• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Undang-Undang Perkawinan, Pasal 3 ayat (1) “pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami” kutipan tersebut dapat disimpulkan asasnya adalah Monogami. Pada Pasal 3 ayat (2) “Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.” Asas Monogami berubah menjadi asas Monogami Relatif, dikatakan relatif karena terbukanya syarat-syarat yang ketat untuk berpoligami.

Menurut Agama Islam, ada beberapa perspektif asas yang ditemukan :

a. Asas kesukarelaan merupakan asas terpenting perkawinan Islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon suami isteri, tetapi juga antara kedua orang tua kedua belah pihak.

b. Asas persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis dari asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan, dan merupakan sudah ada persetujuan dari calon suami-isteri dalam melangsungkan perkawinan.

c. Asas Monogami Terbuka, berdasarkan (QS An Nisa ayat 3 jo ayat 129). Didalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang pria muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih dari seorang, asal memenuhi beberapa syarat tertentu. Syarat poligami adalah berlaku adil. QS An Nisa ayat 3 jo 129 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menurut Agama KristenKatolik, dalam perspektif Kristen Katolik, perkawinan dianggap sangat sakral karena bukan hanya tentang duniawi saja, Di dalam perkawinan, seorang kristen juga selalu mengharapkan berkat dan campur tangan Tuhan di dalamnya. Pada hakekatnya katolik tidak mengenal adanya perceraian, perkawinan Katolik terdapat asas monogami dan tak terceraikan sesuai dengan Kitab Suci, yakni: “Apa yang telah dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia”. Asas indisolubility tidak memberi tempat bagi adanya perceraian, ini adalah bentuk idealnya. Asas indisolubility atau asas tak terceraikan.

Maksudnya, perkawinan dilandasi sebuah tekad dan upaya keras agar tidak terceraikan. Harus diupayakan dengan sekuat tenaga, biar hanya maut saja yang akhirnya ”memisahkan” sepasang pengantin. Asas ini jelas melindungi semua pihak yang terlibat dalam perkawinan (suami, istri, dan anak-anak).

Menurut Kristen Protestan, pandangan agama Kristen Protestan tentang perkawinan, dikatakan: “Allah telah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan. Karena itu Dialah yang menghendaki, menetapkan, memberkati dan memelihara pernikahan itu. Yang menarik ialah bahwa laki-laki dan perempuan telah diciptakan dari satu daging. Ini berarti laki-laki maupun perempuan hanyalah belahan saja, dan melalui pernikahan, kedua belahan itu menjadi satu kasatuan yang utuh, sama dan sederajat. Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu daging. Karena itu apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia”. Perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun juga dan atas alasan apapun selain oleh kematian. Dengan adanya kematian salah satu pihak yang kawin itu, menjadi putus ikatan perkawinannya, namun hubungan sebagai akibat perkawinan di antara keluarga para pihak yang bersangkutan tidak putus. Bagi suami isteri yang masih hidup yang telah menjadi duda atau janda boleh kawin lagi, persyaratan yang ditentukan oleh ketentuan yang tidak disempurnakan dengan persetubuhan antara orang yang telah dibaptis, atau antara pihak dibaptis dengan pihak tak dibaptis diputuskan oleh Sri Paus atas alasan yang wajar, atas permintaan kedua-duanya atau salah seorang dari antara mereka, meskipun pihak yang lain tidak menyetujuinya. Oleh karena itu, timbul beberapa pendapat orang-orang Kristen tentang perceraian.

Adapun berbagai sikap mengenai perceraian adalah sebagai berikut : 1. Ada yang menolak alasan apapun.

2. Ada yang membenarkan perceraian berikut hak untuk kawin lagi bagi pihak yang tidak bersalah dalam hal perbuatan zinah.

3. Ada yang menyetujui beberapa alasan untuk bercerai dan kawin lagi.

4. Ada yang menyetujui adanya hak untuk bercerai dan menyangkal adanya hak untuk kawin lagi.

Dalam Korintus, 7 : 10-13. Dapat dilihat bahwa perceraian dibolehkan “Kepada orang-orang yang telah kawin, aku tidak, bukan aku melainkan Tuhan memerintahkan supaya isteri tidak menceraikan suaminya. Jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, mengatakan: kalau ada seorang saudara beristeri seorang yang tidak beriman dan wanita itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang saudari bersuami seorang yang tidak beriman dan dia itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan pria itu. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai, dalam hal demikian saudara atau saudari tidak terikat”.

Menurut Agama Hindu, Asas-asas perkawinan menurut hukum adat Hindu sebagai berikut :

a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal.

b. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama atau kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat.

c. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan anggota keluarga dan anggota kerabat. Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau istri yang tidak diakui masyarakat adat.

d. Perkawinan dapat dilaksanakan oleh seseorang pria dengan beberapa wanita, sebagai istri kedudukannya masing masing ditentukan menurut hukum adat setempat. e. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau masih anak anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan ijin orang tua/ keluarga dan kerabat.

f. Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku, ada istri yang berkedudkan sebagai ibu rumah tangga dan ada istri yang bukan ibu rumah tangga.

Menurut Agama Budha, Agama Budha memiliki asas monogami, karena melihat perkawinan sebagai ikatan suci yang harus dijalani dengan cinta dan kasih sayang antara seoarang laki-laki dan perempuan, ajaran Budha mengingatkan untuk hidup selama-lamanya dan bersama-sama untuk cinta dan kasih sayang tersebut, sehingga terlaksananya Dharma Vinaya untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang ini dan kehidupan yang akan datang. Dalam kutipan tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam ajaran Budha, perkawinan seharusnya dijalankan seiringan sampai, karena mengingat tujuan Dharma Vinaya bukan hanya untuk kehidupan yang saat ini, tapi juga kehidupan yang akan datang.

Menurut Agama Konghucu, Apabila di lihat dalam pengertian perkawinan menurut agama Konghucu, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dengan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Februari 2016 pukul 17.18 WIB) .

2.5 Kerangka Pemikiran

Perkawinan merupakan perpaduan dua insan dalam suatu ikatan untuk menjalani hidup bersama. Ketika dalam menjalani samudra kehidupan tidaklah akan pernah berjalan mulus, seperti apa yang ada di dalam angan. Namun ternyata ada beberapa hal lain yang secara sengaja atau tidak di sengaja menjadi penghambat keharmonisan hubungan keluarga, sehingga perceraian tidak jarang menjadi jalan terakhir yang dipilih untuk menyelesaikan masalah.

Perceraian merupakan suatu proses dimana sebelumnya pasangan tersebut sudah (pasti) berusaha untuk mempertahankannya. Kata cerai bukan berarti hanya menyangkut kedua belah pihak pasangan saja, bukan saja akan merugikan beberapa pihak, tetapi juga menyangkut banyak pihak yang terlibat didalamnya untuk melalui proses. Perceraian dari dulu hingga saat ini merupakan peristiwa yang tidak pernah punah ditemukan, yang juga menjadi sebuah perbincangan yang sangat menarik bagi masyarakat karena tidak saja terjadi pada orang-orang kelas bawah tetapi terjadi pada orang-orang berkelas atas yang mempunyai perekonomian lebih dari cukup, bukan hanya rakyat biasa tetapi perceraian pun bisa terjadi pada seorang figur. Perceraianjuga sudah jelas dilarang oleh agama. Namun pada kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian di kalangan masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus meningkat.

Dalam kehidupan keluarga banyak hal- hal yang terjadi baik itu positif ataupun negatif yang tidak jarang hal yang sebenarnya tidak pernah diinginkan oleh kedua belah pihak didalam rumah tangga terjadi dan menjadi suatu konflik dalam rumah tangga, seperti masalah anak,ekonomi,agama mejadi masalah yang pasti dialami. Ada banyak penyebab yang melatarbelakangi munculnya masalah di dalam kehidupan rumah tangga atau berkeluarga, berupa faktor dari dalam dan faktor dari luar didalam kehidupan tiap-tiap keluarga. Kehidupan berkeluarga yang penuh dengan tekanan di dalamnya menjadikan seseorang berani untuk mengambil tindakan untuk melakukan sebuah perceraian. Namun, tidak banyak dari pasangan yang memperhatikan bagaimana dan apa yang sedang terjadi pada anak ketika proses perceraian akan dan sedang berlangsung. Sehingga setelah itu, banyak akibat yang akan mempengaruhi sisi sosial individu yang memutuskan untuk menjadi orangtua tunggal atau single parent, seperti masalah pada kondisi keluarga dan kehidupannya sebagai bagian didalam masyarakat.

Maraknya fenomena perceraian yang terjadi memicumenghasilkan banyak opini atau tanggapan dari individu, kelompok juga bagi orangtua tunggal sebagai salah satu pelaku perceraian yang masing–masing memiliki pandangan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain mengenai perceraian.

Bagan 2.1

Dokumen terkait