• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Orangtua Tunggal Terhadap Perceraian (Studi Kasus Orangtua Tunggal di Dusun III B Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Orangtua Tunggal Terhadap Perceraian (Studi Kasus Orangtua Tunggal di Dusun III B Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak manusia dilahirkan, pada hakekatnya secara langsung berhubungan dengan dunia sekitarnya secara sadar atau tidak sadar menerima stimulus dari luar dirinya. (Walgito, 2002:87)

Secara etimologis persepsi atau dalam bahasa inggris perception berasal dari bahasa Latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. (Sobur, 2003:445) Persepsi seseorang bisa diartikan sebagai proses, pemahaman terhadap sesuatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang saling berkomunikasi, berhubungan atau kerjasama. Jadi setiap orang tidak terlepas dari persepsi. Stimulus yang diinderakan itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang sedang diindera, dan proses tersebut disebut dengan persepsi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa stimulus diterima oleh alat indra, yaitu yang dimaksud dengan penginderaan, dan melalui proses penginderaan tersebut stimulus itu menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan. (Walgito, 2010:99)

(2)

pemahaman dan pengetahuan terhadap objek tersebut. Semakin baik pemahaman seseorang terhadap suatu objek maka semakin baik juga persepsi yang akan ditimbulkan begitu pula sebaliknya. (Walgito, 2003:88)

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2005:807) persepsi didefinisikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Jadi secara umum, persepsi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pengelompokan dan penginterprestasian berdasarkan pengalaman tentang peristiwa yang diperoleh melalui panca inderanya untuk menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Devito, persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra kita. Yusuf menyebut persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Rakhmat menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pareek memberikan definisi yang lebih luas yaitu, persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data (Sobur, 2003:446)

(3)

konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. (Mulyana, 2000:167)

Menurut (Adi Rukminto, 2004:17) didalam membicarakan persepsi maka ada beberapa hal yang penting yaitu :

A.Impression Formation

Proses dimana informasi tentang orang lain diubah menjadi pengetahuan/pemikiran yang relatif menetap pada orang tersebut.

Sedangkan Impression Formation ini terbentuk melalui :

a. Pengkategorian (klasifikasi) berdasarkan teori kepribadian yang implisit (Implicit Personality Theory)

b. Mempertimbangkan/kombinasi segi positif dan negatif c. Praduga (stereotip)

B.Attribution

Morgan King, Weisz dan Schopler melibatkan bahwa Attribution dan Inferences terjadi karena manusia tidak mempunyai akses untuk mengetahui pikiran, motif maupun perasaan seseorang. Dengan membuat atribusi berdasarkan perilaku tertentu yang dilakukan seseorang, kita dapat meningkatkan kemampuan yang akan dilakukan orang tertentu pada saat yang lain.

C.Social Relationship

Kehadiran orang lain mempengaruhi tingkah laku. Bentuk tingkah laku dapat terbentuk karena :

a. Imitasi (peniruan)

b. Konformitas (mirip imitasi tetapi ada sanksi jika tidak ditiru)

(4)

d. Perhatian yaitu suatu pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas ditentukan kepada sesuatu atau sekelompok objek.

Dengan demikian tingkah laku yang terjadi bisa dikarenakan dalam diri manusia maupun karena adanya faktor diluar dari individu tersebut.

2.1.2 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi

Seseorang belum tentu mempunyai persepsi yang sama tentang suatu objek yang sama. Perbedaan ini ditentukan bukan hanya pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang keadaan stimulus itu. Persepsi adalah merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengalaman. Menurut Stephen P. Robins (2000:50) ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang :

1. Diri orang yang bersangkutan (Individu)

Individu dalam membuat suatu persepsi akan dilatarbelakangi oleh kemampuan individu untuk mempelajari sesuatu (attitude), motivasi individu untuk membuat persepsi tentang sesuatu tersebut, kepentingan individu terhadap sesuatu yang dipersepsikan, pengalaman individu dalam menyusun persepsi, serta harapan individu dalam menentukan persepsi tersebut. Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihat itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

2. Sasaran persepsi tersebut (Target)

(5)

saat membentuk persepsi (sounds), ukuran dari bentuk persepsi (size), yang melatarbelakangi pembentuk persepsi tersebut (background), dan kedekatan persepsi dengan objek lain yang dapat membentuk persepsi yang hampir sama (proximity), serta kesamaan (similarity) dari persepsi yang akan dibangun dengan persepsi lain. Sasaran persepsi tersebut bisa berupa orang, benda ataupun peristiwa. Sifat-sifatnya biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang melihatnya, dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain sasaran persepsi turut menentukan cara pandang melihatnya.

3. Faktor situasi

Persepsi dilihat secara kontekstual yang dalam situasi mana persepsi itu timbul, perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berpesan dalam penumbuhan persepsi seseorang. Situasi dalam menyusun suatu persepsi ditentukan momen yang tepat, bangunan atau struktur dari objek yang dipersepsikan, serta kebiasaan yang berlaku dalam sosial masyarakat dalam merumuskan persepsi.

Latar belakang yang dimaksud mencakup pengalaman-pengalaman sensoris, perasaan saat terjadinya suatu peristiwa, prasangka, keinginan, sikap, dan tujuan. Persepsi dipengaruhi beberapa faktor (Arikunto 2004:19), yaitu :

1. Ciri khas objek stimulus yang memberikan nilai bagi orang yang mempersiapkannya dan seberapa jauh objek tertentu dapat menyenangkan bagi seseorang.

2. Faktor-faktor pribadi termasuk di dalamnya ciri khas individu, seperti taraf kecerdasan, minat, emosional dan lain sebagainya.

3. Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain di lingkungannya dapat memberikan arah kesuatu tingkah laku.

(6)

Sedangkan menurut Walgito (2003:89), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu :

1. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersiapkannya tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

3. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yaitu

merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan

persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu

yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Faktor – faktor yang melatarbelakangi persepsi seseorang terhadap sesuatu hal

(Bimo Walgito, 2010), yaitu berdasarkan :

1. Faktor Intern, meliputi :

a. Perasaan, merupakan suatu keadaan dalam diri individu sebagai suatu akibat dari yang dialaminya atau yang dipersepsinya.

(7)

c. Kemampuan berpikir, merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis,

dan kreatif, yang berorientasi pada suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep

(conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul (sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan. Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan.

2. Faktor Ekstern, meliputi :

a. Pendidikan, adalah pembelajara

kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, ata Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.

b. Latar belakang keluarga, yaitu bagaimana karakteristik dan tingkatan kehidupan kelompok yang terdiri dari sekumpulan orang dalam satu kesatuan yang terikat hubungan darah

c. Norma agama, petunjuk hidup yang berasal dari melalui utusan-Nya yang berisi perintah, larangan dan anjuran-anjuran. d. Sosial budaya, merupakan segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku

(8)

2.1.3 Terjadinya Persepsi

Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu objek menimbulkan stimulus, lalu stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang didengar atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. (Walgito, 2002:90)

(9)

Secara skematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

St St

St St

RESPON

Fi Fi Fi Fi

St = Stimulus

SP = Struktur Pribadi individu Fi = Faktor intern

Gambaran tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima bermacam-macam stimulus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan atau akan diberikan respon. Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut. (Walgito, 2002:91)

Adapun proses persepsi menurut Udai Pareek (Sobur, 2003:451-455), antara lain : 1. Proses menerima rangsangan

Proses pertama dalam persepsi adalah rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indera. Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga kita mempelajari segi – segi lain dari sesuatu itu.

(10)

2. Proses menyeleksi rangsangan

Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan – rangsangan itu disaring dan diseleksi untuk proses lanjut. Ada dua kumpulan faktor menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu :

a. Faktor – Faktor Intern 1) Kebutuhan psikologis

Kebutuhan seseorang mempengaruhi persepsinya. Kadang–kadang, ada hal yang “kelihatan” (yang sebenarnya tidak ada), karena kebutuhan psikologis. Misalnya, seseorang yang haus bisa melihat air di banyak tempat; fatamorgana seperti itu biasa sekali terjadi di padang pesisir. Jika seseorang kehilangan hal tertentu yang dibutuhkan, mereka lebih sering melihat barang itu.

2) Latar belakang

Latar belakang mempengaruhi hal – hal yang dipilih dalam persepsi. Orang–orang dengan latar belakang tertentu mencari orang – orang dengan latar belakang yang sama.

3) Pengalaman

Pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang–orang, hal– hal, dan gejala–gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya. Seseorang yang mempunyai pengalaman buruk dalam bekerja dengan jenis orang tertentu, mungkin akan menyeleksi orang–orang ini untuk jenis persepsi tertentu.

(11)

Kepribadian juga mempengaruhi persepsi. Seorang yang introvert mungkin akan tertarik kepada orang–orang yang serupa atau sama sekali berbeda. Berbagai faktor dalam kepribadian mempengaruhi seleksi dalam persepsi.

5) Sikap dan kepercayaan umum

Sikap dan kepercayaan umum juga mempengaruhi persepsi, orang–orang yang mempunyai sikap tertentu terhadap wanita atau pria yang termasuk kelompok bahasa tertentu, besar kemungkinan akan melihat berbagai hal kecil yang tidak diperhatikan oleh orang lain.

6) Penerimaan diri

Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Beberapa telah menunjukkan bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu daripada mereka yang kurang ikhlas menerima realitas dirinya. Untuk yang terakhir ini cenderung mengurangi kecermatan persepsi. Implikasi dari fakta ini ialah kecermatan persepsi dapat ditingkatkan dengan membantu orang–orang untuk lebih menerima diri mereka sendiri.

b. Faktor – Faktor Ekstern 1) Intensitas

Pada umumnya, rangsangan yang lebih intensif mendapatkan lebih banyak tanggapan daripada rangsangan yang kurang intens.

2) Ukuran

Pada umumnya, benda–benda yang lebih besar lebih menarik perhatian. Barang yang lebih besar lebih cepat dilihat.

(12)

Hal–hal lain dari biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian. Jika orang biasa mendengar suara tertentu dan sekonyong–sekonyongnya ada perubahan dalam suara itu, hal itu akan menarik perhatian. Banyak orang secara sadar atau tidak, melakukan hal–hal yang aneh untuk menarik perhatian. Perilaku yang luar biasa menarik perhatian karena prinsip-prinsip perbedaan itu.

4) Gerakan

Hal–hal yang bergerak lebih menarik perhatian daripada hal yang diam. 5) Ulangan

Biasanya hal–hal yang terulang dapat menarik perhatian. Akan tetapi, ulangan yang terlalu sering dapat menghasilkan kejenuhan semantik dan dapat kehilangan arti perseptif.

6) Keakraban

Hal–hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian. Hal ini terutama jika hal tertentu tidak diharapkan dalam rangka tertentu.

7) Sesuatu yang baru

Faktor ini kedengarannya bertentangan dengan faktor keakraban. Akan tetapi, hal–hal baru juga menarik perhatian. Jika orang sudah biasa dengan kerangka yang sudah dikenal, sesuatu yang baru menarik perhatian.

3. Proses Pengorganisasian

(13)

a. Pengelompokan

Berbagai rangsangan yang telah diterima dikelompokkan dalam suatu bentuk. Beberapa faktor digunakan untuk mengelompokkan rangsangan itu, antara lain :

1) Kesamaan, rangsangan–rangsangan yang mirip dijadikan satu kelompok. 2) Kedekatan, hal–hal yang lebih dekat antara satu dan yang lain juga

dikelompokkan menjadi satu.

3) Ada suatu kecenderungan untuk melengkapi hal–hal yang dianggap belum lengkap.

b. Bentuk timbul dan latar

Prinsip lain dari dalam mengatur rangsangan disebut bentuk timbul dan latar. Hal ini merupakan salah satu proses persepsi yang paling menarik dan paling pokok. Dalam melihat rangsangan atau gejala ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada gejala–gejala tertentu yang timbul menonjol, sedangkan rangsangan atau gejala lainnya berasa di latar belakang.

c. Kemampuan persepsi

Ada suatu kecenderungan untuk menstabilkan persepsi, dan perubahan-perubahan konteks tidak mempengaruhinya. Dunia persepsi diatur menurut prinsip kemantapan. Dalam persepsi dunia tiga dimensional, faktor ketetapan memainkan peranan yang penting.

4. Proses penafsiran

(14)

5. Proses pengecekan

Sesudah data diterima dan ditafsirkan, sipenerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses pengecekan ini mengklaim terlalu cepat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan atau data baru. Data atau kesan–kesan itu dicek dengan menanyakan kepada orang–orang lain mengenai persepsi mereka.

6. Proses reaksi

Tahap terakhir dari proses perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang berbuat suatu sehubungan dengan persepsinya. Misalnya, seseorang bertindak sehubungan dengan persepsi yang baik atau yang buruk yang telah dibentuknya. Lingkaran persepsi itu belum sempurna sebelum menimbulkan suatu tindakan. Lingkaran persepsi ini bisa tersembunyi dan bisa pula terbuka. Tindakan tersembunyi berupa pembentukan pendapat atau sikap, sedangkan tindak yang terbuka berupa tindakan nyata sehubungan dengan persepsi itu. Satu gejala yang telah menarik perhatian sehubungan dengan tindakan tersembunyi ialah “pembentukan kesan”. Pembentukan kesan ialah cara seorang pencerap membentuk kesan tertentu atas suatu obyek atau atas seseorang menurut ciri–ciri yang diserapnya, atau data yang ia terima dari berbagai sumber.

2.1.4 Objek Persepsi

(15)

kompleks karena manusia bersifat dinamis. Persepsi objek berbeda dengan persepsi terhadap lingkungan sosial. Perbedaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:

Perbedaan persepsi terhadap objek dengan persepsi sosial

a. Persepsi terhadap objek melalui lambing-lambang fisik sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan nonverbal. Manusia lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramalkan.

b. Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar sedangkan persepsi terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan dan sebagainya). Kebanyakan objek tidak mempersepsi kita ketika kita mempersepsi objek. Akan tetapi manusia mempersepsi kita pada saat kita mempersepsi mereka. Dengan kata lain persepsi terhadap manusia lebih interaktif.

c. Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain objek bersifat statis sedangkan manusia bersifat dinamis. Oleh karena itu persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, lebih cepat daripada persepsi terhadap objek. Oleh karena itu juga, persepsi terhadap manusia lebih beresiko daripada terhadap objek (Walgito, 2002:96).

1. Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik)

(16)

dan suasana psikologis yang berbeda membuat persepsi kita juga berbeda atas suatu objek.

2. Persepsi terhadap manusia (persepsi sosial)

Proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia selalu memikirkan orang lain dan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, dan apa yang orang pikirkan mengenai apa yang ia pikirkan mengenai orang lain itu dan seterusnya ( R.D Laing ). Kita mempersepsi orang melalui:

a. Proxemics : Jarak ketika orang berkomunikasi b. Kinesis : Gerakan, isyarat

c. Petunjuk wajah : Sedih, senang

d. Paralinguistik : Dialek, bahasa, intonasi e. Artifaktual

2.1.5 Bentuk-Bentuk Persepsi

Persepsi secara umum merupakan suatu tanggapan terhadap suatu objek yang dilihat. Bentuk-bentuk persepsi adalah pandangan yang berdasarkan penilaian terhadap suatu objek yang terjadi, kapan saja dan dimana saja jika stimulus mempengaruhinya. Dengan demikian dapat diketahui ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.

1. Persepsi Positif

(17)

2. Persepsi Negatif

Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menunjukkan pada keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menolak objek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya (Bimo Walgito, 2010:103).

2.2 Orangtua Tunggal

2.2.1 Pengertian Orangtua Tunggal

Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan ini menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga single parent.

Orangtua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari orangtua tunggal baik ayah atau ibu sebagai akibat perceraian dan kematian. Orangtua tunggal juga dapat terjadi pada lahirnya anak tanpa ikatan perkawinan yang sah dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab ibu. Keluarga orangtua tunggal dapat diakibatkan oleh perceraian, kematian, orangtua angkat, dan orangtua yang terpisah tempat tinggalnya (Suhendi dan Wahyu, 2001:401)

(18)

2.2.2 Bentuk – Bentuk Orangtua Tunggal

Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran orangtua yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurna. Hal ini bisa disebabkan banyak faktor diantaranya:

1.Jikalau pasangan hidup meninggal dunia, otomatis itu akan meninggalkan seseorang sebagai orang tua tunggal.

2.Jika pasangan hidup meninggalkan atau untuk waktu yang sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

3. Akibat perceraian.

4.Orangtua angkat.

2.2.3 Sebab - Sebab Orangtua Tunggal

Goode, William. J (2007:184), keluarga single parent atau keluarga dengan orangtua tunggal adalah keluarga yang mengalami kekacauan keluarga yakni pecahnya suatu unit keluarga, terputus atau retaknya struktur peran sosial apabila salah satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran secukupnya. Terjadinya kekacauan dalam keluarga disebabkan sebagai berikut :

a. Ketidaksahan

(19)

b. Pembatalan, perpisahan, perceraian dan meninggalkan

Terputusnya keluarga akibat salah satu atau pasangan baik dari ayah atau ibu memutuskan untuk berpisah atau bercerai dengan alasan tidak ada lagi kecocokan, kekerasan dalam rumah tangga, adanya konflik atau pertengkaran yang berkepanjangan. Sehingga untuk selanjutnya salah satu pasangan tidak melaksanakan kewajiban perannya lagi.

c. Keluarga selaput kosong

Dalam hal ini keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling menyapa, tidak rukun, dan tidak saling bekerjasama, serta tidak ada rasa kasih sayang, sehingga keluarga dianggap gagal dalam memberikandukungan emosional antar anggota keluarga.

d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan

Keadaan keluarga yang terpecah atau tidak utuh disebabkan karena ayah atau ibu meninggal, dipenjara, dalam peperangan, dalam bencana dan lain-lain, hal ini akan menimbulkan kehilangan dan kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga.

(20)

tunggal yang karena adanya kematian dan sakit dirasa kondisi tersebut seseorang dianggap memiliki tingkat kematangan yang tinggi sehingga diharapkan mampu mengatasi segala perubahan yang terjadi. (Goode, 2007:185)

2.2.4.Akibat Orangtua Tunggal

Setiap status dan peranan yang dimiliki oleh seseorang memiliki akibat, termasuk juga status menjadi orangtua tunggal, berikut beberapa akibat yang ditimbulkan karena perubahan status menjadi orangtua tunggal Goode, William. J (2007:190) :

1. Peran Ganda

Seseorang yang menjadi orangtua tunggal terdapat proses penyesuaian kembali (readjustment) dalam hal perubahan sebagai suami-istri dan memperoleh peran baru, salah satu contoh penyesuaian yang dimaksud adalah dalam hal ekonomi, seperti diketahui bahwa masalah makin meningkatnya kebutuhan hidup akan lebih berat jika dialami, khususnya oleh orangtua tunggal wanita yang sebelumnya menggantungkan hidup pada seorang suami atau memilih tidak bekerja. Banyak wanita yang setelah menikah dilarang bekerja oleh suaminya untuk mengurus keluarga. Pada saat ditinggalkan oleh suaminya (meninggal atau bercerai), tidak ada kestabilan secara ekonomi. Saat mencoba mencari pekerjaan, tingkat penghasilan tidak terlalu besar karena faktor pengalaman kerja yang masih minim. Belum lagi belum terbiasa dalam mengurus keluarga sekaligus mencari nafkah, sehingga hal ini menambah hal persoalan ekonomi.

(21)

hukum terhadap si anak, dan tentu saja ini merugikan bagi ibu sebagai orangtua tunggal yang membesarkan sendiri anaknya. Pentingnya sebuah pernikahan orangtua bagi anak yang lahir diluar pernikahan membuat anak tersebut memiliki ikatan secara hukum dengan orangtuanya.

2. Krisis Percaya Diri

Masalah utama orangtua tunggal adalah masalah kepercayaan diri orangtua tunggal di tengah masyarakat, orangtua tunggal karena bercerai kehilangan kehormatannya ditengah-tengah masyarakat walaupun ia tidak dikucilkan sama sekali. Orangtua tunggal yang hidup pada masyarakat yang memegang nilai-nilai ketimuran, diharapkan untuk tidak langsung menikah pasca pasangannya meninggal atau bercerai, apabila hal tersebut tidak memenuhi harapan, maka akan menjadi bahan gunjingan masyarakat yang tentu saja menurunkan kepercayaan diri seseorang atau individu yang sudah tidak memiliki pasangan.

3. Kenakalan Remaja

Rumah tangga yang mengalami disorganisasi dikarenakan perceraian umumnya berdampak pada timbulnya kenakalan pada remaja, khususnya angka kenakalan remajalebih tinggi pada remaja yang mengalami disorganisasi keluarga karena orangtuanya bercerai daripada yang disebabkan oleh kematian salah satu orangtuanya, kenakalan remaja ini timbul karena ketiadaan model peran yang memuaskan bagi anak untuk dijadikan contoh bagi anak untuk melakukan penyesuaian terhadap peraturan-peraturan sosial.

2.2.5. Dampak – Dampak Orangtua Tunggal

(22)

a.Multitaskingyaitu konflik peran yang muncul pada orangtua tunggalkarena banyaknya peran yang harus mereka lakukan dalam waktu yang bersamaan.

(23)

2.3 Perceraian

2.3.1 Pengertian Perceraian

Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal berceraiantara suami dan istri, yangkata “bercerai” itu sendiri artinya menjatuhkan talak atau memutuskan hubungan sebagai suami isteri.

Menurut KUH Perdata Pasal207 perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang tersebut dalam Undang-Undang. Sementara pengertian perceraian tidak dijumpai sama sekali dalam Undang – UndangPerkawinan begitu pula di dalam penjelasan serta peraturan pelaksananya.Meskipun tidak terdapat suatu pengertian secara otentik tentangperceraian, tidak berarti bahwa masalah perceraian ini tidak diatur sama sekali di dalam Undang – UndangPerkawinan. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, pengaturan masalah perceraian menduduki tempat terbesar.

Seperti halnya perkawinan, perceraian juga merupakan suatu proses yang di dalamnya menyangkut banyak aspek seperti; emosi, ekonomi, sosial, dan pengakuan secara resmi oleh masyarakat melalui hukum yang berlaku.

(24)

sedikit terdiri dari dua orang yang hidup dan tinggal bersama di mana masing-masing memiliki keinginan, kebutuhan, serta latar belakang dan nilai sosial yang bisa saja berbeda satu sama lain. Akibatnya sistem ini bisa memunculkan ketegangan-ketegangan dan ketidak-bahagiaan yang dirasakan oleh semua anggota keluarga. Karenanya, apabila terjadi sesuatu dengan perkawinan (misalnya perceraian) maka akan timbul masalah-masalah yang harus dihadapi baik oleh pasangan yang bercerai maupun anak-anak serta masyarakat di wilayah terjadiya perceraian (Ihromi, 2000:136).

2.3.2 Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

Terdapat banyak faktor–faktor perceraian yang tampak dari kasus-kasus perceraian yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :

1. Kurangnya berkomunikasi

Dalam rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri. Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan berujung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.

2. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

(25)

3. Perzinahan

Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk bersenang-senang bersama orang lain.

4. Masalah Ekonomi

Uang memang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.

5. Krisis moral dan Akhlak

Faktor-faktor terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak yang dilalaikan oleh suami maupun istri atas peran dan tanggung jawab.

(26)

keluarga mereka, karena hal itu disadari atau tidak dapat mengancam keutuhan keluarga. (Djamarah, 2004:18)

2.3.3 Dampak - Dampak Perceraian

Perceraian bukanlah hal yang terbaik karena ada dampak-dampak buruk yang harus dihadapi, yaitu :

1. Bagi Anak

untuk bercerai. Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau ibu mereka, takut kehilangan kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah dan menganggap diri mereka sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah akan menurun atau mereka jadi lebih sering untuk menyendiri. Anak - anak yang sedikit lebih besar bisa pula merasa terjepit di antara ayah dan ibu mereka. Salah satu atau kedua orang tua yang telah berpisah mungkin menaruh curiga bahwa mantan pasangan hidupnya tersebut mempengaruhi sang anak agar membencinya. Ini dapat membuat anak menjadi serba salah, sehingga mereka tidak terbuka termasuk dalam masalah-masalah besar yang dihadapi ketika mereka remaja. Sebagai pelarian yang buruk, anak-anak bisa terlibat dalam pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal negatif lain yang bisa merugikan.

2. Bagi Orangtua

(27)

ketidaksanggupan dari pasangan yang bercerai untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

3. Bencana Keuangan

Jika sebelum bercerai, suami sebagai pencari nafkah maka setelah bercerai tidak akan memiliki pendapatan sama sekali apalagi jika mantan pasangan tidak memberikan tunjangan. Atau jika pemasukan berasal dari pribadi dan pasangan, sekarang setelah bercerai, pemasukan uang berkurang. Jika seseorang mendapat hak asuh atas anak, berarti juga bertanggung jawab untuk menanggung biaya hidup anak. Yang perlu diingat, setelah bercerai, umumnya banyak keluarga mengalami penurunan standar kehidupan hingga lebih dari 50 persen.

4. Muncul Masalah Pengasuhan Anak

Setelah bercerai, berarti harus menjalankan peranan ganda sebagai ayah dan juga sebagai ibu. Ini bukanlah hal yang mudah karena ada banyak hal lain yang harus dipikirkan seorang diri. Terlebih, jika anak sudah memasuki masa remaja yang penuh tantangan, seseorang harus dengan masuk akal menjaga atau memberikan disiplin kepada anak agar dapat tumbuh menjadi anak yang baik. Masalah lain dalam hal pengasuhan anak adalah ketika harus berbagi hak asuh anak dengan pasangan karena bisa jadi masih merasa sakit hati dengan perlakuan mantan pasangan sehingga sulit untuk bersikap adil. Hal-hal yang harus dibicarakan seperti pendidikan atau disiplin anak mungkin dapat menyebabkan pertengkaran karena tidak sepaham dan rasa sakit hati dapat membuat hal ini semakin buruk.

5. Gangguan Emosi / Kesehatan

(28)

menyakitkan. Mungkin juga ketakutan jika tidak ada orang yang akan mencintai lagi atau perasaan takut ditinggalkan lagi di kemudian hari. Perasaan lain yang mungkin dialami adalah perasaan terhina atau perasaan marah dan kesal akibat sikap buruk pasangan. Juga mungkin merasa kesepian karena sudah tidak ada lagi tempat berbagi cerita, tempat mencurahkan dan mendapatkan bentuk kasih sayang. Serangkaian problem

6. Bahaya Masa Remaja Kedua

Pasangan yang baru bercerai sering mengalami masa remaja kedua. Mereka mencicipi kemerdekaan baru dengan memburu serangkaian hubungan asmara dengan tujuan untuk menaikkan harga diri yang jatuh atau untuk mengusir kesepian. Hal ini bisa menimbulkan problem baru yang lebih buruk dan tragis karena tidak mempertimbangkan baik-baik langkah yang dilakukan

diakses pada tanggal 08 Februari 2016 Pukul 11:57 WIB).

2.4 Perkawinan

(29)

didalamnya tanggal 08 Februari 2016 Pukul 12.24 WIB).

Sementara menurut Soetojo Prawirohamidjojo menyatakan bahwa perkawinan merupakan persekutuan hidup antara seorang pria dan wanita yang yang dikukuhkan secara formal dengan Undang-Undang (yuridis) dan kebanyakan religius. Pendapat lain disampaikan oleh Subekti (Pokok-Pokok Hukum Perdata) yang mengatakan, bahwa perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Dasar-dasar dari perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari kehidupan itu sendiri; kebutuhan dan fungsi biologik, menurunkan, kebutuhan akan kasih sayang dan persaudaraan, memelihara anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut dan mendidik anak-anak itu untuk menjadi anggota-anggota masyarakat yang sempurna (Volwaardig). Bentuk tertentu dari perkawinan tidak diberikan oleh alam, berbagai bentuk perkawinan itu berfungsi sebagai lembaga (pranata). Indonesia sendiri adalah negara yang pluralistik, yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, budaya, dan tradisinya yang beraneka-ragam, tentu beragam pula perspektif-perspektifnya bila ditinjau dari apa itu definisi perkawinan, bagaimana seharusnya perkawinan dilaksanakan, dan sebagainya (Soetojo, 2002:37).

2.4.1 Pengertian Perkawinan

a. UU No.1 tahun 1974 menyatakan, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 1)

(30)

dan seorang permpuan yang diakui oleh Undang-undang Hukum Perdata dengan tujuan menyelenggarakan tujuan hidup secara pribadi.

c. Menurut agama Islam, tertuang dalam kompilasi Hukum Islam (Pasal 2) Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

d. Menurut agama Kristen Katolik, tertuang dalam Kitab Hukum Kanonik Perkawinan adalah sebuah perjanjian antara seorang pria dan wanita untuk membentuk kehidupan bersama, yang terarah kepada kesejahteraan keluarganya serta mengutamakan kelahiran dan pendidikan anak.

e. Menurut agamaKristenProtestan, perkawinan adalah suatu persekutuan hidup dan percaya total, eksklusif dan kontinyu antara seorang pria dan seorang wanita yang dikuduskan dan diberkati oleh oleh Kristus Yesus.

f. Menurut agama Hindu. Dalam agama Hindu istilah perkawinan biasa disebut Pawiwahan. Pengertian Pawiwahan itu sendiri dari sudut pandang etimologi atau asal katanya, kata pawiwahan berasal dari kata dasar “ wiwaha”. Wiwaha atau perkawinan dalam masyarakat hindu memiliki kedudukan dan arti yang sangat penting, dalam catur asrama wiwaha termasuk kedalam Grenhastha Asrama. Disamping itu dalam agama Hindu, wiwaha dipandang sebagai sesuatu yang maha mulia, seperti dijelaskan dalam kitab Manawa Dharmasastra bahwa wiwaha tersebut bersifat sakral yang hukumnya wajib, dalam artian harus dilakukan oleh seseorang yang normal sebagai suatu kewajiban dalam hidupnya.

(31)

melaksanakan Dharma Vinaya untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang ini dan kehidupan yang akan datang.

h. Menurut agama Konghucu, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan melangsungkan keturunan berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.

2.4.2 Ketentuan Hukum Perkawinan di Indonesia

Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspek. Dalam aspek agama jelaslah terdapat dua kelompok besar yakni agama samawi yaitu Islam, Kristen dan Katolik, dan non samawi yaitu Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan lainnya. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara vertikal maupun secara horizontal, termasuk didalamnya tata cara perkawinan.

(32)

A. Syarat - Syarat Perkawinan

Syarat-syarat Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6 sampai dengan 11 UU No. 1 tahun 1974 :

a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

c. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.

d. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.

e. Apabila suami dan Isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.

f. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.

2. Syarat perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 UU No.1 Tahun 1974 direalisasikan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yaitu :

(33)

perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan. Pemberitahuan dapat dilakukan lisan/tertulis oleh calon mempelai/orang tua/wakilnya. Pemberitahuan itu antara lain memuat: nama, umur, agama, tempat tinggal calon mempelai (Pasal 3-5).

b. Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti, apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam daftar khusus untuk hal tersebut (Pasal 6-7).

c. Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan yang memuat antara lain:

– Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.hari – Tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal 8-9).

d. Barulah perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua calon mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. Akta perkawinan dibuat rangkap dua, satu untuk Pegawai Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera Pengadilan. Kepada suami dan Isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan (pasal 10-13).

Menurut Agama Islam, menurut Hukum Islam syarat - syarat yang harus

dipenuhi agar suatu perkawinan dinyatakan sah adalah :

a. Syarat Umum

(34)

agama dengan pengecualiannya dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam halal mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita beriman, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat (22), (23) dan (24) tentang larangan perkawinan karena hubungan darah, semenda atau hubungan kekeluargaan karena ikatan perkawinan dan saudara sesusuan.

b. Syarat Khusus

- Adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan.Calon mempelai laki-laki dan perempuan adalah suatu syarat mutlak (conditio sine qua non), absolut karena tanpa calon mempelai laki-laki dan perempuan tentu tidak akan ada perkawinan. Calon mempelai ini harus bebas dalam menyatakan persetujuannya tidak dipaksa oleh pihak lain. Hal ini menuntut konsekuensi bahwa kedua calon mempelai harus sudah mampu untuk memberikan persetujuan untuk mengikatkan diri dalam suatu perkawinan dan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu berpikir, dewasa, akil baliqh. Dengan dasar ini Islam menganut asas kedewasaan jasmani dan rohani dalam melangsungkan perkawinan.

- Harus ada wali nikah. Menurut Mazhab Syafi’i berdasarkan hadist Rasul SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Siti Aisyah, Rasul SAW pernah mengatakan tidak ada kawin tanpa wali. Hanafi dan Hambali berpandangan walaupun nikah itu tidak pakai wali, nikahnya tetap sah.

Menurut agama Kristen Katolik,Menurut agama Katolik, pernikahan

(35)

a. Bebas dari halangan-halangan kanonik. Yakni 12 point jenis halangan, salah satunya adalah tidak seiman/seagama, sebagaimana yang sudah dirumuskan dalam KHK 1983.

b. Adanya konsensus atau kesepakatan nikah, yaitu kemauan pria dan wanita saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali. Namun, Konsensus tersebut bisa cacat oleh faktor-faktor yang dapat merusaknya.

c. Dirayakan dalam forma canonika, artinya perkawinan harus dirayakan dihadapan tiga orang, yakni petugas resmi gereja sebagai peneguh, dan dua orang saksi.

Menurut agama Kristen Protestan, Syarat-syarat perkawinan menurut

agama Kristen Protestan adalah :

a. Masing–masing calon mempelai tidak terikat tali perkawinan dengan pihak lain;

b. Kedua mempelai beragama Kristen Protestan (agar perkawinan tersebut dapat diteguhkan dan diberkati);

c. Kedua calon mempelai harus sudah ”sidi” (sudah dewasa); d. Harus dihadiri dua orang saksi;

e. Harus disaksikan oleh jemaat.Apabila dapat disimpulkan maka perkawinan menurut agama Kristen Protestan menghendaki perkawinan itu adalah perkawinan antara sesama umat agama Kristen Protestan. Karena itulah agama Kristen Protestan melarang untuk berpoligami dan menikah dengan orang lain yang beragama lain.

Menurut agama Hindu, Syarat - syarat wiwaha dalam agama Hinduadalah

(36)

a. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut ketentuan hukum Hindu.

b. Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum hindu harus dilakukan oleh pendeta/rohaniawan atau pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.

c. Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut agama hindu.

d. Berdasarkan tradisi yang berlaku di Bali, perkawinan dikatakan sah setelah melaksanakan upacara byakala/biakaonan sebagai rangkaian upacara wiwaha.

e. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu pernikahan.

f. Tidak ada kelainan, seperti tidak banci, kuming (tidak pernah haid), tidak sakit jiwa atau sehat jasmani dan rohani.

g. Calon mempelai cukup umur, pria berumur 21 tahun, dan wanita minimal 18 tahun.

h. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah dekat atau sepinda. Jadi, sah atau tidaknya suatu perkawinan menurut agama Hindu terkait dengan sesuai atau tidak dengan persyaratan yang ada dalam agama.

Menurut agama Budha, syarat - syarat perkawinan adalah sebagai berikut :

a. Kedua mempelai harus menyetujui dan cinta mencintai.

b. Kedua mempelai harus mengikuti penataran yang diberikan Pandita satu bulan sebelum perkawinan dilangsungkan.

c. Umur kedua mempelai sudah mencapai 21 tahun dan jika belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin dari orang tua atau wali yang bersangkutan.

(37)

e. Kedua mempelai tidak ada hubungan darah dan susuan

f. Diantara mereka tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain.

g. Tempat upacara perkawinan harus dilakukan di Vihara atau Cetya atau didepan altar suci sang Budha atau Bodhisatwa.

Menurut agama Konghucu, Syarat-syarat perkawinan adalah sebagai

berikut :

a. Umur untuk wanita 16 tahun, sedangkan umur untuk pria 19 tahun, atau dengan pertimbangan lain.

b. Ada persetujuan dari kedua mempelai tanpa ada unsur paksaan.

c. Kedua calon mempelai tidak atau belum terkait dengan pihak-pihak lain yang dianggap sebagai hidup berumah tangga atau berkeluarga.

d. Kedua calon mempelai wajib melaksanakan pengakuan iman. Peneguhannya dilaksanakan di tempat ibadah umat Konghucu (Lithang).

e. Mendapat persetujuan dari kedua orang tua, baik orang tua pihak laki-laki maupun pihak perempuan atau walinya.

f. Disaksikan oleh dua orang saksi.

B. Tujuan Perkawinan

(38)

Menurut agama Islam, dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 3 yaitu,

perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga sakinah, mawaddah dan wa rahmah.

Menurut agama Kristen Katolik, tujuannya adalah: kesejahteraan

suami-isteri, kelahiran anak, dan pendidikan anak. Tujuan utama ini bukan lagi pada prokreasi atau kelahiran anak.

Menurut agama KristenProtestan, tujuannya adalah membentuk suatu

persekutuan hidup yang berkah antara pria dan wanita berdasarkan cinta kasih.

Menurut agama Hindu, Menurut I Made Titib disebutkan bahwa tujuan

perkawinan menurut agama Hindu adalah mewujudkan 3 hal yaitu:

a. Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña dapat dilaksanakan secara sempurna.

b. Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña dan lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).

(39)

Menurut agamaBudha, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga

dan bersama-sama mengarungi bahtera rumah tangga dengan suasana kehidupan yang berkesadaran dan penuh harmoni dalam kesetaraan keyakinan, sila, kemurahan hati, dan kebijaksanaan yang berlandaskan pada esensi Buddhadharma.

Menurut agama Konghucu, tujuan perkawinan adalah menyatu–padukan

benih kebaikan dan kasih antara dua manusia yang berlainan keluarga, keatas mewujudkan pengabdian kepada Tuhan dan leluhur (zong Miao) dan ke bawah meneruskan generasi.

C. Asas-Asas Perkawinan

Menurut Undang-Undang Perkawinan, Pasal 3 ayat (1) “pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami” kutipan tersebut dapat disimpulkan asasnya adalah Monogami. Pada Pasal 3 ayat (2) “Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.” Asas Monogami berubah menjadi asas Monogami Relatif, dikatakan relatif karena terbukanya syarat-syarat yang ketat untuk berpoligami.

Menurut Agama Islam, ada beberapa perspektif asas yang ditemukan :

(40)

b. Asas persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis dari asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan, dan merupakan sudah ada persetujuan dari calon suami-isteri dalam melangsungkan perkawinan.

c. Asas Monogami Terbuka, berdasarkan (QS An Nisa ayat 3 jo ayat 129). Didalam ayat 3 dinyatakan bahwa seorang pria muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih dari seorang, asal memenuhi beberapa syarat tertentu. Syarat poligami adalah berlaku adil. QS An Nisa ayat 3 jo 129 “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menurut Agama KristenKatolik, dalam perspektif Kristen Katolik,

(41)

Maksudnya, perkawinan dilandasi sebuah tekad dan upaya keras agar tidak terceraikan. Harus diupayakan dengan sekuat tenaga, biar hanya maut saja yang akhirnya ”memisahkan” sepasang pengantin. Asas ini jelas melindungi semua pihak yang terlibat dalam perkawinan (suami, istri, dan anak-anak).

Menurut Kristen Protestan, pandangan agama Kristen Protestan tentang

(42)

Adapun berbagai sikap mengenai perceraian adalah sebagai berikut : 1. Ada yang menolak alasan apapun.

2. Ada yang membenarkan perceraian berikut hak untuk kawin lagi bagi pihak yang tidak bersalah dalam hal perbuatan zinah.

3. Ada yang menyetujui beberapa alasan untuk bercerai dan kawin lagi.

4. Ada yang menyetujui adanya hak untuk bercerai dan menyangkal adanya hak untuk kawin lagi.

Dalam Korintus, 7 : 10-13. Dapat dilihat bahwa perceraian dibolehkan “Kepada orang-orang yang telah kawin, aku tidak, bukan aku melainkan Tuhan memerintahkan supaya isteri tidak menceraikan suaminya. Jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, mengatakan: kalau ada seorang saudara beristeri seorang yang tidak beriman dan wanita itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang saudari bersuami seorang yang tidak beriman dan dia itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan pria itu. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai, dalam hal demikian saudara atau saudari tidak terikat”.

Menurut Agama Hindu, Asas-asas perkawinan menurut hukum adat Hindu

sebagai berikut :

a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal.

(43)

c. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan anggota keluarga dan anggota kerabat. Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau istri yang tidak diakui masyarakat adat.

d. Perkawinan dapat dilaksanakan oleh seseorang pria dengan beberapa wanita, sebagai istri kedudukannya masing masing ditentukan menurut hukum adat setempat. e. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau masih anak anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan ijin orang tua/ keluarga dan kerabat.

f. Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku, ada istri yang berkedudkan sebagai ibu rumah tangga dan ada istri yang bukan ibu rumah tangga.

Menurut Agama Budha, Agama Budha memiliki asas monogami, karena

melihat perkawinan sebagai ikatan suci yang harus dijalani dengan cinta dan kasih sayang antara seoarang laki-laki dan perempuan, ajaran Budha mengingatkan untuk hidup selama-lamanya dan bersama-sama untuk cinta dan kasih sayang tersebut, sehingga terlaksananya Dharma Vinaya untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang ini dan kehidupan yang akan datang. Dalam kutipan tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam ajaran Budha, perkawinan seharusnya dijalankan seiringan sampai, karena mengingat tujuan Dharma Vinaya bukan hanya untuk kehidupan yang saat ini, tapi juga kehidupan yang akan datang.

Menurut Agama Konghucu, Apabila di lihat dalam pengertian perkawinan

(44)

Esa. Februari 2016 pukul 17.18 WIB) .

2.5 Kerangka Pemikiran

Perkawinan merupakan perpaduan dua insan dalam suatu ikatan untuk menjalani hidup bersama. Ketika dalam menjalani samudra kehidupan tidaklah akan pernah berjalan mulus, seperti apa yang ada di dalam angan. Namun ternyata ada beberapa hal lain yang secara sengaja atau tidak di sengaja menjadi penghambat keharmonisan hubungan keluarga, sehingga perceraian tidak jarang menjadi jalan terakhir yang dipilih untuk menyelesaikan masalah.

(45)

Dalam kehidupan keluarga banyak hal- hal yang terjadi baik itu positif ataupun negatif yang tidak jarang hal yang sebenarnya tidak pernah diinginkan oleh kedua belah pihak didalam rumah tangga terjadi dan menjadi suatu konflik dalam rumah tangga, seperti masalah anak,ekonomi,agama mejadi masalah yang pasti dialami. Ada banyak penyebab yang melatarbelakangi munculnya masalah di dalam kehidupan rumah tangga atau berkeluarga, berupa faktor dari dalam dan faktor dari luar didalam kehidupan tiap-tiap keluarga. Kehidupan berkeluarga yang penuh dengan tekanan di dalamnya menjadikan seseorang berani untuk mengambil tindakan untuk melakukan sebuah perceraian. Namun, tidak banyak dari pasangan yang memperhatikan bagaimana dan apa yang sedang terjadi pada anak ketika proses perceraian akan dan sedang berlangsung. Sehingga setelah itu, banyak akibat yang akan mempengaruhi sisi sosial individu yang memutuskan untuk menjadi orangtua tunggal atau single parent, seperti masalah pada kondisi keluarga dan kehidupannya sebagai bagian didalam masyarakat.

(46)

Bagan 2.1

Bagan Alir Pikir

Orangtua Tunggal

KONSEP PERSEPSI

Faktor Eksternal : - Pendidikan - Latar belakang

keluarga - Norma agama - Sosial Budaya

Perceraian di Dusun III B Kecamatan Patumbak Kabupaten

Deli Serdang Faktor Internal :

- Perasaan - Pengalaman - Kemampuan

(47)

2.6 Defenisi Konsep

Defenisi konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, obyek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai cirri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:112).

Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep - konsep yang dijadikan obyek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna-makna konsep yang di teliti. Secara sederhana defenisi diartikan sebagai batasan arti. Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

Adapun batasan-batasan dalam penelitian ini adalah :

1. Persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan aktifitas, merasakan, mengidentifikasikan dan memahami objek baik fisik maupun sosial melalui pengamatan seseorang.

2. Orangtua Tunggal merupakan orang tua yang memelihara dan membesarkan anak- anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya

(48)

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan bagi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Mampu melalui KJP untuk belanja penggunaan yang tidak secara nyata dibutuhkan oleh Peserta Didik.

[r]

Walau terkesan sederhana, aplikasi toko online ini dapat berguna untuk pemakainya yaitu para pengguna Internet, khususnya pengusaha yang ingin memperluas jangkauan bisnisnya

[r]

Program internet seperti browser, download manager dan lainlain berhubungan dengan proxy server, dan proxy server tersebut yang akan berkomunikasi dengan server lain di internet.

[r]

[r]

Matrik Hasil Temuan (Pola Pembinaan Kemandirian Di Pesantren Hidayatullah)... BAB V KESIMPULAN