• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH

A. Asbabun Nuzul

1. Pengertian Asbabun Nuzul

Kata asbab merupakan jamak taksir dari sabab yang artinya “sebab”. Menurut lisan al-Arab diartikan saluran, yaitu segala sesuatu yang menghubungkan satu benda ke benda lainya (Efendi, Fathurrohman, 2014: 77). Kata nuzul adalah isim masdar dari nazala yang berarti menurunkan sesuatu atau kejadian sesuatu (Budiharjo, 2012: 21)

Menurut istilah Dr. M. Quraish Shihab menjelaskan asbabun nuzul

adalah:

a. Peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat dimana ayat tersebut menjelaskan pandagan Al Qur‟an tentang peristiwa tersebut atau mengomentarinya.

b. Peristiwa yang terjadi sesudah turunnya suatu ayat, dimana peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tersebut (Baidan, 2011: 135)

Zuhdi mengatakan asbabun nuzul adalah semua yang disebabkan diturunkan suatu ayat yang mengandung sebabnya, memberi jawaban terhadap sebabnya atau memberi jawaban terhadap sebabnya atau menerangkan hukumnya pada saat terjadinya peristiwa itu (Zuhdi, 1997: 78).

25

Dengan demikian secara singkat asbabun nuzul dapat diartikan sebagai sebab turunnya ayat-ayat Al Qur‟an. Asbabun nuzul biasanya terkait dengan adanya pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi maupun peristiwa tertentu yang bukan dalam bentuk pertanyaan.

Asbabun nuzul sangat penting untuk memberikan dampak yang sangat besar dalam membantu memahami ayat-ayat maupun surah-surah dalam Al Qur‟an yaitu: lebih memberikan petunjuk untuk mengetahui hikmah yang dikehendaki Allah atas apa yang telah ditetapkan, memberikan petunjuk tentang adanya ayat-ayat tertentu yang memiliki kekhususan hukum tertentu, merupakan cara efisien untuk memahami makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al Qur‟an, membantu memudahkan penghafalan ayat dan pengugkapan makna yang terkandung di dalam ayat, serta untuk menghindari adanya kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses memahami maksud dalam Al Qur‟an tersebut.

Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang menganggap bahwa

asbabun nuzul tidak begitu penting. Salah satunya adalah Al-Syaikh

Muhammad „Abduh yang menganggap bahwa asbabun nuzul bersumber

dari hadis-hadis yang tidak mempunyai sanad, karenanya tidak shahih. Selain itu Muhammad „Abduh juga menganggap bahwa para perawi dalam meriwayatkan hadis hanya mengaitkan ayat dengan kisah-kisah tertentu dan hanya dalam bentuk makna saja. Jadi pada hakikatnya asbabun nuzul

26

Menurut sejarah, proses turunnya ayat-ayat Al Qur‟an ada yang didahului dengan sebab dan ada pula ayat-ayat Al Qur‟an yang turun tanpa didahului dengan sebab. Ayat-ayat Al Qur‟an yang turun dengan didahulu suatu sebab biasanya berupa ayat-ayat tasyri‟yyah atau ayat-ayat hukum. Dan sebab turunnya ayat itu adakalanya berupa peristiwa yang terjadi di masyarakat Islam dan adakalnya berupa pertanyaan dari kalangan Islam atau kalangan lainnya yang ditunjukkan kepada Nabi. Sedangkan ayat-ayat Al Qur‟an yang turun tanpa didahului dengan sebab biasanya berupa sejarah yang mengisahkan tentang umat-umat terdahulu beserta para Nabinya, menceritakan tentang hal-hal gaib yang akan terjadi, meggambarkan keadaan hari kiamat beserta nikmat surga dan siksa neraka. Ayat-ayat demikian diturunkan oleh Allah untuk memberi petunjuk manusia agar menempuh jalan yang lurus. Jadi secara garis besar tidak semua ayat Al Qur‟an diturunkan dengan suatu sebab tertentu.

2. Asbabun Nuzul QS. Ar Rum Ayat 22, QS. Al Hujurat Ayat 13, QS. Fatir Ayat 28, QS. Al Maidah Ayat 48, dan QS. Hud ayat 118-119

a. Asbabun Nuzul QS. Al Hujurat ayat 13

Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadist melalui Ibnu Abu Mulaikah yang telah menceritakan bahwa ketika penaklukan Makkah, Bilal langsung naik ke atas Ka‟bah, kemudian mengumandangkan suara azan. Lalu sebagian orang mengatakan: “Apakah hamba sahaya yang hitam ini berani azan di atas

27

Ka‟bah?”. Lalu Allah Swt menurunkan QS. Al Hujurat ayat 13 (Al Mahalli & As Suyuti, 2016: 904).

b. Asbabun Nuzul QS. Al Maidah ayat 48

Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abbas yang telah mengatakan: “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua golongan orang-orang Yahudi yang satu sama lainnya saling berperang, sehingga salah satu diantaranya menang atas golongan lainnya. Kejadian itu berlangsung ketika zaman jahiliyah; akhirnya lahirlah suatu perjanjian, bahwa setiap orang yang dibunuh oleh golongan yang menang dari kalangan golongan yang kalah, maka diyatnya adalah lima puluh wasaq. Dan setiap orang yang dibunuh oleh golongan yang kalah dari golongan yang menang, maka diyatnya seratus wasaq. Keadaan itu terus berlangsung sampai datangnya Rasulullah SAW. Pada masa Rasulullah ada seorang dari kalangan golongan yang kalah membunuh seseorang dari golongan yang menang. Lalu dari golonga yang menang segera mengutus seseorang kepada golongan yang yang kalah untuk meminta diyatnya sebanyak seratus wasaq. Akan tetapi golongan yang kalah mengatakan: “Apakah hal seperti ini pernah terjadi pada dua kabilah yang agama, kebangsaan, dan negrinya satu, yaitu diyat sebagian diantara mereka separo dari diat yang lainnya? Dahulu kami memberikannya kepadamu karena perbuata aniya kamu

28

kepada kami dan kami takut kepada kamu serta demi memelihara kesatuan karena kami takut menjadi becerai-berai. Akan tetapi sekarang, setelah kedatangan Muhammad, kami tidak akan memberikannya lagi kepadamu”. Hal ini hampir saja membawa kedua golongan itu kearah pertempuran. Akan tetapi akhirnya meraka setuju untuk mengemukakan kasus ini kepada Rasulallah SAW agar beliau melerai perselisihan diantara kedua golongan tersebut. Lalu mereka mengutus beberapa orang dari kalangan orang-orang yang munafik untuk menguj kebijaksanaan beliau. Kemudian Allah menurunkan QS. Al Maidah ayat 41-48 (Al Mahalli & As Suyuti, 2016: 495).

c. Asbabun Nuzul QS. Ar Rum Ayat 22, QS. Fatir Ayat 28, dan QS. Hud Ayat 118-119

Setelah penulis berusaha mencari dari berbagai sumber mengenai asbabunnuzul dari QS. Ar Rum ayat 22, QS. Fatir ayat 28, dan QS. Hud ayat 118-119 ternyata penulis tidak menemukan

asbabunnuzul dari QS. Ar Rum ayat 22, QS. Fatir ayat 28, dan QS. Hud ayat 118-119 tersebut. Mulai dari buku-buku tafsir, maupun sumber lain dari internet. Hal ini tidak perlu dipersoalkan karena memang tidak semua ayat dalam Al Qur‟an memiliki

29 B. Munasbah

1. Pengertian Munasabah

Kata munasabah berasal dari kata

بسان → بساني → ةبسانم .

Kata tersebut merupakan bentuk tsulasi mujaradnya

بسن

(nasaba) yang berarti hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain (Budihardjo, 2012: 39). Menurut Al- Qaththan munasabah adalah menghubungkan antara jumlah dengan jumlah dalam suatu ayat, atau antara ayat dengan ayat, atau antara surah dengan surah (Hermawan, 2011: 122).

Dalam redaksi yang sama, Ibnu Al-„Arabi mengatakan bahwa,

munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan.

Selanjutnya Quraish Shihab menyatakan (menggaris bawahi As-Suyuthi) bahwa munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surat, dan kalimat yang menyebabkan adanya hubungan (Fathurrahman & Efendi, 2014: 111).

Dari berbagai definisi diatas, penulis dengan singkat dapat menyimpulkan bahwa munasabah adalah keterkaitannya ayat satu dengan ayat lainnya dalam Al Qur‟an.

Jumhur ulama telah sepakat bahwa urutan ayat dalam satu surah merupkan urutan-urutan tauqifiy, yaitu urutan yang sudah ditentukan oleh Rasulullah sebagai penerima wahyu, yang sesuai dengan wujud teks imanen yang sudah ada di lauh mahfudz. Secara sepintas jika diamati

30

urutan teks dalam Al Qur‟an terdapat kesan bahwa Al Qur‟an memberikan informasi yang tidak sistematis dan melompat-lompat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara urutan turunnya ayat maupun surah dalam susunan teks Al Qur‟an. Satu sisi realitas teks ini menyulitkan pembacaan secara utuh akan tetapi realitas teks itu dapat menunjukkan stilistika (retorika bahasa) yang merupakan bagian dari kemukjuzatan Al Qur‟an pada aspek kesustraan dan gaya bahasa. Maka dari itu dibutuhkan„ilm

munasabah untuk pembacaan secara holistik pesan spiritual dalam Al Qur‟an.

Selanjutnya, secara garis besar munasabah Al Qur‟an dapat di bagi menjadi dua yaitu munasabah antar ayat dalam Al Qur‟an dan munasabah antar surah dalam Al Qur‟an. Berikut ini pembagian munasabah Al Qur‟an menurut Imam Suyuthi:

a. Tartib surah-surah dalam Alqur‟an dan hikmah dibalik peletakan satu surah pada tempatnya.

b. Hubungan antara pembukaan surah dengan akhir surah sebelumnya. c. Hubungan antara awal surah dengan isi surah.

d. Hubungan antara awal surah dengan akhir surah. e. Hubungan antara satu ayat dengan ayat setelahya. f. Hubungan antara akhiran ayat dengan awal ayat.

g. Hubungan antara nama surah sengan kandungan surah (Said, 2014: xxii).

31 2. Munasabah Ayat

Dari berbagai macam munasabah diatas, disini penulis hanya akan menerapkan munasabah antara ayat dengan ayat dalam Al Qur‟an yaitu:

a. QS. Ar Rum ayat 21-23

ا ْنِمَو

ي وِت

ًةَْحَْرموًةمدَومم ْمُكَنْ يَ ب َلَعَجَواَهْ يَلِاآْوُ نُكْسَتِّلاًجاَوْزَا َ ْمُكِسُفْ نَا ْنِّم ْمُكَل َقَلَخ ْنَا

ۗ

ِْفِ منِا

ذ

َلْ َكِل

ي

َنْوُرمكَفَ تم ي ٍمْوَقِّل ٍت

﴿

٨۳

Artinya: Dan, diantara tanda-tanda-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu pasangan-pasanan dari jenis kamu sendiri supaya kamu tenang kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS.Ar Rum/30: 21).

ا ْنِمَو

ي وِت

اًجاَوْزَا َ ْمُكِسُفْ نَا ْنِّم ْمُكَل َقَلَخ ْنَا

(Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri) Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam, sedangkan manusia lainnya tercipta dari air mani laki-laki dan perempuan

اَهْ يَلِاآْوُ نُكْسَتِّل

(supaya kalia cenderung dan merasa tentram kepadanya) supaya kalian merasa betah dengannya

ْمُكَنْ يَ ب َلَعَجَو

(dan dijadikan-Nya diantara kamu sekalian) semuanya

ِْفِ منِا ۗ ًةَْحَْرموًةمدَومم

ذ

32

yang telah disebutkan itu

َنْوُرمكَفَ تم ي ٍمْوَقِّل ٍت َلْ ي

(benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir) yakni yang memikirkan tentang penciptaan Allah (Al Mahalli & As Suyuti, 2016: 454).

Ayat diatas menguraikan tentang adanya kekuasaan dan keesaan Allah yang menciptakan pria dan wanita dengan berpasang-pasangan. Seperti Siti Hawa yang tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam, sedangkan manusia yang lainnya tercipta dari air mani laki-laki dan perempuan, serta dampak yang dihasilkannya yaitu rahmat pada suami istri dengan lahirnya anak (Quraish Shihab, 2012: 185).

ا ْنِمَو

ي

ممسلا ُقْلَخ وِت

و

َْلْاَو ِت

ْمُكِناَوْلَاَو ْمُكِتَنِسْلَا ُف َلَِتْخاَو ِضْر

ۗ

ذ ِْفِ منِا

َلْ َكِل

ي

ٍت

عْلِل

َْيِمِل

﴿

٨٨

Artinya: Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu, sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (QS. Ar Rum/30: 22)

ا ْنِمَو(

ي

ممسلا ُقْلَخ وِت

و

)ْمُكِتَنِسْلَا ُف َلَِتْخاَو ِضْرَْلْاَو ِت

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan

berlain-lainan bahasa kalian, maksudnya dengan bahasa yang

berlainan (

ْمُكِناَوْلَاَو)

dan berlain-lainan pula warna kulit kalian,

diantara kalian ada yang berkulit putih, ada yang hitam, dan lain sebagainya, padahal kalian berasal dari seorang lelaki dan seorang

33

perempuan yaitu Nabi Adam dan Siti Hawa

( ٍت ي َلْ َكِل ذ ِْفِ منِا)

sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt

( َْيِمِل عْلِل)

bagi orang-orang menhetahui yaitu bagi orang-orang yang berakal dan berilmu (Al-Mahalli & As-Suyuti, 2016: 454).

Ayat diatas menjelaskan tentang adanya kekuasaan dan keesaan Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta semua sistemnya yang sangat teliti, rapi dan serasi. Serta adanya kata

)ْمُكِتَنِسْلأ(

alsinatikum yang merupakan bentuk jamak dari kata

)ناسل(

lisân yang berarti lidah dimana kata ini juga digunakan dalam arti bahasa atau

suara. Berarti perbedaan lidah disini dapat diartikan sebgai perbedaan bahasa, dialek dan intonasi. Selain itu pebedaan juga terjadi pada warna kulit, ada yang hitam, sawo matang, dan putih meskipun pada awalnya bersumber dari asal-usul yang sama ( Quraish Shihab, 2007: 190).

Sedikit dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat diketahui dengan melihat begitu banyak benda langit yang beredar di angkasa, namun tidak terjadi tabrakan antar benda-benda itu. Jika benda-benda di langit tabrakan maka akan mengakibatkan kehancuran bumi. Terjadi sekian banyak tanda-tanda kekuasaan Allah melalui salah satu

34

benda langit yang paling berperan dalam kehidupan manusia dan makhluk di bumi yaitu matahari. Dimana dengan adanya peredaran matahari dan bumi menyebabkan terjadinya perbedaan malam dan siang, serta mengakibatkan adanya perbedaan musim. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan lidah (bahasa) karena perbedaan tempat tinggal di bumi, serta perbedaan warna kulit yang dipengaruhi oleh sinar matahari.

ا ْنِمَو

ي

وِلْضَف ْنِّم ْمُكُؤآَغِتْباَو ِراَهم نلاَو ِلْيملِب ْمُكُماَنَم وِت

ۗ

ذ ِْفِ منِا

َلْ َكِل

ي

ٍمْوَقِّل ٍت

َنْوُعَمْسمي

﴿

٨۱

Artinya: Dan, diantara tanda-tanda-Nya adalah tidur kamu diwaktu malam dan siang dan usaha kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti bagi kaum yang mendengarkan (QS.Ar Rum/30: 23)

ا ْنِمَو

ي

َنَم وِت

ِراَهم نلاَو ِلْيملِب ْمُكُما

(Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidur kalian di waktu malam dan siang hari) dengan kehendak-Nya sbagai waktu istirahat buat kalian

ْمُكُؤآَغِتْباَو

(dan usaha kalian) disiang hari

وِلْضَف ْنِّم

(mencari sebagian dari karunia-Nya)mencari rezeki dan penghidupan berkat kehendak-Nya

َكِل ذ ِْفِ منِا

َلْ ي

35

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarakan) dengan

pendengaran yang dibarengi pemikiran dan mengambil pelajaran (Al Mahalli & As Suyuti, 2016: 455).

Pada ayat sebelumnya menjelaskan akan kekuasaan dan keesaan Allah mengenai penciptaan langit dan bumi dengan sistem dan peredaran yang ditetapkannya, dapat menciptakan siang dan malam. Dalam ayat ini masih menerangkan tentang adanya kekuasaan dan keesaan Allah yang berkaitan dengan siang malam. Dalam hal ini ulama memahami dalam arti “ Diantara tanda-tanda-Nya adalah tidur kamu diwaktu malam dan usahamu mencari rezeki diwaktu siang” adalah bahwa Allah menjadikan malam untuk istirahat dan siang untuk mencari rezeki. Memang secara umum waktu malam adalah waktu untuk tidur, dan siang adalah untuk bekerja. Akan tetapi adanya kata

)ولضف(

fadhlihi berarti kelebihan dari kadar kebutuhan, sebagaimana ia dipahami pula dalam arti pemberian adalah sesuatu yang melebihi kebutuhan, berarti siapa yang bekerja siang dan malam atau dimalam hari, upayanya ketika itu dapat dinilai sebagai upaya meraih kelebihan dari kadar kebutuhannya (Quraish shihab, 2007: 192).

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil munasabah pada ayat-ayat tersebut yang menerangkan bahwa adanya bukti-bukti kekuasaan, dan kebesaran Allah, diantaranya penciptaan manusia secara

36

berpasang-pasangan yang kemudian berkembang biak yaitu dijadikannya anak dalam setiap pasangan. Pada ayat selanjutnya dijelaskan adanya kekuasaan dan kebesaran Allah lainya yaitu penciptaan langit dan bumi yang mempunyai kesamaan dengan adanya penciptaan pria dan wanita (manusia). Dalam penciptakan manusia tersebut, dengan keadaan warna kulit yang berbeda serta bahasa yang berbeda pula. Perbedaan warna kulit dan bahasa dipengaruhi daerah masing-masing yang memiliki iklim maupun cuaca yang berbeda, dan daerah yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh adanya langit dan bumi dengan peredarannya. Allah menciptakan langit dan bumi dengan peredarannya dapat menghasilkan siang dan malam, dan agar pada malam hari digunakan sebagai kebutuhan untuk tidur dan waktu siang digunakan untuk berusaha atau bekerja (Departemen Agama RI Jilid VII, 2007: 78).

Dokumen terkait