• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aset = Kewajiban + Ekuitas

Dalam dokumen Fungsi Penganggaran Sektor Publik Indonesia (Halaman 56-65)

Antara sisi kiri (aktiva) dan sisi kanan (pasiva) harus seimbang (balance) Perumusan persamaan akuntansi ini akan berguna untuk menentukan debit dan kredit sebuah transaksi. Sebagai pedoman awal, sisi kiri (aset) memiliki saldo normal debit, sedangkan sisi kanan (pasiva) memiliki saldo normal kredit. Jika dibuat persamaan:

Aktiva (Aset) = Pasiva Debit = Kredit

Memberikan gambaran lebih jelas tentang struktur persamaan akuntansi. Aset diwakili dengan gambar rumah. Kita coba membuat logika yang sederhana. Jika Anda ingin membeli rumah seharga (katakanlah) Rp 300 juta. Sedangkan uang yang Anda miliki adalah sejumlah Rp 100 juta yang cukup untuk digunakan sebagai uang muka (DP) pembelian rumah. Sisanya Anda harus pinjam ke bank untuk melunasi transaksi pembelian rumah. Maka, dapat dinyatakan bahwa untuk membeli rumah senilai Rp 300 juta, didanai dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp.100 juta dan kewajiban (utang) sebesar Rp 200 juta. Sehingga antara sisi kiri (yaitu aset) dan sisi kanan (pasiva) terjadi keseimbangan pada nilai Rp 300 juta. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan:

Aset = kewajiban + ekuitas 300 juta = 200 juta + 100 juta

300 juta = 300 juta (balance)

Jenis aset sangat beraneka ragam, bisa berbentuk rumah, tanah, mobil, kas, deposito, piutang, dan lain-lain.

Slide ini mencoba untuk menguraikan persamaan akuntansi menjadi pedoman penentuan debitkredit. Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa sisi kiri (aset) memiliki saldo normal debit dan sisi kanan (pasiva) memiliki saldo normal kredit. Pengertian dari saldo normal ini adalah saldo yang bernilai positif. Saldo normal aset adalah debit, artinya bahwa jika aset bertambah, maka dicatat di sisi sebelah debit, sebaliknya jika aset berkurang maka dicatat di sisi kredit. Di sisi pasiva, baik kewajiban maupun ekuitas, memiliki saldo normal kredit. Artinya bahwa jika kewajiban atau ekuitas bertambah dicatat disisi kredit, sebaliknya jika kewajiban atau ekuitas berkurang dicatat di sisi debit. Dalam slide ditunjukkan contoh pencatatan sebuah transaksi. Ditunjukkan bahwa aset yang dimiliki adalah berupa kas senilai Rp 26.650 dicatat di sebelah debit (karena nilai nya positif). Kas yang dimiliki tersebut bersumber dari kewajiban sebesar Rp 10.000 (dicatat di sisi sebelah kredit) dan bersumber dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp 16.650 (dicatat di sisi sebelah kredit).

Persamaan dasar akuntansi kemudian dikembangkan lagi. Jika kita ambil contoh sebuah usaha bisnis, ketika suatu perusahaan memperoleh laba (rugi) maka laba (rugi) tersebut akan menambah (mengurangi) ekuitas yang dimiliki oleh pemilik. Jika dituliskan dalam bentuk persamaan menjadi sebagai berikut:

Aset = Kewajiban + Ekuitas

Ketika sebuah usaha mendapatkan laba, maka persamaan dasar akuntansinya akan bertambah menjadi:

Aset = Kewajiban + (Ekuitas + Laba)

Secara ringkas, laba dihitung dengan mengurangkan belanja dari pendapatan. Atau: Laba = Pendapatan – Belanja.

Jika rumus perhitungan laba dimasukkan dalam persamaan dasar akuntansi, maka akan menjadi:

Aset = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan – Belanja Persamaan ini bisa ditata ulang sebagai berikut:

Ini adalah persamaan dasar akuntansi yang dijadikan pedoman untuk menentukan saldo normal dari masing-masing kategori akun/rekening. Petunjuknya adalah sisi sebelah kiri tanda "=" memiliki saldo normal debit, sedangkan sisi sebelah kanan tanda "=" memiliki saldo normal kredit. Artinya bahwa jika aset dan belanja bertambah, maka dicatat di sisi debit, sebaliknya bila berkurang dicatat di sisi sebelah kredit. Jika kewajiban, ekuitas dan pendapatan bertambah maka dicatat di sisi sebelah kredit, jika berkurang dicatat di sisi sebelah debit.

Dalam bentuk persamaan akan terlihat sebagai berikut:

Aset + Belanja = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan Debit = Kredit

Sistem pencatatan dibedakan menjadi 2, yaitu system pembukuan tunggal dan sistem pembukuan berpasangan. Sistem pencatatan dengan menggunakan pembukuan tunggal (single entry) di satu sisi memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi pencatat dalam mendokumentasikan transaksinya. Namun terdapat beberapa kelemahan atas sistem pembukuan tunggal ini. Pertama, karena transaksi yang dicatat hanya pada satu sisi, maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk merekapitulasi jumlah pendapatan dan belanja, baik yang tunai maupun yang kredit. Kedua, pembukuan tunggal ini tidak pernah mencatat transaksi yang akan mempengaruhi mutasi akunakun neraca, yaitu aset dan kewajiban. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan system pembukuan tunggal ini tidak dapat menghasilkan informasi neraca. Kalaupun bisa, dilakukan melalui proses identifikasi secara manual satu persatu komponen-komponen neraca. Karena fungsi akuntansi tidak mampu membuat laporan neraca dari system yang ada, maka sulit sekali bagi pemerintah daerah ataupun stakeholders lainnya untuk mengetahui posisi keuangan pemerintah daerah atau perusahaan.

Sistem pembukuan tunggal. Sebagai contoh, saldo awal kas yang dimiliki adalah sebesar Rp 50. Pada tanggal 2 Januari dilakukan transaksi pembelian ATK sebesar Rp 45. Pembelian ini akan mengurangi saldo kas menjadi Rp 5. Pada tanggal 2 Januari pula, diterima pendapatan retribusi sebesar Rp 150. Penerimaan pendapatan ini akan meningkatkan saldo kas menjadi Rp 155.

Sistem pembukuan tunggal ini hanya mencatat transaksi satu kali, yaitu transaksi yang mempengaruhi mutasi kas. Jika bendahara melakukan pembelian secara kredit, maka sistem pembukuan tunggal ini tidak mampu untuk menampung karakteristik transaksi tersebut, karena transaksi non kas yang dilakukan tidak membawa dampak terhadap saldo berjalan. Ini merupakan salah satu kelemahan sistem pembukuan tunggal.

Kelemahan yang ada pada sistem pembukuan tunggal dapat diatasi dengan menggunakan sistem pembukuan berpasangan (double entry). Artinya bahwa setiap transaksi dicatat di dua sisi secara berpasang-pasangan, yaitu sisi debit dan sisi kredit. Kedua sisi tersebut harus seimbang (balance).

Penggunaan sistem pembukuan berpasangan ini memungkinkan satu transaksi dicatat di lebih dari 2 perkiraan/akun/ rekening secara bersamaan. Sebagai contoh, kita kembali pada ilustrasi persamaan dasar akuntansi, yaitu kita membeli rumah seharga Rp 300 juta yang didanai dari ekuitas sebesar Rp 100 juta dan hhutang ke bank sebesar Rp 200 juta. Maka ada 3 perkiraan/akun/rekening yang terpengaruh atas transaksi ini adalah aset rumah sebesar Rp 300 juta bertambah (dicatat di sebelah debit), kewajikan bertambah Rp 200 juta (dicatat di sebelah kredit), dan ekuitas bertambah Rp 100 juta (dicatat di sebelah kredit).

Slide ini memberikan resume mengenai aturan debit-kredit berdasarkan kategori perkiraan/akun/rekening. Terdapat tambahan pedoman untuk transaksi pembiayaan. Agar mudah untuk diingat, maka penerimaan pembiayaan diidentikkan dengan pendapatan dan pengeluaran pembiayaan diidentikkan dengan belanja. Kolom bertambah menunjukkan kondisi jika rekening yang bersangkutan mengalami mutasi tambah, sedangkan kolom berkurang menunjukkan kondisi jika rekening yang bersangkutan mengalami mutasi kurang.

Slide ini memberikan ilustrasi mengenai pengertian debit dan kredit. Secara sederhana, debit berarti memasukkan transaksi di kolom sebelah kiri, sedangkan kredit adalah memasukkan transaksi di kolom sebelah kanan. Tidak ada makna implicit lain dari pengertian debit dan kredit ini.

Pemahaman bahwa debit berarti selalu bertambah, dan kredit berarti selalu berkurang adalah salah. Oleh karena itu kita perlu membuang jauh-jauh konsep

tersebut. Pengertian bertambah atau berkurang serta aturan main dicatat di sisi debit atau kredit mengacu pada Slide.

Kita coba untuk mengilustrasikan perbedaan system pembukuan tunggal dan sistem pembukuan berpasangan. Kita ambil 2 jenis transaksi yang akan kita ubah dari system pembukuan tunggal menjadi sistem pembukuan berpasangan. Transaksi yang kita pilih adalah pembelian ATK sebesar Rp 45 dan penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp 150.

Berdasarkan 2 jenis transaksi tadi, bila dicatat dalam system pembukuan berpasangan akan terlihat sebagaimana dalam slide ini.

Untuk transaksi pertama, pembelian ATK sebesar Rp 45 akan dicatat perkiraan/akun/ rekening belanja ATK bertambah dicatat di sisi debit sebesar Rp 45, dan kas berkurang dicatat di sisi kredit sebesar Rp 45. Pencatatan ini menunjukkan bahwa pembelian ATK sebesar Rp 45 itu dibayar secara tunai sehingga posisi kasnya berkurang.

Untuk transaksi yang kedua, pemerintah daerah menerima pendapatan retribusi sebesar Rp 150. Perkiraan yang terpengaruh atas transaksi ini adalah kas bertambah dicatat di sisi debit sebesar Rp 150, dan rekening pendapatan retribusi bertambah dicatat di sisi kredit sebesar Rp 150. Pencatatan ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah menerima pendapatan retribusi secara tunai.

Berikut ini disajikan komparasi secara langsung antara pencatatan dengan menggunakan sistem pembukuan tunggal dan sistem pembukuan berpasangan. Sisi sebelah kanan yang berwarna adalah sistem pembukuan berpasangan sedangkan 2 kolom sebelumnya adalah system pembukuan tunggal.

Mari kita cermati bersama-sama untuk lebih memahami perbedaan keduanya. Dengan sistem pembukuan tunggal, kita bisa langsung melihat saldo kas pada tanggal 3 Januari. Sedangkan pada sistem pembukuan berpasangan kita tidak mengetahui saldo kas kita secara langsung. Untuk bisa mengetahui saldo masing- masing rekening, maka dibuatkan buku besar yang mengelompokkan transaksi berdasarkan jenis rekeningnya.

Disamping itu terlihat bahwa penggunaan system pembukuan tunggal lebih sederhana dari sisi pencatatannya. Tidak terlalu banyak rekening yang harus dicatat. Sedangkan

Slide ini memberikan contoh buku besar atas transaksi pembelian ATK dan penerimaan pendapatan retribusi. Yang pertama adalah buku besar kas yang menggambarkan transaksi-transaksi yang mempengaruhi kas. Transaksi pertama adalah pembelian ATK yang dibeli secara tunai, sehingga kas pemerintah daerah berkurang sebesar Rp 45. Karena kas merupakan kelompok aset, maka ketika kas berkurang dicatat di sisi kredit. Transaksi kedua yang mempengaruhi kas adalah penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp 150. Atas transaksi ini dicatat di sisi sebelah debit yang menunjukkan bahwa kas pemerintah daerah bertambah.

Buku besar yang kedua adalah pendapatan retribusi. Hanya ada satu transaksi yang mempengaruhinya yaitu penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp.150. Sebagaimana pedoman debit-kredit yang telah kita bahas sebelumnya, ketika pendapatan bertambah maka dicatat di sisi sebelah kredit.

Buku besar yang ketiga adalah belanja ATK. Berdasarkan transaksi tanggal 2 Januari terdapat pembelian ATK sebesar Rp 45. Transaksi ini menunjukkan bahwa belanja ATK bertambah sehingga dicatat di sisi sebelah debit.

PENUTUP

S

ecara umum anggaran sector public sangatlah penting, bagaimanapun juga jelas mengungkapkan apa yang akan dilakukan oleh organisasi pemerintahan di masa yang akan datang.

Anggaran merupakan suatu proses yang periodic, dan bersifat tahunan maupun multi tahunan. Anggaran public harus mendapatkan otorisasi dari legislative terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukan cadangan yang tersembunyi. Secara umum proses akuntansi SKPD ini terbagi dalam 3 tahapan utama, yaitu pemahaman dasar akuntansi, konsep penjurnalan dan posting ke buku besar, serta proses penyusunan laporan keuangan SKPD. Manual ini diharapkan akan membantu mempercepat proses peralihan sistem akuntansi keuangan daerah guna menciptakan akuntabilitas keuangan daerah yang lebih baik dan mandiri.

Dalam dokumen Fungsi Penganggaran Sektor Publik Indonesia (Halaman 56-65)

Dokumen terkait