas
itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan
warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa
varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antar lain mampu
menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain. Berdasarkan
ketebalan tempurung dan daging buahnya dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu:
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian
bervariasi antara 35 – 50. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak
yang rendah.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal.
Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis.
Jenis pisifera tidak dapat di perbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu dura dan
pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan – perkebunan saat ini.
Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat
lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60
– 96%. Tandan buah yang dihasilkan tenera lebih banyak daripada dura, tetapi ukuran
tandannya relative lebih kecil.
4. Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.
5. Diwikka – wakka
Varietas ini mempunyai cirri khas de3ngan adanya dua lapisan daging buah. Diwikka –
wakka dapat dibedakan menjadi diwikka – wakkadura, diwikka – wakkapisifera dan
diwikka – wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan terakhir ini jarang
Berdasarkan warna kulitnya ada tiga varietas kelapa sawit yang dikenal yaitu:
1. Nigrescens, buah berwarna ungu samapai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi
kehitam-hitaman sewaktu telah masak.
2. Virescens, buah berwarnaa hijau padaa waktu muda dan ketika masak menjadi jingga
kemerahan tetapi ujungnya tetap kehijauan.
3. Albescens, pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan sedangkan setelah masak
menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman.
Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3 – 4 tahun dan buahnya menjadi
masak 5 – 6 buah setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat
dilihat perubahan warna kulitnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu
buah telah masak. Pada saat itu kandungan minyak pada buah telah maksimal jika terlalu
matang buah kelapa sawit akan terlepas dari tangkai tandannya. (Tim Penulis PS, 1997)
Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanenan agar
memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat
kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid
(ALB atau FFA) minimal. Paadaa saat ini kriteria umum yang banyak dipakai adalah
berdasarkan jumlah berondolan, yaitu tanaman dengan umur kurang daari 10 tahun,
jumlah berondolan yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah berondolan
sekitar 15 – 20 butir. Namun, secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1
2.3. Pembentukan Minyak Dalam Buah
Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit adalah minyak sawit
yang terdapat pada daging buah (mesokrap) dan minyak inti sawit yang terdapat pada
kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan fisika –
kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah
penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh.
Jika dalam buah tidak terjadi lagi penyerbukan minyak, maka yang terjadi ialah
pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Pembentukan minyak
berakhir jika dari tandan yang bersangkutan telah terdapat buah membrondol normal.
Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang
mengandung asam lemak bebas jenuh, setelah mendekati masa pematangan buah terjadi
pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak yang
terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong- kantong
minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah dilapisi dengan kulit yang tebal dan
berkilat.
Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang maka tanaman tersebut
membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karotein. Setelah penyerbukan kelihatan buah
berwarna hitam kehijau – hijauan. Pada saat pembentukan minyak terjadi yaitu
trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karotein dan phitol
untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu melakukannya sebagai
2.4. Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikrap dan 20 persen buah
yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34 – 40 persen.
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang memiliki komposisi yang tetap. Rata
– rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Sawit
Asam Lemak Minyak Kelapa
Sawit (%)
Kandungan karotein dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak
dari jenis tenera lebih kurang 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan
2.4.1. Sifat Fisiko – Kimia
Sifat fisiko – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau,dan flavor,
kelarutan, titik cair, dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan,
slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik
asap,titik nyala.
Tabel 2.2 Beberapa sifat Fisiko – Kimia dari Kelapa Sawit
Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit
Bobot jenis pada
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses
pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau
Bau atau flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya
asaam –asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas
minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. (Ketaren S, 2005)
2.4.2. Pengolahan Kelapa Sawit
Pengolahan TBS di PKS dimaksudkan untuk memperoleh minyak sawit dari
daging buah (Mesocrp) dan Inti sawit (Kernel) dari biji (Nut). Untuk mendapat mutu
minyak yang baik yaitu bermula dari lapangan, sedangkan proses pengolahan hanya
dapat menekan sekecil mungkin penurunan kualitas dan kehilangan (losses) selama
proses serta tidak dapat memproduksi minyak lebih dari apa yang dikandung TBS.
Mutu dan Rendemen hasil olah sangat dipengaruhi oleh fraksi panen (derajat
kematangan), kegiatan pengutipan brondolan dan perlakuan terhadap TBS. Perlakuan
TBS mulai dari panen, pengangkutan dan pengolahan akan menentukan kuantitas dan
kualitas minyak yang dihasilkan.
Minyak sawit yang dihasilkan diperoleh dari stasiun – stasiun dalam
pengolahnnya yaitu, stasiun penimbangan, stasiun sortasi, stasiun loading ramp,stasiun
perebusan, stasiun tresher, stasiun press, stasiun klarifikasi serta kemudian disimpan di
storage tank.
Storage Tank berfungsi untuk menyimpan sementara minyak produksi yang
untuk memblending minyak produksi untuk mencapai mutu produksi yang diinginkan
atau menanpung minyak apabila 2 Unit Storage Tank penuh.
Hal-hal yang harus diperhatikan di Storage Tank dan Dispatch Tank, antar lain :
1. Kebersihan tangki harus dibersihkan secara rutin.
2. Suhu dijaga pada 50 - 55 ºC.
3. Kondisi steam coil harus diperiksa secara rutin, karena kebocoran steam coil
mengakibatkan kadar air pada CPO meningkat.
4. Jaga kinerja pompa pengisian.
Sejalan dengan makin meningkatnya luas area perkebunan kelapa sawit,
produksi minyak sawit semakin lama semakin meningkat. Penyimpanan dan penanganan
selama transportasi minyak sawit yang kurang baik dapat mengakibatkan terjadinya
kontminasi baik oleh logam maupun bahan lain sehingga akan menurunkan kualitas
minyak sawit.
Pengawasan mutu minyak sawit selama penyimpanan, transportasi, dan
penimbunan perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan mutu
minyak sawit. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat standarisasi
prosedur penyimpanan, transportasi darat, dan penimbunan minyak sawit. Standarisasi
ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan penurunan kualitas minyak sawit.
Minyak produksi sebelum diangkut ketempat konsumen ditimbun dalam tangki
timbun. Minyak yang masuk tangki timbun suhunya 40 -50 oC. titik leleh minyak sawit
± 40oC, sehingga untuk mempermudah pengeluaran minyak dari tangkiuntuk maksud
penyimpanan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas (ALB) yang disebabkan
terjadinya proses autokatalitik yang dipercepat oleh panas. (Naibaho,1987)
Tangki penimbunan minyak dipakai sebagai penampungan atau penimbunan
minyak produksi dan pengukuran minyak produksi harian. Alat ini terdiri dari tangki
berbentuk silinder yang didalamnya dilengkapi dengan pipa pemanas berbentuk spiral,
dan pada bagian atas terdapat lubang untuk pengukuran dan lubang penguapan air.
Tangki penimbunan minyak sawit memiliki kapasitas antara 500 – 3000 ton. Selama
penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan ALB maupun
peningkatan oksidasi.
Persyaratan penimbunan yang baik adalah:
1. Kebersihan tangki harus dijaga, khusunya terhadap kotoran dan air
2. Jangan mencapur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor dengan minyak
berkadar ALB rendah atau bersih
3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa – pipa uap pemanas, tutup tangki, dan alat –
alat pengukur
4. Memelihara suhu sekitar 40oC
5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan minyak melapisi
dinding tangki dengan dammar epoksi (hanya untuk minyak sawit bermutu tinggi).
2.5. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi
yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dan
minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram minyak atau lemak, khususnya minyak nabati, mengandung
asam – asam lemak esensial seperti asam linoleat, linolenat, dan arakhidonat yang dapat
mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak dan
lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut baagi vitamin – vitamin A, D, E, dan
K.
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda- beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan
dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan
pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media pengantar panas, seperti minyak
goreng, mentega, margarin. (Winarno, 2002)
Lemak dan minyak merupakan hal yang kita kenal setiap hari. Lemak yang lazim
meliputi mentega, lemak hewan, dan baagian berlemak dari daging. Minyak terutama
berasal dari tumbuhan. Meskipun lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair,
keduanya memiliki struktur organik dasar yang sama. Lemak ( fat ) dan Minyak ( oil )
ialah triester dari gliserol dan disebut trigliserida. Bila kita mendidihkan lemak atau
minyak dengan alkali, lalu mengasamkan larutan yang dihasilkan, kita akan memperoleh
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa
gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya,
minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. Minyak sawit berwarna
merah jingga karena kandungan karoteinoida berorentiasai setengah pada suhu kamar
(kosistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALBnya) dan dalam keadaan
segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak.
Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang
berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian
sifat minyak sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut.
Karena kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan linoleat,
minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat – linoleat. ( Mangoensoekarjo,
2003)
2.5.1. Asam Lemak
Hanya sedikit asam lemak bebas yang terdapat secara alami. Asam
lemak dijumpai pada lipida – lipida yang telah disebutkan terdahulu baik melalui ikatan
– ikatan ester maupun ikatan amida yang terbentuk didalam metabolisme lemak.
Asam lemak kebanyakan diperoleh melalui hidrolisis lemak yang
merupakan asam monokarboksilat yang mengandung grup karboksil yang; a. dapat
atom C yang genap (walaupun secara alami ada juga yang beratom C ganjil) dan c. dapat
jenuh atau tidak jenuh (mengandung ikatan rangkap). ( Naibaho, 1996)
Adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh menimbulkan
kemungkinan terjadinya isomer yang terjaadi pada posisi ikatan rangkap. Baik pada
molekul yang mempunyai susunan konjugasi maupun nonkonjugasi, dapat terjadi isomer
cis atau trans pada posisi ikatan rangkap.Asam lemak dapaat digolongkan berdasarkan
berat molekul dan derajat ketidakjenuhan. Keduanya akan mempengaruhi sifat – sifat
kelarutannya dalam air , kemampuan asam lemak untuk menguap dan kelarutan garam –
garamnya dalam alkohol dan air.
Penggolongan asam lemak lebih jauh lagi dapat dilakukan dengan
esterifikasi yang menghasilkan ester metal atau ester etil, kemudian diikuti dengan
fraksinasi. Fraksinasi bisa dilakukan dengan cara kromatografi gas, kromatografi lapisan
tipis, atau menggunakan spectrometer dengan sinar inframerah. Cara yang terakhir ini
dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan identifikasi asam lemak. Dari penelitian
dengan sinar inframerah ini diperoleh bahwa ikatan cis lebih sering terdapat pada ikatan
rangkap dalam asam lemak daripada ikatan trans. Isomer trans terbentuk dalam keadaan
panas hidrogenasi, atau karena katalis lain. (Winarno, 2002)
Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini
karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom
karbon lebih dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung.
Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan
Tabel 2.3. Komponen Dalam Minyak Kelapa Sawit
No Komponen Kuantitas
1 Asam lemak bebas 3,0 – 4,0
7 Palmito stearin olein
(%) 10,7
8 Palmito olein (%) 42,8
9 Triolein linole (%) 3,1
Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara kimiawi
maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari jamur. Namun,
hidrolisis enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan prosesnya yang
berlangsung 2 – 3 hari. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu didestilasi, dan
selanjutnya. Asam – asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen,
bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat.
2.5.2. Asam Lemak Bebas (ALB)
Asam lemak bebas adalah asam yang di bebaskan pada hidrolisis
lemak. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi dalam minyak sawit sangat
merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun.
Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbantuknya asam lemak bebas dalam
minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan panen
sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada
minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan
dipercepat dengan adanya faktor - faktor panas, air, kemasan, dan katalis. Semakin lama
reaksi berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relative tinggi
dalam minyak sawit antara lain:
- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
- Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
- Adanya mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu), yang dapat
hidup pada suhu dibawah 50oC
- Terjadinya reaksi oksidasi, akibat terjadinya kontak langsung antara
minyak dan udara
- Penumpukan buah yang terlalu lama
- Proses hidrolisa selama proses dipabrik
Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha untuk menekan
kadar ALB sekaligus menaikkan rendemen minyak.Peningkatan kadar ALB juga dapat
terjadi pada proses hidrolisa dipabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi
yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air
pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan.
Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping
yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu
bukan membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu,
setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana
Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur dan
bakteri tertentu) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah
dibawah 50oC, dan dalam keadaan lembap dan kotor. Oleh karena itu minyak sawit
harus segera dimurnikan setelah pengutipan. Pemanasan sampai suhu diatas 90oC seperti
pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan semua mikroorganisme dan
menginaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari 0,8% mikroorganisme juga tidak
dapat berkembang. Jikka lebih tinggi sebaiknya minyak ditimbun dalam keadaan panas
sekitar 50 – 60 oC .
Hidrolisis juga terjadi secara otokatalisis. Kinetikanya hanya tergantung pada
kadar ALB yang ada dan pada suhu, asalkan cukup tersedia air. Kenaikan ALB pada
waktu pengolahan karena hidrolisis otokatalitik hanya sedikit. Pada kadar air dibawah
0,1% reaksi hidrolisis otokatalitik tersebut dapat diabaikan. Dengan demikian jalaslah
untuk mendaappaat minyak sawit dengan kadar ALB rendah pelukaan pada buah harus
dihindarkan dengan perlakuan selembut mungkin. Berondolan jangan terlalu banyak,
karena selain kurang terlindung berondolan akan lebih mudah terluka karena lebih lunak
dan matangnya, tetapi juga berondolan yang telah dibiarkan beberapa waktu diatas
piringan pohon sudah terbuka terhadap serangan mikroorganisme. Pembentukan ALB
terutama terjadi selama buah belum diolah. Walaupun buah mentah akan menghasilkan
minyak berkadar ALB rendah, namun kadar minyaknya juga akan rendah.
Pada umumnya kondisi yang baik untuk hidrolisis juga baik untuk oksidasi.
Selain enzim lipase buah sawit mengandung lipoksidase yang sebelum perebusan juga
tinggi. Oleh karena itu klarifikasi yang berlangsung lama pada 90 – 100 0C lebih
merusak dari pada pengeringan yang waktunya singkat.
Karena buah sawit sendiri mengandung zat – zat antioksidan seperti tokoferol dan
sterol, minyak sawit kasar akan lebih tahan terhadap oksidasi pada waktu penyimpanan
dibandingkan dengan minyak sawit yang telah dirafinasi (dimurnikan). Namun karena
oksidasi dapat dikatalisis oleh logam tembaga dan besi, maka untuk menghasilkan
minyak sawit dengan tingkat oksidasi rendah supaya tahan disimpan lama, pada
pengolahan dan penyimpanannya agar memakai logam baja tahan karat dan tidak
memakai alat yang terbuat ataau dilapisi tembaga. (Mangoensoekarjo, 2000)
2.5.3. Kadar Air atau Zat yang Mudah Menguap
Kadar air dalam minyak sawit setelah pemurnian masih terlalu tinggi untuk
mencegah peningkatan kadar ALB karena hidrolisis. Untuk mendapat kadar air yang
diinginkan (0,08%) minyak masih harus dikeringkan. Untuk ini sebaiknya dipakai
pengering vakum pada suhu relative rendah, agar minyak tidak teroksidasi pada waktu
pengeringan pada suhu tinggi. Pengeringan vakum bekerja pada tekanan absolute 50
Torr dengan bantuan pompa vakum atau vakum steamjet ejector. ( Mangoensoekarjo,
2000)
Kadar air dan zat menguap didefenisikan sebagai massa zat yang hilang dari zat
parameter mutu minyak kelapa sawit yang dipersyaratkan untuk perdagangan salah
satunya adalah kadar air. Kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai mutu minyak
sawit.
Air dalam minyak kelapa sawit hanya dalam sejumlah kecil, hal ini terjadi karena
proses alami sewaktu pembuahan dan akibat perlakuan di pabrik serta pengaruh
penimbunan. Pada proses hidrolisa minyak dipabrik digunakan adanya air, jika air yang
terbentuk pada proses ini besar makaa akan menyebabkan kenaikan asam lemak bebas
pada minyak sawit. Kadar asam lemak bebas dan air yang tinggi akan menyebabkan
kerusakan minyak yang berupa bau tengik pada minyak tersebut. Agar minyak yang
dihasilkan memiliki mutu yang baik maka kadar air dan asam lemak bebas pada minyak
harus seminimal mungkin.
Adapun cara yang digunakan dalam penentuan kadar air dan zat menguap pada
minyak dan lemak, yaitu:
1. Cara Hot Plate
Cara hot plate digunakan untuk menentukan kadar air dan bahan – bahan lain
yang menguap yang terdapat dalam minyak dan lemak. Cara ini dapat digunakan pada
semua minyak dan lemak kecuali pada minyak yang diekstraksi dengan pelarut yang
mudah menguap. Sebelum dilakukan pengujian pada contoh, minyak harus diaduk
dengan baik karena air cenderung menguap.
Contoh ditimbang dalam gelas piala yyang kering dan telah didinginkan dalam
desikator. Kemudian contoh dipanaskan diatas hot plate sambil memutar gelas piala
dihentikan setelah terlihat gelembung gas atau buih. Cara lain yang lebih baik digunakan
adalah dengan meletakkan gelas arloji diatas gelas piala.
2. Cara Oven Terbuka
Cara oven terbuka (air oven method) digunakan untuk lemak nabati dan lemak
hewan, tetapi dapat digunakan untuk minyak yang mengering atau setengah mongering.
Contoh ysng telah diaduk, selanjutnya ditimbang didalam “cawan kadar air”, lalu
dimasukkan kedalam oven dan dikeringkaan pada suhu 105oC selama 30 menit. Contoh
diangkat dari oven dan didinginkan dalam desikator sampai suhu kamar, kemudian
ditimbang.
3. Cara Oven Hampa Udara
Cara oven hampa udara dapat digunakan untuk semua jeniss minyak dan lemak
kecuali minyak kelapa dan minyak kecuali, dan minyak yang sejenis yang tidak
mengandung asam lemak bebas lebih dari 1%. Contoh yang telah diaduk ditimbang
dalam cawan “cawan kadar air”, kemudian dikeringkan dalam oven dan didinginkan
dalam desikator sampai suhu kamar, kemudin ditimbang. Bobot tetap diperoleh jika
selama pengeringan 1 jam perbedaan penyusutan tidak lebih dari 0,05%.
Bagi Negara konsumen terutama Negara yang telah maju, selalu menginginkan
minyak sawit yang benar – benar bermutu. Permintaan cukup beralasan sebab minyak
sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku dalam industry nonpangan saja, tetapi
industry pangan yang membutuhkannya. Lagi pula, tidak semua pabrik minyak kelapa
dengan penyaringan proses minyak sawit. Pada umumnya penyaringan hasil minyak
sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih
dimurrnikan sengan sentrifugasi.
Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin
mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang
kotoran dan zat yang menguap. Hal yang dilakukan dengan peralatan pemurnian
modern.
2.6 Keunggulan dan Manfaat Minyak Sawit
Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan
dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industry yang banyak menggunakan minyak
sawit sebagai bahan baku adalah pangan serta industry nonpangan seperti kosmetik dan
farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar.
2.6.1. Keunggulan Minyak Sawit
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki
keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Mi nyak sawit juga memiliki
keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang terkandung didalamnya. Kadar sterol
dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan denggan minyak nabati lainnya.
Dalam CPO kadar sterol berkisar antara 360 – 620 ppm dengan kadar kolesterol hanya
Bahkan dalam hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu
butir telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak
sawit dapat dikatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya
rendah).
2.6.2. Pemanfaatan Minyak Sawit
Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan
dan industry nopangan.
1. Minyak sawit untuk industri pangan.
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak
sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi.
Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair
dan fraksi stearin padat. Sebagian bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara
lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening,
dan bahan untuk membuat kue – kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai
beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lainnya, antara lain mengandung
karotein yang diketahui berfungsi sebagai inti kanker dan tokoferol sebagai sumber
vitamin E. Kandungan asam linoleat dan asam linoleatnya rendah sehingga minyak
goring yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor yang tinggi dan tidak
2. Minyak sawit untuk industry nonpangan
Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit
diproses melalui proses hidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin.
Kandungan minor dalaam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1 %, antara lain terdiri
dar karotein, tokoferol, sterol, alcohol, triterpan, fosfolipida. Kandungan minor tersebut
menjadikan minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi.
Olekimia adalah bahan baku industry yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk
diantarnya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang
digolongkan dalam oleokemikal adalah asam lemak, lemak alcohol, asam amino, metal
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
-
Neraca Analitik-
Alat titrasi (Burrete Digital)-
Erlenmeyer 250 ml Iwaki Pyrex-
Cawan-
Oven-
Desikator-
Gelas Ukur Iwaki Pyrex3.1.2 Bahan
-
CPO-
N – Heksan-
Alkohol 96%-
Indikator PP3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
-
Ditimbang sebanyak ± 5 gram CPO dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer yangtelah diketahui beratnya selanjutnya dijumlahkan.
-
Diukur 20 ml N-Heksan dan 40 ml Alkohol dan dimasukkan kedalam Erlenmeyeryang berisi CPO
-
Ditambahkan 3 tetes indikator PP-
Dititrasi dengan KOH 0,0093 N hingga terjadi perubahan warna dari kuningmenjadi merah bata
-
Dicatat volume KOH yang terpakai dan dihitung kadar asam lemak bebasnyaml KOH x N KOH x 25.6
Kadar ALB = x 100%
Berat Sampel
3.2.2 Penentuan Kadar Air
-
Cawan kosong ditimbang-
Ditimbang CPO sebanyak ±20 gram-
Dimasukkan sampel CPO kedalam cawan selanjutnya ditimbang-
Dipanaskan atau diovenkan selama 1,5 jam pada suhu C-
Dihitung kadar airnya(m.cawan + m.sampel sebelum dioven) - (m.cawan + m.sampel sesudah dioven)
Kadar air CPO = x 100%
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data
Tabel 4.1. Data yang diperoleh dari analisa ataupun pemeriksaan pengaruh lama
penyimpanan CPO terhadap kadar asam lemak bebas (ALB) dan kadar air di
laboratorium Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) Sei Mangkei.
Penentuan kadar Asam Lemak Bebas dilakukan dengan metode titrasi asam basa
berdasarkan prosedur 3.1.3 dengan data seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar ALB dari CPO
Penentuan kadar Air dilakukan dengan cara penguapan berdasarkan prosedur 3.2.3.
dengan data seperti pada tabel 4.1.2.
4.2. Kadar Air dari CPO
Contoh: Perhitungan asam lemak bebas pada CPO yang baru di produksi.
Berat sampel = 5,0082
N KOH = 0,00932
Contoh : Perhitungan kadar air pada CPO yang baru diproduksi
Massa cawan = 28,3650
Massa sampel sebelum dioven = 10,0634
Massa sampel sesudah dioven = 10,0429
= 0,1 %
4.3. Pembahasan
Dari data hasil percobaan diperoleh kadar ALB dari CPO yang telah melebihi standar mutu yang telah ditetapkan yaitu 3,50 %. Faktor yang mempengaruhi dalam
peningkatan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan disebabkan adanya reaksi
hidrolisa pada minyak, dimana reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor – faktor
seperti panas, air, keeasaman, katalisator (enzim), dan proses pengeringan yang tidak
baik. (Mangoensoekarjo, 2003)
Asam lemak bebas dapat berkembang akibat kegiatan enzim yang
menghidrolisis minyak. Enzim – enzim dan koenzim yang terdapat didalam buah akan
terus aktif sebelum enzim – enzim itu dihentikan kegiatannya.Enzim yang paling
mengganggu pada buah sawit yaitu: enzim lipase dan oksidase. Enzim ini sering terikat
pada buah karena buah luka atau terikat oleh peralatan panen. Kegiatan enzim dapat
berhenti dengan perebusan hingga temperature 50oC selama beberapa menit. Namun, jika
ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan
temperature yang lebih tinggi.
Kenaikan kadar asam lemak bebas selama penyimpanan mungkin disebabkan terjadinya
proses hidrolisa, dimana pada proses hidrolisabakan dihasilkan 1 molekul gliserol dan 3
molekul asam lemak bebas. Air dan kotoran seperti protein pada minyak merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Mikroba tersebut akan memproduksi
Dari data hasil percobaan diperoleh kadar air dari CPO yang telah melebihi
standar mutu yaitu 0,1 % dari yang telah ditetapkan dari perusahaan yaitu 0,08%.
Tingginya kadar air pada CPO disebabkan pada proses pengeringan CPO yang tidak
baik, dimana jika kadar air lebih tinggi, udara sekitarnya pada penyimpanan akan
menjadi lembab maka akan mengakibatkan meningkatnya kadar air selama
penyimpanan. Hal ini dapat terlihat pada CPO yang lama di simpan semakin meningkat
kadar airnya, yaitu pada CPO yang baru di produksi 0,1% sedangkan kadar air pada
CPO yang disimpan selama 4 hari sebesar 0,108%.
Sehingga untuk penyimpanan CPO perlu dilakukan usaha untuk menurunkan
kandungan air sehingga tidak terjadi proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu
umumnya terjadi selama proses penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses
dan kondisi penyimpanan serta interaksi antara kelembaban udara dengan kadar air
CPO, dimana kadar air CPO yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 0,1 %. Karena
pada kadar air tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup, dan kondisi
ruangan penyimpanan yang tiddak lembab. (Naibaho, 1998)
Hal ini dapat terlihat jelas pada CPO yang semakin lama disimpan semakin
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil analisa yang telah dilakukan di laboratorium, bahwa semangkin lama CPO
disimpan maka kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dan kadar Airnya semangkin
meningkat.
Persentase kadar Air dan ALB dari CPO yang baru diproduksi rmengalami
peningkatan pada hari kedua sebesar 0,02% untuk kadar Air dan 0,15% untuk kadar
ALB , Pada hari Kedua mengalami peningkatan sebesar 0,02% untuk kadar Air dan
0,18% untuk kadar ALB, Pada hari yang ketiga sebesar 0,04% untuk kadar Air dan
0,22% untuk kadar ALB, danPada hari yang keempat sebesar 0,08% untuk kadar Air
dan 0,33% untuk kadar ALB.
5.2. Saran
Untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang memiliki mutu yang baik, maka
pihak perusahaan harus menyesuaikan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada
minyak kelapa sawit dengan standart yang ditetapkan. Perlu juga diperhatikan dan
storage tank dan parameter asam lemak bebas. Jika kadar ALBnya semakin tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Naibaho, P. M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Edisi. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Pahan, I. 2006. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Cetakan Pertama.Penebar Swadaya. Jakarta.
Tim Penulis, PS. 1997. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya dan Pemanfaatan Hasil dan Aspek
Pemasaran. Cetakan Pertama. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. Cetakan Kesembilan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yan, F dkk. 2002. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha